Dalam sekejap, tubuh Noel terhempas dengan keras, menabrak dinding akibat pukulan dahsyat Baron. Rasa sakit yang begitu hebat mendera seluruh tubuhnya, terutama di bagian punggung dan dada yang terasa seperti dihancurkan. Noel meringis kesakitan, tangannya menggapai wajahnya untuk menghapus darah yang keluar dari sudut bibirnya. "Lihatlah, kau masih seperti dulu, Noel. Sampai kapanpun kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku," ucap Baron dengan tatapan sinis yang menusuk. Senyum jahatnya membuat Noel semakin membakar amarah dan keinginan untuk membuktikan bahwa dia bisa mengalahkan Baron. Noel menggertakkan giginya, menahan rasa sakit dan amarah yang memuncak. Dia menatap tajam Baron dengan mata yang berkobar, menunjukkan tekad yang tidak bisa dihancurkan oleh siapapun. Dengan perlahan, Noel menghentakkan tangan besinya ke tanah, mengumpulkan kekuatan yang tersisa dalam tubuhnya untuk bangkit berdiri kembali. "Hoooh, kau masih bisa berdiri ternyata," ejek Baron dengan na
Kekuatan Vincen dan Baron tampak sama kuatnya, mereka saling menyerang satu sama lain dengan kecepatan luar biasa.SwuzzDuar! Duar!Vincen dan Baron terhempas bersamaan saat pukulan mereka saling mengenai satu sama lain, hingga keduanya terhempas kebelakang menabrak dinding.Vincen bergegas berdiri, dia menatap Baron dengan seksama. "Kekuatan yang luar biasa, bahkan kecepatannya hampir melampaui kecepatanku," gumamnya dalam hati sambil mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya.Baron juga tampak mengalami hal serupa dengan Vincen. "Darimana bocah ini mempelajari teknik pernapasan alam? Apakah dia murid Solomon?" gumam Baron dalam hati merasa Vincen lawan yang tangguh.Keduanya memasang kuda-kuda secara bersamaan, mereka berdua kemudian melesat dengan cepat ke arah satu sama lain.SwuzzGelombang angin tercipta saat hentakan kaki keduanya melesat begitu cepat. Menerbangkan debu-debu yang ada disekitar mereka.Duak! Duak!Pukulan dan tendangan mereka saling beradu lagi, keduanya m
Vincen berjalan cepat, membuka pintu ruangan kerja Kakeknya dengan tiba-tiba. Tanpa menunggu, Vincen langsung menghampiri mereka berdua, wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa kalian mengenal orang-orang itu?" tanya Vincen dengan nada penuh penekanan, ingin segera memastikan kebenaran. Sebastian tampak gugup, menundukkan kepalanya, dan tidak berani menjawab pertanyaan Vincen. Sementara itu, Pak Tua Clark menghela napas panjang sebelum membuka suara. "Sebastian, tinggalkan kita berdua," perintahnya dengan nada yang tegas namun lembut. "Baik tuan besar," jawab Sebastian patuh. Dengan langkah ragu, ia meninggalkan ruangan tersebut, menutup pintu di belakangnya. Setelah Sebastian telah meninggalkan ruangan, hanya Vincen dan kakeknya yang tersisa. Vincen segera bertanya dengan rasa ingin tahu yang mendalam. "Jelaskan semuanya Kek, siapa orang-orang yang memiliki kekuatan luar biasa dan siapa keluarga Clarkson!"
Vincen tidak mengetahui kalau sekarang bukan hanya tahtanya saja yang sedang di incar, tetapi nyawanya juga dalam bahaya, mengingat Lehman memerintahkan seseorang yang sangat kejam.Di ruangan Vincen, tampak pria itu sedang duduk di kursinya sambil menatap keluar jendela, mencoba memahami apa yang sedang terjadi pada kehidupannya sekarang."Kenapa mereka baru muncul sekarang? Bukankah jika mereka ingin menguasai harta Kakek, harusnya sudah bergerak sebelum kemunculanku? Seharusnya itu lebih mudah untuk mereka," gumam Vincen yang penasaran dengan tindakan keluarga Clarkson. Mata Vincen membelalak. "Tunggu dulu, bukankah Kakek mencariku setelah di vonis hidupnya tidak lama lagi? Apa mereka mengetahuinya?"Vincen yakin jika keluarga Clarkson pasti mengetahui hal tersebut, sebelum semuanya jatuh ke tangannya, mereka mencoba untuk merebut terlebih dahulu.Karena itulah mereka butuh tanda tangan dirinya atau bukti lainnya, mereka sadar jika Vincenlah sumber masalah mereka untuk mendapatkan
Vincen melangkah keluar dari ruangannya, ekspresi serius menghiasi wajahnya. Sebastian sudah siap menunggu di depan pintu, badannya membungkuk dalam hormat. "Apa Paman sudah menghubunginya?" tanya Vincen sambil melangkah, kepalanya menatap kedepan berpikir keras. "Sudah, Tuan Muda. Dia mulai menggerakkan bawahannya sesuai perintah Anda," jawab Sebastian mantap, langkahnya seirama dengan Vincen."Bagus," Vincen menggenggam tangannya erat, "Jika Red Channel berpikir bisa bermain-main denganku, akan kubuat dia terjebak dalam permainan ini."Ungkapan penuh tekanan itu membuat Sebastian merasa seperti terpental kembali ke masa lalu, saat Pak Tua Clark muda tak membiarkan siapa pun mengusik kehidupan mereka. Dia memandangi punggung Vincen sambil merasakan denyut kebanggaan mendalam. 'Tuan besar, darah Anda mengalir deras di tubuh Tuan Muda. Anda tak perlu khawatir soal perusahaan,' gumam Sebastian dalam hati, senyuman mengembang di sudut bib
Vincen baru saja melangkah keluar dari lift lobi Central Clark Capital, langkahnya terhenti saat melihat Selena berdiri tak jauh dari situ. Ia bersikap biasa saja, melanjutkan langkahnya, berharap Selena tidak menyadari kehadirannya.Namun, nasib berkata lain. Selena menoleh dan menatap Vincen dengan tatapan tajam. Vincen merasa tidak nyaman dengan tatapan itu, namun ia tetap berusaha melanjutkan langkahnya.Tiba-tiba, Selena melangkah cepat menghadang Vincen, membuat pria itu terpaksa menghentikan langkahnya dan menatap Selena dengan muka cemberut.Selena menatap Vincen dengan tatapan tajam, lalu berkata, "untuk perkataanmu yang mengatakan semua wanita sama, memang itu benar adanya. Karena sejatinya wanita tidak mau diajak hidup susah. Namun, kamu juga harus tahu, di antara wanita yang seperti itu, masih ada wanita yang rela hidup susah demi pria yang mereka cintai."Vincen terdiam, menatap Selena dengan alis bertaut. Selena melanjutkan. "Jadi, sebelum kamu menghakimi dan menggeneral
Negara Parszcak, tepatnya di ruang CEO Adelray Grup, terdapat tiga orang yang sedang saling berhadapan.Calvert Adelray, pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih, duduk dengan tenang di kursi CEO. Dia adalah Ayah Zaky Adelray. Di sebelahnya, terdapat seorang asisten yang sedang berdiri mengamati.Sementara di seberang, tampak Paman Veronica, Doma Sanchez, pria berusia 40-an yang memiliki jenggot tebal dan raut wajah yang tegas."Doma, aku sudah meminta anakku untuk pulang dari Aldasia, kita tidak perlu memperpanjang masalah ini, bukan?" tanya Calvert dengan nada dingin yang menusuk. Ia menatap Doma dengan ekspresi datar, seolah tak ada rasa takut sedikit pun terhadap pria yang berada di hadapannya.Doma mencibir, matanya menyala penuh amarah. "Jika aku tidak datang kemari, kau dan anakmu pasti akan bertingkah seolah dia yang terkuat di Parszcak, ingatlah Calvert, Keluarga Sanchez masih berkuasa di sini," ujarnya dengan suara yang keras dan
Pelayan wanita itu berjalan mendekti meja dengan langkah gontai. Saat Vincen dan Veronica langsung menoleh bersamaan.Wajah Vincen berubah menjadi dingin saat melihat pelayan tersebut yang tidak lain adalah Lidia, mantan Istrinya.Lidia menaruh pesanan mereka di meja dengan sikap profesional, lalu berkata dengan suara ragu."Silahkan dinikmati." Dia bergegas meninggalkan tempat tersebut, namun langkahnya terhenti ketika Vincen berkata dengan nada sinis, "Kenapa, apa kau malu bekerja di tempat seperti ini, dan bertemu denganku?"Lidia berhenti melangkah, tubuhnya terasa kaku seketika. Dia memegang nampan erat di tangannya, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. Dia tidak mengira akan bertemu dengan Vincen di tempat ini, apalagi saat dia sedang bekerja sebagai pelayan."Kau mengenalnya?" tanya Veronica penasaran, sembari menatap pelayan tersebut.Namun, Vincen tidak mendengarkannya. Dia terus menatap Lidia dengan tatapan tajam, membuat Lidia semakin merasa terpojok. Lidia menundu