"Itu benar tabib Arsa, beliau tidak memiliki tenaga dalam jadi Tuan Agha meminta anda untuk merawatnya." Penjaga lain menanggapi pertanyaan tabib Arsa."Sudah 10 tahun aku menjadi tabib akademi dan melihat berbagai macam kasus luka dalam. Tapi, ini pertama kalinya aku melihat seseorang mendapat luka dalam hingga serusak ini." Tabib Arsa menganalisa hasil pemeriksaannya."Karena sudah kami bawa kemari, kami pamit undur diri," ucap kedua penjaga sambil membungkuk memberi hormat.Tabib Arsa mengangguk sebagai jawaban. Saat kedua penjaga akan keluar dari ruangan pengobatan, salah satu penjaga menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Pandya. Namun, karena dia dipanggil oleh penjaga yang satunya—dia langsung keluar ruangan dengan ekspresi bingung.'Kenapa beliau sepertinya terlihat lebih baik dari sebelumnya? Apa aku tadi berkhayal?' pikir penjaga yang tadi menatap ke arah Pandya.Tabib Arsa yang kembali memeriksa pergelangan tangan Pandya. Sedangkan Pandya yang ternyata sudah sadar seja
'Eh..., apa Paman tahu aku hanya berpura-pura tadi saat di lapangan?' pikir Pandya."Kau hebat bisa bertahan hanya dengan kekuatan pikiran! Anak-anak yang lain tidak sabaran, mereka cepat menyerah! Bahkan, hanya karena mereka mengalami kesusahan sedikit, lalu memilih hal yang mudah," ucap Akandra berkobar-kobar.'Ah, padahal aku tidak bertahan dengan kekuatan pikiran," pikir Pandya serasa tersindir.Walaupun Pandya sendiri tahu jika sebelumnya sang paman sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun, saat ini sang paman mencoba bersikap biasa saja untuk menyemangatinya. Dari wajah Akandra terlihat sangat jelas seberapa bahagianya dia karena Pandya berhasil lolos di tahap ujian 1."Maaf tuan, tapi kondisi pasien belum baik dan masih dalam tahap pemulihan. Lebih baik dia diobati terlebih dulu." Tabib Arsa menyela pembicaraan."Apa luka dalam miliknya separah itu?" tanya Akandra memastikan sambil menatap sang tabib."BWUH!"CRAAAST!"UHUK UHUK!"Baru saja Akandra bertanya, Pandya kembali muntah d
Sakra berteriak setelah sejak tadi dia hanya mendengarkan saja. Sebenarnya dia sudah ingin menginterupsi pikiran Pandya, tapi mengetahui apa kekhawatirannya membuat dirinya tidak ingin ikut campur. Namun, setelah mendengar tawaran dari Akandra—Sakra tidak bisa diam begitu saja.'Bukankah aku sudah memiliki tenaga dalam milikmu? Kenapa aku harus menerima tawaran dari Paman?' tanya Pandya yang cukup terkejut dengan teriakan Sakra yang menggema di pikirannya.'Ternyata kau benar-benar bodoh! Apa kau tidak berpikir jika mendapat bantuan tenaga dalam lain bisa jadi tenaga dalammu yang asli bisa terpancing? Dan jika kau sudah memiliki tenaga dalam sendiri, bukankah Pil Cakra yang kau dapatkan sebagai keuntungan bisa menjadikanmu lebih hebat nantinya?' Sakra menanyakannya untuk meyakinkan Pandya untuk menerima tawaran itu.'Eeemmbb..., memang menggiurkan. Tapi jika ketahuan itu akan menjadi masalah yang lebih besar!' ucap Pandya yang masih ragu menentukan pilihan.Akandra yang memberikan wakt
"Apa kau pikir akan bisa membaca kitab-kitab sepenting itu dengan bebas?" tanya Akandra menyindir Pandya.ZHIIING!Akandra mengeluarkan tenaga dalamnya membuat suasana sedikit mencekam. Dia hanya ingin menambah nuansa yang menakutkan sebelum melanjutkan ucapannya. Walaupun, dia tahu jika Pandya tidak akan merasa takut hanya dengan hal seperti itu—setelah berhasil mengahadapi tenaga dalam yang lebih kuat sebelumnya."Perpustakaan dijaga dengan sangat ketat untuk orang-orang di bawah Padepokan. Dan jika ada yang berani untuk menyembunyikan atau mengambil salah satu kitab yang ada di sana—sudah dipastikan orang itu akan mendapatkan balasan yang menyakitkan." Akandra memperlihatkan ekspresi mengerikan di wajahnya—tetap mencoba untuk menakuti Pandya.Namun, Pandya hanya memasang raut wajah datar dan hanya mendengarkan penjelasan pamannya dengan seksama. Sedangkan, Tabib Arsa yang sejak tadi berada di belakang Akandra sudah berkeringat dingin dan berwajah pucat. Tapi dia juga tidak bisa per
"Hari ini kamu harus istirahat untuk memulihkan kondisimu. Jadi, aku sebagai Penjaga...Ehem, bukan. Maksudku sebagai gurumu ini akan kembali nanti. Jika kau sudah merasa lebih baik, cobalah untuk mempelajari lipatan kertas itu!" ucap Akandra yang langsung berbalik.Dan saat berbalik, Akandra melihat Tabib Arsa yang masih mengamati mereka. Melihat itu Akandra jadi teringat dengan saksi mata yang mengetahui apa yang sudah terjadi sejak tadi. Padahal sejak tadi dia tidak menyadari jika ada tabib di ruangan itu."Aku pergi dulu. Tolong jaga muridku dengan baik." Akandra mengatakannya sambil berjalan ke arah pintu.Namun, saat Sampai di depan pintu—langkah kaki Akandra terhenti. Dia membalikkan badan dan kembali menatap ke arah Pandya kemudian beralih menatap ke arah tabib Arsa. Sedang tabib Arsa yang mendapat tatapan itu kembali merasakan keringat dingin yang menyergap di sekujur tubuhnya."Jika ada orang lain mengetahui tentang apa yang terjadi tadi, aku akan langsung mencarimu dan membu
PAAATS!BUUUKK!"ARGH!"BRUUUK!"AAARGH!! UHUK!"Suara perkelahian beriringan dengan suara teriakan para murid yang kesakitan. Para penjaga dan guru membekuk semua murid yang berdemo di gerbang akademi hanya dalam waktu yang singkat. Bahkan, kini para murid yang tadi berteriak-teriak sudah tidak berkutik dan tidak sadarkan diri.Agha dan Baadal yang melihat dari kejauhan merasa puas dengan apa yang mereka lihat. Karena, walaupun memang ada unsur tidak adil—tapi ujian tetaplah ujian. Mereka yang gugur berarti tidak berhak menyandang status pendekar murni sekalipun.Apalagi ada sosok istimewa yang bisa menyelesaikan ujian tanpa tenaga dalam. Hal itu membuat standard para guru kini menjadi semakin tinggi untuk meloloskan para murid. Karena ini pertama kalinya dalam sejarah ada seorang murid tanpa tenaga dalam bisa berhasil di ujian tahap 1."Mereka sangat sombong. Padahal guru-guru bahkan penjaga disini memiliki kemampuan yang lebih tinggi di banding mereka, tapi mereka tetap melakukan h
Di dalam ruang pengobatan akademi, tabib Arsa masuk membawa nampan yang berisikan jarum akupuntur beserta ramuan obat yang dia buat. Dia cukup sibuk sejak semalam karena Pandya yang pada akhirnya tidak sadarkan diri, setelah bertahan cukup lama dengan rasa sakit yang dideritanya. Dan ini sudah ketiga kalinya dia kembali membawakan alat akupuntur dan ramuan obat untuk Pandya.Nampan itu diletakkannya di nakas samping tempat tidur agar memudahkan tabib Arsa untuk menggunakannya. Namun, belum sempat memulai pekerjaannya—Pandya terbangun dari tidurnya. Dia menatap tabib Arsa dengan wajah yang masih pucat."Tabib...," panggil Pandya dengan suara yang masih serak."Namaku Arsa, kau bisa memanggilku tabib Arsa," jawab tabib Arsa menanggapi panggilan Pandya."Ah, kalau begitu... Tabib Arsa, apa kondisi saya cukup parah?" Pandya bertanya sambil berusaha untuk duduk, namun langsung di tahan oleh tabib Arsa.Mendengar pertanyaan itu membuat tabib Arsa menatap Pandya dengan tatapan nanar. Walaupu
'Tentu bisa. Saat ini jiwaku sudah menyatu denganmu, jadi itu bukan hal sulit untuk melakukannya. Memang kenapa?' tanya Sakra bingung.'Jika menggunakan tenaga dalam milikmu, aku akan bisa sembuh lebih cepat bukan? Tapi jika aku bisa sembuh lebih cepat, orang-orang akan mencurigaiku. Jadi, apa kau bisa mengatur denyut nadiku agar tidak ada yang curiga setelah aku sembuh?' Pandya menjelaskan idenya.'Idemu tidak buruk. Baiklah, aku akan mengaturnya agar tidak akan ada orang yang curiga. Tapi apa rencanamu setelah itu?' Sakra masih belum benar-benar paham dengan rencana yang dipikirkan oleh Pandya.Pandya menyunggingkan senyumannya tanpa sepengetahuan tabib Arsa. Dia sudah membayangkan apa yang akan dilakukannya, setelah tubuhnya benar-benar sembuh. Apalagi saat ini Akandra sudah menjadi guru baginya, dia yakin kalau pamannya itu juga mempunyai rencana untuk bisa membuatnya tetap mendapat pelatihan selama masa pemulihannya.'Baiklah. Kalau begitu kau bisa mulai menyembuhkan luka dalamku
Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki
Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa
SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik
“Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel
“Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok
“Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar