Selesai menjarah karavan milik Wuyan, batu Gogonit berhasil diamankan. Mereka semua memutuskan untuk kembali ke dalam goa dan pulang. Melalui rute yang sama, mereka tiba di pemukiman Ner’iatu dalam waktu setengah jam. Enlai masih merasakan tatapan tidak senang dari anggota kelompoknya akibat peristiwa hari ini. Dwei, Zhenwu, Xiao, dan Tangfei masih bingung mengapa Yuan bersikeras membawa Enlai, yang tidak pernah bertarung sebelumnya, dalam misi berbahaya ini.Begitu tiba di depan pintu masuk, mereka mendapati pemandangan yang mencengangkan. Seorang wanita menangis meronta-ronta dipegangi oleh Fengyin dan Wang Jing di depan ruangan Bunda Ketua. Tangan kanan wanita itu nampak terluka oleh sesuatu.“Ayolah Da Qiao, jangan seperti anak kecil begini,” Fengyin mencoba menarik tubuh wanita itu, tetapi kesulitan karena tenaga Da Qiao yang melawan.“Tidak mau! Lihatlah, aku terluka!” Da Qiao terus merintih, menunjukkan telunjuknya yang masih mengeluarkan darah sedikit.“Apa yang terjadi di sin
Pedang pria itu terhunus mengarah ke semak tempat Yuan bersembunyi. Adrenalin membuat jantung Yuan berdegup kencang. Dia harus bertindak cepat untuk menghindari kemungkinan terburuk.Plang!Pria itu menebas semak dengan amarah. Yuan berhasil menangkis dengan pisaunya, mencegah tebasan pedang tersebut menyayat dari leher. Keringat dingin membasahi wajah Yuan. Belum pernah dia merasa setakut ini.Tak ada pilihan lain, dia memutuskan untuk kabur secepat mungkin dari sana. Sebisa mungkin dia tidak ingin berhadapan langsung dengan seorang ahli pedang sekelas pria itu. Mendengar semak yang dia tebas berbunyi seperti besi, pria itu melompat ke dalam sana.Untungnya, Yuan sudah menjauh sebelum pria itu bisa menangkapnya. Dia berlari mendaki bukit menuju pintu masuk goa, satu-satunya tempat yang dianggapnya aman.Setibanya di bibir goa, Yuan kehabisan napas. Cahaya bulan memantul cerah dari keringat dingin di wajahnya. “Ini suasana yang menakutkan, pria itu jelas bukan orang sembarangan,” pik
Sebelas prajurit maju secara serentak, siap menghadapi Yuan sendirian. Keenam orang yang sedang bersembunyi menunggu sinyal dari bocah itu untuk bertindak.“Ingat, Enlai, jangan sampai kau merusak rencana ini,” kata Tangfei dengan nada tegas, matanya menatap tajam.“Benar, Enlai. Fokuslah pada satu musuh, setelah itu biar kami yang mengurus sisanya,” tambah Hongli, berusaha menenangkan anak itu.Enlai mengangguk, meski masih tampak cemas. Tangan kecilnya gemetar memegang pisau, dan ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan detak jantungnya. “Aku akan melakukan yang terbaik,” katanya, suaranya bergetar tetapi matanya menunjukkan tekad.Tak lama kemudian, saat posisi musuh yang hendak menyerang Yuan sampai pada titik yang diinginkan, bocah yang menjadi umpan hidup itu tersenyum penuh kemenangan melihat rencananya berjalan dengan mulus. Dia mengangkat tangan tinggi memberikan aba-aba pada rekan di atas sana. “Sekarang!”Hongli, Zhenwu, Dwei, Xiao, Tangfei, terjun bebas dari atas b
