"Hai, selamat datang, akhirnya sampe juga kelen disini, silahkan silahkan... nikmati pesta ini! ambil kursi kalian paling depan, kursi istimewa tapi hati-hati jantungan!" Pak Binsar menyambut kami hangat. Tapi aku cukup terkejut dengan kalimat terakhir yang dia ucapkan. Maksudnya apa.
Aku melangkah ragu menuju kursi terdepan, sambil terus memegang tangan Fitri agar tak ketinggalan. Wanita ini bikin aku agak malu, menatap liar sana sini dengan pandangan takjub seperti orang kampung baru masuk kota, ups maaf orang kampung. Aku juga orang kampung kok, sama kita, hehee
"Mas...mas! nanti kita kesana ya Mas, ada hadiah logam mulia, buat para tamu, Waaah asiik banget, benar-benar orang kaya, souvernir nya aja ga tanggung-tanggung, logam mulia. Aduuh...ga sabar ngikutin acara ini sampai selesai," kata Fitri dengan suara yang mengundang perhatian banyak orang. Malu-maluin!
"Aduuh, Mas aku
Waktu yang dinanti datang juga, acara besar-besaran yang diadakan Perusahaan Glow Gold untuk memperkenalkan CEO nya kepada seluruh masyarakat. Dan aku juga Mas arya diundang dengan undangan VIP, keren kan?Aku harus tampil sempurna, kemarin aku sudah memaksa Mas Arya ke salah tau Mall untuk shopping baju yang akan aku pakai.Dress panjang berwarna merah menjadi pilihan malam ini. Rambut sebahu kubiarkan tergerai, bedak, lipstik, maskara, eyeliner sudah terpoles sempurna."Fiiit, cepetan lelet amat!" teriak Mas Arya membuatku harus mengakhiri sesi dandan yang sakral ini. Bagaimana tidak, wajah yang kupoles ini akan dilihat oleh orang-orang penting dan kaya tentunya. Kali aja ada yang lebih kaya dari Mas Arya, kan lumayan punya dua tambang.Dengan tergesa-gesa aku berlari ke arah Mas Arya yang sudah duduk di mobil yang telah menyala.Berkal
"Puas kali kau kutengok Dit! benar-benar sudah pupus cinta kau sama si benalu itu rupanya," ledek Om Binsar sambil tertawa-tawa kecil.Setelah acara semalam pikiranku terasa plong, Mas Arya sama sekali tak menampakkan kesedihan atas kepergian ku dengan Anak-anaknya. Bahkan wajahnya terlihat berseri bersama istri keduanya. Jadi aku tak punya alasan lagi sekedar mengingat dirinya.Semoga anak-anak pun bisa menerima kenyataan ini."Ga puas Om, cuma senang aja, aku bisa meninggalkan mas Arya tanpa melihat lagi kebelakang."kataku."Ah tak yakinnya aku! Kau pasti masih menyimpan cinta buat dia, kan? kan? kan?" ledeknya lagi."Janganlah kau pojok kan terus ponakan kau itu, Bin! Sudah kau seleksinya itu calon buat Dita?"kata Papa menyanggah."Ah, Pa! plis deh ah!" aku yang tengah menyuap sarapan jenggah juga dengan obrolan ak
Keberadaan Mas Arya dan Fitri dalam kantor ini benar-benar membuatku jengah. Mereka bak pasangan yang dilanda asmara, kemana-mana selalu berdua. Oke, kalau kalian bisa berbuat semau kalian, akupun bisa.Nanti setelah urusanku selesai, kalian baru aku urus."Om, aku mau ketempat Haris dulu, ada berkas yang harus di tanda tangani, setelah itu aku langsung ketemuan dengan Reza, nitip kantor ya, Om!" ujarku sambil membereskan mejaku yang penuh kertas laporan."Halaaah, Sebelum kau datang, ya akulah yang ngurus kantor kau ini, tenang sajalah. Rebes urusan kalau sama Om kau ini," aku terkekeh, iyalah pulak, akupun baru sehari kerja nya lagi hahaha.******Jalanan yang tak begitu ramai membuatku lebih cepat sampai di kantor pengacara itu. Apalagi dengan gaya menyetirku hampir nyaingin Michael Schumacher, yang merupakan
