Jay menatap keluar jendela, pikirannya berkecamuk memikirkan langkah selanjutnya. Dia tahu bahwa Viktor dan TechNova bukanlah lawan yang bisa diremehkan. Mereka pasti akan melakukan segala cara untuk menghentikan Arcapada, bahkan jika itu berarti menggunakan taktik kotor.
"Erlangga," panggil Jay lagi, "pastikan keamanan semua karyawan kita diperketat. Aku khawatir Viktor mungkin akan mencoba sesuatu yang lebih berbahaya."
Erlangga mengangguk, "Sudah saya antisipasi, Bos. Tim keamanan kita sudah dalam kondisi siaga penuh."
Sementara itu, di sebuah sudut kota yang tersembunyi, Viktor bertemu dengan seorang pria berpenampilan mencurigakan. Mereka berbicara dengan suara rendah, memastikan tidak ada yang bisa menguping pembicaraan mereka.
"Aku ingin kau melakukan apa pun yang diperlukan untuk menghentikan proyek Arcapada," ujar Viktor dengan nada dingin. "Gunakan cara apa pun, tapi jangan sampai ada jejak yang mengarah padaku."
Pria itu mengangguk pelan
"Saya harap panggilan ini tidak mengganggu waktu Anda, Profesor X."Jay berbicara sembari tersenyum sambil membayangkan sosok Profesor X di seberang sana."Jek? Ini benar kau? Ha ha! Sungguh kejutan yang menyenangkan. Sudah lama sekali, boy!" sapa suara berat dengan aksen Jorgandia yang kental."Profesor," Jay tersenyum lebih lebar setelah mendengar suara di seberang. "Rasanya rindu berbincang dengan Anda."Xavier Alaric, atau yang lebih dikenal sebagai Profesor X, adalah seorang ahli strategi dan mantan penasihat pemerintah Jorgandia. Dia pernah diselamatkan oleh Jay atas perintah Hagar, pemimpin terdahulu PhantomClaw. Sejak saat itu, Xavier menjadi semacam mentor bagi Jay, mengajarinya banyak hal tentang strategi dan politik."Strategi yang kamu kemukakan itu sudah bagus dan tepat, Jek. Aku yakin kau bisa mengeksekusinya dengan sangat baik, seperti biasanya, bukan? Ha ha ha ...." Profesor X tertawa santai.Jay alias Jek Jon memang
“Namun, saya telah belajar dari pengalaman itu dan menggunakannya sebagai motivasi untuk berbuat lebih baik."Dengan ucapan itu, Erlangga menghela napas lega secara perlahan. Tentu saja, mana mungkin Jay akan menguak mengenai keterlibatan PhantomClaw atas dirinya dan juga Supreme NeoTech?!Jay kemudian melanjutkan dengan cerdas, "Supreme NeoTech dan Arcapada adalah bukti nyata dari komitmen saya untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Kami fokus menciptakan teknologi yang bermanfaat dan lapangan kerja yang layak. Saya rasa, yang terpenting bukanlah dari mana kita berasal, tapi ke mana kita akan pergi dan apa yang kita lakukan untuk masyarakat."Mendengar ini, para wartawan banyak yang mengangguk setuju. Permasalahan di negara ini memang masih berkutat mengenai perkembangan teknologi dan lapangan kerja yang terbatas, dan Jay menawarkan solusi untuk keduanya.Kemudian, Jay mengalihkan fokus pada proyek Arcapada, "Mari kita bicarakan tentang hal-hal yang benar-benar penting.
Jay berjalan ke arah pagar dengan langkah berat, matanya menatap tajam ke arah Vanya. Ketika dia sampai, dia tidak repot-repot menyapa. Bahkan dia tidak membukakan pagar untuk mantan istrinya."Apa maumu?" tanya Jay dengan nada dingin.Vanya tersentak mendengar nada suara Jay. Belum pernah dia mengetahui sisi Jay yang seperti itu."Jay, aku ... aku perlu bantuanmu." Vanya berusaha menebalkan tekadnya. Dia harus mendapatkan sesuatu dari Jay. Memangnya Jay yang biasanya patuh padanya tidak jatuh iba melihat dia dalam kondisi ini?"Oh, minta bantuanku? Lalu ... ke mana Om Deri yang kamu dan ibumu bangga-banggakan?" Jay memberikan tatapan jenaka namun berbahaya saat dia menyindir.Vanya terhenyak atas sindiran itu. Matanya bergerak gelisah saat Jay menyebut nama pria yang menjadi penyebab dia menceraikan Jay."Dia ... jangan sebut lagi nama orang brengsek itu!" Vanya setengah berteriak. "Dia bajingan!"Ucapan Vanya tentu saja menerbitkan senyuman kecil di wajah tampan Jay."Oh? Bukankah
Keheningan yang menyusul terasa mencekam. Jay menatap Vanya dengan tatapan tidak percaya, merasa dikhianati untuk kedua kalinya."Jadi," Jay akhirnya berkata. Suaranya dipenuhi kekecewaan dan amarah yang ditahan, "semua ini hanya tentang uang?"Jelas saja dia merasa dimanfaatkan oleh Vanya. Betapa bodohnya dia sempat iba dan ingin membantu.Vanya mencoba menjelaskan, "Bu-bukan gitu, Jay. Kami benar-benar membutuhkan bantuan dan—""Udah!" potong Jay, mengangkat tangannya. "Aku nggak ingin dengar lagi. Kamu tau, Vanya? Untuk sesaat tadi, aku benar-benar berpikir mungkin ada sedikit penyesalan kamu karena perlakuan kamu dan keluargamu ke aku dulunya. Tapi ternyata … kalian tetap nggak berubah!"Wajah Vanya menunjukkan penyesalan, tapi bukan karena apa yang dia dan keluarganya pernah lakukan ke Jay, melainkan menyesal karena kurang memilah kata yang bagus untuk meminta uang ke mantan suaminya.Jay berbalik, siap untuk pergi, tapi berhenti sejenak. Tanpa menoleh, dia berkata, "Aku akan men
Sementara Bella membawanya berkeliling, Jay terus memainkan perannya sebagai anak polos yang banyak bertanya. Dia sengaja menanyakan hal-hal yang terlihat tidak penting, tapi sebenarnya mengumpulkan informasi."Wah, klub ini besar sekali, ya Kak. Berapa lama udah berdiri?" tanya Jay. “Apa ada artis sering ke sini? Aku berharap bisa ketemu artis, Kak.”Bella menjawab santai, "Oh, Blizard udah ada sejak 5 tahun lalu. Tapi baru 2 tahun terakhir jadi hits banget."Jay mengangguk antusias. "Wah, keren! Pemiliknya pasti orang hebat ya, Kak?""Hm, soal pemilik sih ...." Bella terlihat ragu sejenak. "Yang jelas, bos besar jarang ke sini. Biasanya yang mengurus tempat ini Pak Marco."Jay menyimpan informasi ini dalam memorinya. Marco. Nama yang harus dia selidiki lebih lanjut.Saat mereka berjalan, beberapa wanita cantik lainnya bergabung dengan mereka. Kini Jay dikelilingi oleh empat wanita cantik yang terlihat sangat tertarik padanya."Aduh, jangan rebutan dong," canda Bella pada teman-teman
Eva yang paling agresif langsung memangkas jaraknya dari Jay sambil satu tangan mengelus paha Jay dengan gerakan seduktif.Jay tersenyum malu-malu. "Ah, Kak, aku ... aku nggak tau harus gimana. Ini … ini pertama kalinya aku ke tempat begini."Mata Jay mengkuti tangan Eva yang sudah mulai merambah bagian dalam pahanya.Tak mau kalah dari rekannya, Bella pun mengelus lembut bibir Jay. "Tenang aja, Jon sayang, kami akan membimbingmu."Bella mendekatkan bibirnya ke wajah Jay, ingin meraih bibir Jay. Sementara, elusan Eva di pangkal paha semakin intens hingga menyentuh benda pusaka Jay.Saat para wanita semakin liar, Jay tiba-tiba berdiri. "Ah, maaf, Kak! Aku ... aku ... aku harus ke toilet sebentar."Tapi Eva yang sudah bernapsu karena ketampanan dan kepolosan Jay, lekas berdiri juga dan menempelkan tubuhnya ke Jay. Tindakan itu diikuti Bella, Ocha, dan Fara. Mereka mengepung Jay dari berbagai arah dan menyentuh tubuh dan wajah Jay dengan gerakan sensual.“Ja-jangan, Kak!” Jay berlagak pa
“Huh! Kamu pikir hanya karena namamu Jon maka dirimu adalah King Jek Jon?” tukas Roger. “Bocah culun sepertimu sok ingin bertingkah seperti King Jek Jon! Ha ha ha!”Anak buahnya langsung ikut tertawa mengejek Jay dan terlihat semakin meremehkan dia.“Mana mungkin dia King Jek Jon, Bos! Mukanya aja masih kayak bocah yang kencingnya belum lurus! Ha ha ha!”Ejekan anak buah Roger membuat yang lain semakin menertawakan Jay.“Heh, bocah Jon! Lekas lakukan perintahku tadi!” teriak Roger.Teriakannya membuat orang yang ada di lorong menoleh dan memilih untuk menyingkir, tak mau terlibat.“Tidak mau. Jelas-jelas kamu yang sengaja menabrakku.” Jay tegas menolak.Mata Roger berkilat berbahaya. "Oh, kamu berani menolak perintahku, bocah? Sepertinya kamu perlu butuh diajari."Dia melayangkan tinjunya ke arah Jay, yakin bahwa pukulannya akan mengenai sasaran dengan telak. Namun, apa yang terjadi selanjutnya membuat semua orang terkesiap.“Aku nggak suka diatur oleh orang yang bahkan nggak tau cara
Jay tertawa dalam hati. Benar-benar tipikal preman jalanan yang tak tahu diri, membela saudara terlalu buta. “Luar biasa.”Dia menatap Marco dengan tenang, tidak terintimidasi oleh ukuran tubuhnya yang besar. "Logika yang menarik. Jadi menurutmu, jika adikmu menganggap bumi itu oval, maka semua orang harus setuju?"Marco menggertakkan giginya. "Jangan sok pintar kamu, bocah brengsek!""Aku nggak sok pintar," balas Jay. "Hanya mencoba memahami cara berpikirmu yang ... unik."Marco, pria kekar dengan bekas luka di wajahnya, menatap Jay dengan pandangan meremehkan."Bocah ingusan brengsek sepertimu berani-beraninya mengacau di klubku?" Marco mendengus. "Aku akan mengajarimu sopan santun."Jay hanya tersenyum tipis, posturnya tetap tenang. "Silakan coba, Kakak Marco."Marco menyerang dengan pukulan keras ke arah wajah Jay. Namun, dengan gerakan mulus bagai air mengalir, Jay memiringkan kepalanya sedikit, membuat tinju Marco hanya menyapu udara kosong."Terlalu lambat," komentar Jay santai