Melihat sosok yang datang adalah seorang wanita, mata kedua pria itu bersinar.Keduanya memutuskan untuk langsung beraksi.Lina tidak merasa ada yang aneh. Dia menggantung tasnya, mengganti sandal rumah dan hendak berbaring di sofa untuk beristirahat.Alhasil, dua orang itu muncul dan langsung mendorongnya ke atas sofa.Pria mesum itu bahkan meraba badan Kak Lina sambil berkata, "Hehe, cantik sekali. Kulitnya juga halus, kita harus manfaatkan baik-baik. Pasti sangat nikmat."Pria pemarah itu berkata, "Sialan, aku sudah lama menunggu. Aku mau langsung menghabisinya.""Buru-buru sekali. Kamu duluan."Melihat Kak Lina ditimpa di atas sofa, aku sangat kesal. Jadi, aku mengabaikan segalanya dan langsung menerjang ke arah mereka."Plak plak!"Aku menghantamkan botol di tanganku ke kepala mereka.Ketika mereka kesakitan, aku langsung menyelamatkan Kak Lina.Melihatku datang, Kak Lina seolah-olah melihat dewa penyelamat. Tubuhnya sontak melemas.Dia jatuh ke pelukanku.Aku memeluk Kak Lina era
Dia tampak sangat terlatih.Sedangkan aku tidak menguasai keterampilan bela diri, bagaimana mungkin bisa menandinginya?Satu-satunya keunggulanku adalah aku dapat menemukan titik akupunktur di tubuhnya dengan akurat. Selama aku menusukkan jarum dengan akurat, aku dapat mengalahkan kedua Tarzan itu.Namun kenyataannya, aku belum tentu berhasil dalam satu serangan.Aku bukan tokoh utama di novel yang memiliki kekuatan super.Aku hanyalah seorang dokter pengobatan tradisional biasa.Aku menahan napas sambil menatap lengan pria pemarah itu.Saat tinjunya hampir mengenai wajahku, aku langsung menusukkan jarum perak yang tersembunyi di sela jariku.Aku menyembunyikan lima jarum perak. Kalau salah satu di antaranya mengenai sasaran, aku dapat mengalahkan pria pemarah itu.Namun, tak disangka, empat dari kelima jarum itu tepat sasaran.Persentase kemenangan ini cukup tinggi, bukan?Aku pun tercengang.Setelah jarumku mengenai titik akupunktur pria pemarah itu, tangan kanannya langsung tidak bi
Aku bertekad ingin mengalahkan lawan. Jadi, kali ini aku harus tepat sasaran.Jarum langsung mengenai titik akupunktur lawan.Dia sontak kesakitan.Melihat situasi memburuk, pria pemarah itu berkata pada pria mesum, "Ayo pergi."Setelah berkata demikian, keduanya melarikan diri.Aku tidak mengejar mereka.Karena menurutku, hal terpenting saat ini adalah keselamatanku dan Kak Lina.Setelah kedua orang itu pergi, aku langsung mengunci pintu dari dalam.Lalu, aku pergi ke kamar tidur utama. "Kak Lina, mereka sudah pergi."Kak Lina membuka pintu dengan hati-hati dan langsung memelukku."Edo, aku sangat takut. Untung hari ini ada kamu. Kalau nggak, aku bisa celaka."Aku memeluk Kak Lina dengan getir.Untungnya, aku menyadari ada yang aneh dan memiliki sedikit keterampilan.Kalau aku tidak memiliki keterampilan apa pun, malam ini, aku dan Kak Lina mungkin akan celaka.Pada saat yang sama, aku merasa bersalah dan marah.Aku tidak menyangka Dono akan begitu licik dan jahat. Bisa-bisanya menggu
