Keheningan yang menyusul terasa mencekam. Jay menatap Vanya dengan tatapan tidak percaya, merasa dikhianati untuk kedua kalinya."Jadi," Jay akhirnya berkata. Suaranya dipenuhi kekecewaan dan amarah yang ditahan, "semua ini hanya tentang uang?"Jelas saja dia merasa dimanfaatkan oleh Vanya. Betapa bodohnya dia sempat iba dan ingin membantu.Vanya mencoba menjelaskan, "Bu-bukan gitu, Jay. Kami benar-benar membutuhkan bantuan dan—""Udah!" potong Jay, mengangkat tangannya. "Aku nggak ingin dengar lagi. Kamu tau, Vanya? Untuk sesaat tadi, aku benar-benar berpikir mungkin ada sedikit penyesalan kamu karena perlakuan kamu dan keluargamu ke aku dulunya. Tapi ternyata … kalian tetap nggak berubah!"Wajah Vanya menunjukkan penyesalan, tapi bukan karena apa yang dia dan keluarganya pernah lakukan ke Jay, melainkan menyesal karena kurang memilah kata yang bagus untuk meminta uang ke mantan suaminya.Jay berbalik, siap untuk pergi, tapi berhenti sejenak. Tanpa menoleh, dia berkata, "Aku akan men
Sementara Bella membawanya berkeliling, Jay terus memainkan perannya sebagai anak polos yang banyak bertanya. Dia sengaja menanyakan hal-hal yang terlihat tidak penting, tapi sebenarnya mengumpulkan informasi."Wah, klub ini besar sekali, ya Kak. Berapa lama udah berdiri?" tanya Jay. “Apa ada artis sering ke sini? Aku berharap bisa ketemu artis, Kak.”Bella menjawab santai, "Oh, Blizard udah ada sejak 5 tahun lalu. Tapi baru 2 tahun terakhir jadi hits banget."Jay mengangguk antusias. "Wah, keren! Pemiliknya pasti orang hebat ya, Kak?""Hm, soal pemilik sih ...." Bella terlihat ragu sejenak. "Yang jelas, bos besar jarang ke sini. Biasanya yang mengurus tempat ini Pak Marco."Jay menyimpan informasi ini dalam memorinya. Marco. Nama yang harus dia selidiki lebih lanjut.Saat mereka berjalan, beberapa wanita cantik lainnya bergabung dengan mereka. Kini Jay dikelilingi oleh empat wanita cantik yang terlihat sangat tertarik padanya."Aduh, jangan rebutan dong," canda Bella pada teman-teman
Eva yang paling agresif langsung memangkas jaraknya dari Jay sambil satu tangan mengelus paha Jay dengan gerakan seduktif.Jay tersenyum malu-malu. "Ah, Kak, aku ... aku nggak tau harus gimana. Ini … ini pertama kalinya aku ke tempat begini."Mata Jay mengkuti tangan Eva yang sudah mulai merambah bagian dalam pahanya.Tak mau kalah dari rekannya, Bella pun mengelus lembut bibir Jay. "Tenang aja, Jon sayang, kami akan membimbingmu."Bella mendekatkan bibirnya ke wajah Jay, ingin meraih bibir Jay. Sementara, elusan Eva di pangkal paha semakin intens hingga menyentuh benda pusaka Jay.Saat para wanita semakin liar, Jay tiba-tiba berdiri. "Ah, maaf, Kak! Aku ... aku ... aku harus ke toilet sebentar."Tapi Eva yang sudah bernapsu karena ketampanan dan kepolosan Jay, lekas berdiri juga dan menempelkan tubuhnya ke Jay. Tindakan itu diikuti Bella, Ocha, dan Fara. Mereka mengepung Jay dari berbagai arah dan menyentuh tubuh dan wajah Jay dengan gerakan sensual.“Ja-jangan, Kak!” Jay berlagak pa
“Huh! Kamu pikir hanya karena namamu Jon maka dirimu adalah King Jek Jon?” tukas Roger. “Bocah culun sepertimu sok ingin bertingkah seperti King Jek Jon! Ha ha ha!”Anak buahnya langsung ikut tertawa mengejek Jay dan terlihat semakin meremehkan dia.“Mana mungkin dia King Jek Jon, Bos! Mukanya aja masih kayak bocah yang kencingnya belum lurus! Ha ha ha!”Ejekan anak buah Roger membuat yang lain semakin menertawakan Jay.“Heh, bocah Jon! Lekas lakukan perintahku tadi!” teriak Roger.Teriakannya membuat orang yang ada di lorong menoleh dan memilih untuk menyingkir, tak mau terlibat.“Tidak mau. Jelas-jelas kamu yang sengaja menabrakku.” Jay tegas menolak.Mata Roger berkilat berbahaya. "Oh, kamu berani menolak perintahku, bocah? Sepertinya kamu perlu butuh diajari."Dia melayangkan tinjunya ke arah Jay, yakin bahwa pukulannya akan mengenai sasaran dengan telak. Namun, apa yang terjadi selanjutnya membuat semua orang terkesiap.“Aku nggak suka diatur oleh orang yang bahkan nggak tau cara
