Share

Eps 4 : Antara Mati dan Kematian

Gao melesat dengan kelajuan tak normal sembari menghunuskan pisau menuju perut Yuan. Walau gerakannya sangat cepat, bocah itu bisa melihat jelas kemana tujuan pisau milik lawannya hendak mendarat. Dengan lembut dia menghindar ke kanan.

Tikaman Gao meleset, Yuan langsung melesatkan pukulan ke bibir lawan menggunakan gagang pisau miliknya. Gao mundur dua langkah menerima pukulan telak. Dia melemparkan sesuatu dari mulutnya, yaitu sebilah gigi depan. Mulutnya berdarah.

“Kurang ajar kau bocah sialan!” Hongli dan para Ner’iatu yang lain tertawa terbahak-bahak melihat Gao nyengir dengan gigi ompong.

Amarah mengambil alih tubuh Gao. Dengan lincah dia melancarkan tusukan dengan membabi buta. Serangan demi serangan dia lancarkan dengan niat ingin membunuh. Anehnya tak satupun dari serangan miliknya mengenai lawan.

Gao mulai jengah dengan permainan serang dan menghindar ini. Dia berteriak sambil melompat ke tepi arena.

“Kali ini aku akan benar-benar menghabisimu!” 

Gao kembali berlari dalam kecepatan di luar nalar, hanya saja gerakannya kali ini zig-zag. Mata Yuan bergerak ke kiri dan ke kanan bergantian mengimbangi kecepatan manusia berkulit merah itu.  Dalam jarak dua meter tanpa diduga, Gao melemparkan pisaunya ke wajah Yuan. Untunglah pisau itu masih bisa di tangkis.

Di momen terkejut itu, Gao mengambil kesempatan melayangkan tinju bebas sekuat tenaga ke wajah Yuan. Dia hendak membalaskan gigi depannya yang sudah hilang.

Dikira Yuan tak sigap, anak itu mampu membaca isi pikiran dari Gao dan melakukan hal yang lebih mencengangkan lagi. Yuan melempar pisau ke atas lalu berputar mengelilingi tubuh Gao, dalam sekejap Yuan sudah berdiri di belakang pria itu sembari menyambut pisau yang berputar jatuh di udara ke tangan dan menghunuskannya ke leher musuhnya.

“Menyerahlah, jangan sampai aku membunuhmu!” Teriak Yuan. Gao tak berkutik ketika ujung lancip itu hanya berjarak 2 inci dari dagingnya, satu gerakan saja bisa membuat nyawanya melayang.

“Ayo habisi dia!” Teriak Hongli di luar lapangan.

Tidak ada reaksi. Yuan tidak bergerak dari posisinya. Gao memanfaatkan momen ini untuk menyikut perut lawan dan melepaskan diri dari jerat maut itu.

“Apa yang dia lakukan?” Hongli bertanya pada Fengyin.

“Yuan belum pernah membunuh seseorang. Hatinya masih tak kuat untuk mengambil nyawa milik orang lain.”

“Jika dia tidak segera membunuh lawannya, dia yang akan mati.”

[Tidak ada jalan mundur bagimu Yuan. Bunuh lawanmu, atau kau yang akan mati.]

Sekali lagi Yuan mengguncangkan kepala menyingkirkan suara setan di dalam pikirannya. Untuk sejenak dia memandang Fengyin seakan tak mampu berbuat lebih daripada ini. Hatinya masih tak kuat jika harus merenggut nyawa orang lain.

“Kau bocah naif!” Gao berteriak penuh gemuruh, “kau bodoh, seharusnya kau membunuhku selagi ada kesempatan. Bocah pengecut sepertimu tidak akan pernah menjadi nabi kami. Kau sama seperti ayahmu, pengecut, manusia rendahan yang tidak punya keberanian, seharian hanya duduk di atas singgasana tanpa melakukan apa-apa. Dan kau heran kenapa kerajaanmu bisa dengan mudah direbut oleh orang lain? Keluargamu memang pantas mati!”

Hati Yuan terbakar.

[Bunuh dia…]

Matanya membara penuh amarah.

[Bunuh dia!]

Yuan bangkit memegang pisau dengan posisi berbeda. Bilah yang selalu dia hadapkan ke belakang sedari tadi kali ini terhunus ke depan.

[BUNUH DIA!!!]

Udara menjadi berat. Tangan Yuan gemetar memegang pisau sambil terengah-engah. Semua orang bisa dengan jelas mendengarnya bernapas.

Hongli, Fengyin, dan semua Ner’iatu merasakan bahaya dari tubuh Yuan. Muka mereka menunjukkan kegelisahan tanpa sebab saat remaja itu berjalan perlahan menuju Gao. Semua orang merinding secara serempak.

Bahkan Bunda Ketua yang buta, kini langsung berdiri dari kursi menganga merasakan anomali aneh yang terjadi di arena.

Gao yang paling merasakan tekanan dari kehadiran Yuan. Dia coba menelan air liur yang tersekat di tenggorokan dengan susah payah. Langkah mundur perlahan dia ambil. Tangannya sedikit gemetar dipenuhi peluh menyeruak di wajah.

“Perasaan apa ini? Tiba-tiba suasana menjadi berat,” Hongli melihat ke seluruh hadirin di tepi arena.

“Aku … aku belum pernah melihat Yuan semarah ini sebelumnya,” tukas Fengyin.

“Haaaa!!!” Gao berteriak mengejutkan semua orang sambil melompat mundur ke ujung lapangan menjaga jarak sejauh mungkin dari Yuan, “monster macam apa kau ini!”

“Kau takut kepadaku?” Senar-senar di tubuh Gao menari dengan liar di udara dalam pandangan Yuan.

“...” Gao coba mengontrol napasnya yang mulai di luar kendali.

Yuan berjalan perlahan penuh wibawa menuju Gao dalam intimidasi luar biasa. Senar di tubuhnya kian menggila layaknya cacing terpanggang.

“Gao … Gao sudah mati,” cetus Bunda Ketua. Hongli dan Fengyin terkejut mendengarnya, “saat ini kematian Gao sudah tak terhindarkan. Akhir dari pertarungan ini sudah jelas terlihat.” Dia kembali duduk di kursinya lemas tak berdaya.

Yuan menjatuhkan pisaunya dan berkata, “ayo serang aku. Akan kubunuh kau dengan tangan kosong.”

Gao mengambil napas dalam sembari menutup mata, jantungnya perlahan kembali ke irama detak normal. Tiga kali tarikan napas panjang, ia akhirnya membulatkan tekad untuk menyerang Yuan dengan seluruh kekuatannya. Musuhnya berdiri tanpa senjata, tapi insting milik Gao berteriak penuh bahaya.

“Sampai kapanpun aku tidak akan pernah percaya kalau kau adalah nabi. Akan aku buktikan dalam satu gerakan khusus yang sengaja aku simpan untuk saat-saat terakhir, terima ini!”

Gao berlari seperti iblis kerasukan dan berhasil menusuk bahu Yuan. Beberapa tetes darah akhirnya terjatuh ke lantai arena.

“Oh tidak! Yuan!” Fengyin berteriak tak kuasa melihat pertunjukan horor dari luar lapangan.

“Sekarang siapa yang akan mati?” Gao tersenyum puas.

Tapi senyuman itu berubah menjadi ketakutan ketika melihat orang yang ditusuk ternyata menyeringai lebih lebar dari dirinya. Seolah tak merasakan sakit, Yuan memegang pisau di bahunya dengan tangan kosong. Seringainya kian melebar seperti monster, tersenyum dengan ekspresi mati. Tangan Gao gemetar, ketakutan mengambil alih tubuhnya ketika menatap mata hijau Yuan. 

Beberapa kali dia hendak mencabut pisaunya, tapi tak membuahkan hasil. Sekalipun berdarah-darah, cengkraman tangan Yuan terlalu kuat. Ini mengingatkan Fengyin saat adegan kematian ibunya Yuan.

[Habisi nyawanya sekarang juga!]

Yuan mendekatkan mulutnya ke telinga Gao dan berbisik, “penggal kepalamu.”

Pisau dicabut dari bahu Yuan. Seolah diambil alih, tangan Gao bergerak sendiri menyayatkan pisau hitamnya ke leher hingga memenggal kepalanya sendiri. Kepala Gao menggelinding bebas ke bawah kaki Yuan. Darah menyembur dari tubuh tanpa nyawa di tengah lapangan.

Melihat kepala musuhnya terjatuh di bawah kaki, Yuan menginjaknya sembari mengangkat tinggi tangan ke udara mendeklarasikan kemenangan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status