"Dulu, aku terlalu baik. Aku nggak seharusnya lepaskan dia begitu saja."Kak Nia dan Kak Lina sangat emosional hingga membuatku tidak bisa berkata-kata.Aku bahkan tidak tahu harus bagaimana menjelaskan kejadian ini.Kak Nia mengusulkan, "Lapor polisi. Biar polisi tangkap si bajingan Johan itu.""Nggak boleh." Wiki menyela Kak Nia.Tanggapan Wiki menarik perhatian kami.Wiki tampak sangat canggung, dia segera menjelaskan, "Kalau lapor polisi, nggak bagus buat reputasi Lina, bukan?""Selesaikan secara pribadi. Dengan begitu, Lina pun nggak rugi."Kak Nia menatap Wiki dengan curiga. "Kamu bela Johan, kamu masih kerja sama dengannya?"Wiki menggelengkan kepalanya. "Mana mungkin? Aku sudah putus hubungan dengannya. Karakter orang itu sangat buruk, aku mana mungkin masih bergaul dengannya?""Aku takut Lina kena dampaknya, nggak mau besarkan masalah. Selain itu, paling-paling polisi cuma menahannya beberapa hari. Setelah dia keluar, dia bakal balas dendam ke Lina lagi."Kak Nia tidak sepenuh
Polisi datang. Tak disangka, mereka adalah polisi yang menangani kasus Yasan sebelumnya.Namun kali ini, polisi yang bertugas untuk menginterogasi sangat menghormatiku."Pak Edo, kamu bilang ada video. Bolehkah tunjukkan videonya ke aku?"Tadi, aku sudah melihat rekamanku dan hanya bagian akhir yang terekam.Artinya, bagian di mana mereka menyebutkan nama Dono tidak terekam.Oleh karena itu, aku berani menyerahkan video itu kepada mereka.Setelah melihat video itu, kedua polisi itu mengerutkan kening sambil berkata, "Gelap sekali, wajah mereka pun nggak jelas.""Jadi, bagaimana? Apa ada cara buat tingkatkan kualitas video?" tanya Kak Nia dengan cemas.Polisi muda berkata dengan tegas, "Jangan khawatir, kami bawa petunjuk ini ke kantor polisi dulu. Kalau ada kabar, kami akan segera mengabari kalian.""Kalau begitu, maaf sudah merepotkan," kata Kak Nia dengan sungkan.Polisi muda itu menatapku sambil tersenyum ramah. "Pak Edo, anak berambut kuning itu masih cari masalah denganmu?""Anak
"Aku tulus ingin menikahimu, tapi aku nggak pernah berpikir untuk menikahi Kak Nancy.""Tapi entah kenapa, waktu tahu suaminya pulang, aku merasa dicampakkan."Kak Lina tertawa terbahak-bahak, dia menggandeng lenganku sambil berkata, "Kamu terbiasa dimanjakan sama kami. Tiba-tiba, mereka nggak perlu kamu lagi, kamu agak sedih?"Aku mengangguk setuju.Mungkin itulah yang kurasakan sekarang.Kak Lina tidak menyalahkanku, dia malah menghiburku. "Wajar, siapa nggak suka dimanjakan? Setiap orang mau menjadi pusat perhatian dan dikelilingi banyak orang.""Waktu aku muda, aku pun punya pemikiran seperti itu."Aku kaget. "Masa, sih? Kak Lina, bukannya kamu sangat tertutup dan pendiam? Ternyata kamu pernah punya pemikiran seperti itu?"Kak Lina menjelaskan, "Aku memang kelihatan tertutup dan pendiam, tapi sebenarnya, jiwaku sangat bergairah.""Aku masih ingat. Waktu SMA, aku cuma fokus belajar.""Aku nggak pernah berdandan dan selalu tampil sederhana. Di antara kerumunan orang, aku yang paling
Ini adalah pelajaran yang berharga!Orang tua sering mengatakan bahwa pria harus berhati-hati dalam memilih profesi dan wanita harus waspada dalam memilih pria.Sebelumnya, aku tidak memahami maksud perkataan ini. Setelah mengetahui pengalaman Kak Lina, aku pun mengerti.Menikah dengan pria yang salah akan menghancurkan hidup seorang wanita.Namun, semuanya sudah berlalu.Aku memeluk Kak Lina sambil berkata, "Kamu bertemu denganku. Ke depannya, aku nggak bakal biarkan kamu tersakiti.""Aku menceritakan kisahku bukan buat minta kepastian darimu. Aku cuma mau kasih tahu kamu, wajar kalau pria seumuranmu agak posesif.""Tapi, kamu harus bisa membedakan mana yang serius dan sementara.""Sebaiknya jauhi wanita macam Nancy dan Helena.""Jadi, kok sebelumnya kamu menyuruhku menaklukkan Kak Nancy?" Aku sungguh tertekan. Mengapa aku merasa dikhianati oleh Kak Lina?Kak Lina menjelaskan, "Bukankah waktu itu aku belum bercerai dengan Johan? Tapi, kita sudah punya hubungan. Aku menyuruhmu menakluk
