Apalagi suaminya begitu menyayanginya.Meskipun suaminya sudah berusia 40-an, staminanya sangat menggelegar.Aku agak mengaguminya.Carmin meletakkan Kak Nancy di sofa, lalu berkata dengan lembut, "Aku nggak tahu kamu sedang kumpul-kumpul dengan sahabatmu. Nanti, aku balik ke kantor, kalian lanjut.""Tapi, jangan terlalu malam tidurnya. Jaga kesehatan, aku nggak tega lihat kamu kecapekan."Kak Nancy mengangguk dengan patuh.Aku kaget. Tak disangka, Kak Nancy yang cantik dan menawan memiliki sisi manis seperti ini.Aku bahkan dapat merasakan Nancy sangat mencintai suaminya.Namun, mengapa dia mengkhianati suaminya?Pikiran wanita sungguh sulit ditebak.Setelah berbicara dengan Nancy, Carmin menatapku. Aku segera berdiri. "Aku juga sudah mau pergi.""Oke, hati-hati di jalan." Carmin tersenyum hangat.Aku agak panik.Carmin tampak seperti pria lemah lembut, tetapi sebenarnya sangat berbahaya.Kelak, aku harus mewaspadainya.Begitu turun dan masuk ke mobil, aku langsung memeriksa kondom di
Sialan, bisakah kamu kecilkan suaramu?Apa hal seperti ini pantas dibicarakan di depan umum?Aku sungguh tidak berdaya menghadapi wanita ini."Ssst, kecilkan suaramu! Aku ingat. Tapi, kamu nggak pergi ke klinik, aku mana bisa pijat kamu?""Bukannya klinik kalian sediakan layanan rumah? Kamu bisa pijat aku di rumah sahabatku."Aku berkata dengan kesal, "Layanan rumah lebih mahal. Kamu punya waktu, kenapa nggak pergi ke klinik?"Tiara memandang Bella. Ekspresi Bella sangat dingin, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Tiara terpaksa berkata, "Siapa bilang aku punya waktu? Aku sibuk. Memangnya kenapa kalau lebih mahal? Aku punya uang. Hari ini, pijat aku di rumah sahabatku."Aku melihat ke arah Bella, Bella mendelikku dengan galak.Aku tidak ingin berbicara dengannya, tetapi tatapannya membuatku tidak nyaman.Aku sengaja menyetujui permintaan Tiara. "Oke, kirimkan alamat sahabatmu. Nanti, aku pergi layani kamu."Bella tiba-tiba mengerutkan keningnya. Dia seolah-olah ingin menerkamku.Ak
Aku tertawa. "Kak, hal seperti ini nggak perlu diajari. Aku nggak bodoh.""Hmph, kamu bodoh. Kamu itu anjing yang paling berengsek.""Apa maksudmu? Kok sebut aku anjing? Sekalipun aku berengsek, kamu lebih berengsek.""Kamu mau cari masalah denganku?""Aku cari masalah? Jelas-jelas kamu yang mulai. Bisakah kamu ngomong baik-baik? Aku nggak berutang sama kamu.""Jangan lupa, kamu yang duluan terkam aku ...."Mendengar ucapanku, wajah Bella sontak memerah. "Diam. Kelak, jangan bahas hal itu lagi.""Oke, nggak kubahas lagi. Kelak, jangan selalu mengasariku.""Manusia harus saling menghormati. Kamu nggak hormati aku, tapi suruh aku hormati kamu. Apa mungkin?"Bella tidak menanggapi hal ini, tetapi dia memahami maksudku."Aku bakal perbaiki sikapku, tapi kejadian sebelumnya, anggap nggak pernah terjadi.""Oke?"Aku langsung mengiakan. "Tenang saja, aku janji."Aku berkata demikian untuk menunjukkan ketulusanku.Namun, Bella mengira aku sudah kapok.Bagaimanapun, aku mengambil keuntungan dar
