Alhasi, setelah menunggu beberapa menit, Helena masih belum kembali.Bu Yuna mulai tidak sabar dan berkata padaku, "Helena masih belum balik?""Belum.""Ya sudah, masuklah buat bantu aku.""Apa?"Permintaan ini membuatku tercengang.Meminta seorang pria membantunya menarik ritsleting, bukankah kurang pantas?Apalagi, dia adalah istri bosku. Aku tidak berani berbuat seperti itu."Bu Yuna, tunggulah sebentar. Aku pergi cari Nona Helena."Aku tidak berani masuk dan hendak mencari Helena.Bu Yuna adalah nyonya berkelas, aku mana berani menyentuhnya?Namun, sesampai di depan pintu toilet, aku menemukan terdapat toilet VIP di sini.Helena berada di toilet VIP.Aku bukan anggota premium mal ini dan tidak berhak memasuki toilet VIP.Entah apa yang dilakukan Helena? Apa dia membersihkan toilet? Sudah belasan menit, masih belum keluar?Aku berteriak ke dalam, "Nona Helena, kamu sudah siap?Tidak ada yang merespons.Penjaga di luar mengatakan bahwa toilet VIP kedap suara untuk menjaga privasi tam
Aku tidak berani mengincar Bu Yuna, tetapi melihat tubuh indahnya, pikiranku otomatis mengembara.Tentu saja, aku tidak memiliki niat jahat.Aku sangat menghormati Bu Yuna!Setelah menarik ritsleting, aku berkata pada Bu Yuna, "Bu Yuna, sudah selesai.""Ya, aku tahu. Keluarlah."Saat aku keluar dari kamar pas, aroma Bu Yuna masih membekas di napasku dan bentuk pantat Bu Yuna terukir di benakku.Penampilannya yang anggun sungguh memukau!Aku pun mengetahui apa yang dimaksud dengan keluarga terpelajar, wanita berkelas dan berpendidikan.Aku menyadari betapa besarnya perbedaan antar wanita!Sebagian wanita hanya bisa memuaskan hasrat seksual, sedangkan sebagian wanita dapat memikat jiwa pria.Aku berharap bisa lebih banyak berinteraksi dengan wanita seperti Bu Yuna. Dengan begitu, aku dapat memperluas pengetahuanku.Tak lama kemudian, Bu Yuna keluar dari kamar panas.Tinggi Bu Yuna sekitar 1,65 meter dan dia memakai sepatu hak tinggi. Tubuhnya sangat langsing, tetapi masih berbentuk dan b
Wajah Yuna memerah, dia agak malu. "Di depan umum, jangan sembarangan ngomong, buat malu saja."Terlihat jelas, Bu Yuna adalah tipe wanita yang lebih anggun dan lemah lembut.Berbeda dengan Helena, dia sangat terus terang.Helena menggandeng lengan sahabatnya sambil berkata, "Nggak usah malu, kita sama-sama sudah berpengalaman.""Hubungan di antara pria dan wanita, bukankah hanya sebatas itu?""Terkadang, mengobrollah dengan teman baikmu. Mungkin bakal dapat pencerahan."Helena merasa ini hanyalah hal biasa, suaranya bahkan sangat lantang.Wajah Yuna makin merah, seolah-olah akan segera meneteskan darah."Ya sudah, aku masuk ganti baju dulu.""Kenapa diganti? Sudah bagus, pakai ini saja."Sembari berbicara, Helena berkata pada pramuniaga, "Bungkus pakaian Yuna yang ada di dalam kamar pas. Gesek kartuku.""Aku beli baju, kok gesek kartumu? Biar aku saja," kata Yuna.Helena berkata dengan ekspresi menantang, "Cuma beberapa juta, nggak usah rebutan.""Lagi pula, ini bukan uangku, uang Tia
Aku hampir mati kelelahan, sudah waktunya pulang kerja.Kalau aku tidak menemani mereka berbelanja, aku bisa pulang untuk beristirahat.Namun, sekarang mereka ingin pergi ke pemandian air panas. Entah mereka akan berendam sampai jam berapa?Aku hanya bisa berharap Bu Yuna menolak.Namun, tak disangka, Bu Yuna juga ingin berendam air panas.Entah mengapa ketika mendengar Bu Yuna mengatakan ingin berendam air panas, kekesalanku mereda.Aku bahkan agak menantikan.Namun, Helena berkata padaku, "Edo, tolong masukkan barang kami ke mobil, kamu sudah boleh pulang.""Hah?"Aku tercengang. Aku ingin menemani kalian berendam air panas, kamu malah menyuruhku pulang?Tentu saja, aku tidak senang."Kalau aku pergi, siapa antar kalian?" Aku berkata dengan enggan dan mencari alasan untuk menemani mereka.Helena langsung tertawa. "Kamu kira nggak ada kamu, aku nggak bisa nyetir?"Intinya, Helena akan menyetir mobil.Aku terdiam."Tapi, aku naik apa pulang?" Aku masih belum menyerah dan mencoba untuk
Pada pukul sebelas malam.Aku pergi lari malam di taman di bawah rumah kakakku.Tiba-tiba aku mendengar suara gemerisik seorang pria dan seorang wanita yang datang dari rerumputan."Wiki, kamu sebenarnya mampu nggak? Kamu bilang kamu nggak terangsang kalau di rumah. Aku ikut ke sini bersamamu, kenapa kamu masih seperti ini?"Saat aku mendengarnya, bukankah ini suara anggun Kak Nia?Bukankah kakakku dan Kak Nia pergi makan malam? Kenapa muncul di taman, bahkan di rerumputan?Biarpun belum pernah punya pacar, aku sudah menonton banyak video instruksional, jadi aku langsung mengerti bahwa mereka sedang mencari sensasi.Nggak kuduga kakakku dan Kak Nia jago mainnya! Mereka ternyata melakukannya di taman ... ini seru sekali.Mau tak mau aku pun mendekat dan menguping.Kak Nia sangat cantik dan memiliki bodi yang super seksi. Mendengar rintihan Kak Nia adalah impianku.Aku berjingkat ke rumput dan diam-diam menjulurkan kepalaku.Kulihat Kak Nia duduk di atas kakakku. Walaupun punggungnya men
"Lina, kamu sudah sampai, ayo masuk, duduk dulu." Selagi aku bertanya-tanya, Kak Nia menghampiri dan berkata kepada wanita itu dengan sangat antusias.Wanita itu masuk ke dalam rumah atas ajakan Kak Nia.Kak Nia memperkenalkan kami satu sama lain.Ternyata wanita itu adalah sahabatnya yang bernama Lina Lasma yang tinggal di sebelah."Lina, ini adik Wiki dari desa yang sama. Namanya Edo Didi. Dia baru tiba kemarin."Lina menatapku dengan heran, lalu berkata sambil tersenyum, "Aku nggak menyangka adiknya Wiki begitu muda dan tampan!""Edo baru saja lulus kuliah, bagaimana mungkin nggak muda? Selain itu, dia bukan hanya muda, dia juga sangat kuat."Entah apakah itu hanya imajinasiku, aku merasa perkataan Kak Nia ada maksud lain dan matanya menatap bagian tertentu di tubuhku.Itu membuatku merasa sangat tidak nyaman.Lina menatapku dari atas ke bawah dan bertanya, "Nia, kalau begitu tukang pijat yang kamu bicarakan itu adikmu ini 'kan?""Benar, itu Edo. Dia belajar ilmu pijat dari kakeknya
Aku segera berdiri seperti anak kecil yang berbuat jahat, "Kak ... Kak Nia, kenapa kamu ada di sini?"Lina pun merasa bersalah dan segera duduk di sofa.Wajah cantiknya semerah apel."Nia, jangan terlalu banyak berpikir. Nggak terjadi apa-apa antara aku dan Edo. Aku hanya merasa dada dan napas sesak, jadi ingin dia pijat." Lina menjelaskan dengan rasa bersalah.Kak Nia tersenyum dan berkata, "Aku nggak bilang apa-apa tentang kalian. Kenapa kamu gugup sekali?""Atau jangan-jangan kalian melakukan sesuatu yang buruk di belakangku?"Lina dan aku menggelengkan kepala pada saat bersamaan.Di saat yang sama, kami merasa panik.Aku ternyata menyentuh sahabat Kak Nia. Kalau Kak Nia mengetahui hal ini, dia pasti akan mengusirku.Tapi, Lina gelisah, dia berbohong bahwa ada urusan dan pergi dengan tergesa-gesa.Kulihat Kak Nia memandangi punggung Lina yang pergi dengan tertegun.Beberapa saat kemudian, Kak Nia menatapku dan berkata, "Edo, apa pendapatmu tentang sahabatku?""Hah?" tanya Kak Nia ti
Celana dalam ini lembut dan halus dan sepertinya masih ada sisa aroma Kak Nia di dalamnya.Merasakan pakaian dalam di tanganku, mau tak mau aku memikirkan tentang apa yang kudengar di pagi hari.Hal ini membuat aku semakin antusias dan bersemangat.Aku tidak bisa benar-benar terjadi apa-apa dengan Kak Nia, tapi aku bisa saja berfantasi dengan barangnya 'kan?Berpikir seperti ini, aku melepaskan ikat pinggangku dan memasukkan celana dalamku ke dalamnya.Tepat ketika aku hendak menggunakan kelima jariku untuk melampiaskan hasratku, tiba-tiba ada ketukan di pintu.Aku ketakutan sampai rohku hampir melayang dan aku hampir muncrat.Di rumah hanya ada dua orang, Kak Nia dan aku.Aku segera mengeluarkan celana dalam itu dan menaruhnya di rak handuk.Lalu berkata dengan perasaan bersalah, "Kak Nia, ada apa?""Edo, apa kamu berbuat jahat di dalam sana?" tanya Kak Nia."Hah? Aku, aku nggak." Aku merasa sangat bersalah."Lalu kenapa suaramu bergetar?"Kak Nia membuatku takut hanya dengan satu kal
Aku hampir mati kelelahan, sudah waktunya pulang kerja.Kalau aku tidak menemani mereka berbelanja, aku bisa pulang untuk beristirahat.Namun, sekarang mereka ingin pergi ke pemandian air panas. Entah mereka akan berendam sampai jam berapa?Aku hanya bisa berharap Bu Yuna menolak.Namun, tak disangka, Bu Yuna juga ingin berendam air panas.Entah mengapa ketika mendengar Bu Yuna mengatakan ingin berendam air panas, kekesalanku mereda.Aku bahkan agak menantikan.Namun, Helena berkata padaku, "Edo, tolong masukkan barang kami ke mobil, kamu sudah boleh pulang.""Hah?"Aku tercengang. Aku ingin menemani kalian berendam air panas, kamu malah menyuruhku pulang?Tentu saja, aku tidak senang."Kalau aku pergi, siapa antar kalian?" Aku berkata dengan enggan dan mencari alasan untuk menemani mereka.Helena langsung tertawa. "Kamu kira nggak ada kamu, aku nggak bisa nyetir?"Intinya, Helena akan menyetir mobil.Aku terdiam."Tapi, aku naik apa pulang?" Aku masih belum menyerah dan mencoba untuk
Wajah Yuna memerah, dia agak malu. "Di depan umum, jangan sembarangan ngomong, buat malu saja."Terlihat jelas, Bu Yuna adalah tipe wanita yang lebih anggun dan lemah lembut.Berbeda dengan Helena, dia sangat terus terang.Helena menggandeng lengan sahabatnya sambil berkata, "Nggak usah malu, kita sama-sama sudah berpengalaman.""Hubungan di antara pria dan wanita, bukankah hanya sebatas itu?""Terkadang, mengobrollah dengan teman baikmu. Mungkin bakal dapat pencerahan."Helena merasa ini hanyalah hal biasa, suaranya bahkan sangat lantang.Wajah Yuna makin merah, seolah-olah akan segera meneteskan darah."Ya sudah, aku masuk ganti baju dulu.""Kenapa diganti? Sudah bagus, pakai ini saja."Sembari berbicara, Helena berkata pada pramuniaga, "Bungkus pakaian Yuna yang ada di dalam kamar pas. Gesek kartuku.""Aku beli baju, kok gesek kartumu? Biar aku saja," kata Yuna.Helena berkata dengan ekspresi menantang, "Cuma beberapa juta, nggak usah rebutan.""Lagi pula, ini bukan uangku, uang Tia
Aku tidak berani mengincar Bu Yuna, tetapi melihat tubuh indahnya, pikiranku otomatis mengembara.Tentu saja, aku tidak memiliki niat jahat.Aku sangat menghormati Bu Yuna!Setelah menarik ritsleting, aku berkata pada Bu Yuna, "Bu Yuna, sudah selesai.""Ya, aku tahu. Keluarlah."Saat aku keluar dari kamar pas, aroma Bu Yuna masih membekas di napasku dan bentuk pantat Bu Yuna terukir di benakku.Penampilannya yang anggun sungguh memukau!Aku pun mengetahui apa yang dimaksud dengan keluarga terpelajar, wanita berkelas dan berpendidikan.Aku menyadari betapa besarnya perbedaan antar wanita!Sebagian wanita hanya bisa memuaskan hasrat seksual, sedangkan sebagian wanita dapat memikat jiwa pria.Aku berharap bisa lebih banyak berinteraksi dengan wanita seperti Bu Yuna. Dengan begitu, aku dapat memperluas pengetahuanku.Tak lama kemudian, Bu Yuna keluar dari kamar panas.Tinggi Bu Yuna sekitar 1,65 meter dan dia memakai sepatu hak tinggi. Tubuhnya sangat langsing, tetapi masih berbentuk dan b
Alhasi, setelah menunggu beberapa menit, Helena masih belum kembali.Bu Yuna mulai tidak sabar dan berkata padaku, "Helena masih belum balik?""Belum.""Ya sudah, masuklah buat bantu aku.""Apa?"Permintaan ini membuatku tercengang.Meminta seorang pria membantunya menarik ritsleting, bukankah kurang pantas?Apalagi, dia adalah istri bosku. Aku tidak berani berbuat seperti itu."Bu Yuna, tunggulah sebentar. Aku pergi cari Nona Helena."Aku tidak berani masuk dan hendak mencari Helena.Bu Yuna adalah nyonya berkelas, aku mana berani menyentuhnya?Namun, sesampai di depan pintu toilet, aku menemukan terdapat toilet VIP di sini.Helena berada di toilet VIP.Aku bukan anggota premium mal ini dan tidak berhak memasuki toilet VIP.Entah apa yang dilakukan Helena? Apa dia membersihkan toilet? Sudah belasan menit, masih belum keluar?Aku berteriak ke dalam, "Nona Helena, kamu sudah siap?Tidak ada yang merespons.Penjaga di luar mengatakan bahwa toilet VIP kedap suara untuk menjaga privasi tam
Kalau sampai tergores, aku tidak akan sanggup ganti rugi.Betisku gemetaran, aku berkata dengan getir, "Nona Helena, aku nggak berani kendarai mobil ini. Sebaiknya kamu cari sopir lain."Melihat ekspresiku, Helena tertawa terbahak-bahak. "Cuma mobil, kamu ketakutan seperti ini?""Tapi, ini Porsche 911, bukan mobil biasa. Puluhan tahun hidup, ini pertama kalinya aku lihat mobil semahal ini. Aku mana berani kendarai?"Helena menyerahkan kunci mobil ke tanganku. "Tenang saja. Kalau tergores, nggak usah ganti rugi."Aku tercengang.Dia menyerahkan mobil miliaran padaku?Aku meyakinkan diri sendiri bahwa ini hanyalah hal kecil, aku bisa mengendarainya!Anggap saja sebagai pengalaman.Namun, begitu masuk ke dalam mobil, ototku menegang dan betisku gemetaran.Aku bahkan tidak berani menyalakan mobil.Helena tidak mendesakku, dia memberiku waktu untuk beradaptasi.Aku menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.Setengah jam kemudian, suasana hatiku mulai menenang."Sudah siap? Kalau suda
"Dia cuma pemuda yang baru terjun ke masyarakat, kenapa kamu terus mengusilinya?""Ayo pergi. Bukannya kamu mau berbelanja? Sudah jam setengah empat, kalau masih nggak berangkat, langit sudah gelap."Bu Yuna menunjuk jam tangan sambil berkata pada Helena.Akhirnya, aku tahu. Ternyata hari ini, mereka sudah berjanji akan bertemu.Helena datang lebih awal untuk mengusiliku.Tatapanku tertuju pada Bu Yuna.Aku tidak pernah melihat wanita yang begitu anggun dan elegan.Kak Lina baik hati dan lemah lembut, tetapi dia tidak memiliki aura seperti ini.Sedangkan Bu Yuna adalah wanita berkelas!Dia adalah tipe wanita yang sangat memukau!Melihatku terus menatap Bu Yuna, Helena menyodok dadaku. "Kenapa lihat-lihat? Dia istri bosmu, kamu menginginkannya?"Suara Helena sangat kuat, aku takut didengar Bu Yuna.Aku sangat panik.Bagaimana bisa wanita ini begitu terus terang?Kami masih berada di klinik, kalau sampai didengar Pak Harmin, apa aku masih bisa bekerja di sini?Aku segera menjelaskan, "Di