"Pangeran Yuan Qiancheng, apakah itu benar dirimu?" Wajah samurai itu menampilkan campuran antara haru dan ketidakpercayaan."Paman Xueyi!" Yuan segera memberikan pelukan hangat kepada sang paman."Oh, Yuan, aku tidak percaya bisa bertemu denganmu," jawab Xueyi sambil mengusap kepala ponakannya dengan air mata. "Aku kira hanya aku satu-satunya yang selamat dari kerajaan kita."Hongli dan Enlai saling berpandangan, tidak mengerti. Mereka tidak menduga bahwa Yuan dan pria ini ternyata saling kenal, padahal seminit yang lalu Yuan tampak sangat ketakutan hingga tidak bisa bergerak."Jadi, kalian berdua saling kenal?" tanya Hongli."Ya, kenalkan dia ini adalah pamanku, Xueyi Qiancheng.""Bagaimana kau bisa selamat dari penyerangan itu?""Ketika hari ulang tahun pangeran yang ke lima belas, aku ditugaskan oleh raja sebagai duta perdagangan di Bing Qing. Ketika aku kembali ke Qingce, semuanya sudah hancur. Ayahmu, ibumu, Yuan, seluruh keluarga kita tidak ada yang tersisa.""Aku tahu, ini sem
Setelah pesta penyambutan Xueyi, janji untuk melatih Yuan dalam mengendalikan hawa keberadaan di keesokan harinya segera ditepati. Kegembiraan membara di hati Yuan, bersemangat untuk bertemu kembali dengan gurunya setelah sekian lama. Kedua pisau hitam dan hijau siap di tangan, siap untuk digunakan. Namun, saat dia melangkah masuk ke arena latihan bersama pamannya, sesuatu yang tak terduga menanti.Xueyi, bukannya mempersiapkan pedangnya, malah duduk bersila dengan tenang di tengah arena. Matanya terpejam penuh kedamaian. Yuan, terkejut dan bingung, menggaruk kepalanya, tidak mengerti apa yang sedang dia pikirkan.“Aku kira kita akan berlatih,” cibir Yuan, mendekatinya dengan rasa tidak sabar.“Tentu saja, kemarilah, duduk bersamaku,” jawab Xueyi dengan suara lembut namun tegas.“Bukankah kita akan bertarung atau semacamnya?”“Aku tidak pernah mengatakan kita akan bertarung. Masalahmu tidak akan terselesaikan dengan kekerasan, melainkan dengan seni berkamuflase dan menyatu dengan alam
Di siang hari yang cerah, Yuan, Hongli, dan Xueyi menuju pintu gerbang utama di barat. Di depan gerbang, banyak tamu dari kerajaan lain mengantri untuk membayar administrasi perpajakan. Masing-masing tampak menyerahkan dua puluh koin emas sebagai upeti agar bisa melewati gerbang dengan barang bawaan mereka.“Apa kita juga harus membayar koin emas?” tanya Hongli dengan nada panik.“Tentu saja,” jawab Xueyi. “Di tanah kerajaan korup ini, tidak ada yang bisa masuk tanpa membayar. Untuk satu orang, biayanya sepuluh keping koin emas. Kalau ada barang bawaan, biayanya bisa dua kali lipat.”“Gawat, aku tidak punya satu keping pun,” kata Yuan, panik sambil meraba semua kantongnya mencari uang koin.“Jangan khawatir, kemarin lusa aku dapat banyak koin emas dari Wuyan. Kita bisa pakai ini.”Setelah membayar tiga puluh keping koin emas, mereka bertiga berhasil memasuki kerajaan tanpa masalah. Di dalam kerajaan Bing Qing, suasananya sangat ramai, hampir seperti pasar. Jalan-jalan dipenuhi berbaga
