Dua pengintai itu menyadari bahwa peluang untuk melarikan diri dari kejaran pengawal bayangan keluarga Clark kian menipis."Jin, sepertinya kita benar-benar terjebak kali ini," ucap pengintai yang lebih tua dengan nada berat, sambil mengeluarkan sebuah belati dari lipatan jubahnya.Gagang belati itu berukiran Kalajengking hitam yang mengintimidasi, menunjukkan bahwa pemiliknya adalah orang yang tidak bisa dianggap remeh.Pria yang lebih muda, yang dipanggil Jin, tersenyum sinis sambil menghela napas. "Tidak ada pilihan lain, Kakak. Kita harus melawan mereka," katanya tegas, sambil mengeluarkan belati serupa dari balik jubahnya.Mereka berdiri berdampingan, memegang belati erat-erat, menghadapi para pengawal bayangan yang mendekat. Mulut mereka bergerak cepat, merapalkan mantra yang misterius. Tak lama, tanda kutukan hitam menjalar keluar dari tato di punggung tangan mereka, menyelimuti tubuh mereka hingga wajah mereka pun tertutupi oleh
Renz dan Nomi menatap Jin dengan tatapan tidak percaya, padahal pria itu telah terkena belasan kali tinju angin, tetapi dia masih bisa berdiri juga. "Nomi, biar aku yang menghadapinya," ucap Renz sembari berdiri didepan Nomi, tahu kalau rekannya itu sudah hampir kehabisan energi spiritual. "Hati-hati Renz, tubuhnya benar-benar sangat Kuat," ucap Nomi yang sedang memegangi dadanya. Renz mengangguk mengerti, dia menghunuskan pedangnya ke depan, walau tahu lawannya sangat kuat tak terlihat dia tak tampak gentar sedikit pun. Cahaya dari pedang Renz berkilau tajam, mencerminkan determinasi yang menggebu di matanya. "Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan apa yang kami lindungi!" teriak Renz dengan penuh semangat. Jin, dengan wajah yang sudah memar dan bercak darah di bibirnya, tersenyum sinis. "Kau pikir kau bisa menghentikanku dengan pedangmu itu?" ejeknya, suaranya serak karena pukulan yang telah diterimanya. Dengan langkah mantap, Renz memajukan diri, pedangnya siap menga
Di saat Rekan Jin tengah dilanda kebingungan akibat racunnya yang berhasil dikeluarkan oleh teknik ajaib Vincen, tiba-tiba saja sosok Vincen muncul di hadapannya dengan kecepatan luar biasa.Swut!Duak!Pukulan mematikan Vincen berhasil mendarat dengan sempurna di wajah Rekan Jin, yang seketika terhempas jauh ke belakang dengan kecepatan tinggi.Bruak!Tubuh pria itu dengan kerasnya menghantam sebuah tong sampah di pinggir trotoar jalan hingga tong tersebut hancur berantakan. Beberapa serpihan tong sampah melukai tubuhnya, meninggalkan bekas goresan di kulitnya.Rekan Jin yang mencoba bangkit dengan cepat. Namun, belum sempat berdiri, Vincen sudah melompat ke arahnya dan menekan dadanya dengan lutut yang kuat.Duak!"Hoek!" Pria itu terpaksa menyemburkan seteguk darah dari mulutnya, dia menatap Vincen dengan penuh penyesalan, sebelum akhirnya kehilangan kesadaran.Vincen perlahan beranjak dari tubuh Rekan Jin yang tak berdaya, dia menghirup napas dalam-dalam dan kemudian membuangnya p
Bersamaan dengan pengakuan Vincen yang menolak perasaan Selena, Noel yang dihubungi lebih awal oleh Vincen, muncul di pintu apartemen. Alangkah terkejutnya Noel ketika melihat Selena berada di sana, dan seketika itu juga, ia berniat untuk mundur perlahan. Namun, Vincen yang melihat Noel, menahannya dengan tegas. "Paman, tolong minta orangmu untuk mengantarkan Selena pulang," ucap Vincen dengan suara yang dingin dan tanpa perasaan, sebelum dia berjalan keluar, meninggalkan Selena sendirian.Noel tampak linglung, ketidakpastian terpancar jelas di wajahnya, apalagi melihat Selena yang kini duduk terdiam dengan air mata yang mengalir deras, menyayat hatinya. Namun, Noel tahu dia tidak bisa menentang perintah sang tuan muda. Dengan langkah berat, dia mendekati Selena yang membatu di sofa, terhanyut dalam derai air mata yang mengkilap terpantul oleh cahaya lampu apartemen Vincen. Noel, yang hatinya teriris melihat penderitaan di mata Selen
Malam itu, udara dingin masih menyelimuti jalanan yang sepi. Namun, suasana hening seketika pecah ketika terdengar deru mesin tronton yang melaju kencang, ditumpangi oleh pengawal keluarga Clark. Tanpa ampun, tronton tersebut menabrak mobil hitam itu dari samping dengan kekuatan penuh, membuatnya terpental dan berputar beberapa kali sebelum akhirnya terhenti dengan kondisi hancur. Kaca-kaca pecah berserakan, dan asap mulai mengepul dari kap mesin yang remuk.Pengemudi tronton, seorang pria berpostur besar, segera keluar dengan wajah yang tegang namun penuh konsentrasi. Dia lalu berseru dengan tegas, "Habisi mereka sekarang!"Perintah tersebut telah dinantikan oleh Sebastian, yang juga telah menunggu di sana bersama bawahannya.Dengan gerakan yang terlatih, Sebastian melemparkan granat ke arah mobil yang hancur itu.Duar! Duar!Ledakan beruntun terdengar memekakkan telinga, api dan asap membubung tinggi, menyulut langit yang tadinya cerah. Serpihan-serpihan mobil Dark Scorpion berserak
Vincen mengamati dengan saksama saat Noel, pengawal sekaligus sopirnya, berteriak dan terjatuh pingsan, mengira sosok yang mereka temui adalah hantu.Di tengah keheranannya, Vincen segera keluar dari mobil begitu menyadari bahwa sosok misterius itu adalah pria sepuh yang menyembuhkannya."Salam tuan," sapa Vincen dengan nada hormat seraya menundukkan kepala.Pria sepuh itu membalas dengan senyuman hangat, mengelus jenggot putih panjangnya. "Akhirnya kamu datang juga," katanya lembut. Vincen, dengan rasa penasaran yang memuncak, melihat sekeliling dan bertanya, "Tuan, di mana Anda tinggal? Tidak ada rumah di sekitar sini, hanya ada pohon dan bebatuan saja."Tanpa banyak kata, pria sepuh itu menunjuk ke sebuah gubuk yang nyaris tersembunyi di balik semak-semak. "Di sana," jawabnya sambil memulai langkah perlahan menuju ke gubuk. Vincen berdiri sejenak, ragu, melirik ke arah Noel yang masih tak sadarkan diri di dalam mobil. Jangan khawatir, pikirnya, tetapi belum sempat kata-kata itu
Vincen merasa penasaran yang tak terbendung tentang siapa sosok pria sepuh di hadapannya, terlebih ketika pria itu memiliki foto Ibunya sewaktu masih muda. Namun, alih-alih menjawab rasa penasaran Vincen, pria sepuh itu hanya tersenyum misterius. "Aku akan memberitahumu nanti," katanya lembut. "Yang terpenting sekarang, aku akan mengajari kamu teknik Pengendalian Darah terlebih dahulu, bukankah itu tujuanmu ke sini?" Vincen seakan tercekat, ingin mengungkapkan perasaannya, tapi pria sepuh itu kembali menyela. "Bawahanmu, sudah sadar. Pergilah menjemputnya dan bawalah dia kemari. Kita akan memulai latihan besok," ucapnya dengan tegas sebelum berlalu masuk ke kamar. Meskipun penasaran, Vincen sadar bahwa dia tak bisa memaksa pria sepuh itu untuk berbicara. Lagipula, dia akan tinggal di sana, sehingga akan ada banyak waktu untuk mengenal sosok misterius tersebut. Dengan langkah pasti, Vincen keluar dari gunung tua itu dan berjalan ke mobil untuk
Mendengar kabar dari Sebastian bahwa jejak Vincen sudah terlacak, suasana hati Pak Tua Clark dan Veronica seketika berubah menjadi bersemangat. "Apa? Benarkah, Sebastian? Dimana sekarang dia?" tanya Pak Tua Clark dengan nada penuh harap. "Iya Paman, tolong beritahu kami, dimana Vincen sekarang?" timpal Veronica dengan penuh antusiasme.Sebastian segera mengaktifkan tabnya dan memperlihatkan video rekaman CCTV terakhir yang menunjukkan mobil Vincen melaju dengan cepat. Pak Tua Clark dan Veronica menatap layar tab dengan penuh perhatian, seolah-olah ingin segera melompat ke dalam gambar dan menemui Vincen."Tuan besar, jalan yang dilalui mobil tuan muda tersebut mengarah ke jalanan terjal gunung Piek. Di sana tidak ada pemukiman warga sama sekali, sehingga jejak tuan muda hilang di sana," jelas Sebastian dengan nada serius. Kening Pak Tua Clark mengerut dalam kebingungan. "Jadi maksudmu, Vincen pergi ke gunung Piek?" tanyanya dengan nada ingin memastikan. Sebastian mengangguk pelan
Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya
Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit
Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi
Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s
Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek
Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,
Sementara itu, di kediaman keluarga Clark, suasana hati para penghuni rumah sedang riang gembira. Vincen menemui keluarga pujaan hatinya, Veronica, ditemani oleh Nenek Elma yang kini menjadi wali untuknya."Kami semua sudah sepakat untuk menggelar pernikahan mereka berdua satu Minggu lagi, bagaimana pendapat Anda, Nyonya Ritsu?" tanya Pak Tua Shancez dengan penuh antusias, sebagai wakil pembicaraan keluarga Shancez."Jika itu keinginan kalian, aku tidak keberatan sama sekali. Malahan, aku juga ingin segera memiliki cicit dari mereka berdua," jawab Elma sambil tersenyum hangat, melirik Vincen dan Veronica yang duduk bersebelahan.Semua anggota keluarga Shancez tersenyum bahagia, merasa lega karena tidak ada penolakan dari pihak keluarga Vincen.Veronica terlihat sangat bahagia. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dia akan dapat bersanding dengan pria yang telah mencuri hatinya selama ini.Mereka pun melanjutkan obrolan dengan santai, sambil menikmati hidangan makan malam yang lezat.
Matahari terbenam perlahan, memberikan cahaya temaram yang melapisi bukit pinggiran kota Helsia.Solomon dan para bawahannya bergerak cepat saat sudah sampai diwilayah tujuan, menuruni jalan setapak yang berliku, memenuhi perintah Vincen. Daun-daun kering berderak di bawah tapak sepatu mereka, mengumumkan kedatangan mereka kepada siapa pun yang mungkin mendengar.Di kejauhan, Solomon melihat siluet Lotar, Harley, dan Face yang bersembunyi di balik semak-semak, mengintai gerak-gerik kelompok pemuja kekuatan Iblis. Mereka tampak tegang, mata mereka tajam mengawasi setiap gerakan yang mencurigakan.Solomon memberi isyarat kepada bawahannya untuk bergerak lebih hati-hati. Mereka merunduk, menghindari siluet yang bisa terlihat oleh musuh. Udara dingin malam semakin menambah ketegangan.Sesampainya di posisi yang lebih dekat, Solomon dan timnya bergabung dengan Lotar dan yang lainnya. Lotas berbisik. "Ada dua belas orang yang kemungkinan akan melakukan ritual di sana," ujarnya sambil menun
Harley pun akhirnya setuju untuk bersembunyi, walau sebenarnya dia ingin bertarung dengan orang-orang tersebut.Mereka segera mencari tempat persembunyian yang aman di ruangan tersebut. Lotar melirik ke sekeliling, menemukan ruang kecil di belakang tumpukan kotak kayu tua. Ia memberi isyarat pada Harley dan Face untuk mengikutinya ke sana."Ssst, jangan berisik," bisik Lotar saat mereka memasuki ruang kecil itu, bersembunyi di balik kotak-kotak kayu.Harley dan Face menahan napas, mencoba untuk tidak membuat suara apa pun. Mereka melihat sekelompok orang berpakaian hitam itu berkumpul di tengah ruangan, berbicara dengan suara yang pelan dan serius. Lotar mencoba untuk mendengarkan percakapan mereka, mencari informasi penting yang bisa digunakan nanti.Salah satu orang berpakaian hitam melihat ke arah tempat mereka bersembunyi, membuat jantung Lotar berdegup kencang. Namun, untungnya orang itu tidak mendekati mereka dan melanjutkan percakapannya dengan yang lain.Tiba-tiba, seorang pr