Vincen merasa gelisah ketika ia menyaksikan Veronica memuntahkan seteguk darah hitam pekat saat menjalani proses penyembuhan. Hatinya seolah tersayat melihat wanita yang dicintainya tampak tersiksa. Namun, sebelum dia bisa mendekati Veronica, Lotar segera menghalanginya.
"Tenanglah, Vincen. Darah hitam itu hanyalah akibat dari darah kotor yang bercampur dengan energi sihir hitam yang mengikat tubuhnya," jelas Lotar dengan tenang, seraya menatap Veronica yang tengah dirawat oleh istrinya.Dalam kekhawatiran, Vincen menatap Lotar dengan mata berkaca-kaca. "Kakek, apakah Veronica akan pulih sepenuhnya?" tanyanya dengan suara bergetar.Lotar mendengar Vincen memanggilnya dengan sebutan 'Kakek' dan menoleh ke arahnya. Dia memperhatikan wajah cucunya dengan tatapan hangat, dan mengangguk pelan serta senyum tipis terukir di sudut bibirnya, seolah menenangkan hati Vincen yang cemas.Vincen merasa lebih tenang, walaupun di dalam hatinya ia tetap khawatirApartemen Vincen tampak hancur berantakan akibat ledakan granat yang mengguncang seluruh ruangan. Vincen berusaha sekuat tenaga melindungi Kakek dan Neneknya, merangkul mereka erat saat mendorong tubuh mereka agar terhindar dari dampak ledakan yang mengerikan.Dalam sekejap, Vincen mengaktifkan teknik Pengendalian Darah menggabungkannya dengan teknik Pernapasan Alam, membuat kemampuan bertarungnya meningkat secara drastis."Kalian jaga Veronica," perintah Vincen dengan nada tegas dan wajah serius. "Aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini."Lotar menatap Vincen dengan tatapan penuh kepercayaan dan mengangguk mengerti. "Hati-hati, Nak," ucapnya lembut, menyemangati Vincen.Elma, yang sangat khawatir, tampak ingin menahan Vincen. Namun, Lotar menggelengkan kepala pada istrinya, memberi isyarat agar Elma percaya pada kemampuan Vincen.Dengan tatapan serius, wanita tua itu menatap suaminya. Lotar hanya mengangguk, seolah memb
Dua sosok kekar yang dipanggil oleh pria yang terlihat lemah itu segera melancarkan serangan balasan ke arah Vincen, begitu pria itu mengangkat tangannya, seakan mereka telah menguasai bahasa tubuh tuannya.Namun, Vincen sama sekali tak merasa gentar. Ia segera melesat ke arah kedua sosok kekar tersebut dengan kecepatan mengagumkan.Swut!Duak!Pukulan Vincen berhasil membuyarkan serangan kedua sosok kekar itu, membuat mereka terpental ke belakang. Tangan Vincen berubah menjadi merah menyala ketika ia memusatkan teknik pengendalian darah ke tangannya.Swut!Pral!Kecepatan gerakan Vincen begitu luar biasa, sehingga ia dengan mudah melancarkan serangan memotong ke arah kedua tangan sosok kekar itu. Dalam sekejap, tekniknya berhasil melukai kedua sosok tersebut.Kedua sosok bertubuh kekar itu terpaksa mundur beberapa langkah ketika masing-masing dari mereka kehilangan satu tangannya, yang telah terpotong oleh Vinc
Sementara itu, di gedung firma hukum keluarga Clark, Nelson melangkah dengan langkah tegap menuju ruang pertemuan.Di ruangan tersebut, Luth dan Lambert yang ditugaskan mengurus perpindahan semua aset Pak Tua Clark sudah menunggu Nelson di sana.Bruak!Nelson menggebrak meja dengan tangan kanannya, suara kerasnya membahana di seluruh ruangan.Luth dan Lambert yang sedang melihat dokumen-dokumen, langsung terlonjak kaget oleh aksi tiba-tiba Nelson."Apa saja yang kalian kerjakan, hanya mengurus perpindahan nama saja apa susahnya?! Paman Tielman juga sudah setuju dan tanda tangan untuk perpindahan nama ini!" teriak Nelson, amarahnya meluap-luap dari wajahnya.Lambert mencoba menenangkan diri, menghela napas panjang sebelum angkat bicara. "Tuan, aset tuan besar Clark sangat banyak dan beragam, kita tidak bisa melakukan pergantian nama hanya dalam beberapa hari. Jikapun itu bisa terjadi, yang ada saham Central Clark Capital akan terj
Lotar, Elma, dan Solomon yang baru saja pulih dari luka-luka yang dia alami. Mereka kemudian memutuskan untuk berpisah guna menarik perhatian musuh, sehingga Vincen bisa menuntaskan urusan pribadinya dengan Nelson.Di halaman depan kediaman Pak Tua Clark, Lotar dan Elma langsung melancarkan serangan mereka. Angin kencang menderu, dan debu bertebaran saat mereka menghajar para penjaga yang berada di sana hingga tak sadarkan diri.Sementara itu, Solomon yang mengetahui seluk-beluk tempat tersebut, bergerak cepat bagaikan bayangan, memastikan penjaga-penjaga tersembunyi tak bisa melawan sama sekali.Di tengah kerusuhan yang terjadi, Vincen bergegas memasuki kediaman Pak Tua Clark. Saat mereka bertiga telah berhasil membuka jalan untuknya.Namun, begitu Vincen menginjakkan kakinya di dalam rumah, ekspresi wajahnya berubah. Dia tidak menyangka bahwa Nelson dan seorang pria sepuh sudah menunggunya di aula. Senyuman licik terpampang di wajah Nelson.
Asap hitam yang tebal, hasil dari ilusi cincin Nelson yang semula menyelimuti tubuh Vincen, mulai berangsur menghilang. Vincen, dengan penguasaan dua teknik sekaligus, berhasil menangkal pengaruh hipnotis tersebut. Wajahnya terlihat tenang namun mata tajamnya menyala dengan determinasi yang kuat.Nelson, yang berada di lantai atas, terkejut menyaksikan kegagalan teknik ilusinya. Dia mengamati Vincen dari balik balustrade, dengan ekspresi yang berubah dari percaya diri menjadi khawatir. Vincen, menyadari keberhasilannya, mendongak dengan tatapan yang menantang."Dia berhasil menangkal ilusiku," gumam Nelson, seraya menggenggam cincin di tangannya lebih erat. Atmosfer sekitarnya menjadi tegang, seiring dengan perubahan dinamika kekuatan antara mereka.Vincen bersiap untuk melancarkan serangan mematikan pada Nelson, namun tiba-tiba Samanta meloncat ke arahnya dan menghunus sebuah pisau berwarna hitam legam, menusukkannya ke dada Vincen."Teknik pengendalian darah, kelem
Vincen bergegas membawa Pak Tua Clark dan Norman Shancez keluar dari ruang bawah tanah yang kelam dan dingin, tempat mereka disekap. Dengan hati-hati, ia membawa mereka berdua menuju kamar yang lebih nyaman dan hangat."Tuan besar!" seru Solomon terkejut saat melihat Vincen yang sedang memapah kedua pria tua itu. Ia segera berlari mendekati Vincen untuk membantu. "Tuan muda, apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada khawatir, melihat wajah Pak Tua Clark dan Norman Shancez yang tampak pucat dan tubuh mereka menghitam."Mereka berdua telah terkena ilusi sihir hitam yang dibuat oleh Nelson, Master," jawab Vincen dengan nada tak berdaya, sambil meletakkan kedua pria tua itu di atas ranjang. "Master, di mana Kakek Lotar dan Nenek Elma?" tanyanya dengan raut wajah cemas. "Kami di sini," jawab Lotar yang masuk ke kamar bersama Elma, tepat sebelum Solomon sempat menjawab pertanyaan Vincen. Mereka berdua tampak khawatir melihat keadaan Pak Tua Clark dan No
Sementara itu, Keluarga Clarkson yang baru saja bersiap untuk meninggalkan Aldasia, tiba-tiba dikepung oleh pengawal setia Pak tua Clark dan Pak tua Shancez. Mereka tentu saja terkejut dan bingung, karena tanpa diduga diperlakukan seperti kriminal yang hendak ditangkap.Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu, mulai berbisik-bisik, penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, dan mengapa orang-orang tersebut harus ditangkap oleh para pengawal Pak tua Clark dan Norman.Dengan langkah penuh keberanian, Keluarga Clarkson yang tidak ingin kehormatan mereka terinjak-injak, mencoba melawan dan melarikan diri. Namun sayangnya, para pengawal tersebut ternyata memiliki kekuatan yang jauh melampaui ekspektasi mereka, sehingga dengan sigap mampu melumpuhkan para anggota keluarga Clarkson. Bahkan, beberapa di antara mereka tewas seketika karena terus melawan meski telah terdesak.Hari itu bagaikan hari yang penuh kesialan bagi keluarga Clarkson. Bukan hanya pemimpi
Vincen sedang duduk di ruang tamu bersama beberapa orang, Cahaya matahari menembus jendela besar, menyoroti debu yang berterbangan di udara, seolah merayakan kemenangannya. Tiga orang pengacara sedang mengemas dokumen-dokumen yang telah berhasil menempatkan Vincen di puncak warisan keluarga Clark. "Selamat, Tuan Vincenzo," ucap Lambert yang merupakan pemimpin Firma hukum keluarga Clark sambil menyerahkan berkas terakhir pemilikan aset keluarga Clark.Vincen hanya mengangguk singkat, matanya tak lepas dari Pak tua Clark yang ada di sana juga. Sejenak, dia terdiam, meresapi beban tanggung jawab yang kini ia pikul."Aku pasti akan menjaga ini semua baik-baik," gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar. Wajah Vincen yang biasanya tenang kini terselip rasa puas namun diiringi kekhawatiran akan tantangan yang akan datang.Di luar sana, angin berhembus kencang, menggoyangkan pepohonan di halaman. Vincen menatap keluar, bertekad untuk mempertahankan warisan ini, bukan hanya sebagai simbol ke