"Kalian akan mendapatkan tingkatan dan kedudukan di akademi ini," jelas Agha yang mendapatkan tatapan bingung dari para murid."Kalian tahu kalau ajaran kali ini, ada calon pewaris padepokan bukan? Seperti ucapanku sebelumnya—jabatan apapun diluar akademi tidak akan berguna selama kalian menjadi murid." Agha mencoba memberi penjelasan walaupun nampaknya tanggapan para murid tidak terlalu jauh berbeda dari sebelumnya."Keuntungan ketiga ini, kalian akan mendapat tingkatan dan jabatan sesuai tahapan yang kalian jalani," tambah Agha.WAAA WAAA WAAASuara-suara kembali muncul—setelah semua murid paham dengan penjelasan yang diberikan oleh Agha. Wajah masam dari deret barisan terdepan terpampang dengan jelas, yang membuat murid-murid lain malah kegirangan.Walaupun tanpa diucapkan, pasti sangat banyak murid yang merasa tidak adil dengan jabatan yang sudah di miliki calon pewaris sebelum masuk akademi. Dengan aturan itu—sudah pasti semua murid merasa sangat senang."Ada enam tahapan, sehingg
Tidak ada jawaban dari pertanyaan yang Agha lontarkan. Semua murid malah saling mengeluh dan berbicara dengan teman-teman di sebelahnya. Suasana lebih riuh dari sebelumnya—yang membuat Agha menggertakkan giginya menahan marah. Namun, Agha nampak menahan diri karena rasa marahnya sedikit berkurang setelah melihat para murid yang kebingungan.Disalah satu barisan tampak seorang murid dengan tompel di pipi sebelah kanan sedang berbicara kepada teman disebelahnya. Murid yang berasal dari penduduk Ajaran Sihir itu tidak jauh bingung dibandingkan murid-murid yang lainnya."Apa aku salah dengar? Bagaimana bisa tahap awal menjadi penentu kelompok? Bukankah tidak ada pemberitahuan seperti itu sebelumnya?" tanya salah satu murid dengan tompel di pipi kepada teman disebelahnya."Sepertinya Ksatria Penjaga Gerbang Barat memang sengaja mengatakannya di menit-menit terakhir. Dia terlihat sangat senang saat melihat kita kebingungan," jawab murid sebelah sambil menunjuk ke arah Agha dengan dagunya."K
"Kalian pasti bisa bertahan dengan tenaga dalam sekecil apapun." Reena mencoba memberi semangat walaupun dari ekspresinya itu hanyalah candaan untuk menghibur dirinya sendiri."Baiklah, kalau begitu ujian tahap 1 kali ini...DIMULAI!" teriak Agha yang disambut dengan suara terompet dan gong bersamaan.PHUUUUUDHUUUM DHUUUM DHUUUMSemua murid merasakan perubahan suasana yang begitu mencekam. Semua murid merasa tercekat setelah merasakan aura dingin dan menekan itu. Sedangkan Reena sudah duduk dengan posisinya yang siap memainkan kecapi yang ada di pangkuannya.PAAAATSTRIIIING TRIIIINGSuara kecapi yang dipetik membuat semua murid mulai merasakan gejolak rasa sakit yang mulai menyerang seluruh tubuh. Bahkan, baru beberapa petikan sudah menumbangkan lebih dari seperempat murid yang ada di halaman utama akademi."AAAARRRRGH!""UUGH!""AAARGH, dadaku sesak!"Suara jeritan para murid yang kesakitan tidak menghentikan Reena untuk terus memainkan kecapinya. Karena, dia masih melihat sangat ba
"Tidak. Tidak perlu. Aku hanya tidak nyaman dengan tatapan itu." Pandya berusaha mengalihkan pandangannya agar tidak bertemu mata dengan pemimpin Ajaran Suara.Permainan musik Reena masih terus berlanjut, tinggal satu menit lagi hingga para murid yang bertahan akan lolos. Tapi, level permainan semakin lama semakin kuat seiring rasa frustasi Reena yang tidak bisa membuat Pandya tumbang. Padahal semua sudah direncanakan untuk menjadikannya sasaran utama untuk ditumbangkan di ujian tahap ini.Dari balik punggung Reena ada dua pengamat yang merasa khawatir dengan keadaan di sekitar. Bahkan, sudah tidak ada setengah dari para murid yang dapat bertahan. Terlebih kekuatan saat memainkan alat musik itu, tidak seharusnya dilakukan di ujian tahap 1.'Aku merasakan kalau dia terburu-buru memainkan kecapi miliknya. Kekuatan dalam gelombang suara itu juga semakin kuat,' pikir Akandra mengamati permainan Reena yang semakin tidak terkontrol.'Kalau dibiarkan seperti ini para murid akan kesulitan untu
'Baiklah kalau itu maumu! Sebentar lagi ujian akan selesai, apa kau sudah siap mendengar gelombang suara itu?' tanya Sakra memastikan.'Aku sudah bersiap sejak memintanya tadi!' jawab Pandya yakin kembali memperlihatkan senyuman tipis di bibirnya.***Di sisi lain, Reena tampak frustasi melihat Pandya yang tidak segera tumbang. Padahal, waktu ujian tinggal beberapa detik lagi. Tapi dia juga tidak mungkin menaikkan lagi level kekuatan untuk saat ini.Dia tahu jika menambahkan kekuatan lebih besar lagi—maka tidak akan ada murid yang dapat bertahan. Dan jika itu terjadi, akan menjadi catatan dan informasi yang akan menggemparkan di seluruh padepokan. Dan sama saja itu kegagalan bagi Reena, apalagi statusnya di perguruan Cempaka Putih akan dipertanyakan.KREEEET!Suara Reena yang menggertakkan giginya, membuat Agha dan Akandra yang di belakangnya curiga. Mereka harus memastikan jika batas kekuatan yang dikeluarkan di ujian ini harus tetap sesuai. Jika tidak merekapun akan mendapat masalah
Setelah Pandya dibawa ke ruang pengobatan, wajah Reena tampak sangat pucat. Dia masih tidak menyangka dengan apa yang baru saja dilihatnya. Bahkan, darah yang Pandya keluarkan kini menjadi genangan di tempat Pandya berdiri tadi.'Bocah yang bertahan mendengar permainan kecapi ku ternyata mengalami luka dalam yang parah...' pikir Reena termenung.Akandra yang masih berada di belakang Reena, masih menatap kepergian Pandya yang dibawa dengan tandu dengan tatapan khawatir. Setelah Pandya tidak terlihat Agha juga kembali ke aula utama dan berdiri di samping Akandra."Pemimpin, anda sudah berlebihan!" ucap Akandra menginterupsi.Reena yang mendengar ucapan itu sedikit terkejut karena tertohok. Ucapan Akandra yang barusan membuat Reena berkeringat dingin. Dia tahu apa akibat dari perbuatan gegabah yang dilakukannya tadi."A–apa maksudmu?" tanya Reena berpura-pura tidak paham."Anda hampir membunuhnya!" jawab Akandra sedikit emosi."Apa tenaga dalam anak itu sangat rendah?" Reena bertanya sam
"Itu benar tabib Arsa, beliau tidak memiliki tenaga dalam jadi Tuan Agha meminta anda untuk merawatnya." Penjaga lain menanggapi pertanyaan tabib Arsa."Sudah 10 tahun aku menjadi tabib akademi dan melihat berbagai macam kasus luka dalam. Tapi, ini pertama kalinya aku melihat seseorang mendapat luka dalam hingga serusak ini." Tabib Arsa menganalisa hasil pemeriksaannya."Karena sudah kami bawa kemari, kami pamit undur diri," ucap kedua penjaga sambil membungkuk memberi hormat.Tabib Arsa mengangguk sebagai jawaban. Saat kedua penjaga akan keluar dari ruangan pengobatan, salah satu penjaga menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Pandya. Namun, karena dia dipanggil oleh penjaga yang satunya—dia langsung keluar ruangan dengan ekspresi bingung.'Kenapa beliau sepertinya terlihat lebih baik dari sebelumnya? Apa aku tadi berkhayal?' pikir penjaga yang tadi menatap ke arah Pandya.Tabib Arsa yang kembali memeriksa pergelangan tangan Pandya. Sedangkan Pandya yang ternyata sudah sadar seja
'Eh..., apa Paman tahu aku hanya berpura-pura tadi saat di lapangan?' pikir Pandya."Kau hebat bisa bertahan hanya dengan kekuatan pikiran! Anak-anak yang lain tidak sabaran, mereka cepat menyerah! Bahkan, hanya karena mereka mengalami kesusahan sedikit, lalu memilih hal yang mudah," ucap Akandra berkobar-kobar.'Ah, padahal aku tidak bertahan dengan kekuatan pikiran," pikir Pandya serasa tersindir.Walaupun Pandya sendiri tahu jika sebelumnya sang paman sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun, saat ini sang paman mencoba bersikap biasa saja untuk menyemangatinya. Dari wajah Akandra terlihat sangat jelas seberapa bahagianya dia karena Pandya berhasil lolos di tahap ujian 1."Maaf tuan, tapi kondisi pasien belum baik dan masih dalam tahap pemulihan. Lebih baik dia diobati terlebih dulu." Tabib Arsa menyela pembicaraan."Apa luka dalam miliknya separah itu?" tanya Akandra memastikan sambil menatap sang tabib."BWUH!"CRAAAST!"UHUK UHUK!"Baru saja Akandra bertanya, Pandya kembali muntah d
Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki
Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa
SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik
“Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel
“Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok
“Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar