Saat ini aku sudah memasuki halaman rumah, aku memarkirkan motorku didepan garasi. Rasanya ingin segera membersihkan diri dan bersujud menghadap sang pencipta.
"Mas Azzam" suara seseorang yang memanggil namaku, aku berbalik dan melihat siapa yang memanggil
"Maaf mas, boleh kita bicara sebentar?" Tanya mang Ojin pada ku
"Ia ada apa mang, silahkan kalau mau berbicara" jawabku pada mang Ojin
"Maaf mas kalau saya lancang, kemarin itu saya ketemu non Dina di club, sepertinya dia ada masalah besar. Memang dulu non Dina itu suka bermaim di club, tapi tidak pernah sampai seperti semalam mas. Saya kasian liat non Dina mas, sepertinya dia terpukul sekali dengan keputusan Tommy kekasih non Dina. Apa mas Azzam sudah tau?" Tampak raut wajah yang ragu di lukiskan di wajah mamang. Aku hanya menggelengkan kepalaku bertanda bahwa aku tidak mengetahui masalahnya.
"Tommy kekasihnya non Dina mas, mereka berpacaran lebih kurang delapan tahun. Tapi karena perbedaan agama yang membuat Tuan besar tidak merestuinya. Dulu pernah non Dina bersikeras untuk mengikuti Tommy, dengan cara berpindah agama, tapi semua itu di ketahui oleh Tuan besar. Tuan besar sangat marah, bahkan Tuan pernah menghukum non Dina dengan mengurungnya di gudang selama dua hari, itu juga karena Tuan besar ada meeting penting ke luar negeri jadi non Dina bisa bebas dari gudang. Hanya saja semua yang non Dina punya disita oleh Tuan besar. Sampai-sampai uang sepeserpun non Dina tidak punya. Kejadian itu berlangsung selama seminggu. Selama itu pula non Dina terlihat seperti frustasi, bahkan saya dan bi Asih mencoba untuk menghibur. Sebenarnya non Dina orangnya baik, penurut dan periang. Tapi semenjak nyonya besar meninggal semua berubah, selama ini non Dina di manja oleh nyonya besar. Tuan besar hanya memberi kasih sayang materi saja. Makanya non Dina mencari kasih sayang di luar. Mungkin non Dina pikir kekasihnya Tommy bisa memberi tapi mereka salah. Kemarin saya melihat kekecewaan yang memdalam di wajah non Dina. Seperti kejadian beberapa tahun lalu. Saya harap mas Azzam bisa lebih bersabar lagi untuk menerima kekurangan non Dina. Karena saya yakin mas Azzam pasti bisa memberi kasih sayang itu untuk non Dina."
"Insyaa Allah ya mang, saya akan berusaha" ucapku, karena aku pun bingung harus berkata apa lagi, setelah mendengar penjelasan mang Ojin
"Kalau begitu saya masuk dulu ya mang" pamitku pada mamang. Aku melangkah memasuki rumah mewah ini, melangkah ke kamar dan mengetuk pintu, aku tidak mau membuat Dina terkejut dengan kehadiranku.
"Assalamualaikum" aku masuk ke dalam kamar, melihat sisi kamar, ternyata Dina ada di balkon terduduk sambil melihat kearah luar, dia tidak menyadari kehadiranku di kamar ini. Aku membiarkan dia dan masuk kekamar mandi untuk membersihkan diri dan berniat untuk sholat empat rokaat. Setelah aku selesai menunaikan kewajibanku, aku masih melihat Dina termenung di balkon, aku coba untuk menghampirinya. "Bismillah ya Allah, berikanlah hamba kata-kata yang bijak sana untuk menghibur istri hamba ya Allah." Batinku sambil berjalan kearah Dina.
"Ehkmmm... maaf boleh mas duduk di sini?" Tanya ku hati-hati. Tapi Dina tetap tidak merespon sapaanku.
"Kalau kamu ada masalah cobalah untuk mengambil wudhu, dan sholat. Jangan menyakiti dirimu sendiri seperti ini."
"Apa pedulimu terhadapku, ini hidupku, tidak berhak kamu mengatur apa mau ku"
"Maaf kalau saya terlalu ikut campur, tapi bukankah itu hak saya juga untuk mengingatkan mu, karna saya suami mu"
"Terus... karena kamu suamiku bisa sesukamu mengatur hidupku, bisa tertawa puas atas apa yang aku alamai saat ini?" Suara Dina semakin meninggi, aku tidak boleh terpancing emosi olehnya.
"Dina, aku malah sedih melihat kondisimu seperti ini, aku berharap kamu bisa ceria lagi dan datanglah mengadu pada Allah."
"Kalau aku sholat apakah Allah akan menjawab doa ku?"
"Serahkan semua ke Allah Din, di jawab atau tidaknya itu kehendak Allah, tapi pasti Allah memberi kita yang lebih baik dari yang kita harapkan."
"Ahkk.. sudahlah aku capek... aku mau istirahat"
"Baiklah, saya tidak akan mengganggu istirahatmu. Saya juga sebentar ingin keluar, ada hal yang ingin saya beli."
"Terserah kamu, apa peduliku" jawabnya ketus.
Saat ini aku berada di sebuah toko buku, aku berniat membeli buku untuk tambahan refrensi mengajarku, tiba-tiba aku melihat sebuah buku yang menarik perhatianku. Aku teringat kalau Dina punya hobi membaca, ya aku tau itu dari koleksi novel yang ia punya. Tidak salah kalau aku belikan beberapa buku untuknya, mungkin saja bisa menghilangkan rasa jenuhnya dengan membaca buku ini. Aku membeli dua buku untukku dan dua buku untuk Dina. Setelah apa yang aku dapatkan aku berjalan keluar toko buku. Di sebrang toko buku terlihat sebuah toko cake and cookies, aku kembali teringat dengan Dina, dia sangat suka dengan cemilan coklat, aku menyebrang jalan dan masuk ke toko untuk melihat kue-kue yang tersaji dalam steling. Ada beberapa kue yang sangat menggoda, semoga saja Dina suka dengan kue pilihanku. Aku meminta pelayan mengambil brownis coklat dan cookies coklat 1 toples. Dan membayar di kasir. Setelah itu aku kembali ke parkiran sepeda motorku untuk kembali ke rumah.
Sepuluh menit perjalanan aku sampai didepan rumah, terlihat papa juga yang baru turun dari mobilnya."Assalammualaikum pa.." sapa ku pada papa dan menyalam tangan papa yang hendak berjalan ke pintu untama rumah ia berjalan sambil menenteng jas kerjanya.
"Waalaikumsalam, eh kamu Zam, dari mana kamu?"
"Dari toko buku pa, sekalian singgah ke toko kue"
"Banyak banget kamu beli kuenya?"
"Hmm... ia pa, sengaja di banyakin belinya karena Dina kan suka coklat pa" jawabku sambil tersenyum
"Ya sudah papa masuk kekamar dulu ya, papa mau istirahat, lumayan melelahkan pekerjaan papa hari ini" ucap papa sambil berlalu menuju kamarnya.
"Ya, nanti Azzam suruh bi Asih antar kuenya ke kamar papa aja ya,"
"Tidak usah Zam, nanti habis Sholat papa ke dapur saja sekalian makan, soalnya papa dari siang juga belum sempat makan"
"Ia pa" kemudian aku meninggalkan kamar papa yang sudah menutup pintu kamar. Aku menuju dapur dan memberi sebungkus makanan yang aku beli tadi untuk dihidangkan di meja makan dan untuk bi Asih dan mang Ojin. Setelah dari dapur aku melangkah ke lantai dua menuju kamar.
Aku masuk seperti biasa mengetuk pintu dan mengucapkan salam."Assalammualaikum" aku masuk ke kamar dan merasa hatiku sangat damai, istriku Dina dia sedang bersujud di hadapan Allah, aku bersyukur pada Allah karena Dina mau mendengar ucapan ku, aku tau ini adalah hal yang pertama dia lakukan setelah sekian tahun tak pernah melakukannya. Semoga aja Dina bisa tetap menjadi wanita solehaku ya Allah, batinku.
Aku meletakan buku dan kue yang ku beli di meja kerjaku, aku ingin membersihkan diri dulu, sambil menunggu Dina selesai sholat. Aku keluar dari kamar mandi dan melihat Dina sudah duduk di depan meja riasnya, aku tersenyum dan menghampirinya.
"Alhamdulillah mas senang liat kamu kembali sujud di hadapan Allah, seberat apapun masalah kita tetaplah ingat Allah"
"Hmm.." respon Dina
"Oia tadi mas habis dari toko buku, terus ada liat beberapa buku yang cocok buat kamu"
"Ngapain repot-repot beli segala, kalau aku pengen aku bisa beli sendiri kok" jawabnya ketus padaku
"Ya mas tau kamu bisa beli apa aja yang kamu mau, tapi tadi mas gak sengaja liat judulnya kaya menarik untuk kamu"
"Kenapa tidak kamu aja yang baca?"
"Ini tuh novel buat perempuan Din, mas juga sudah beli kok bukunya buat mas, ya kalau kamu tidak mau tidak apa, nanti kamu letak saja di meja kerja mas. Oia ini mas ada beliin kamu brownis coklat, kamu suka kan?"
"Sok tau kamu" selalu jawaban ketus yang aku dapat darinya, tapi tidak membuat hatiku kecewa.
Aku membuka kemasan brownisnya dan memberikannya ke Dina."Udah ahk gak usa sok-sok mau nyuapi aku. Ntar juga aku makan kalau aku mau"
"Ya udah mas letak di sini ya, mas juga mau mengerjakan materi buat besok di kampus. Eh ia hampir mas lupa. Ini ada titipan dari Maria, kumpulan beberapa materi dan tugas hari ini. Bisa kamu pelajari dan kerjakan buat di kumpul besok."
"Ya terimaksih, nanti aku pelajari" Dina kembali berjalan ke balkon kamar dan duduk di sana, aku tak tau apa yang menjadi pikirannnya, tapi aku coba setenang mungkin untuk mengajak dia mengobrol. Aku kembali ke meja kerja ku dan menyiapkan materi untuk besok. Tiba-tiba terdengar nada dering dari ponsel Dina. Tak tau siapa yang menelfonnya, tapi sepertinya Dina berbicara serius dengan seseorang yang menelfonnya. Aku tidak mau berprasangka buruk tentangnya. Sudah satu jam aku mengerjakan materi dan sebentar lagi adzan magrib. Biasa aku sholat di masjid hingga isya. Aku bergegas mengganti baju ku dan memakai sarung. Aku pamit pada Dina yang masih duduk di balkon.
"Dina, mas ke masjid dulu ya, kamu kalau mau makan, makan saja duluan, mas sepertinya sampai isya d masjid karena mau sekalian mengajar anak-anak juga."
"Iya" jawabnya singkat, aku melangkah keluar, sebelumnya aku mencium pucuk kepala Dina, kebiasaan yang aku lakukan beberapa hari ini, tapi dia tidak menolaknya. Aku berjalan keluar dan menuju masjid.
Hari ini aku tidak masuk kuliah, rasa pusing dan mual efek dari minuman yang kemarin aku minum membuat tubuhku lemas. Betapa bodohnya aku telah menyakiti diri sendiri.Selama ini aku terlalu di butakan oleh cinta, cinta yang tak pernah membalas untuk ku. Satu hari aku berdiam dikamar, aku teringat dengan mama, sosok mama yang luar biasa sangat aku rindukan. Tapi rinduku tak bisa memeluknya. Aku duduk di balkon kamar memandang keluar, aku mencoba menata hatiku, selama ini aku terlalu banyak salah kepada mama. Dulu sebelum mama pergi aku berjanji akan menjadi wanita yang baik. Tapi nyatanya hanya karena seorang pria aku seperti ini. Disaat aku sedang memikirkan penyesalan dalam diriku, aku mendengar ketukan dan ucapan salam. Aku tidak merespon, hingga dia menghampiri ku aku pun tetap tidak meresponnya.
Sinar matahari menyeruak masuk di sela-sela jendela yang terbuka, membuat Dina terpaksa membuka matanya."Mmm... papa kenapa dibuka? Dina masih mau tidur pa, Dina masih ngantuk""Din, kamu harus belajar menjadi istri yang lebih baik, bangunlah nak""Azzam gak ada yang nyiapin sarapan" tegas papanya, agar Dina segera bangun"Kan ada bibi Asih pa, kenapa harus Dina""Kamu istrinya, sudah sewajibnya kamu yang melayani kebutuhan suami. Pokoknya papa tidak mau tau, segera mandi yang wangi dan pakai pakaian yang rapih, biar kamu terlihat mempesona didepan Azzam" goda papa sambil tersenyum"Apaan sih pah" Dina turun dari ranjangnya dengan wajah kesalnya dan berjalan ke kamar mandi.Dion papa Dina keluar kamar menuju ruang makan yang bersebelahan dengan dapur, saat berjalan ke dapur Dion melihat Azzam yang seda
Udara pagi masih terasa sejuk, matahari mulai memberi kehangatan untuk bumi. Azzam telah sampai di kampus tempat ia mengajar, saat di perjalanan tadi Azzam berusaha mencari istrinya Dina, tapi dia kehilangan jejak, mungkin saja Dina sudah berangkat dengan taxi, karena dia melihat mang Ojin masih berada di garasi mobil.Aku masuk keruangan ku, meletakkan tas kerja dan beberapa berkas materi kuliah nanti. Melihat jam di pergelangan tangan masih menunjukan pukul tujuh tiga puluh masih ada waktu tiga puluh menit lagi waktu untuk menunggu. Azzam pun berlalu ke perpustakaan kampus, ia ingin mengambil sebuah buku yang bisa menambah revrensi materi mengajarnya.Tak disangka, saat Azzam masuk di ruangan yang penuh dengan buku-buku tersebut, ia melihat istrinya sedang duduk berduaan dengan lawa
Setelah satu jam aku mengisi kelas ini, akhirnya aku mengakhiri pertemuan di kelas D. Tugas yang ku berikan sudah di kumpul oleh Ciko. Dan aku meminta Ciko untuk mengantarnya ke ruanganku.Aku berjalan meninggalkan kelas D dan menuju ruangan ku. Aku ingin bersiap-siap untuk pulang, hari ini jam mengajarku telah selesai. Sesuai janjiku pada abah dan umi, aku akan pindah kerumahku di dekat yayasan. Di saat aku ingin berjalan ke parkiran kampus, aku melihat Dina yang berjalan dengan pria lain, sepertinya pria itu Leo yang aku lihat di perpustakaan tadi. Aku coba menghubinginya tapi tidak di angkat. Aku kirim pesan semoga Dina membaca pesanku."Dina, mas tunggu kamu di parkiran ya, kita pulang bareng, sore ini kita pindah ke rumah mas sesuai ucapan mas dengan papa" pesan terkirim ke DinaHampir sepuluh menit aku menunggu di parkiran dan menunggu balasan dari Dina.Ting
Pagi ini aku terkejut dengan keputusan pria yang bersetatus suami ku, oups.. cuma status ya, aku tidak tertarik dengan kehadirannya sedikitpun. Dua puluh lima tahun aku hidup bersama papa di rumah mewah ini, dan di rumah ini pula aku punya banyak kenangan dengan mama, malah dengan gampangnya dia mengajakku untuk pindah kerumahnya. Sebenarnya aku tidak terima dengan keputusan dia yang tiba-tiba. Ingin menolak tapi papa memberi izin kalau anak semata wayangnya ikut dengan pria tua ini. Aku berlari keluar dengan membawa tas kuliahku, tanpa berpamitan dengan papa. Rasanya aku kecewa yang kedua kalinya dengan keputusan papa. Aku berlari keluar rumah tanpa menghiraukan panggilan papa. Aku menaiku taxi yang kebetulan lewat didepan rumah. Meminta supir taxi mengantarkanku ke kampus.Saat aku sampai di pintu gerbang kampus, aku buru-buru berjalan ke perpustakaan, hari ini ak
Pelajaran sesi pertama telah selesai, kini aku sedang berada di kantin kampus lma kamu Din" ucap Leo sambil tertawa dan duduk di sampingku"Leo leo... kamu ini lucu ya""Apa kamu bilang Din? Aku lucu, emang kamu pikir aku badut?" Ucap Leo yang memotong ucapanku dan sedikit memicingkan matanya kedekat wajahku"Bukan itu maksud aku Leo. Ahk sudahlah tidak usah di bahas. Kamu baru keluar kelas ya?" Tanyaku pada Leo, karena dari jam istirahat tadi dia tidak kelihatan."Iya nih, tadi dosennya ngasih tugas banyak banget, kalau belum kelar itu tugas gak di kasih istirahat" ucap Leo yang mulai memesan minuman.
Saat ini kami menuju mall terbesar dikota ini, semoga saja dengan adanya Leo aku bisa sedikit terhibur, dan melupakan semua masalahku ini. Aku tak tau apa yang akan terjadi nanti disaat aku dan pria tua itu hanya tinggal berdua saja di rumahnya. Tommy yang sudah bahagia dengan pilihannya, sedangkan diriku menderita dengan takdirku."Hey non, kenapa? Kok sedih gitu mukanya?" Tegur Leo membuyarkan lamunanku. Hampir saja air mata ini meluncur ke pipiku. Aku segera mengalihkan pandanganku keluar kaca mobil disampingku. Ternyata kami sudah sampai di parkuran mall."Kita sudah sampai ya?" Ucapku yang berbicara tanpa menoleh kearah Leo"Sudah dari tadi kali non. Kamunya aja yang sibuk dengan pikiran sendiri" u
Suara adzan telah berkumandang, Azzam terbangun dan bersiap melaksanakan sholat dua rokaat, Azzam melihat ke atas ranjang, Dina masih tertidur dengan pulas. Azzam membiarkan dia tertidur hingga dia terbangun sendiri, hari ini jadwal kuliahnya jam dua siang. Azzam tidak ingin mengganggu tidurnya.Setelah berpakaian koko dan sarung, Azzam berjalan ke luar rumah menuju masjid yang tidak jauh dari rumah. Suatu kebiasaan baginya untuk sholat berjamaah.Setelah selesai sholat subuh berjamaah Azzam bergegas pulang ke rumah. Hari ini jadwalnya mengajar di yayasan, sebelum berangkat mengajar Azzam ingin menyiapkan sarapan istimewa untuk Dina."Assalammualikum" ucapnya saat memasuki rumah, terlihat suasana rumah
Setelah Dion menerima telfon ia kembali masuk kekamar Dina. Dina yang terduduk di sofa kamarnya. Ia mengurungkan niatnya untuk mandi karena masih penasaran dengan permintaan papanya."Kamu kenapa tidak jadi mandinya?" Ucap Dion dan duduk disebelah Dina"Dina masih penasaran dengan permintaan papa, kali aja Dina bisa mewujudkan permintaan papa sekarang dan Dina bisa langsung minta liburan ke luar negri" ucap Dina sambil tersenyum bahagiaDion tertawa dengan permintaan Dina. Ia mengelus kepala Dina."Belum juga papa sebutin permintaan papa, malah kamu duluan yang minta di kabulin" ucap Dion sambi
Sudah hampir satu jam Dina turun dari kamarnya. Dino kawatir dengan Dina. Ia menyusul kekamar Dina. Saat Dion mengetuk pintu kamarnya, tidak ada jawaban dari Dina. Dino pun memberanikan diri membuka pintu dan melihat anak semata wayangnya itu tertidur pulas dengan baju yang masih utuh, hijab di kepalanya dan sepatu yang masih melekat di kakinya. Dina tidur dalam posisi telungkup.Dino menghampiri anaknya dan mrngelus kepala Dina yang berbalut hijab syar'i. Hati Dino merasa bahagia melihat perubahan anaknya. Saat Dino mengelus kepala Dina, ternyata Dina terbangun dan membalikkan tubuhnya menghadap papanya."Papa..."ucap Dina saat melihat papanya yang duduk di sampingnya. Dina memeluk papanya, meluapka rasa rindu pada papanya."Sayang, baru beberapa hari gak ketemu papa masa cengen gini sih" ucap Dion sambil mengelus air mata Dina."Dina rindu papa, papa kenapa
Setelah empat hari kepergian Azzam, selama itu pula Dina merasakan rindu pada seseorang, tapi ia enggan untuk mengungkapkan, bahkan pesan dan telfon dari Azzam tidak pernah di pedulikannya. Tapi rasa rindu ini dengan suaranya tidak bisa di pungkirinya lagi. Efek dari itu dia menjadi kurang istirahat, bahkan selera makannya pun menurun. Hari ini Dina jadwal kuliah, dan sedang mengikuti ujian akhir. Mau tidak mau dia harus tetap hadir. Pikirannya hari ini benar-benar kacau, kenapan harus mengingat nama pria itu."Kamu sakit?" Tanya Leo yang menghampiri Dina di ruangan kelasnya. Saat ini jam istirahatnya tapi Dina tidak menggunakan waktunya ke kantin. Ia lebih memilih berada di dalam kelas dengan membaca novelnya."Gak, lagi males aja" ucap Dina
Pagi ini seusai sholat subuh dan membaca ayat Alquran surah Az- Zumar, Dina menyibukkan diri dengan tanaman di belakang rumah. Ia mulai luluh dengan hatinya. Setiap ayat di surah Az-Zumar yang di bacanya subuh tadi membuat hatinya semakin terbuka dan memberikan ruang keikhlasan untuk menjalani hari-harinya."Mba Dina, ini susu coklat panasnya dan brownis coklat" ucap mba Lilis datang dari arah dapur membawa makanan kesukaan Dina"Makasih mba, di letak saja di meja mba, ini masih tanggung" ucap Dina"Iya sarapan dulu mba, biar gak sakit, atau nanti biar Lilis aja yang lanjutin mba" tawar Lilis pada Dina"Iya deh mba, itu t
Sore ini Dina bergegas untuk pulang, saat ini ia masih bingung dengan hatinya. Tidak pernah sebelumnya dia merasakan kegelisahan seperti ini. Sepertinya dia membutuhkan seseorang lagi untuk memecahkan keresahan di hatinya.Ddrrtt.. drtt.. saat ia ingin menaiki taxi ponselnya berbunyi dan melihat siapa yang menelfonnya."Halo Ra" ucap Dina"Assalammualikum Dina, biasakan ucapan salam adikku sayang""Waalaikumsalam, maaf Ra, ada nih nelfon?" Tanya Dina"Aku cuma mau pamitan sama kamu, sebentar lagi aku kembali ke Medan, jangan lu
Setelah bertemu dengan Rara hatiku semakin bingung dengan tindakanku saat ini. Di saat jam mata kuliah berlangsung aku tidak fokus, aku terus saja memikirkan ucapan Rara. Apakah sudah sejauh ini aku berbuat kesalahan. Apa lagi papa yang lebih memilih aku menikah dengan pria pilihannya, apakah benar kalau itu pilihan terbaik buat diriku."Siang nona" sapa Leo yang membuyarkan lamunanku saat aku berjalan menuju kelas."Eh Le, belum pulang ya?" Tanyaku pada Leo"Belum nih, masih menunggu si nona manis ini pulang kuliah, biar bisa jalan bareng lagi" jawabnya sambil tersenyum padaku"Emang aku seperti si manis dari jembatan An
Saat ini Azzam sudah berada di kamar miliknya, dia mempersiapkan setiap kebutuhan yang akan di bawanya nanti. Dan membuat surat permohonan cuti selama tiga hari untuk di kampusnya. Awalnya dia ingin meminta tolong ke Dina untuk menyampaikan surat cutinya ke kampus tempat ia mengajar, tapi telfonnya tidak pernah tersambung, Azzam mencoba mengirim pesan ke Dina tapi pesannya tidak masuk. Ia kembali fokus di pekerjaanya. Dan berniat untuk mengantar surat cutinya langsung ke kampus tempat dia mengajar.Dua puluh menit dia sampai di kampus tempat ia mengajar. Ia langsung keruangan Dosen dan memberikan surat cutinya. Di saat ingin kembali pulang ia tak sengaja melihat Dina sedang berkumpul dengan temannya. Ia mencoba menghubungi kembali tapi tidak ada balasan. Ia memberanikan diri menghampiri Dina, karena dia tidak butuh waktu banyak. Dan Azzam pun tidak mungkin pergi tanpa seizin istrinya."Ekhm... maaf saya mengganggu kegiatan kalian, boleh saya berbicara dengan Dina seben
Saat ini Azzam sedang berada di ruangan Abah. Abah adalah pemilik Yayasan Sekolah tempat Azzam mengajar saat ini. Abah mengutus Azzam untuk mengikuti seminar pendidikan di Surabaya selama empat hari."Azzam, Abah ingin kamu mewakili salah satu guru dari Yayasan kita untuk mengikuti seminar pendidikan di Surabaya. Abah percayakan ini sama kamu. Abah harap kamu bisa bekerja propesional." Ucap Abah sambil memberikan selembaran undangan seminar"Azzam bersedia bah, kapan Azzam harus berangkat?" Tanya Azzam"Sore nanti kamu akan berangkat dengan rombongan guru-guru SD dan SMP. Kamu perwakilan dari Guru SMA ini.""Iya bah, kala
Kini Dina sudah berada di hotel Fave tempat sepupunya berada. Dia menunggu sepupunya di cafe yang sudah di janjikan. Dina memesan minuman dan memainkan ponselnya. Tidak lama berselang orang yang di tunggunya pun tiba."Hei adikku yang paling cantik" suara Rara yang kuat mengagetkan Dina. Dina berdiri dan memeluk Rara."Kakakku yang paling sibuk, aku rindu" ucap Dina mempererat pelukannya"Hahaha.. maklumlah Din, kamu tahu sendiri kan" ucap Rara sambil melepas pelukan mereka dan duduk saling berhadapan."Bunda gimana kabarnya Ra?" Tanya Dina.