"Pa, hari ini Dita bawa papa ke Rumah sakit, ya?" kataku lembut, Papa yang baru saja selesai tilawah Al-Qur'an itu mengalihkan pandangannya padaku."Papa, tak sakit Nak, apa yang harus diobati. Papa hanya butuh sedikit lagi terapi, biar kaki ini bisa menopang tubuh, Papa."jawabnya.Aku tak mungkin menyampaikan hasil diagnosa Reza kepada Papa, aku tak sanggup."Pa, tapi Papa harus check juga kesehatan Papa yang lain," kataku berharap kali ini Papa mau mendengarkanku."Demi, Dita Pa, pliss..."aku menangkupkan dua tangan didada, sangat berharap Papa mau mendengarkanku kali ini.Lama papa terdiam lalu mengangguk sambil menyunggingkan senyum."Ya Allah Pa.... terima kasih banyak.." aku memeluk Papa, Alhamdulillah ya Allah, Papa mau juga kerumah sakit.Pagi ini dengan semangat empat lima aku menel
Hari sudah mulai gelap, aku masih saja dijalan. Badan ini terasa lelah. Pikiranku tak bisa diajak kompromi. Ingin sekali rasanya segera bertemu Alif, memeluknya dan mencurahkan kasih sayang seperti dulu, membayangkan tubuh kecilnya menahan sakit, membuat sakit juga badan ini rasanya.Jam sepuluh malam, aku baru sampai dirumah yang memang sengaja kami beli untuk tempat menginap jika mengunjungi Alif. Rumah ini terasa sangat sepi karena memang orang yang kami sewa untuk membersihkan hanya datang pagi hari saja, tidak sampai menginap.Setelah sholat isya, aku langsung terlelap, nikmat sekali rasanya merebahkan badan.*******Pagi ini, udara Bandung begitu dingin, menusuk hingga ke kulit.Drrttt Drrttt Drrttt"Assalamu'alaikum..." Sapaku."Wa'alaykumussalam... Dit, udah sampaikan?
Pov Arya.Sudah cukup, Dita terlalu menginjak harga diriku. Mentang-mentang dia anak CEO tempat aku bekerja, dia berlaku semena-mena. Setelah rumah dia jual, mobil di ambil, sekarang aku dipecat dengan tidak hormat.Sepertinya dia murka saat tahu aku mendatangi Alif. menurutku perempuan itu akan kalah kalau bicara soal anak. Karena itu aku mendatangi Alif dan sedikit memberikan penjelasan padanya, yang menurut Dita aku meracuni pikiran anakku sendiri.Ternyata Dita beda, dia bisa mengatasi semuanya. Tak pakai kekerasan, tak pakai otot, dan hanya mengandalkan otak. Tapi, aku yakin dia tak akan menceraikanku, toh dia cuma minta cerai sekali, setelah itu dia masih saja berbaik hati untuk memperkerjakan, aku dan Fitri. Walau serasa jadi budak, karena tugas yang diberikan si botak ga ada habisnya.Menyesal iya, tapi kesal juga sangat. Setelah ini entah apala
Setelah seminggu dirumah, Alif kembali ke Pondok, kali ini Papa dan Om Binsar juga ikut, sekalian refreshing katanya.Kami hanya mengantarkan tanpa berlama-lama, karena besoknya adalah hari Senin, hari memulai semangat baru."Dit, bagaimana hubungan kau dengan Haris?" tanya Om Binsar yang tengah membawa laju mobil kembali ke Jakarta."Hubungan apa, Om?" tanyaku."Yaah, macam tak tau nya kau itu!"Aku menatap ke arah jendela, apa perlu aku sampaikan kepada Om Binsar apa yang waktu itu aku lihat di kantor Haris. Tapi Om Binsar orangnya serem, kalau suka ya suka. Kalau benci langsung dikata, tak ada pencitraan dalam kamusnya."Kami hanya sebatas hubungan kerja aja Om, seperti yang Om tahulah, dia bantu aku. Aku bayar jasanya, udah itu aja!""Tak ada rasa sedikit pun rupanya kau? H
Fitri terus saja meronta-ronta ingin menghajarku."Kalau tau kamu wanita kejam! Tak akan Sudi aku menjadi madumu, Mbak!" teriaknya."Kamu kira aku Sudi juga menjadi madumu?gak ada yang minta kamu jadi maduku, kamu aja wanita yang gila harta sampe mau mencuri suami orang demi menjadi kaya dalam sekejap mata! Mimpi kamu terlalu tinggi! Bangun! Dunia tak semudah itu. Sekarang aku serahkan lelaki ini sepenuhnya untuk mu! ambil!" ucapku santai.Fitri meronta hebat, pegangan Mas Arya terlepas dari tangan Fitri. Perempuan itu dengan cepat hendak menjambak kerudung yang aku kenakan. Aku tak tinggal diam, dengan cepat juga aku menahan tangannya dan memelintir ke belakang."Aduuh duh Mbak, sakit... sakit Mbak, Sial*n kamu Mbak!", teriaknya.Sekarang posisiku ada dibelakang Fitri, mengunci gerakan tangan nya. Sekali gerakan lagi saja, tangan ini bisa saja patah yang akan membuat si empunya meraung kesakitan."Dita..Dita! tolon
pov Author."Dian, gue ga mau ikut campur ya, jika nanti Lo stres sendiri ngadepin istrinya Arya!" ancam Dita sebelum Dian melakukan aksinya."Tenaaang, selama ada Mas Dicky dan Lo gue yakin urusan kelar." jawabnya dengan kepercayaan diri diatas rata-rata.[Datang ke Hotel Anggrek kamar no 113 jam 3 sore! Penting!]Dita mengirim pesan ke nomor ponsel Fitri, dengan nomor baru, sesuai rencana dengan Dian.Fitri yang sedang asik goyang ikan duyung terdampar di got dalam aplikasi toktok itu mengerutkan keningnya.[Siapa?] singkat, tapi dia sangat penasaran. Hotel anggrek adalah hotel yang terkenal dengan hotel esek-eseknya.[Lo ingin tau kan suami Lo kerja apaan? ga usah banyak tanya!]Fitri meski kesal tapi tetap penasaran. Niatnya yang hendak ketemuan dengan Beni, gebetan barunya dia undur dulu sementara waktu. Beni, lelaki tajir berumur hampir lima puluh tahun, seorang suami mata keranjang yang ingin Fitri porotin hartanya.Sudah beberapa hari ini Fitri jalan berdua sepeninggal Arya be
"Sempurna! gapapa Bu! tolong saya kali ini saja," aku memelas. Hingga ibu itu mau masuk kedalam apartemen nya dan berganti pakaian, wajahnya sumringah saat aku memberikan beberapa lembar uang merah ketangannya."Lepasin gue!" kata Ningsih saat tangannya dipegang kedua bodyguardku."Kenapa dia?" tanyaku heran."Maaf Bu, dia mau mencoba kabur!" ucap salah satu dari mereka."Ganti baju lo pake ini, dan sekalian cuci muka! cepatan!" Sebentar lagi Mas Reza datang. Aku ingin Ningsih tampil apa adanya, bukan dengan baju kurang bahan dan dadanan melebihi dempulan."Ga mau!" pekiknya."Oke, kalian bantu dia ganti baju. Sekalian mandiin," kataku mengancam."Siap Bu!" kedua algojo horor itu tersenyum mesum,hiiiiy."Oke...oke...oke...gue sendiri. Lepasin!" Ningsih meronta hingga tangan nya terlepas dari pegangan.Aku melempar daster yang tadi kudapatkan ke muka Ningsih sebelum wanita itu berlari terbirit-birit ke kamar, rasain. Berani mengangkat bendera perang dihadapanku. Mas Reza datang, wajah