"Kamu datang ke sini buat bermain denganku?" Mengapa aku tidak percaya?Helena malah bertanya padaku, "Nggak boleh?""Helena." Tepat pada saat ini, terdengar suara indah dari luar.Helena bergegas keluar sambil menjawab, "Aku di sini."Tak lama kemudian, aku melihat seorang wanita yang mengenakan kebaya bermotif bunga masuk.Model kebayanya sejenis dengan model yang dikenakan Helena. Hanya saja, kebaya berwarna putih ini sangat cocok dengannya.Karena wanita ini sangat elegan, bahkan tubuhnya dipenuhi dengan aura bangsawan.Dia terkesan seperti gadis terpelajar dari zaman kuno.Aku kaget. Zaman sekarang, masih ada wanita yang memiliki aura seperti ini?Ketika melihat wanita itu, dia tampak seperti pembawa acara di TV.Bermartabat, anggun dan cerdas!Bahkan terpelajar.Dia sungguh menawan."Kamu tahu siapa dia?" tanya Helena padaku sambil tersenyum.Aku menggelengkan kepala, aku bahkan tidak mengenalnya."Dia nyonya klinik ini, namanya Yuna Linara."Mendengar nama ini, aku sontak membel
Setelah berkata demikian, Helena duduk untuk meregangkan tubuhnya."Nikmat sekali."Ketika dia meregangkan tubuh, roknya ikut terangkat sehingga celana pendeknya pun terlihat.Pahanya yang seputih salju membuatku bergelora.Aku segera menutupi pahanya dengan pakaianku. "Jaga diri. Jangan selalu memperlihatkan tubuhmu ke orang lain, mereka mungkin bakal mengataimu.""Biarkan saja, aku nggak peduli. Bukannya kamu bilang para wanita itu mengataiku karena iri denganku?""Berbeda. Wanita mengataimu karena iri denganmu, tetapi pria mengataimu karena merasa kamu nggak beres. Bahkan merasa kamu murahan dan genit.""Menurutmu, aku murahan?" tanya Helena sambil memiringkan kepala.Aku menggelengkan kepala.Sebelumnya, aku mungkin berpikir demikian. Namun, sekarang pandanganku berubah.Kalau Helena adalah wanita murahan, dia tidak akan begitu menawan. Selain itu, dia bukan hanya akan menggodaku. Kenyataannya, dia tidak pernah memiliki kontak fisik yang berlebihan denganku.Dari segi lain, wanita
Aku terus bergumam dalam hati, 'Ini jebakan, ini jebakan.' Aku harus mencegah tubuhku bereaksi.Selain itu, aku menjauhkan bagian bawah tubuhku dari Helena.Helena tidak langsung menggodaku. Dia bersandar di dadaku dengan tenang, seolah-olah sedang beristirahat."Dadamu kekar dan lebar, aku ingin berbaring di sini dan tidur sebentar," kata Helena.Apa yang terjadi?Wanita ini tidak mengusiliku lagi?Dia tampak sangat lelah.Jadi, aku berkata dengan penuh maksud, "Boleh, selama kamu bisa tidur nyenyak.""Kalau begitu, berbaringlah. Biar aku berbaring di dadamu dan tidur sebentar." Helena tidak mengangkat kepalanya, dia masih bersandar di dadaku.Menurutku, permintaan ini dapat diterima, setidaknya dia tidak menggodaku."Kalau begitu, lepaskan aku. Biar aku bisa berbaring."Helena tertawa. "Kok begitu? Bukankah seharusnya kamu menggendongku pergi ke sana?""Kamu mengusiliku lagi?"Aku bertanya dengan serius.Helena berkata dengan acuh tak acuh, "Semalam aku main mahjong semalaman, nggak