Jay tertawa dalam hati. Benar-benar tipikal preman jalanan yang tak tahu diri, membela saudara terlalu buta. “Luar biasa.”Dia menatap Marco dengan tenang, tidak terintimidasi oleh ukuran tubuhnya yang besar. "Logika yang menarik. Jadi menurutmu, jika adikmu menganggap bumi itu oval, maka semua orang harus setuju?"Marco menggertakkan giginya. "Jangan sok pintar kamu, bocah brengsek!""Aku nggak sok pintar," balas Jay. "Hanya mencoba memahami cara berpikirmu yang ... unik."Marco, pria kekar dengan bekas luka di wajahnya, menatap Jay dengan pandangan meremehkan."Bocah ingusan brengsek sepertimu berani-beraninya mengacau di klubku?" Marco mendengus. "Aku akan mengajarimu sopan santun."Jay hanya tersenyum tipis, posturnya tetap tenang. "Silakan coba, Kakak Marco."Marco menyerang dengan pukulan keras ke arah wajah Jay. Namun, dengan gerakan mulus bagai air mengalir, Jay memiringkan kepalanya sedikit, membuat tinju Marco hanya menyapu udara kosong."Terlalu lambat," komentar Jay santai
“Kak Nero!”“Bos Nero!”Marco dan Roger langsung menyambut Nero yang datang, diikuti anak buah masing-masing. Rombongan mereka segera keluar dari lorong untuk menghampiri Nero.Jay berjalan santai keluar dari lorong dan melangkah ke mereka yang sudah berkumpul di ruangan luas.“Kau! Apakah kau yang mengacau di sini?” tanya Nero.Sosok Nero yang setinggi hampir 2 meter dengan kulit sawo matang dan bekas luka di pipi kirinya, sangat terlihat intimidatif.Namun, Jay malah memberikan cengiran. “Iya, itu aku. Apakah ini yang dikatakan sebagai Bos Nero dari PhantomClaw?”Mata tajam Nero meneliti Jay dari atas sampai bawah, khawatir kalau-kalau Jay anak petinggi yang dia kenal. Tapi sepertinya dia tak pernah melihat bocah tampan culun itu di mana pun.Jangankan Nero, bahkan Erlangga yang sering berada di dekat Jay saja bisa terkecoh dengan penyamaran Jay, apalagi Nero yang ada di circle ketiga PhantomClaw!“Kamu! Jangan seenaknya menyebut PhantomClaw secara nggak hormat dengan mulut sialanmu
“Tak berani mengaku, ya?” Suara Jay bagaikan sembilu yang menyakitkan hati mereka dan menciutkan nyali hingga sebesar biji merica.Ratusan anggota PhantomClaw tertunduk takut ketika bos besar sedang marah seperti itu. Dengan tindakan tegas Jay pada Nero, itu sama saja sebuah pesan tegas dari sang bos besar untuk mereka semua.“Biar aku segarkan lagi ingatan kalian semua!” seru Jay sambil berdiri jumawa di tengah lapangan. “PhantomClaw bukan organisasi preman jalanan! Kita nggak memukul sembarang orang, apalagi hanya karena tersenggol atau nggak sengaja bertabrakan. Kita nggak serendah itu!”Hening di antara mereka, hanya ada suara Jay saja.“Udah berulang kali kubilang agar kalian semua lebih baik low profile, sembunyikan identitas kalian sebagai anggota PhantomClaw, nggak usah petantang-petenteng mirip preman pasar! Kalian di sini harusnya udah nggak di level itu! Hilangkan mental preman pasar dari diri kalian kalau udah masuk PhantomClaw! Kita hanya berurusan dengan orang-orang besa
Jay mendengarkan laporan Erlangga dengan seksama, matanya menyipit. "Black Virus? Bukankah mereka organisasi yang baru berdiri 2 tahun ini? Masih bayi dan mereka berani sekali mencoba mengambil alih teritori kita."Erlangga mengangguk serius. "Mereka sudah mulai memasuki beberapa area kita di pinggiran Jatayu, Bos. Informan kita melaporkan mereka membawa senjata dan mulai mengintimidasi pedagang lokal."Jay berdiri, berjalan ke arah jendela kantornya yang menghadap kota Jatayu."Berapa banyak orang yang mereka kirim?"Dia tak mungkin rela wilayahnya direbut pihak lain. Jatayu adalah area utama bermain mereka. Jatayu adalah warisan dari pemimpin-pemimpin terdahulu dan tak boleh hilang dalam kepemimpinan Jay."Sekitar 50 orang, Bos. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk menghindari kecurigaan."Sebagai kepala divisi keamanan, Erlangga bekerja dengan baik dan memberikan data akurat untuk bos besarnya.Jay mengangguk perlahan. "Cerdik. Tapi nggak cukup cerdik." Dia berbalik me