Yuan naik pitam mendengar semua ucapan tak bermoral yang keluar dari sekelompok orang di belakangnya. Ia sudah mencoba untuk tetap tenang, tetapi semakin ia mendengar hinaan-hinaan tentang keluarganya, semakin amarahnya tidak tertahan. Dengan geram, ia mencabut pisaunya dan berjalan mendekati mereka. Semua orang di sekitar tiba-tiba terdiam seketika. Gosip hangat yang mereka ucapkan bagaikan ditelan oleh angin.Sebelum keadaan semakin memburuk, Xueyi dan Hongli segera menyadari situasi yang berbahaya ini. Mereka tidak ingin Yuan melakukan tindakan nekat yang bisa berujung fatal.“Maaf soal itu semuanya,” Xueyi tersenyum masam menenangkan semua orang yang mulai tegang. Hongli mengarahkan Yuan keluar dari kedai dengan langkah yang cepat dan hati-hati.“Kendalikan dirimu, Yuan! Bukankah ini tujuan kita datang ke Bing Qing?”“Setelah mendengar semua keluargaku yang dihina oleh mulut kotor mereka, aku tidak bisa tinggal diam!”“Tetap saja, kita tidak bisa memulai keributan dengan penduduk
“Nah, silakan dinikmati,” jawab ramah sang raja kepada Yuan dan kawan-kawan.Di meja makan kerajaan Bing Qing yang mewah, berbagai hidangan lezat terhampar. Yuan, Hongli, dan Tangfei duduk dengan wajah cemberut, berjarak jauh dari dua tamu dari Wuyan yang duduk di ujung meja.“Silakan bergabung dengan kami. Kuharap lidah batu kalian bisa menikmati makanan kelas tinggi seperti ini,” sindir sang pahlawan perang kepada mereka.Hongli dan Xueyi hanya menatap sinis.“Apa yang kedua keparat itu lakukan di sini?” umpat Hongli.“Lebih tepatnya, apa yang kita lakukan di sini? Raja Bing Qing terkenal dengan sifat antisocial-nya. Hanya tamu yang menawarkan uang atau hadiah yang mau dia temui, atau orang-orang yang ingin dihukum,” jelas Xueyi.“Ini pasti ulah kedua tikus itu.”Raja dan beberapa anggota kerajaan mulai bergabung ke meja makan. Putra dan istrinya yang menawan sangat bertolak belakang dengan penampilan sang raja yang nampak seperti babi gendut dengan kumis lancip dan topi yang panjang
Untuk beberapa hari ke depan cerita ini akan berhenti update untuk sementara dikarenakan akan ada perbaikan alur cerita.Begitu semuanya sudah diperbaiki, ceritanya akan kembali berlanjut.Pantengin terus ya :D
Malam hari yang gelap, memancarkan hawa dingin dari rembulan biru tertutup setengah paras oleh awan. Distrik Qingchong menjadi sunyi dan sepi tanpa ada tanda-tanda kehidupan sosial. Yuan dan kawan-kawan menyelinap dari satu tempat ke tempat lain dalam bayangan kegelapan. Mereka bertujuh berusaha berkamuflase sebisa mungkin agar tak ketahuan oleh siapapun, terutama oleh mereka para prajurit yang sedang berpatroli.“Kalian mencium sesuatu?” Tanya Tangfei pada yang lain.“Iya, ini bau bensin. Pastinya bukan cuma aku yang mencium ini dari tadi di sepanjang jalan.” Jelas Hongli.“Hati-hati saja jangan sampai ketahuan oleh para pasukan yang sedang berjaga,” kata Yuan.Mereka melanjutkan merayap menyusuri kegelapan di belakang bangunan distrik Qingchong. Makin lama bau bensin kian menyengat, namun hidup mereka semua perlahan bisa beradaptasi. Bau bensin ini sudah tidak mengganggu bagi hidung mereka lagi.Dalam jarak seratus meter lebih, balai kota tempat di mana anak dan istri milik Xueyi d
Pada keesokan harinya, sebuah rombongan prajurit Wuyan berjajar rapi di jalanan berbatu yang menuju ke Bing Qing. Matahari pagi memancarkan cahaya keemasan, menyinari kereta yang diangkut oleh dua kuda hitam berkilat. Kereta itu terlihat megah dengan ukiran-ukiran rumit pada kayunya dan hiasan bendera kebesaran Wuyan yang berkibar anggun di sepanjang jalan. Semua prajurit, mengenakan armor logam berwarna hijau yang mengkilap, meningkatkan kewaspadaan di atas kuda mereka, berbaris dengan disiplin menuju kerajaan dagang internasional. Ternyata, rumor mengenai Kaisar Wuyan hendak berkunjung ke Bing Qing bukanlah isapan jempol belaka. Kereta yang diangkut oleh dua kuda berwarna hitam pekat itu bergerak dengan tenang, roda kereta yang terbuat dari kayu kokoh berderak lembut di atas jalan yang ditutupi lapisan debu halus. Di dalam kereta, sosok yang sangat penting sedang berada, menambah aura misterius pada perjalanan tersebut.Yuan dan kawan-kawan sedang bersembunyi di dalam hutan jauh d
Yuan coba membaca surat yang ada di tangan pamannya. Bunyinya:“Jika kau mau anak dan istrimu selamat, temui kami di balai kota distrik Qingchong. Bawa tiga orang terbaik bersamamu. Kami akan menyambut kalian.Tertanda: Xu Yanzhi.”Semua orang sepakat siapa yang harus pergi ke tempat itu malam ini. Xueyi, Yuan dan Hongli.Ketiganya tanpa pikir panjang berlari menuju tempat yang dijanjikan dalam gelap malam. Sementara Tangfei dan yang lainnya mengawasi dari kejauhan.Begitu tiba, empat prajurit sudah menunggu di pintu masuk.. Xueyi langsung disambut oleh Xu Yanzhi.“Selamat datang, wahai samurai dan kawan-kawan. Akhirnya kau datang.”“Dimana anak dan istriku?”Pria berpakaian emas itu menggeser diri dari pintu, memperlihatkan pemandangan mengerikan di dalam ruangan Lian dan dua anaknya sedang diikat pada sebuah tiang. Mulut mereka disumpal dengan kain yang membuat mereka tak bisa berbicara.Teriakan mereka tak terdengar, tapi ekspresi mereka menunjukkan ketakutan.Xueyi mengerang pelan
Yuan bergerak dengan hati-hati, matanya meneliti setiap sudut lemari di ruangan. Dia hampir saja mengambil lencana terakhir ketika sebuah bayangan di cermin menarik perhatiannya. Sosok Guozhi, tampak jelas berdiri di tengah pesta bersama beberapa rekannya.“Guozhi!” bisik Yuan, matanya membesar. “Lihat, itu Guozhi!”Dia memberi isyarat pada Hongli, yang tengah tenggelam dalam kegembiraan pesta, dikelilingi oleh tiga wanita cantik dengan minuman di tangan. Hongli tampak tersenyum kikuk, pikirannya melayang jauh dari situasi sekitar.“Sial, pria ini terlalu mabuk untuk sadar!” pikir Yuan, cemas.Guozhi, yang sedang mengambil minuman, mengamati pria besar di sofa dengan tatapan tajam. “Rasanya aku kenal kau….”Hongli tersenyum lebar, masih setengah teler. “Ah, aku dikenal banyak orang. Menjadi selebriti sepertiku memang melelahkan, hahaha!”Guozhi tertawa ringan, “Hahaha, aku paham rasanya. Aku juga sering merasa tak nyaman dikenali di sini.”Yuan mengamati dari jauh dengan penuh kekhawa
Yuan memperhatikan pamannya berdiri di depan pintu dalam keadaan yang tak bisa ditebak. Mukanya nyaris tak berekspresi sama sekali, namun senar yang keluar dari tubuhnya menggeliat penuh kemarahan. Penuh dendam. Penuh ambisi. Dan setitik rasa sedih. Hanya Yuan dengan mata ajaibnya yang bisa melihat apa yang dirasakan oleh Xueyi.“Kau tidak apa-apa, Paman?” Yuan bertanya sambil menepuk pundaknya dari belakang.“Yeah, aku baik-baik saja,” jawab Xueyi dengan senyum terpaksa yang sulit disembunyikan.“Berapa banyak sisa uang yang kau punya sekarang?”“Tidak banyak. Mungkin hanya cukup untuk satu atau dua hari ke depan.”“Baiklah, karena kita nampaknya tak ada lagi yang bisa dilakukan di Bing Qing, ada yang mau pergi ke Wuyan?”“Apa yang akan kita lakukan di sana?” tanya Hongli,“Banyak hal. Kita bisa mengecek bagaimana perkembangan situasi di sana. Dan juga, merampas beberapa koin emas dari prajurit di sana.”Xueyi nampak setuju dengan rencana itu. Tangfei, Zhenwu, Dwei, dan Xiao juga ter
“Ayah?!” teriak Yuan dan teman-temannya dengan kaget.Pintu rumah terbuka, dan seorang wanita muda muncul. Rambutnya yang lurus sebahu tergerai di atas gaun biru sederhana yang tampak mewah jika dibandingkan dengan tetangga di sekitar rumah.“Xueyi, akhirnya kau pulang juga. Selamat datang,” ucap wanita itu dengan senyuman ramah.Teman-teman Xueyi dari Ner’iatu masih kebingungan, tidak bisa mengikuti apa yang sedang terjadi. “Hai Sayang, aku membawa tamu. Kenalkan, ini adalah Lian Hua, istriku, dan dua anak ini adalah anakku,” kata Xueyi, memperkenalkan keluarganya.Yuan, dengan mulut yang masih menganga, mencoba mencerna kenyataan bahwa paman mereka memiliki istri dan anak. “Apa yang terjadi? Sejak kapan ini terjadi? Bagaimana ini bisa terjadi?”“Halo semuanya, sebaiknya kita mengobrol di dalam saja. Mari masuk,” kata Lian Hua, tuan rumah yang baik hati, sambil mengundang mereka masuk.Di dalam rumah, suasananya tampak normal dan sederhana, namun tertata rapi dan nyaman. Meja makan
Teriakan tangisan bayi Trondallo di ruangan Bunda Ketua semakin kencang. Wang Jing, yang bertugas menggantikan tugas Fengyin merasa kebingungan tak tahu harus berbuat apa. Kedua bayi itu tidak mau diam.“Ada apa dengan mereka?” tanya Yuan kepada Wang Jing.“Saniyala, aku juga tidak tahu. Tiba-tiba mereka menangis tanpa alasan yang jelas. Aku tidak tahu harus berbuat apa.”Yuan memeriksa kedua bayi dengan cermat. Dengan mata hijaunya, ia bisa merasakan ketidaknyamanan yang dialami bayi-bayi tersebut.“Mereka sakit. Suhu tubuh mereka jauh lebih tinggi dari biasanya.”“Sakit? Penyakit apa yang bisa mengganggu bayi Trondallo?” tanya Wang Jing.“Ini lebih kepada sakit psikis,” jawab Yuan. “Mereka tampaknya terganggu oleh kepergian Fengyin.”Enlai menambahkan, “Mungkin mereka merasakan apa yang dirasakan Fengyin saat ini?”“Jika benar, berarti Fengyin dalam keadaan yang sangat buruk di penjara Bing Qing.”Tiba-tiba, tanah bergetar hebat. Seekor ular raksasa muncul dari dalam tanah, mengangk
Brak!!!“Argh!”Belum sempat kapten dan pasukannya merayakan kemenangan, pisau Yuan sudah menusuk punggungnya sampai menembus dada melalui zirah besi. Suara pria itu bungkam dengan darah menggumpal di mulut, menyekat tenggorokan.“Si-siapa kau….”Tanya sang kapten dengan sisa nyawa yang ada.Dari balik topengnya, Yuan berkata, “aku adalah sang penebus dosa. Begitu bertemu dengan Tuhan di akhirat, katakan padanya aku sedang berusaha menjalankan tugas darinya.”“Ugh!”Pisau ditarik dengan gerakan tajam dari tubuh kapten, diikuti dengan jatuhnya beberapa prajurit yang tersisa dihabisi oleh anggota tim Yuan yang lain. Dengan begini, Saniyala secara tidak langsung mengklaim kemenangannya. Dia berdiri sendirian di tengah mayat pasukan dari dua kerajaan, tampak seperti penguasa medan perang.Melihat bocah itu, Hongli dan yang lainnya merasakan aura mengerikan yang menyelimuti Yuan. Mulutnya tidak pernah berhenti tersenyum, seolah menikmati setiap kematian yang berserakan di bawah kakinya. Na