Dengan lutut yang bergetar, Wang Feng Shian mencoba bangkit. Nafasnya memburu, tubuhnya diliputi rasa sakit yang menusuk, namun pandangannya tak lepas dari sosok Rendy. "Tunggu!" suaranya serak namun penuh desakan. "Kenapa kau tidak membunuhku?"Rendy menghentikan langkahnya sejenak, membiarkan keheningan menggantung sebelum menjawab dengan nada datar, "Aku bukan pembunuh. Lagi pula, bukan aku yang kau cari, tapi Rendy Wang yang lain."Kening Wang Feng Shian berkerut dalam kebingungan. "Rendy Wang yang lain? Apa maksudmu?" tanyanya, suaranya kini terdengar penuh curiga.Rendy memutar sedikit tubuhnya, cukup untuk menatap Wang Feng Shian dari sudut matanya. "Kau mengincar Rendy Wang dari masa ini," katanya dengan tenang, "sedangkan aku adalah Rendy Wang dari masa yang lain. Aku datang ke sini untuk membunuh Zhang Wei."Kata-kata itu menghantam Wang Feng Shian seperti gemuruh petir di tengah malam gelap. "Apa? Kau hendak membunuh kultivator terkuat di dunia ini? Kau gila!" serunya, suar
Di puncak gunung yang diselimuti awan gelap, Zhang Wei berdiri dengan tatapan tajam menembus kegelapan. Jubah hitamnya berkibar oleh angin dingin yang membawa aroma kematian. Sebagai kultivator terkuat di dunia, Zhang Wei adalah simbol ketakutan dan kekuasaan, sosok yang mampu membuat dunia bergetar hanya dengan sebutir kata.Di belakangnya, puluhan kultivator dari berbagai tingkat berdiri dengan sikap hormat, menunggu perintah dari penguasa mereka. Zhang Wei melirik salah satu di antara mereka—Seorang pria tua dengan rambut putih panjang yang auranya memancarkan tekanan luar biasa."Ada yang mencoba mencariku," suara Zhang Wei terdengar seperti bisikan tetapi penuh dengan kewibawaan. "Siapa dia?"Pria tua itu membungkuk dengan hormat sebelum menjawab, "Kami belum mendapatkan informasi lengkap, tetapi yang kami tahu, dia adalah seorang pemuda dengan kekuatan yang tidak biasa. Rumor mengatakan bahwa dia menggunakan teknik-teknik yang bahkan tidak berasal dari dunia ini."Zhang Wei ters
"Aku akan menunggu," bisiknya, senyuman tipis kembali menghiasi wajahnya. "Dan aku akan memastikan dia tidak akan pernah melupakan pertemuannya denganku."Di sisi lain, Zhang Wei berdiri di aula besar Benteng Langit Kegelapan, dikelilingi oleh murid-muridnya yang setia. Aula itu megah sekaligus mengerikan, diterangi cahaya redup dari obor-obor dengan api hijau, memancarkan suasana dingin yang menusuk tulang. Di langit-langit aula, ukiran-ukiran relief menggambarkan kisah-kisah kelam peperangan dan kehancuran, seolah menjadi saksi bisu kebesaran pemimpinnya.Zhang Wei memandangi peta dunia di hadapannya. Wilayah yang dikuasainya ditandai dengan tinta merah tua, hampir separuh dunia sudah berada di bawah kendalinya. Namun, satu titik kecil di luar wilayahnya kini memancarkan ancaman."Dia menuju ke sini," lapor seorang kultivator muda yang baru saja kembali dari penjaga wilayah luar. Tubuhnya bergetar saat berdiri di depan Zhang Wei.Zhang Wei tertawa kecil, suaranya dalam dan mengintim
Di aula besar Benteng Langit Kegelapan, Zhang Wei duduk di atas singgasana megahnya, mengenakan jubah hitam berhiaskan pola naga emas yang memancarkan aura angkuh. Para murid dan pengikutnya berjajar di sisi aula, menunduk dalam kepatuhan mutlak.Ketika suara langkah Rendy Wang menggema di aula itu, Zhang Wei membuka matanya perlahan, sorotannya tajam seperti kilat yang menusuk malam gelap. Dengan santai, ia mengamati pemuda yang berani menerobos Benteng Langit Kegelapan tanpa izin."Jadi, kau akhirnya datang," kata Zhang Wei dengan suara dalam dan dingin. wajahnya agak terkejut begitu menyadari kalau pemuda yang ditunggunya ini adalah anaknya sendiri yang diremehkan olehnya."Aku kira kau datang untuk memohon menjadi muridku, belajar kultivasi tingkat tinggi dari sang penguasa kegelapan."Rendy, yang sudah berdiri tegak di tengah aula, hanya tersenyum tipis. "Aku tidak datang untuk belajar darimu, Zhang Wei. Aku datang untuk mengakhiri kekuasaanmu."Tidak ada panggilan ayah terhadap
Pertanyaan itu menghentikan Zhang Wei sejenak, tetapi hanya untuk sesaat. Ia kembali menyerang dengan lebih ganas, tetapi Rendy melihat celah dalam serangannya.Dengan satu tebasan kuat, Rendy mematahkan pertahanan Zhang Wei, membuatnya terlempar ke belakang. Zhang Wei terjatuh, darah mengalir dari sudut bibirnya.Perasaan terhina menghinggapi Zhang Wei karena ia kalah telak di hadapan anak buahnya.Pertarungan ini belum selesai, tetapi untuk pertama kalinya, Zhang Wei merasakan sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya—rasa takut.Zhang Wei bangkit perlahan, tubuhnya diselimuti aura mengerikan. Wajahnya memancarkan kebanggaan penuh dendam, dan senyum licik tersungging di bibirnya. Dengan kedua tangan terangkat, ia memanggil energi dari ranah Immortal Ascension, membuat langit di atas Benteng Langit Kegelapan mendung dan bergetar.“Ini adalah kekuatan sejati seorang penguasa!” serunya. “Rendy Wang, kau akan menjadi saksi terakhir dari kekuatan absolut ini!”Zhang Wei mulai melantu
Rendy Wang berdiri tegak di tengah aura keemasan yang memancar dari tubuhnya. Pedang Elixir Felicia Shang berada di tangannya, bersinar seperti matahari yang tidak pernah pudar. Qi Nirvana Elixir mengalir deras dalam pembuluh energinya, membuat setiap gerakannya bagaikan tarian yang penuh keagungan dan kekuatan.Di hadapannya, Zhang Wei memancarkan kekuatan yang tidak kalah dahsyat. Aura dari Kuburan Pedang Spiritual menciptakan badai energi gelap yang terus berputar di sekelilingnya. Di udara, puluhan pedang spiritual melayang, mengeluarkan dengungan yang mengintimidasi."Rendy Wang! Qi Nirvana Elixir-mu mungkin kuat, tapi tidak ada yang bisa menandingi kekuatan Kuburan Pedang Spiritual ini. Bersiaplah mati di bawah ribuan pedangku!" teriak Zhang Wei, suaranya menggelegar seperti guntur.Zhang Wei melancarkan serangan pertama. Dengan gerakan cepat, ia mengendalikan puluhan pedang spiritual yang melesat seperti kilat ke arah Rendy. Serangan ini membentuk formasi Rantai Pedang Jiwa, te
Rendy Wang melangkah dengan tenang, meski tubuhnya telah penuh luka dan napasnya mulai tersengal. Pedang Elixir di tangannya memancarkan aura Qi Nirvana yang menyala-nyala, bagaikan api abadi yang tidak pernah padam. Namun, Zhang Wei, meski jelas kelelahan dan terluka parah, masih memancarkan energi gelap dari Kuburan Pedang Spiritual. Mata pria itu berkilat dengan semangat perlawanan yang tak mau padam."Rendy Wang..." suara Zhang Wei terdengar serak, namun dipenuhi tekad. "Kau membuatku terdesak lebih dari siapapun yang pernah aku hadapi. Tapi jangan berpikir kau sudah menang. Aku akan menunjukkanmu mengapa aku disebut Kultivator Terkuat.Zhang Wei tiba-tiba mengangkat tangannya ke udara, memanggil seluruh kekuatan Kuburan Pedang Spiritual. Sebuah gemuruh terdengar, seperti ratusan roh meraung dalam penderitaan. Tanah di sekitar mereka bergetar hebat, dan retakan mulai terbentuk di benteng."Ritual Jiwa Terakhir-Penyerapan Roh Kuburan!"Tubuh Zhang Wei mulai menyerap roh-roh dari pe
Rendy Wang berdiri tegap dengan Pedang Elixir di tangannya, memancarkan aura Qi Nirvana yang semakin kuat. Di hadapannya, Zhang Wei memegang Pedang Darah Kehancuran, sebuah pedang raksasa yang tampak hidup, berdenyut seperti urat nadi, dengan energi merah darah yang menguar ganas. Atmosfer di sekitar mereka terasa begitu berat, seolah dunia sendiri menahan napas untuk menyaksikan pertarungan dua kekuatan dahsyat ini.Zhang Wei menyeringai, meskipun tubuhnya penuh luka. “Rendy Wang, aku akui kau tangguh. Tapi Pedang Darah Kehancuran ini adalah akhir dari semua lawan yang berani menantangku. Bersiaplah untuk mati!”“Kau terlalu percaya diri, Zhang Wei,” jawab Rendy dengan tenang, matanya bersinar dengan tekad. “Felicia Shang tidak hanya memberiku kekuatan penyembuh, tetapi juga teknik pamungkas yang akan mengakhiri kejahatanmu.”Zhang Wei mengayunkan Pedang Darah Kehancuran dengan satu gerakan besar. Tebasan itu menciptakan gelombang energi merah yang memotong tanah, membelah bukit-buki
Alih-alih melepaskan semburan api besar seperti yang biasa ia lakukan, Rendy memejamkan mata. Napasnya tertarik dalam-dalam, dada naik dan turun seirama dengan denyut nadi yang semakin membara. Di dalam pikirannya, nyala api bukan lagi letusan liar yang menghanguskan segalanya, melainkan bara yang mengendap tenang, meresap ke dalam otot-ototnya, menjalar ke tulang dan mengisi setiap pori-pori kulitnya dengan panas yang tak tertahankan. Saat kelopak matanya terbuka kembali, pandangannya jernih dan tajam. Udara di sekelilingnya bergetar, tidak lagi karena kobaran api, tetapi karena gelombang panas yang keluar dari tubuhnya sendiri. Tanah di bawah kakinya menghangat, udara di sekitarnya beriak seperti fatamorgana di atas gurun pasir. Rendy merasakan sesuatu yang berbeda—sebuah kekuatan yang lebih terkendali, lebih dalam, dan lebih dahsyat dari sebelumnya. Tanpa ragu, ia menerjang ke depan. Gerakannya nyaris tak terlihat, seperti bayangan yang melesat dalam sekejap. Kecepatan itu bukan
Rendy melangkah mantap ke dalam pusaran badai es yang berputar liar di belakangnya. Setiap pijakan kakinya menghasilkan bunyi berderak, merambat ke seluruh permukaan es yang retak seperti suara tulang yang patah. Angin dingin menampar wajahnya dengan kasar, membekukan tiap tarikan napas yang keluar dari bibirnya. Butiran salju yang tajam seperti pecahan kaca menari di udara, menyayat kulitnya hingga perih. Namun, di balik semua itu, tekadnya tetap membara.Di hadapannya, Formasi Kutub Es Ketiga berdiri menjulang, dinding-dindingnya yang runcing seolah hendak menusuk langit kelam. Bayangannya yang megah dan menyeramkan menebarkan aura dingin yang membuat dada Rendy terasa sesak. Setiap langkah yang ia ambil semakin menegaskan keberadaannya di tempat terlarang ini. Suara samar bergema di udara, entah dari mana asalnya, seolah ada sesuatu yang mengamati setiap gerak-geriknya dengan mata tak terlihat.Saat ujung kakinya melewati batas wilayah beku itu, tanah di bawahnya mendadak memancark
Rendy menarik napas dalam-dalam, udara dingin menusuk paru-parunya, sementara matanya yang tajam menyapu badai salju yang mengamuk di sekelilingnya. Setiap butir salju yang beterbangan seakan menceritakan ancaman, namun tekadnya tak tergoyahkan. Setelah berhasil menaklukkan prajurit es pertama yang menyerang dengan keberanian setara badai itu, ia melangkah ke dalam kegelapan beku Formasi Kutub Es Tujuh Langkah. Angin mengaum lebih liar, menyembunyikan jebakan mematikan di balik tirai putih yang terus berputar.Saat langkah pertamanya menuju formasi kedua, tanah di bawahnya tiba-tiba bergetar hebat, mengirimkan getaran menakutkan ke seluruh tubuhnya. Tanah itu runtuh, menciptakan celah besar seakan ingin menelannya hidup-hidup. Dengan refleks instan, Rendy melompat ke samping, namun matanya menangkap gerakan kilat ... dinding es raksasa melesat dari bawah dan atas, berusaha menjepitnya dalam pelukan maut."Sial!" teriak Rendy, suara yang tertiup angin seolah menyatu dengan rintihan bad
Angin menderu tanpa ampun, menerjang wajah Rendy dengan suhu yang menusuk, seakan ribuan jarum es menyusup ke dalam kulitnya. Di sekelilingnya, salju menari liar, berputar-putar membentuk pusaran putih yang seakan ingin menelan segala sesuatu yang berada di lintasan badai. Di tengah kekacauan itu, dua sosok prajurit es meluncur bak bayangan, melangkah tanpa jejak di atas permukaan salju yang telah membeku kaku.Rendy, yang tengah berlari menyusuri medan yang terselimuti badai, tiba-tiba mengayunkan tubuhnya ke samping. Tepat di saat itulah, sebuah pedang es berkilauan meluncur mendekat, hampir saja menyapu bahunya dengan kecepatan yang mematikan. Udara di sekitar pedang itu bergetar, menampakkan efek membekukan yang menyeramkan pada setiap hal yang disentuhnya."Dekat sekali!" seru Rendy dengan nada terkejut, namun ia tak sempat mengeluh. Dalam satu gerakan refleks, ia memutar badannya dan melayangkan tendangan ke arah bayang-bayang prajurit itu. Namun, tendangannya hanya menyentuh ke
Di balik tirai salju tebal yang menutupi setiap sudut Pegunungan Es Abadi, dunia terlihat seperti lukisan sunyi yang menyimpan keindahan dan kematian sekaligus. Namun, Rendy, dengan tatapan waspada dan langkah yang terukur, tahu bahwa di balik pesona dingin itu tersimpan jebakan mematikan yang dirancang oleh Keluarga Besar Bai. Setiap langkah yang diambilnya terasa bagai melangkah di atas kristal pecah; dingin yang menusuk hingga ke dalam tulang, diiringi oleh ketidakpastian medan yang licin dan berbahaya. Angin kencang menyusup lewat celah-celah antara puncak gunung, mendesis seperti bisikan kematian. Butiran es kecil yang tersapu angin menghantam wajahnya, meninggalkan rasa perih yang membakar, sementara jubah hitamnya menari liar di tengah pusaran salju, kontras dengan hamparan putih yang tak berujung. Rendy menatap sekeliling dengan mata tajam, menyusuri setiap bayangan dan jejak samar yang tertutup salju. Tiba-tiba, ia berhenti. Di bawah langkahnya, ada sebuah bekas jejak yang
Rendy melangkah mantap ke utara, angin dingin menerpa wajahnya, membawa serta butiran salju yang berkilauan di bawah cahaya rembulan. Hembusan napasnya mengepul, seiring dengan tekad yang semakin menguat di dalam dadanya. Ia harus menemui Keluarga Besar Bai secara langsung. Tiga kultivator Bai yang ia biarkan hidup telah menyampaikan pesannya, tetapi ia ragu pesan itu cukup kuat untuk menghentikan mereka."Aku harus memastikan mereka tidak menggangguku saat berhadapan dengan Zhang Wen," gumamnya, kedua matanya menatap lurus ke depan, penuh determinasi.Dalam perjalanannya, Rendy menyadari satu hal: ia telah melewatkan kesempatan menanyakan keberadaan ayahnya kepada Keluarga Xie dan Zhao. Pertarungan sengit dengan mereka telah menyita seluruh perhatiannya, dan kini, hanya Keluarga Besar Bai yang mungkin memiliki jawaban.Pegunungan Es Abadi membentang di hadapannya, rumah bagi Keluarga Besar Bai. Sebuah perkampungan luas tersembunyi di balik lapisan pertahanan berlapis, dengan formasi
Rendy Wang berdiri tegak di antara puing-puing kediaman keluarga Zhao. Angin malam berdesir, membawa aroma debu dan darah yang masih hangat. Kedua pedangnya—Pedang Kabut Darah dan Pedang Penakluk Iblis—berkilauan tajam di bawah cahaya bulan. Di hadapannya, Zhao Tiangxin menatap tajam, jubah patriarknya berkibar ditiup energi qi yang bergetar di sekelilingnya."Naga Perang!" suara Zhao Tiangxin bergema seperti guntur. "Aku akan menunjukkan padamu mengapa aku disebut sebagai Patriark Zhao!"Tangannya terangkat tinggi, telapak tangannya bersinar emas. Dengan satu gerakan sigil tangan, ia menarik energi langit dan bumi. "Formasi Penghancur Langit!"Awan di atas mereka bergolak, berputar membentuk pusaran yang menyedot kekuatan dari sekelilingnya. Udara bergetar, dan dalam sekejap, ratusan tombak qi berwarna emas terbentuk di langit, melayang dengan ujungnya mengarah lurus ke tubuh Rendy.Rendy mengangkat satu alis. "Begitu? Kau pikir formasi ini bisa menghentikanku?"Dengan satu hentakan
Dengan kecepatan yang tak terbayangkan, Rendy melesat ke depan seperti kilatan petir yang menyambar langit. Pedang Penakluk Iblis di tangannya bergetar, memancarkan cahaya merah menyala yang menebarkan hawa kematian di sekelilingnya. Dalam satu tebasan, gelombang energi memancar deras, menggetarkan udara dan menciptakan pusaran angin yang menghantam para praktisi keluarga Zhao dengan kekuatan dahsyat."Kalian yang mencari kematian kalian sendiri! Aku telah memberi kalian kesempatan untuk hidup! Kini, kesempatan itu telah hilang!" teriak Rendy yang bergerak dengan sangat cepat sehingga tidak kelihatan oleh mata biasa.Wuuusssh!Clash!Jeritan kesakitan menggema saat beberapa dari mereka terpental ke belakang, menghantam dinding dengan keras hingga retakan besar terbentuk di sekitarnya. Sementara itu, yang lain bahkan tak sempat menghindar—hanya ada kilatan merah yang membelah tubuh mereka, meninggalkan sisa-sisa tubuh yang jatuh dengan suara berdebum ke tanah."Apa ini? Dasar iblis! Ti
Malam itu, kediaman Keluarga Besar Zhao dipenuhi ketegangan yang merayap di setiap sudut benteng megah mereka. Cahaya lentera berkelap-kelip, memantulkan bayangan tajam dari para kultivator dan praktisi bela diri yang berjaga. Mata mereka tajam, napas tertahan, tangan menggenggam erat senjata seolah bersiap menghadapi bahaya yang sewaktu-waktu bisa menerjang.Di tengah ruang utama yang dipenuhi aroma dupa, seorang pria tua duduk di singgasananya dengan tenang. Rambut dan janggut putihnya tergerai panjang, namun tubuhnya yang bercahaya menunjukkan bahwa usia bukanlah batasan bagi kekuatannya. Zhao Tiangxin, pemimpin Keluarga Besar Zhao, menatap tajam ke arah seorang pengintai yang baru saja kembali dari misi penyelidikan."Siapa yang cukup kejam menghancurkan Keluarga Besar Xie?" Suaranya berat, penuh wibawa, bergema di seluruh ruangan.Kultivator pengintai itu menelan ludah sebelum menjawab, tubuhnya sedikit gemetar. "Lapor, Tuan Besar! Pembunuh Patriark Xie adalah seorang pemuda yang