Ledakan energi besar yang terjadi di tengah bentrokan dua pedang legendaris, Pedang Kabut Darah dan Pedang Surgawi, memekakkan telinga dan menciptakan gelombang kejut yang menghancurkan pepohonan, batu-batu besar, dan tanah di sekitarnya. Suara gemuruh ledakan itu menggema jauh ke lembah, membuat burung-burung beterbangan dan binatang-binatang liar melarikan diri dalam ketakutan.Rendy terhempas ke tanah, tubuhnya membentur keras tapi ia segera berdiri, darah mengalir dari pelipis dan luka-luka di tubuhnya. Namun, matanya yang bersinar merah tetap menunjukkan tekad baja.“Aku tidak akan kalah!” serunya, menggenggam Pedang Kabut Darah dengan kedua tangannya. Aura merah pekat menyelimutinya lagi, kali ini membentuk bayangan naga merah yang melingkar di tubuhnya, bersiap melancarkan serangan balasan.Di sisi lain, Xian Wu berdiri di atas batu besar yang melayang di udara, tampak tak tergoyahkan meskipun ia pun mengeluarkan banyak tenaga untuk menyerang. Pedang Surgawinya kembali terbentu
Raungan naga merah yang melesat dari Pedang Kabut Darah mengguncang langit, membuat awan kelabu di atas medan pertarungan terbelah. Suara gemuruh naga seolah menggetarkan tulang setiap orang yang mendengarnya. Bayangan besar naga merah itu mengincar Xian Wu dan Moira dengan kecepatan luar biasa, membawa gelombang energi destruktif yang menghancurkan tanah di bawahnya.Xian Wu mengerutkan kening, tubuhnya melayang ke udara. Dengan cepat ia menciptakan formasi rune talisman berupa energi berbentuk lingkaran raksasa, memancarkan cahaya biru menyilaukan. “Pedang Surgawi, formasi perisai suci!” serunya. Cahaya biru berkumpul menjadi dinding energi yang tampak tak tergoyahkan.Moira tidak tinggal diam. Dengan satu lompatan ke belakang, ia mengangkat kedua tangannya, mengaktifkan pedang emasnya. “Formasi Seribu Cahaya!” teriaknya, memanggil ribuan bilah pedang kecil yang berkilauan, membentuk pola spiral di sekelilingnya. Energi dari formasi itu memusat, mengarah ke naga merah yang meluncur
Jian Cheng berhenti beberapa langkah dari medan yang hancur, mengangkat satu tangan. Hembusan angin yang sebelumnya hanya mengacak-acak rambut Rendy kini berubah menjadi pusaran angin tajam yang melingkupi tubuh Jian Cheng. Aura pria tua itu terasa seperti gunung yang menekan dada siapa pun yang berada di dekatnya.“Rendy Wang,” ujar Jian Cheng dengan suara rendah, namun setiap kata yang ia ucapkan bergema, “kau telah menggunakan Jade Dragon untuk membuka kekuatan Lembah Roh Kultivator. Kau telah melanggar keseimbangan dunia ini. Sebagai penjaga tatanan, aku tak punya pilihan lain selain menghentikanmu.”Rendy meneguk ludah, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. “Keseimbangan? Yang kalian pedulikan hanya kekuasaan dan kepemilikan! Aku tidak akan menyerahkan Jade Dragon atau kekuatan ini pada orang sepertimu!”Tanpa peringatan, Jian Cheng menjentikkan jarinya. "WUUSSH!" Angin tajam melesat seperti pisau, memotong bebatuan di sekitar Rendy menjadi serpihan kecil. Rendy sempat meng
Rendy berdiri terhuyung-huyung, tangan kanannya yang memegang Pedang Kabut Darah terasa berat, seolah kekuatan Jian Cheng telah menyedot energinya. Wajahnya dipenuhi luka-luka kecil akibat ledakan sebelumnya, namun matanya masih memancarkan tekad yang tak tergoyahkan. Di sekelilingnya, aura merah dari Pedang Kabut Darah bergetar liar, seperti hembusan nafas naga yang tertahan.“Bocah, kau takkan bisa mengalahkannya sendirian!” Suara berat dan penuh ejekan dari dalam pedang itu menggema di pikiran Rendy. Itu suara Shin Kang, kultivator legendaris yang selama ini tertahan dalam Pedang Kabut Darah.“Kau tahu aku benar. Biarkan aku mengambil alih. Aku akan menunjukkan padanya apa arti kekuatan sejati!”Rendy menggertakkan giginya, dadanya naik turun. “Aku tak butuh bantuanmu, Shin Kang!” teriaknya dalam hati, namun ia tahu kekuatannya mulai memudar. Jian Cheng, dengan aura hitam yang semakin pekat, perlahan berjalan mendekat. Setiap langkahnya membuat tanah retak, tekanan spiritual yang i
Shin Kang, yang kini menguasai tubuh Rendy, melangkah maju dengan aura keangkuhan yang membakar sekelilingnya. Mata merah menyala itu menatap Jian Cheng seperti seorang predator yang sudah memastikan mangsanya tak punya jalan keluar. Aura Pedang Kabut Darah merajalela, membelah udara dengan panas yang membuat tanah di bawahnya retak.“Kau terlihat cemas, Jian Cheng,” kata Shin Kang dengan suara dalam yang menggema. “Bukankah kau ingin merasakan kekuatan Pedang Kabut Darah yang sebenarnya? Sekarang kau mendapatkannya.”Jian Cheng tidak menjawab. Ia menarik napas panjang, menenangkan pikirannya. Pedang peraknya memancarkan aura dingin yang berlawanan dengan aura panas Shin Kang, menciptakan benturan energi yang membuat medan pertempuran terasa seperti badai kecil.“Kekuatan besar seperti itu selalu datang dengan harga yang harus dibayar,” kata Jian Cheng akhirnya. “Dan kau, Shin Kang, adalah harga yang terlalu mahal untuk dibayar dunia.”Shin Kang tertawa keras. “Cukup bicara, kultivato
Debu dan puing-puing bergolak di udara sebelum perlahan-lahan mereda, memperlihatkan sosok yang berdiri tegak di tengah medan pertempuran. Itu adalah Rendy. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Matanya yang sebelumnya menyala merah di bawah kendali Shin Kang kini telah kembali ke warna aslinya, tetapi kilauan yang terpancar darinya lebih tajam, lebih menakutkan. Aura yang menyelimutinya bukan hanya mengintimidasi, tetapi juga membawa kesan ketenangan yang berbahaya—seakan dua jiwa dalam dirinya telah mencapai kesepakatan yang mengerikan.Di tanah, Jian Cheng tersungkur dengan pedang peraknya yang patah menjadi dua. Napasnya tersengal, matanya dipenuhi kewaspadaan saat menatap Rendy, seolah melihat sosok yang berbeda dari sebelumnya. Jari-jarinya gemetar ketika mencoba menyangga tubuhnya agar tetap tegak.Dari balik pepohonan yang jauh, suara langkah kaki cepat bergema. Tak lama, sekumpulan pria berseragam putih dengan emblem pedang di dada mereka muncul. Mereka adalah anggota Sekte Pedang
Rendy berdiri di tengah reruntuhan, tatapannya menyapu medan yang porak-poranda akibat pertarungan sengit melawan Sekte Pedang Dewa. Udara masih dipenuhi aroma besi dari darah yang tertumpah, dan tanah di sekelilingnya penuh dengan retakan serta serpihan batu yang berserakan. Ia menghela napas panjang, menyadari bahwa tempat ini bukan lagi wilayah yang bisa ia tinggali. Paradise Hill terasa semakin jauh, seakan dunia yang dulu ia kenal semakin memudar di balik kabut realitas yang berubah.Ia mengepalkan tangan, menyadari satu hal—agar bisa keluar dari dunia aneh ini, ia harus menuntaskan misinya. Zhang Wei masih hidup, dan selama pria itu bernapas, jalan keluar akan tetap tertutup baginya. Tidak ada pilihan lain, ia harus menghabisinya.Namun, di sela pikirannya yang dipenuhi rencana perburuan, sebuah ingatan melintas dalam benaknya. Jessy Liu. Wanita itu pernah menatapnya dengan penuh keterkejutan di Z-Mart, seolah mengenalinya dari kehidupan lain. Bahkan, ia melindungi Rendy dari hi
Langit di Negeri Langit tampak seolah-olah dilukis oleh tangan dewa. Awan-awan putih lembut melayang di bawah cakrawala emas, memantulkan cahaya matahari yang berpendar-pendar seperti kristal. Pohon-pohon surgawi yang menjulang tinggi, dengan daun-daun bercahaya biru dan perak, berdesir perlahan di tengah angin Qi yang mengalir tanpa henti. Energi Qi di Negeri Langit tidak seperti di dunia fana—ia tampak hidup, memancar dalam bentuk aliran warna-warni yang bisa dilihat dan dirasakan oleh siapa pun yang berdiri di sana.Setiap nafas yang diambil di Negeri Langit seperti menyerap kekuatan alam semesta. Udara terasa segar, namun penuh dengan kekuatan yang hampir menekan. Kultivator yang cukup beruntung berada di tempat ini dapat merasakan tubuh mereka dipenuhi energi, seolah-olah setiap pori-pori mereka membuka untuk menyerap Qi yang melimpah.Di tengah keindahan Negeri Langit, sebuah tempat berdiri kontras dengan kemegahan sekitarnya—Kuburan Pedang Spiritual. Sebuah wilayah terlarang ya
Rendy masih terpaku di tempatnya, matanya tak lepas dari sosok Clara yang perlahan menghilang di balik kabut malam. Langkah gadis itu terdengar samar, seolah setiap jejaknya membawa pergi sesuatu yang berharga dari hati Rendy. Napasnya tertahan, dadanya terasa sesak. Ia mengepalkan tangan, berusaha meredam emosi yang bergolak dalam dirinya.Setelah beberapa detik yang terasa begitu panjang, ia menghela napas dan merogoh saku jasnya. Ponselnya dingin di genggaman, tetapi pikirannya lebih dingin lagi. Tanpa ragu, ia menekan sebuah nomor yang sudah lama tersimpan, menunggu panggilan tersambung.“Halo, apa ini masih nomor Kristin?” suaranya terdengar tegas, meskipun ada sedikit ketegangan di baliknya.Di seberang sana, terdengar suara wanita yang sudah lama tak ia dengar.[Jendral Wang, ada keperluan apa meneleponku? Apa ada misi baru lagi untuk Elemental Naga?]Rendy menatap lurus ke depan, sorot matanya tajam. “Bisa kita ketemu besok di Red Lotus? Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”Se
Clara menatap tajam ke arah Rendy, matanya menyala dengan amarah yang tak tertahankan. "Jangan kau kira tindakanmu ini akan mengubah kebencianku padamu!" suaranya dingin, nyaris menggigit, tanpa sedikit pun nada terima kasih.Rendy menghela napas panjang, mencoba memahami kekerasan hati Clara. Wajahnya dipenuhi kebingungan, tetapi suaranya tetap tenang. "Aku terus mencarimu, Clara! Buat apa aku membunuhmu? Apa untungnya bagiku?" katanya, menatapnya lekat-lekat, mencari celah di balik tatapan penuh kebencian itu.Clara menyilangkan tangan di dadanya, dagunya sedikit terangkat, menegaskan keangkuhannya. "Aku tidak percaya padamu! Aku datang untuk memperingatimu. Berhenti mencari Kekuatan Tertinggi, atau kami akan menghancurkanmu!" suaranya bergetar, bukan karena takut, melainkan karena tekad yang membaja.Rendy mengernyit. "Kekuatan Tertinggi? Apakah organisasi itu yang membuatmu membenci aku?" tanyanya, mencoba menelisik lebih dalam.Clara tak menjawab. Dengan santai, ia melangkah ke b
Rendy menatap tubuh wanita yang berdiri di tengah kekacauan Klub Red Lotus. Gaun merahnya berkibar pelan, seolah ikut menari bersama cahaya lampu temaram yang berpendar di langit-langit. Aroma alkohol, asap rokok, dan keringat bercampur menjadi satu dalam udara yang berat. Mata Rendy menyipit, mengamati siluet wanita itu."Kenapa aku merasa mengenalnya?" pikirnya, langkahnya perlahan mendekat."Nona, ada masalah apa sampai kamu mengacau di Klub Red Lotus ini?" tanyanya dengan suara tenang namun penuh kewaspadaan.Plok! Plok! Plok!Tepukan tangan menggema, menggantikan hiruk-pikuk yang sempat mereda. Wanita bergaun merah itu tetap membelakanginya, tubuhnya tegak, aura misterius menguar dari setiap gerakannya."Apa kita perlu memanggil bantuan, Tuan Muda?" suara manager klub terdengar penuh kehati-hatian."Tidak perlu! Aku bisa mengatasinya sendiri!" Rendy menjawab, tetap melangkah maju.Sebuah tawa kecil menggema, renyah namun menusuk."Hihihi ... selamat datang, Jendral Wang!"Suara i
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan di pintu menggema di dalam ruangan, menginterupsi atmosfer hangat yang tercipta antara Rendy dan Jessy. Rendy yang duduk di sofa menoleh dengan malas, sementara Jessy menghela napas panjang, kesal karena momennya terganggu."Siapa?" tanya Jessy, suaranya tajam, penuh ketidaksabaran.Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah pucat seorang pria berseragam hitam. Ia adalah manager klub, tampak gelisah, peluh mulai bercucuran di pelipisnya."Gawat, Chief! Ada sedikit masalah di Klub!" katanya dengan suara bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Rendy, lalu cepat-cepat menunduk saat melihat ekspresi tajam pria yang dikenal sebagai Naga Perang—sosok legendaris di dunia gelap Khatulistiwa.Jessy melipat tangan di dadanya, wajahnya penuh kejengkelan. "Masalah kecil saja tidak bisa kamu tangani! Bagaimana kamu bisa mempertahankan jabatanmu?"Seakan darahnya terkuras, wajah manager itu semakin pucat. Ia menelan ludah, tidak berani menatap Jessy."Apa yang terjad
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng