TEEEP TEEEPDengan langkah mantap Agha menuruni tangga aula untuk mendekat ke arah para murid yang sedang berbaris. Dari arah samping halaman, seorang penjaga dengan baki yang terbungkus kain di tangannya—ikut mendekat ke arah Agha. Mereka bertemu tepat dihadapan 20 pemimpin kelompok kecil, yang tampak bingung dengan apa yang akan dilakukan pemimpin akademi dengan baki itu.Tanpa memberi penjelasan, Agha membuka bungkusan kain itu dan memperlihatkan isi di dalamnya. Semua pemimpin kelompok kecil memperlihatkan ekspresi yang sama saat melihat isi dari bungkusan itu. Disaat para murid di barisan terdepan terlihat terkejut dan bingung, murid lain yang berada di barisan belakang tampak sangat penasaran dengan apa yang mereka lihat.Suasananya tetap hening, karena tidak ada satupun murid yang berani bertanya walaupun mereka sudah sangat penasaran dengan maksud dari isi bungkusan itu. Namun, tidak lama kemudian Agha mengambil salah satu isi dalam bungkusan itu dan mengangkat tangannya tinggi
Di jalan menuju ruang pelatihan ada dua orang penjaga dengan tubuh besar, menutupi jalan masuk dengan tombak menyilang. Mereka hanya akan membukakan jalan untuk orang yang membawa papan kunci, tanpa itu tidak akan ada yang bisa memasuki jalan itu kecuali harus mengalahkan penjaga itu. Pandya menebak jika penjaga disana memiliki kekuatan yang benar-benar sudah terlatih.Setelah Pandya memperlihatkan papan miliknya dan kedua penjaga itu memberi jalan, mereka di sambut oleh penjaga lain yang mengantarkan mereka menuju ruangan milik Pandya. Disepanjang perjalanan melewati sebuah lorong dengan cahaya remang-remang, Pandya dapat menangkap banyak sekali pintu yang berjajar. Walaupun dikatakan ruang latihan, tapi keadaan disana sangat suram dan mencekam tanpa terdengar suara sedikitpun.TEEEEP!TEEEEP!TEEEEP!Mereka berdua hanya bisa mendengar langkah kaki mereka yang menggema di dalam ruangan penuh bebatuan itu. Tidak membutuhkan banyak waktu hingga mereka berhenti pada sebuah pintu batu be
SHUUUU!Pandya menarik kembali seluruh tenaga dalam miliknya, dan menghentikan meditasi yang dia lakukan sejak tadi. Dia menatap kearah Dipta yang terlihat sedang berlatih dengan semangat, tanpa sadar seutas senyum terpampang di wajahnya yang kini semakin terlihat tegas akibat jaringan otot-otot diwajahnya yang terbentuk. Namun dalam sekejap senyuman itu langsung berubah menjadi seringaian.PAAAATS!SWIIING!BUUUUUUUK!Dengan kecepatan tubuhnya, Pandya mendekat Dipta dan menyerangnya secara tiba-tiba. Namun, Dipta berhasil menangkis serangan pertama Pandya walaupun awalnya cukup terkejut. Setelah hilang rasa terkejutnya, dia mulai memberikan serangan balik kepada sang pangeran.ZHIIING!PLAAAK!BUAAAK!BHUUUUM!Pandya sangat menikmati pertarungan itu, karena dia merasakan peningkatan kekuatan Dipta yang membuatnya cukup bangga. Walaupun itu pertama kalinya mereka dapat melakukan pertarungan, karena sebelumnya mereka hanya bisa mempelajari semua jurus bela diri dengan sembunyi-sembunyi
Semua tampak tercekat dengan ucapan Pandya, sambil menatap teman di sebelahnya untuk saling bertanya melalui tatapan. Walaupun, ada beberapa murid yang sudah terlihat mantap dengan pilihannya sejak awal.Dari cukup banyak murid yang bersimpuh dihadapannya, Pandya tampak sudah tertarik pada beberapa murid sejak awal. Terutama pada salah satu murid yang terlihat berperawakan berbeda dari yang lain. Dengan tubuh kecil dan berkulit putih, namun Pandya bisa merasakan tenaga yang dimilikinya cukup besar."Terserah kalian ingin melakukannya atau tidak, aku tidak akan memaksa kalian!" ucap Pandya santai namun penuh dengan penekanan.Tidak ada jawaban dari para murid di hadapannya, hingga salah satu murid yang sejak tadi mencuri perhatiannya mengangkat tangan dan menginterupsi. Dari wajahnya Pandya bisa melihat keraguan, namun murid itu berusaha terlihat percaya diri."Maaf Pangeran, Perkenalkan saya Atreya Abinawa dari Padepokan Abinawa sekaligus calon pemimpin Ajaran Angin. Sebelumnya saya i
"A–apa maksud Pangeran?" tanya Atreya terbata.Pandya semakin yakin dengan apa yang dia pikirkan, saat melihat reaksinya yang tampak tersudut. Sebenarnya tidak akan ada perbedaan jika memang apa yang dipikirkan olehnya memang benar kenyataan. Namun, dia hanya ingin memastikan hal itu, sehingga nanti tidak akan menjadi masalah dikemudian hari.Pandya mendekatkan diri ke arah Atreya, yang membuat pengikutnya itu mundur beberapa langkah kecil kebelakang mengindarinya. Keringanan dingin sudah mulai mengalir di pelipisnya, dengan wajah bingung dan pucat.Pandya berbisik tepat di telinganya, "Kau sebenarnya perempuan bukan?"Bisikan itu berhasil membuat kedua bola mata Atreya membulat, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Terlihat jelas di wajahnya jika apa yang dibisikkan oleh Pandya tadi tidaklah salah. Ditambah dengan tidak adanya sangkalan darinya, semakin membuat Pandya yakin dengan ucapannya tadi.'Lihatlah! Dia sudah sangat pucat seperti itu, tapi masih kau tekan. Apa kau ben
Setiap murid memperlihatkan kemampuan dan keunggulan yang mereka miliki, sebagai tolak ukur posisi mana dalam kelompok yang bisa diisi. Pandya mengamati dengan seksama sambil menyusun strategi untuk 3 kelompok yang akan dibuatnya. Dia hanya berharap jika nantinya mereka tidak akan melawan kelompoknya sendiri, sehingga mereka dapat tetap melanjutkan ke tahap selanjutnya bersama."Aku akan mengingat nama kalian perlahan, dan sebagai informasi aku akan cepat mengingat nama murid yang memiliki kemampuan yang menonjol. Jadi, kalian harus bisa mengembangkan kemampuan agar aku bisa segera mengingat nama kalian! Dan untuk saat ini aku sudah menyusun kelompok dengan nomor urut kalian!" Pandya memperlihatkan secarik kertas di tangannya."Seperti kalian lihat, aku membagi kalian secara rata dengan melihat kemampuan yang kalian miliki. Namun, untuk strategi yang akan kalian gunakan itu tergantung pemimpin kelompok masing-masing," jelas Pandya sambil mengarahkan pandangan kepada Dipta dan Atreya.P
Semua menganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan Pandya. Walaupun, ada beberapa murid yang mengangguk dengan ragu, namun tidak merubah pemikirannya dan tetap setuju dengan semua rencana yang sudah diatur. Bahkan, beberapa murid sudah tampak antusias karena dapat mempelajari ilmu dari ajaran lain dengan cuma-cuma.Kesempatan yang mereka dapat kali ini tidak mungkin bisa terulang, dan mereka semua cukup puas walau dengan resiko yang cukup sulit. Tapi itu semua sepadan dengan berbagai ilmu yang dapat mereka pelajari setelah ini. Dan itu semua berkat kepemimpinan Pandya yang cukup terbuka namun tetap dengan batasan."Kalian bisa memilih kitab yang ingin kalian pelajari terlebih dahulu! Namun, jika kalian ragu maka kalian bisa menanyakannya kepada Pangeran Pandya. Beliau akan memberikan saran yang tepat sesuai kemampuan yang kalian miliki!" jelas Dipta sambil menatap ke arah Pandya."Benarkah Pangeran akan memberi saran untuk kami?!" tanya seorang murid berkulit cukup gelap dibandingk
ZHIIING!Suara tenaga dalam yang mulai dikeluarkan oleh Pandya menggema di dalam ruang latihan itu. Aliran Energi kembali mengelilingi seluruh tubuhnya, namun warna yang dikeluarkan cukup berbeda karena tercampur dengan tenaga dalam milik Sakra. Masih dengan mata terpejam, Pandya mencoba mengontrol percampuran tenaga dalam dan aliran energi itu agar tetap mengalir menjadi satu kesatuan.Jumlah tenaga dalam yang sangat besar membuat Pandya cukup bersusah payah untuk menahannya. Keringat dingin mulai mengalir, menandakan seberapa besar kekuatan yang kini mulai menyatu. Untunglah Sakra membantu Pandya untuk membatasi tenaga dalam miliknya secara bertahap, untuk mengetahui batasan yang dapat dilakukan oleh Pandya."Apa ini sudah batasmu?" Sakra tampak khawatir dengan wajah Pandya yang mulai memucat."Sepertinya ini memang sudah batasanku untuk saat ini!" jawab Pandya sedikit tercekat.Sakra langsung menghentikan penggabungan tenaga dalam itu, dan menyimpan kembali tenaga dalam miliknya."
Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki
Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa
SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik
“Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel
“Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok
“Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar