Vincen menghilang seketika dari tempatnya berdiri, kecepatannya meningkat secara drastis saat dia memfokuskan teknik gabungannya. Swut Duak! Duak! Bak kilat menyambar, Vincen menghantam tengkuk bawahan Sebastian satu per satu dengan kekuatan luar biasa, membuat mereka ambruk seketika, tidak sadarkan diri. Aksi cepat dan mematikannya membuat mereka tak sempat melancarkan serangan. Bawahan Sebastian terkejut, tidak mampu melihat pergerakan Vincen yang berada di luar jangkauan penglihatan manusia biasa dan hanya bisa pasrah menerima serangan Vincen.Setelah melumpuhkan semua bawahan Sebastian, Vincen melaju bagai angin kencang menuju Sebastian yang tengah mengumpulkan energi spiritualnya. Swut Duak! Mata Sebastian membelalak terkejut, saat melihat Vincen tiba-tiba muncul di hadapannya. Energi spiritual yang baru saja berkumpul di sekitar tubuhnya menguap begitu saja, seiring dengan pria paruh baya itu terlem
Kepala pelayan menyadari bahwa jika ia mengaku, maka para bawahannya akan selamat dari amarah Nelson. Maka dengan tekad yang bulat, ia memutuskan untuk melakukannya. Nelson melangkah mendekati kepala pelayan dengan tatapan dingin dan sinis. "Hoh, jadi kau yang telah mengkhianatiku?" ujarnya sambil tersenyum licik. "Tak heran tempat ini terasa begitu menyebalkan, karena kau yang menjadi kepala pelayan, namun tak mampu menjalankan tugas dengan baik!" Nelson berbicara dengan nada menghina, dan tanpa ragu, ia mencengkeram leher kepala pelayan dengan kekuatan penuh. Pria itu tercekik dan kesulitan bernapas. Namun, Nelson tak berhenti di situ. Ia menggunakan teknik ilusi dalam cincin yang dikenakannya, membuat kepala pelayan tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah ketika lehernya tercekik oleh Nelson. Para pelayan yang lain hanya bisa menahan amarah dan mengepalkan tangan mereka. Bagi mereka, kepala pelayan adalah sosok yang seperti orang tua di kediaman keluarga Clark. Dialah yan
Esok paginya di apartemen milik Vincen, Roy terbangun setelah semalaman tak sadarkan diri. Ia terkejut melihat Sunny duduk di samping tempat tidurnya, menemani dirinya. "Syukurlah, kau baik-baik saja, Roy!" ucap Sunny lega sambil memeluk erat Roy, sahabat sekaligus rekan kerjanya. Roy yang masih bingung dengan kejadian yang menimpanya, spontan mengeluarkan kata-kata yang tak terduga. "Apa kita ada di surga?" tanyanya heran, membuat Sunny segera melepaskan pelukannya. "Apa maksudmu?" tanya Sunny dengan alis berkerut, tidak mengerti maksud Roy. "Kita sudah mati, bukan?" tanya Roy lagi dengan wajah polos yang membuat Sunny semakin bingung. Sunny mencoba menenangkan Roy sambil mengecek suhu tubuhnya. "Astaga, apa kau jadi sakit, karena kejadian semalam?" ujarnya sambil menempelkan punggung tangannya di kening Roy. "Apa-apaan kau ini!" gerutu Roy, masih mencoba mengingat-ingat peristiwa kemarin. "Bukannya kemarin kamu dibunuh oleh Tuan Sebastian? Jika benar, aku juga seharu
Elma mendekati Vincen dengan langkah ragu, matanya berkaca-kaca penuh harap. Dalam hati, wanita tua itu merasa tak percaya bisa bertemu lagi dengan Vincen setelah sekian lama. Dengan perlahan, tangannya terulur, jemarinya menyentuh pipi Vincen lembut, seperti takut akan merusaknya. Vincen melirik pria sepuh yang mengajaknya ketempat tersebut, mencari petunjuk atas kehadiran wanita tua di depannya. Namun sosok yang sekarang menjadi gurunya itu hanya tersenyum mengangguk, memberikan isyarat bahwa wanita itu penting dalam hidupnya. Hati Vincen berdesir, ingin mengetahui siapa sebenarnya wanita tua tersebut. "Kamu sudah besar sekarang, maafkan nenek," ucap Elma dengan suara bergetar, air mata berlinang di sudut matanya."Nenek?" gumam Vincen bingung, mencoba mengingat kembali kenangan masa lalu yang terkubur. Elma menahan isak tangis, dia menoleh ke pria sepuh yang membawa Vincen ke rumahnya. "Apa kau tidak memberitahunya tentang kita, tu
Vincen dengan penuh perasaan menguraikan segala kisah yang dialami keluarganya kepada Elma, ia menjelaskan tentang teknik ilusi yang membuat orang-orang di sekitarnya tidak mengenali dirinya. Mendengar cerita itu, Elma segera memahami inti permasalahan yang dihadapi Vincen. Dengan sorot mata tajam, dia melirik Lotar, suaminya, sebelum pergi meninggalkan Vincen di ruang tamu, membuat Vincen merasa bingung dan penasaran. Namun, tak berapa lama, Elma kembali ke ruang tamu sambil membawa tas usangnya. Dengan nada tegas dan penuh antusias, Elma berkata, "Ayo berangkat, kita tidak punya banyak waktu lagi!" Vincen masih tertegun, tak tahu harus berkata apa. Lotar yang duduk di sampingnya dengan lembut menepuk bahu Vincen, memberi teguran agar pemuda itu segera bangkit. Mereka pun segera berdiri, mengikuti Elma yang telah melangkah lebih dulu keluar rumah. Di tengah kesibukan itu, Noel dengan hati-hati mendekati Vinc
Vincen merasa gelisah ketika ia menyaksikan Veronica memuntahkan seteguk darah hitam pekat saat menjalani proses penyembuhan. Hatinya seolah tersayat melihat wanita yang dicintainya tampak tersiksa. Namun, sebelum dia bisa mendekati Veronica, Lotar segera menghalanginya. "Tenanglah, Vincen. Darah hitam itu hanyalah akibat dari darah kotor yang bercampur dengan energi sihir hitam yang mengikat tubuhnya," jelas Lotar dengan tenang, seraya menatap Veronica yang tengah dirawat oleh istrinya. Dalam kekhawatiran, Vincen menatap Lotar dengan mata berkaca-kaca. "Kakek, apakah Veronica akan pulih sepenuhnya?" tanyanya dengan suara bergetar.Lotar mendengar Vincen memanggilnya dengan sebutan 'Kakek' dan menoleh ke arahnya. Dia memperhatikan wajah cucunya dengan tatapan hangat, dan mengangguk pelan serta senyum tipis terukir di sudut bibirnya, seolah menenangkan hati Vincen yang cemas.Vincen merasa lebih tenang, walaupun di dalam hatinya ia tetap khawatir
Apartemen Vincen tampak hancur berantakan akibat ledakan granat yang mengguncang seluruh ruangan. Vincen berusaha sekuat tenaga melindungi Kakek dan Neneknya, merangkul mereka erat saat mendorong tubuh mereka agar terhindar dari dampak ledakan yang mengerikan.Dalam sekejap, Vincen mengaktifkan teknik Pengendalian Darah menggabungkannya dengan teknik Pernapasan Alam, membuat kemampuan bertarungnya meningkat secara drastis."Kalian jaga Veronica," perintah Vincen dengan nada tegas dan wajah serius. "Aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini."Lotar menatap Vincen dengan tatapan penuh kepercayaan dan mengangguk mengerti. "Hati-hati, Nak," ucapnya lembut, menyemangati Vincen.Elma, yang sangat khawatir, tampak ingin menahan Vincen. Namun, Lotar menggelengkan kepala pada istrinya, memberi isyarat agar Elma percaya pada kemampuan Vincen.Dengan tatapan serius, wanita tua itu menatap suaminya. Lotar hanya mengangguk, seolah memb
Dua sosok kekar yang dipanggil oleh pria yang terlihat lemah itu segera melancarkan serangan balasan ke arah Vincen, begitu pria itu mengangkat tangannya, seakan mereka telah menguasai bahasa tubuh tuannya.Namun, Vincen sama sekali tak merasa gentar. Ia segera melesat ke arah kedua sosok kekar tersebut dengan kecepatan mengagumkan.Swut!Duak!Pukulan Vincen berhasil membuyarkan serangan kedua sosok kekar itu, membuat mereka terpental ke belakang. Tangan Vincen berubah menjadi merah menyala ketika ia memusatkan teknik pengendalian darah ke tangannya.Swut!Pral!Kecepatan gerakan Vincen begitu luar biasa, sehingga ia dengan mudah melancarkan serangan memotong ke arah kedua tangan sosok kekar itu. Dalam sekejap, tekniknya berhasil melukai kedua sosok tersebut.Kedua sosok bertubuh kekar itu terpaksa mundur beberapa langkah ketika masing-masing dari mereka kehilangan satu tangannya, yang telah terpotong oleh Vinc