"Malam ini nggak bisa."Awalnya, aku sangat gembira. Namun, begitu membaca balasan Kak Lina, suasana hatiku memburuk.Aku bertanya, "Kenapa?"Kak Lina membalas, "Nancy menyuruhku menemaninya satu malam lagi."Aku menjawab dengan kesal, "Ada apa dengannya? Suaminya pulang, kok masih suruh kamu tinggal di rumahnya?"Lina bertanya, "Carmin pulang? Kapan?"Aku menjawab, "Kamu nggak tahu? Semalam. Waktu aku antar kamu dan Kak Nia naik, aku ketemu suami Kak Nancy."Kak Lina membalas, "Aku nggak tahu. Semalam aku mabuk, nggak ingat. Pagi ini waktu bangun, aku nggak lihat suaminya. Jadi, aku nggak tahu suaminya pulang. Coba kutanyakan pada Nancy."Aku sangat bersemangat. Semoga malam ini Kak Lina pulang!Karena tidur sendirian sungguh tidak menyenangkan.Ketika menunggu balasan dari Kak Lina, Tiara sudah menelepon klinik untuk memesan layanan.Aku sudah mengemas barang-barang dan bersiap untuk berangkat.Aku ingin segera menyelesaikan pekerjaan dari Tiara dan kembali ke klinik.Aku kembali ke
Inilah perbedaan anak desa dan kota."Kamu benar. Waktu aku kecil, kondisi keluargaku kurang baik. Aku ingat, aku bahkan harus menangis seharian buat makan permen." Tiara tiba-tiba bercerita padaku.Aku pun penasaran dan bertanya, "Kamu tinggal di desa?""Nggak.""Jadi, kok keluargamu begitu miskin?""Karena waktu aku kecil, ayahku ketahuan korupsi dan aset keluargaku disita.""Tak lama kemudian, aku memasuki masa pubertas. Tapi, waktu itu keluargaku sangat miskin. Syukur bisa kenyang, ibuku mana bisa pedulikan soal nutrisiku lagi."Aku merasa sangat konyol.Kenapa kamu asal memberi tahu orang bahwa ayahmu adalah koruptor?Aku tidak bisa berkata-kata.Setelah menyiapkan peralatan, aku berkata pada Tiara, "Lepaskan pakaianmu, aku sudah mau mulai."Tanpa basa-basi, Tiara melepas pakaiannya.Aku mengoleskan minyak terlebih dahulu, lalu memijatnya.Sejujurnya, menghadapi tubuh seperti ini, aku sama sekali tidak bernafsu.Karena dadanya terlalu rata.Kalau bukan karena wajahnya cantik, aku
Aku menjawab dengan kesal, "Teman-temanku juga sudah punya pacar."Tak disangka, Tiara begitu gigih. "Bagaimana dengan teman dari temanmu? Aku nggak percaya, nggak ada satu pun pria di sekitarmu yang lajang.""Kamu sengaja? Kubilang nggak ada, berarti nggak ada yang cocok.""Bagaimanapun, kamu sahabatnya. Jangan sembarangan jodohkan sahabatmu dengan pria, kamu tahu latar belakang pria itu? Kamu tahu karakternya?"Aku tidak sanggup menahan diri dan langsung menegur Tiara.Tiara tidak menganggap serius, dia tertawa terbahak-bahak. "Kok marah? Aku cuma bercanda, nggak boleh? Kok kurasa kamu peduli sama sahabatku?""Kenapa kamu merasa begitu? Aku cuma pendengar, nggak boleh kasih saran?"Aku merasa wanita ini tidak memiliki logika, dia hanya ingin mencari masalah denganku.Aku tidak bisa menahan diri untuk mengatainya."Maksudmu, aku nggak pantas jadi sahabatnya?""Aku nggak bilang begitu, kamu yang bilang." Aku membenarkan ucapannya secara tidak langsung.Karena menurutku dia memang tidak
Aku berpikir dalam hati, 'Untung ayahmu ketahuan korupsi. Kalau nggak, kamu bakal jadi penerus ayahmu. Entah berapa banyak orang yang bakal menderita.'Aku sangat kesal. Jadi, aku menjawab dengan sembrono, "Nggak, puas?""Lumayan."Tiara kembali berbaring.Aku menatap payudaranya. Makin dipikirkan, aku makin kesal.Di tengah memijatnya, suatu ide buruk terlintas di benakku.Awalnya, titik akupunktur berada di bagian bawah payudara. Namun, kali ini aku sengaja meraba ke bagian atas.Tiara menyadari ada yang aneh, dia bertanya dengan curiga, "Hei, kamu mau apa?"Aku tersenyum palsu sambil menjawab, "Pijat titik akupunkturmu, bagian ini lebih efektif.""Serius? Kenapa sebelumnya kamu nggak pijat area ini?"Meskipun wanita ini ceroboh, dia tidak bodoh dan sulit dikelabui.Namun, aku sama sekali tidak gugup. "Sebelumnya buru-buru, nggak sempat oleskan minyak. Kali ini, sudah oleskan minyak, harus dipijat biar minyaknya meresap.""Oh."Aku berpikir dalam hati, 'Dasar kurcaci, sok-sokan mau l
Jauh lebih baik dari sesuatu yang dipermak dengan teknologi."Aku tiba-tiba merasa ucapanmu benar. Aku jadi nggak ingin perbesar payudara lagi."Sembari berbicara, Tiara membusungkan dadanya dengan bangga.Terlihat jelas dia sangat gembira.Aku tidak menyangka ucapanku akan menimbulkan reaksi sebesar ini."Sudah selesai, tolong selesaikan pembayaran."Aku menyodorkan kode pembayaran padanya.Tanpa basa-basi, Tiara langsung membayar.Layanan yang diinginkan Tiara cukup sederhana. Hanya memijat area dada, jadi harganya lebih murah, total 1,6 juta.Setelah menerima uang, aku pergi.Pertama, aku takut wanita itu berubah pikiran. Kedua, Kak Lina meneleponku, tetapi aku tidak angkat karena sedang sibuk.Aku kembali ke dalam mobil dan segera menelepon kembali.Kak Lina mengangkat panggilan videoku.Dia berkata, "Nancy bilang suasana hatinya kurang baik, malam ini dia minta ditemani."Ini bukan jawaban yang kuinginkan.Aku berharap Kak Lina pulang.Selain itu, bagaimana mungkin suasana hati Na
Apakah ada jalan lain yang dapat aku pilih?Aku berjanji kepada Dama bahwa aku akan sukses dalam waktu satu tahun. Jika tidak, aku akan berinisiatif untuk meninggalkan Lina.Aku tidak ingin meninggalkan Lina. Di saat bersamaan, aku juga tidak ingin pergi dengan cara memalukan seperti itu.Aku juga punya harga diri. Aku juga tidak ingin dipandang rendah.Aku juga ingin menjalani kehidupan yang bermartabat."Tentu saja," kataku sambil menahan emosi dan menggertakkan gigi.Kiki langsung berkata padaku dengan penuh semangat, "Kalau begitu, mari kita lakukan. Tapi, ada sesuatu yang ingin aku katakan kepadamu, jangan marah.""Apa itu? Katakanlah.""Aku punya motivasi ini, tapi aku belum tahu bagaimana membuka bisnis."Aku langsung terdiam seribu bahasa.Melihat ekspresi Kiki yang barusan, aku berpikir dia memiliki ide cemerlang dan bisa memberiku arahan.Aku tidak menyangka dia hanya memiliki ide saja. Namun, jika menyangkut rencana berbisnis, dia tidak punya ide sama sekali.Aku punya ide.
Namun, bagaimana kalau aku bertambah tua?Bagi para wanita dewasa itu, hal baru itu telah hilang. Mereka akan melupakanku dengan perlahan.Aku tidak boleh terlalu menikmati kenikmatan cinta. Aku harus membuat diriku lebih kuat secepatnya.Sebelumnya, aku pikir menjadi karyawan di sebuah klinik itu cukup menyenangkan. Dengan gaji hampir 20 juta per bulan, aku merasa puas dan bahagia.Namun, setelah apa yang terjadi beberapa waktu itu, aku mendapati bahwa jika aku tetap dengan hasil ini, aku tidak merasa puas lagi.Namun, bagaimana caranya menjadi lebih kuat? Untuk saat ini, aku belum mengetahuinya.Aku duduk di halaman belakang sambil mengisap sebatang rokok untuk menenangkan diri.Setelah beberapa saat, Kiki datang dan berkata, "Aku dengar pria tadi adalah wakil walikota Kota Jimba? Apa dia ayah pacarmu?""Yah," jawabku tanpa berpikir panjang.Kiki duduk di sebelahku. "Memiliki ayah mertua seperti itu pasti sangat menegangkan, 'kan? Latar belakang keluarga Agnes memang bagus. Tapi, dib
Dama batuk tanpa henti, sehingga dia tidak menghentikanku untuk menolongnya.Setelah aku menepuk punggungnya sejenak, Dama menjadi lebih baik.Dama menatapku, lalu berkata dengan nada dingin, "Cukup, berhentilah berpura-pura. Kamu masih begitu sabar padaku setelah aku memperlakukanmu seperti itu. Kamu mau menipuku?"Aku hanya tersenyum. "Yah sudah kalau kamu menganggapku menipumu. Lagi pula, di matamu sekarang, apa pun yang aku katakan adalah tipuan.""Sekarang, aku mungkin berprasangka buruk padamu. Tapi, kamu nggak dapat menyangkal bahwa kamu dan putriku nggak setara." Sikap Dama melunak. Dia mungkin merasa bahwa dia terlalu agresif tadi.Aku mengangguk dan berkata, "Yah, Kak Lina dan aku nggak setara. Dia berasal dari keluarga pejabat tinggi, sementara aku hanyalah orang biasa. Dari sudut pandangmu, aku mengejarnya dengan gigih karena aku memiliki tujuan lain.""Kamu mungkin akan berpikir bahwa tujuanku sama dengan Johan. Aku ingin memanfaatkan fakta bahwa Kak Lina untuk dekat denga
"Pergilah. Kamu nggak diterima di sini," kataku mengusirnya dengan nada dingin.Johan begitu marah hingga dia hampir meledak. Namun, dia tidak berani mengatakan sepatah kata pun.Akhirnya, dia pergi dengan kesal.Tidak seorang pun bertanya apa yang terjadi di antara kami. Saat ini, mereka melanjutkan pekerjaan mereka.Aku mendekati Dama dan bertanya, "Paman, kenapa kamu datang kemari?"Wajah Dama terlihat dingin, seolah ditutupi lapisan es."Aku datang untuk berbicara denganmu.""Oh, silakan masuk." Aku tidak terlalu bersemangat. Aku hanya mengatakannya dengan tenang.Jika tidak, dia akan mengira aku takut padanya dan ingin menyanjungnya.Aku meminta Sean untuk menuangkan dua cangkir teh.Aku langsung bertanya, "Apa yang ingin Paman katakan?""Ini tentang kamu dan Lina. Aku harap kamu bisa berinisiatif untuk putus dengan Lina."Kata-kata ini bagaikan sambaran petir yang membuat aku tercengang.Aku tersenyum. "Bagaimana kalau aku nggak mau?"Ekspresi Dama tiba-tiba menjadi semakin masam
Johan ketakutan dan segera berbalik. Dia melihat Dama berjalan ke arahnya dengan ekspresi masam.Ekspresi Johan langsung menjadi masam.Meskipun dia dan Lina telah bercerai, perasaan tertekan yang diberikan Dama kepadanya masih sangat kuat.Johan segera tersenyum. "Ayah, kenapa Ayah datang kemari?"Aku sangat mengaguminya. Dia telah menunjukkan sifat tidak tahu malunya sampai ke titik ekstrem.Dama memotong ucapannya dengan nada dingin, "Jangan panggil aku Ayah. Aku nggak punya menantu sepertimu! Aku baru saja mendengarmu memanggil putriku wanita jalang."Johan berkata sambil tersenyum, "Kamu pasti salah dengar. Bagaimana mungkin aku akan memarahi Lina? Dia sangat baik. Perceraian kita disebabkan oleh kebodohanku. Bagaimanapun juga, aku nggak akan pernah memarahi Lina"Orang ini benar-benar tidak tahu malu.Dia bahkan berbicara omong kosong di depan Dama.Dama sangat marah hingga wajahnya memerah. Namun, karena statusnya, dia tidak dapat mengambil tindakan.Hal inilah yang membuat Joha
Johan menyalakan sebatang rokok dan mengisapnya. "Aku takut. Aku takut pada mereka semua. Aku hanyalah orang biasa. Di hadapan orang-orang berkuasa itu, aku bukan apa-apa.""Kamu ingin tahu kenapa aku berani berkomplot melawan Lina, tapi aku nggak berani melawan Rani, 'kan?"Aku tidak mengatakan apa-apa karena aku memang ingin menanyakan hal tersebut.Johan tidak tahu apa yang aku pikirkan. Namun, dia berinisiatif untuk berkata, "Alasannya sangat sederhana. Dama dan putrinya terlalu percaya padaku.""Orang-orang seperti mereka punya kelemahan fatal, yaitu mereka sangat emosional. Kelemahan Lina adalah aku dan kelemahan Dama adalah putrinya.""Aku yakin, sekalipun aku berkomplot melawan Lina, Dama nggak akan berbuat apa-apa padaku karena dia mempertimbangkan reputasi putrinya.""Kalau dia diam-diam mencoba mempersulitku, orang-orang pasti akan bergosip tentangnya. Untuk seseorang yang jujur seperti dia, dia nggak akan pernah melakukan hal seperti itu."Aku tidak dapat menahan diri unt
"Aku nggak tahu detailnya. Johan baru saja menemuiku. Dia bertanya apakah bukti yang ada di tangan ayah mertuanya diberikan oleh kita.""Awalnya, aku nggak mengatakan apa-apa. Tapi, dia tiba-tiba menyebutmu. Dia bertanya apakah masalah ini ada hubungannya denganmu?""Aku menyuruhnya pergi. Tapi, aku ragu dia nggak akan menyerah begitu saja."Aku berkata dengan acuh tak acuh, "Yah sudah kalau dia tahu. Aku nggak takut padanya. Kalau dia nggak melakukan kesalahan, kenapa dia harus takut orang lain tahu?""Lebih baik kalau kamu bisa berpikir seperti ini. Tapi, kamu tetap harus berhati-hati. Dia mungkin akan diam-diam menargetkanmu.""Aku mengerti. Terima kasih, Bu Dora.""Omong-omong, bagaimana situasi klinik sepupuku sekarang?""Situasi aman. Aku di sini untuk menjaganya, jadi nggak ada yang berani membuat masalah."Aku mengobrol sebentar dengan Dora, lalu menutup telepon.Aku tidak terlalu memikirkan fakta bahwa Johan tahu bahwa aku sedang menyelidikinya.Aku akan melawan masalah yang m
Kiki adalah seorang pecinta kuliner. Saat mendengar tentang makanan, dia langsung melupakan semua yang terjadi sebelumnya.Setelah beberapa saat, aku melihat Kiki muncul. Namun, Sharlina juga turun bersama Kiki.Sharlina berkata kepadaku dengan malu, "Kak Edo, aku kesiangan hari ini. Bisakah kamu mengantarku?""Tentu saja boleh, masuklah ke mobil."Sekarang, setelah memiliki mobil, aku hanya perlu mengubah haluan saja.Kiki menguap dan berkata padaku, "Biarkan Sharlina duduk di kursi penumpang. Aku akan berbaring di belakang dan tidur sebentar."Setelah berkata, Kiki langsung duduk di kursi belakang. Tidak lama kemudian, dia mulai mendengkur lagi.Aku tak dapat menahan diri untuk berteriak, "Apa yang kamu lakukan tadi malam?""Aku nggak melakukan apa-apa, hanya berhubungan." Setelah Kiki berkata, dia menyadari bahwa Sharlina masih berada di dalam mobil.Dia merasa sangat canggung."Sharlina, bukan itu yang aku maksud. Yang aku maksud adalah .... Lupakan saja, aku mau tidur."Pipi Sharl
"Apa yang kamu pikirkan? Apa menurutmu kita mungkin menikah?""Sekalipun aku ingin menikah, aku nggak akan menikah denganmu. Aku akan menemukan seseorang yang memiliki kedudukan yang setara dan terhormat."Perkataan Jessy membuatku merasa sedikit tidak nyaman.Perkataan itu juga membuatku teringat pada kata-kata yang diucapkan ayahnya Lina.Suasana hatiku tiba-tiba menjadi sedikit sedih.Aku bahkan tidak mau berbicara.Jessy berbaring telentang di punggungku dan bertanya sambil tersenyum, "Kenapa? Kamu marah? Nggak senang?""Nggak ada gunanya kamu kesal. Karena apa yang aku katakan adalah kenyataan."Aku bertanya dengan berat hati, "Benarkah bagi orang kaya seperti kalian, orang miskin seperti kami nggak layak untuk bersanding dengan kalian?"Jessy menjelaskan dengan sabar, "Bukan begitu. Tapi, entah itu Kak Lina atau aku, saat menikah, kami nggak bisa hanya mempertimbangkan diri sendiri. Kami harus mempertimbangkan seluruh keluarga.""Sering kali orang seperti kami menikah bukan karen