Share

Eps 5 : Takdir Harapan

Yuan menang.

Mata hijaunya nyalang menatap semua orang yang hadir di sana. Semua orang masih tak bisa berkata-kata dengan apa yang baru saja terjadi.

Gao memenggal kepalanya sendiri?

Ada apa ini?

Hanya Bunda Ketua yang masih bisa duduk dengan tenang di atas kursinya tanpa menunjukkan wajah bingung.

“Apa yang kau lakukan Hongli?”

“Apa?” Hongli tersadar dari keterkejutannya ketika ditanya oleh Bunda Ketua.

“Kau seharusnya ke arena mengesahkan anak itu sebagai pemenang pertarungan ini.”

“Aku … aku masih ragu untuk mendekati anak itu…”

“Jangan biarkan dia memperdaya pikiranmu. Maju ke sana dan ucapkan selamat padanya sebelum dia marah.”

Hongli beranjak menuju ke tengah arena. Sayangnya Yuan sudah lebih dulu meninggalkan tempat itu pergi ke ruangan tempat di mana dia pingsan sebelumnya. Mata penonton masih mengekor anak muda itu seraya merasakan aura bahaya dari tubuhnya perlahan menjauh.

Di dalam ruangan yang penuh dengan batu kristal hijau, Yuan duduk di atas batu yang paling besar dari semuanya. Ia melepaskan baju yang penuh tersimbah oleh darah. Bahunya nyeri akibat tusukan dari Gao tadi. Sesekali merintih kesakitan ketika digerakkan.

“Yuan, kau tidak apa-apa?” Kepala Fengyin muncul dari balik pintu dengan perasaan ragu. Dia masih agak takut untuk mendekati kekasihnya, tapi rasa khawatir berhasil membuatnya berinisiatif mengecek keadaan Yuan.

“...”

Pangeran itu masih bergeming menekan luka di bahu dengan bajunya. Perlahan Fengyin melangkah masuk ke dalam ruangan dengan langkah ringan hampir tanpa suara.

“Ini.”

“Apa itu?”

“Hongli berpesan kepadaku untuk menyerahkan tanaman obat ini padamu. Katanya tanaman ini mujarab untuk menyembuhkan luka dari tusukan Gao tadi.”

“Kenapa bukan dia sendiri yang menyerahkannya padaku?”

“Soal itu … setelah apa yang terjadi di arena tadi, banyak yang tidak mengerti. Aku pun juga sama. Bahkan setelah pertandingan selesai banyak yang masih takut untuk bertemu denganmu secara langsung.”

“Termasuk dirimu?”

“Aku lebih merasa khawatir padamu daripada takut.”

Yuan mengambil tanaman obat dari tangan Fengyin, “argh! Rasanya perih sekali.”

Fengyin merobek sedikit ujung gaunnya sebagai perban untuk diikatkan ke bahu Yuan. Dalam sekejap luka itu berhenti mengeluarkan darah tertutup rapi dengan balutan kain dari sang kekasih.

“Terima kasih,” cetus Yuan memalingkan wajah menyembunyikan ekspresinya.

“Jangan sungkan, luka sekecil ini jauh lebih baik dibandingkan kehilangan nyawa. Aku benar-benar tidak siap jika sampai harus kehilanganmu dalam pertandingan tadi.”

“Aku tidak punya pilihan.”

“Aku tahu….”

Ada perasaan hangat yang muncul di tengah ketegangan atas apa yang telah terjadi pada mereka berdua. Dari kemarin mereka berlari dari maut yang coba mengejar, kali ini mereka bisa bernapas lega.

Tok! Tok! Tok!

“Yuan, Fengyin, kalian diminta untuk menghadap Bunda Ketua sekarang.”

Keduanya bertatapan untuk sesaat, “baik, kami akan ke sana sebentar lagi,” tukas Fengyin.

Lima menit kemudian mereka sudah berada di depan ruangan tempat singgasana Bunda Ketua berada. Suara Hongli menggelegar sampai keluar ruangan.

“Bukankah pertandingan tadi sudah menjelaskan semuanya? Kenapa Bunda masih memiliki keraguan terhadapnya?”

Bunda Ketua termenung di atas singgasana berpikir keras, “Sejujurnya aku hendak mempercayai anak itu sebagaimana kau percaya sama dia, tapi entah kenapa firasatku berkata lain.”

“Kenapa begitu?”

“Anak ini berbahaya, Hongli. Masa depannya berkabut, aku tidak bisa memprediksinya. Kekuatan anak ini … entah kenapa aku merasa familiar. Aku yakin aku pernah mendengarnya disuatu tempat. Jika kita tidak bisa mengendalikannya, dia akan menjadi bencana bagi kita.”

“Kalau begitu bimbing dia. Kita bantu dia menjadi dirinya yang seharusnya, seorang penyelamat.”

“Kau membutuhkan kekuatan untuk mengendalikan kekuatan. Apakah kau punya? Jika tidak, anak ini bisa menjadi pisau bermata dua.”

Suara gemuruh dari hadirin yang ada di dalam ruangan tiba-tiba muncul dari arah belakang. Banyak yang menghardik Yuan dan Fengyin ketika mereka masuk untuk menghadap Bunda Ketua.

“Dasar monster, tega sekali kau membunuh Gao!”

“Dia adalah orang terhormat, bisa-bisanya kau membunuh dia!”

“Tidak punya hati, manusia permukaan semuanya memang kejam.”

Itulah cibiran yang Yuan terima selama dalam perjalanan.

Tak bisa dipungkiri, hati bocah itu kembali terbakar mendengar semua kalimat pedas yang masuk ke telinganya. Makin lama makin ramai suara yang mengolok-ngolok dia.

Tiba-tiba Yuan berhenti.

Suara kerumunan langsung senyap kembali merasakan aura berbahaya dari bocah itu. Intimidasi dari kehadirannya benar-benar menekan.

Secara perlahan, pangeran yang tersulut amarah itu menoleh ke kanan dan ke kiri. Mata hijaunya tajam sekali seperti hendak membunuh. Hongli segera sadar apa yang terjadi, dengan cepat dia berjalan menerobos kerumunan berusaha mencegah apa yang bisa dicegah sebelum terlambat.

Beruntung ada Fengyin, dia adalah Satu-satunya orang yang berani menatap mata monster itu. Gadis itu menggelengkan kepala dengan lembut sebelum Yuan hendak berbuat sesuatu yang salah. Berkat itu, Yuan yang sudah tersulut amarahnya ini bisa mengontrol diri dengan bantuan emosional dari pacarnya. 

Hongli mengelus dada. Yuan berhenti mengeluarkan aura berbahayanya. Sembari membantu membukakan jalan, mereka bertiga menghadap Bunda Ketua.

“Yuan Qiancheng, aku ucapkan selamat atas kemenanganmu dalam duel tadi.” Bunda Ketua berkata dari singgasananya.

“Berjanjilah untuk menepati janjimu,” cetus Yuan.

“Tentu saja. Dengan ini kau dan pasanganmu kami terima dalam kelompok kami. Selamat datang di suku Ner’iatu.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status