"Lho..kok kamu!" wajah wanita itu memucat. Dia yang tiduran disofa lekas bangkit lalu meraih kain yang tergeletak dilantai untuk menutupi bagian dada nya yang terbuka. Sepertinya ini sudah dia persiapkan. Pelan tapi pasti aku melangkah masuk ke apartemen milik Ningsih ditemani dua body guardku yang bertampang seram."Oh katanya kamu sakit? sakit apa sakit?" ledekku, aku mendekati Ningsih, duduk didepan dan menatapnya lekat."Aku minta dokter Reza ke sini? kenapa malah kamu?" wanita itu masih nyolot, matanya tajam memperlihatkan ketidaksukaan."Dokter Reza lagi sibuk, banyak pasien yang benar-benar membutuhkan ikhtiar untuk sembuh. Mendatangimu sama saja dia mencari penyakit!,"kataku cuek."Apa mau mu?" tanyanya kasar."Lho kok apa mauku? aku dong yang seharusnya nanya? apa maumu, minta mas Reza datang ke sini dengan pura-pura sakit? trus minta diperiksa, lalu ngaku-ngaku suamiku menggoda kamu, trus ngaku-ngaku hamil, minta dinikahi gitu?" Wanita itu gelagapan."Basi! tau ga! rencana
"Maksud Bu Dian?" tanyaku."Ya... begitulah Mas. Mas Dicky punya wanita lain dibelakang sana." wajahnya datar. Tak tampak rasa sakit. Apa ini juga yang Dita rasakan saat itu."Laki-laki yang sekali berkhianat akan menikmatinya dan akan terus berulang-ulang hingga dia merasa jenuh sendiri, Bu." Eh, kok ini berasa menceritakan pengalaman sendiri ya?"Panggil Dian aja biar akrab. Kalau jam kantor baru panggil Bu Dian," wanita itu tersenyum, ah lesung dipipinya itu cantik sekali."Mas Gugun udah punya istri kan?" tanyanya lagi."Sudah, cuma ya begitu berasa tak punya istri. saya berangkat kerja dia masih pulas tidur. Tak memikirkan sarapan buat suaminya," Bukankah ini trik yang ampuh untuk menjerat perempuan dengan cerita yang akan membuatnya iba,hehe"Ya ampun, kasian sekali kamu Mas. Aku justru selalu telaten mengurus suami. Walau akhirnya aku tetap diduakan." senyum nya meredup."Kita seakan dua manusia yang dipertemukan dalam keadaan yang sama ya Di. Andai saja kamu belum menikah da
pov Arya"Di-dita?"Wajah cantik didepanku terlihat jutek."Itu istrimu tak mau pulang!" Dita yang memakai switter berwarna merah muda itu menunjuk ke arah mobil dibelakang mobil mewahnya.Ya ampun...tu cewek enak-enakan tidur. "Maaf, maaf...aku ga tahu Fitri kerumah kamu, Dek." ucapku ga enak.Tak lama suami Dita datang merangkul pundak istrinya."Apa perlu istri kamu saya yang angkat?" katanya judes. Kayaknya suami istri ini terganggu acaranya gara-gara Fitri."Eh, ga usah, saya saja!" aku bergegas membuka pintu mobil dan mengendong Fitri. Tubuh ini kurus tapi berat juga, apa dosa nya terlalu banyak kali ya. Bergegas aku memasukkan Fitri ke atas ranjang eh maksudnya ke atas kasur tipis kami, dan aku kembali keluar, tepat saat Dita dan suaminya hendak pergi."Terimakasih Dek Dita, Mas!" seruku.Dita membalikkan badannya dan menatapku tajam. Benar-benar tak sepertiDita yang kukenal."Bilang istrimu, rumahku bukan panti sosial! bukan juga warung makan!" katanya Sebelum dia melanjutk
"Halo, Dit gue to the point aja yaa? Arya Wiguna mantan kamu, kan?" sapa Dian seperti Metro mini ngejar setoran. Dian temanku jaman SMA dulu."Ho'oh napa emang!" mimpi apa semalam, bisa punya masalah sama mereka lagi. "Ini lagi ngelamar kerja di sini? terima kaga?" tanyanya."Sebenarnya udah diterima sama Mas Dicky, katanya kasian tampangnya melas banget. Tapi ngaku-ngaku namanya Gugun. Mau gue kerjain, gak?" lanjutnya."Terserah elo dah, gue udah ga ada urusan sama dia. Mau Lo jadiin pepes juga silahkan," jawabku. Dian malah ketawa ngakak."Yakiin ikhlas niih?" godanya."Ah Lo, cuma mau laporin itu doang? gue lagi nanggung, nih!" candaku sambil melirik mas Reza. lelaki itu meletakkan telunjuknya dibibir, ssst! Aku terkekeh."Pagi dinas juga, Neng?"ledek Dian.Aku membalas dengan tawa begitu juga Dian. Setelah telepon dimatikan aku mendekati Mas Reza."Mas, tolong anterin aku ke rumah Rusmini dong, Mas..." kataku merajuk."Mau ngapain?" katanya heran."Ada sesuatu yang ingin aku samp
"Sayang, hari ini ga kerumah sakit?" kataku membangunkan Mas Reza."Hmmm..aku mau ngabisin hari bersama mu aja sayang, takut dede utun nanti kangen sama Papa nya," jawab Mas Reza sambil menarikku dalam pelukan dan mengusap perutku yang masih rata. Sssttt ada si si"Udah ga mabok?" tanyanya lagi.Aku menggeleng, entah kenapa setiap ada dia morning sickness yang kurasakan selalu menghilang, ajaib.Tok tok tok tok"Non, ada tamu?" Sesi romantis-romantisan itu terjeda oleh suara ketukan dari luar. Aku bangkit dan membuka pintu."Siapa Mbok?" tanyaku."Itu Non, si ulat bulu?" aku mengernyitkan dahi."Ada apa dia pagi-pagi kesini?" gumamku."Mau tak kasih ramuan cinta lagi ga, Non?"kata Mbok Yuna tersenyum jahat.Aku ikut tersenyum jahat, "Sabar Mbok, kita lihat tujuan nya kesini, mau ngajak perang apa mau genjatan senjata,"Mbok Yuna mengacungkan jempolnya padaku. "Aku ganti baju dulu Mbok," aku masuk kembali ke dalam, mengganti baju dengan pakaian yang lebih tertutup, takut di ulat bul
Akupun bangkit kembali, memaksakan badan yang sebenarnya sudah sangat lelah.Aku pura-pura menyapu lantai yang sudah bersih, yang penting terlihat bekerja."Mas, daripada buang-buang tenaga menyapu yang sudah bersih, hayu ikut saya!" suara lembut namun tegas itu mengangetkanku. Dia melangkah cepat di depanku. Mau tak mau aku pun mengikuti dari belakang.Pasti mau diajak makan siang nih, secara sebentar lagi sudah waktunya istirahat. Tapi kok arahnya ke toilet, jangan jangan..."Bersihkan ini dulu, sampai waktu istirahat ya!" katanya tanpa pri-kekasihanan.Ya ampun dah seperti dapat hidangan pembuka, hueeeek!"Tapi Mbak eh Bu!" aku ingin membantah, tapi wanita itu menatapku tajam. Ga jadi ah!"Siap Bu!" akhirnya itu kata yang keluar dari mulutku. Asem! malah nyikat toilet!Istirahat tiba, aku bergegas berlari keluar pusat perbelanjaan itu. Mana kuat aku makan didalam, bisa-bisa aku pulang jalan kaki.Saat hendak menyebrang mau ke warung makan, sekilas aku melihat Dita dan suaminya lewa
Dan benar saja suara perempuan yang aku dengar benar-benar perempuan, bukan perempuan jadi-jadian kayak si lucintakutidak.Mataku terpana, seorang wanita cantik, putih, langsing dan punya lesung pipi pada kedua pipi nya itu tersenyum hangat padaku."Silahkan Masuk, ada yang bisa saya bantu?" katanya ramah.Mulutku masih mengaga, ups."Ma-maaf Mbak Dian, benar ini Mbak Dian kan?" kataku gugup."Benar saya Dian? kok tau?" "Karena Dian-tara banyak wanita yang kutemui hanya kamu yang paling menarik hati," uhuk jurus pertama.Wanita bernama Dian itu tersenyum manis."Ah, bisa aja. Mas ini siapa dan keperluannya apa?" tanyanya"Saya sudah diterima sebagai CS di sini oleh Pak Dicky, Mbak. Pak Dicky minta saya menemui Mbak, minta seragam, name tag juga kalau boleh minta hati nya walau sepotek," aku menunduk, pura-pura malu, Jurus kedua!Wanita itu terkekeh geli."Oh, begitu.. Saya siapkan dulu ya!" katanya lalu beranjak meninggalkanku.Aku tersipu, hilang Dita, datanglah Dian. Nasib baik mas