Aku menolak dengan kukuh.Kak Lina tersenyum sambil menggenggam tanganku. "Edo, kamu pun bilang kita pasti bakal jadi suami istri. Milikku juga adalah milikmu, bukan?""Nggak, milikku adalah milikmu, tapi milikmu tetap adalah milikmu."Aku adalah pria yang berpendirian. Menurutku, wanita boleh menghabiskan uangku, tetapi aku tidak boleh menghabiskan uang wanita.Setelah dipikir-pikir, aku menghitung semua uangku dan menyadari bahwa aku memiliki lebih dari tiga puluh juta.Sebagian besar uang ini adalah tip yang diberikan oleh Bu Dora dan Helena.Aku tidak menyangka jumlahnya akan sebanyak ini.Perlu diakui bahwa wanita kaya memang murah hati.Aku berkata pada Kak Lina, "Kak Lina, setelah kupikir-pikir, beberapa hari ini aku bakal kerja keras. Kalau sudah terkumpul 60 juta, aku bisa beli mobil.""Meskipun nggak bisa beli mobil mahal, setidaknya aku bisa beli kendaraan biasa."Kak Lina menatapku dengan tidak tega. "Buat apa seperti ini? Susah payah kumpulkan uang, kamu pakai semuanya bua
"Apa yang kamu sesali? Apa Edo nggak memuaskanmu?"Nia masih berkata dengan terus terang seperti biasanya.Lina sangat ingin menemukan celah di tanah dan bersembunyi di dalamnya."Nia, jangan ungkit lagi. Aku mohon." Lina mencengkeram selimut dengan erat. Dia benar-benar tidak berdaya.Nia meletakkan tangannya yang cantik ke bawah selimut.Dia menyentuh bokong ... yang bulat dan halus.Sebelum Lina sempat mengenakan celananya, Nia telah memergoki mereka.Merasakan tangan Nia yang halus, Lina merasa semakin malu.Namun, Nia malah berkata sambil tersenyum, "Bukankah kamu sendiri yang memberi tahu Edo? Kamu berharap kita bertiga bisa hidup tenang dan santai. Aku sudah siap mental. Kenapa kamu belum siap?"Akhirnya, Lina menjulurkan kepalanya dari ranjang. Namun, kedua pipinya masih memerah."Nggak. Aku hanya merasa sangat malu saat kamu tiba-tiba memergokiku seperti ini.""Apa yang diinginkan wanita seusia kita? Bukankah kita hanya ingin bahagia?""Edo masih muda, energik dan tampan. Kita
Nia telah menebak apa yang ingin mereka lakukan.Namun, dia tidak mengatakan apa pun. Dia hanya menarik selimut untuk menutupi kepalanya. Dia terus berpura-pura tidur.Setelah selesai.Edo mendekati telinga Lina dengan perlahan, lalu berkata, "Kak Lina, kamu jahat sekali. Kalau Kak Nia terbangun, kita pasti akan sangat malu."Pipi Lina merona. Rambutnya tampak acak-acakan dan tatapan matanya tampak linglung.Lina mencium Edo dengan terengah-engah. "Aku nggak tahan lagi tadi. Aku nggak bisa berpikir panjang lagi. Tapi, sekarang aku sudah tenang. Aku benar-benar takut."Mereka tanpa sadar menatap Nia.Edo melihat Nia menutupi kepalanya dengan selimut.Edo dan Lina sama-sama tercengang. Hal ini menandakan bahwa Nia telah bangun. Dia menutupi kepalanya dengan selimut karena dia tidak ingin mendengar suara-suara yang ambigu.Edo melihat wajah Lina memerah sampai ke pangkal lehernya. Seluruh wajahnya tampak seperti apel merah."Aduh, memalukan sekali." Lina menyadari sesuatu. Dia segera menu
Tiba-tiba, Edo merasa sedikit takut.Lina memiringkan kepalanya dan menatap Edo. "Kenapa? Apa kamu takut?""Nggak, bukan begitu." Edo tidak tahu apa yang dia rasakan saat ini. Edo merasa takut dan gelisah. Namun, jika Edo mengakuinya seperti ini, dia merasa sangat pengecut."Edo, wajar kalau kamu merasa takut. Untuk seseorang yang penuh perhitungan seperti Johan, saat dia pertama kali pergi ke rumahku untuk menemui ayahku, dia sangat ketakutan hingga dia bahkan nggak berani berbicara."Lina menghibur Edo.Sekarang, akhirnya Edo tahu mengapa keluarganya Lina keberatan dengan pernikahannya dengan Johan? Dia juga mengerti kenapa pencapaian Johan saat ini hanyalah pencapaian kecil.Ayahnya adalah wakil walikota Kota Jimba. Bagaimana mungkin dia tertarik dengan bos yang menjalankan bisnis kecil-kecilan?Terlebih lagi, Edo bahkan bukan seorang bos. Edo hanya pencari nafkah yang bekerja sebagai karyawan.Tiba-tiba, Edo kehilangan kepercayaan dirinya."Kak Lina, apa menurutmu aku juga nggak pa
Melihat Edo masuk sambil menggendong Nia di pelukannya dengan ambigu, Lina tersenyum dan berkata, "Kamu menaklukkannya secepat itu?"Edo agak malu, lalu dia berkata dengan wajah tersipu, "Kak Lina, kamu pasti khawatir, 'kan?"Lina mengangkat bahu dengan acuh tak acuh, "Aku baik-baik saja, bukan aku yang terluka. Kalian ini. Dia sudah terluka, tapi kalian masih berhubungan."Edo memandangi Nia di pelukannya. Saat ini, Nia masih tertidur pulas.Edo membaringkan Nia ke ranjang dengan lembut, lalu menutupinya dengan selimut.Kemudian, Edo berkata kepada Lina, "Kak Lina, bukankah kamu ingin aku membantu Kak Nia? Aku telah melakukan apa yang kamu katakan. Sekarang, kamu bisa tenang."Lina duduk dari tempat tidur. Kemudian, dia mengaitkan jarinya ke arah Edo dan memberi isyarat agar Edo mendekat.Edo berjalan mendekat dengan patuh.Lina melingkarkan tangannya di leher Edo, lalu dia menatap Edo sambil tersenyum dan berkata, "Kamu telah memuaskan Nia. Bukankah kamu juga harus memuaskanku?""Ah?
Nia meringkuk dalam pelukan Edo, lalu berkata dengan tulus, "Aku bisa menjaga jarak denganmu sebelumnya karena aku takut Wiki akan mengetahui apa yang terjadi di antara kita berdua. Aku takut dia akan mempermalukan dan mempersulitmu.""Tapi, aku tahu meskipun dia nggak tahu apa yang terjadi di antara kita berdua, sekarang dia telah berbeda dari sebelumnya.""Kalau begitu, kita nggak perlu berpura-pura lagi."Setelah berkata, Nia tidak bisa menahan diri untuk mencium Edo."Edo, beberapa hari ini aku sangat rindu padamu. Sangat-sangat rindu!"Edo memeluk pinggang Nia dan berkata dengan penuh kasih sayang, "Kak Nia, aku juga sangat rindu padamu!"Edo dan Nia berciuman dengan penuh gairah."Edo, aku ingin ...." Sekarang, Nia tidak mengkhawatirkan apa pun. Dia mengungkapkan keinginannya dengan berani.Edo langsung bersemangat. Namun, begitu memikirkan tentang cedera di kaki Nia, Edo merasa sedikit khawatir."Kak Nia, aku tahu apa yang kamu pikirkan. Tapi, kakimu terluka sekarang. Aku khawat
"Aku sangat menginginkan seorang anak. Aku hanya ingin memiliki keluarga yang bahagia, bukan menjadi alat yang mengikatku.""Hal yang lebih menjijikkan lagi adalah aku menemukan bahwa setiap kali Wiki berhubungan denganku, dia menggunakan obat untuk mempertahankan kekuatannya.""Apakah anak yang lahir dengan cara ini bisa sehat? Aku tebak dia nggak memikirkan hal itu sama sekali. Kalau anak yang lahir nggak sehat, dia mungkin nggak akan mempedulikannya. Bukankah anak itu akan menjadi bebanku?"Semakin berbicara, Nia menjadi semakin marah dan sedih.Nia tidak pernah mengucapkan kata-kata ini kepada siapa pun. Dia terus menyimpan keluhan ini di dalam hatinya.Namun barusan, saat merasakan punggung Edo yang lembut, Nia tiba-tiba merasa sangat sedih.Dia tidak bisa menahan diri untuk menceritakan semuanya.Edo memeluk Nia dengan sangat sedih dan berkata dari lubuk hati yang paling dalam, "Ceraikan saja dia. Kak Nia, aku mendukung perceraianmu dengan Wiki.""Aku tahu Wiki sama sekali nggak
Edo tidak berkata apa-apa. Dia langsung pergi sambil menggendong Nia di punggungnya.Di tengah perjalanan, Nia tiba-tiba berkata pada Edo, "Edo, aku nggak ingin kembali.""Kak Nia, kakimu sudah seperti itu. Bagaimana bisa kamu nggak kembali untuk mengobati kakimu?"Edo berpikir Nia tidak peduli dengan cedera di kakinya, jadi Edo mengingatkannya dengan sabar.Nia sedang bersandar di punggung Edo. Jadi, Edo tidak bisa melihat ekspresinya.Nyatanya, saat ini pipi Nia sudah memerah. Hatinya bahkan menjadi semakin gelisah.Kontak fisik mereka tidak hanya membuat Edo merasakan perasaan yang sudah lama tidak dia rasakan. Namun, Nia juga merasakan perasaan seperti itu.Jantung Nia berdebar kencang. Pikirannya yang telah lama dia tahan pun seakan tidak dapat ditahan lagi.Nia berkata di telinga Edo dengan suara yang sangat pelan, "Maksudku jangan kembali ke kamar. Ayo cari tempat yang sepi.""Ah?"Edo bingung sejenak. Dia bertanya-tanya apa yang ingin Nia lakukan?Terlebih lagi, cara Nia bersan
"Setelah apa yang terjadi antara aku dan Johan, aku memahami kebenaran bahwa orang harus memikirkan diri sendiri terlebih dulu, sebelum mereka memikirkan hal lain.""Selama Johan memanfaatkanku, kamu dan kakak iparmu selalu berada di sisiku. Kalian memperlakukanku dengan baik, tentu saja aku juga ingin memperlakukan kalian dengan baik.""Johan bukanlah pria baik-baik. Wiki juga bukan pria yang baik. Hasil baik apa yang bisa diperoleh kakak iparmu kalau terus bersamanya?""Aku ingin bersikap baik padamu. Saat bersamaan, aku juga ingin bersikap baik pada adik iparmu.""Kalau kita dapat hidup bahagia bersama dan nggak memikirkan pria-pria berengsek itu, bukankah itu akan sangat menyenangkan?"Edo harus mengakui bahwa pemikiran Lina benar-benar telah berubah.Di masa lalu, Lina sangat pendiam dan tertutup. Jika Lina melakukan kontak fisik dengan pria asing, dia akan merasa tidak nyaman.Namun, sekarang Lina sepertinya sudah benar-benar melepaskan sifat liar di hatinya.Dia bahkan bisa meng
Edo tidak ingin sendirian, jadi dia berkata tanpa malu-malu, "Aku juga mau ikut. Kak Nia, bolehkah aku pergi bersama kalian?"Nia menatap Edo dengan tatapan aneh, lalu dia berkata, "Kalau kamu mau, ikutlah. Ini adalah kebebasanmu. Kamu nggak perlu memberitahuku."Edo buru-buru mengikutinya.Edo masih sama seperti sebelumnya. Dia merangkul lengan Nia dengan satu tangannya dan tangannya yang lain merangkul lengan Lina.Meskipun saat ini Edo tidak bisa berbuat apa-apa, Edo merasa sangat bahagia dan puas dapat berjalan di antara kedua wanita ini!Apalagi Edo bisa berpegangan tangan dengan Nia seperti ini.Edo sangat menghargai waktu yang diperoleh dengan susah payah itu.Edo kembali menjadi pemandu wisata mereka. Saat berjalan-jalan, dia memperkenalkan tempat tersebut.Setelah berjalan-jalan sebentar, Nia berkata dia sudah lelah. Jadi, mereka pun duduk di bangku pinggir jalan untuk beristirahat.Edo melihat Nia memukuli kakinya dengan lembut. Edo tahu Nita lelah karena berjalan. Dia pasti