Malam di Kota Chindo semakin larut, namun suasana di apartemen Jacinda masih menyimpan ketegangan. Di luar, angin dingin menderu, membawa aroma hujan yang tertahan di udara. Rendy berdiri di dekat jendela besar, memandangi gemerlap lampu kota, matanya menyipit seperti sedang mencoba membaca sesuatu di kejauhan. Perasaannya gelisah, dan firasat buruk itu akhirnya terbukti.“Jacinda,” katanya dengan suara rendah namun tajam. “Kau merasakan itu?”Jacinda, yang tengah merapikan meja di ruang tamu, berhenti sejenak. Matanya menyipit, fokus pada energi asing yang mendekat dengan cepat. “Aura ini... mereka datang,” bisiknya. “The Cultivator.”Langit di atas apartemen mendadak berubah. Kilatan petir berwarna biru keunguan menerangi kegelapan malam, diikuti oleh suara gemuruh yang memecah keheningan. Beberapa bayangan melesat turun dari langit, meluncur seperti meteor ke arah apartemen.“Cih, hanya ranah Foundation Establishment,” ujar Rendy sambil menyeringai kecil. “Mereka benar-benar mereme
Angin dingin malam itu terasa semakin menusuk, seolah alam pun turut mengintimidasi suasana. Rendy dan Jacinda berdiri di balkon apartemen yang kini berantakan, bekas pertarungan tadi masih tersisa dalam bentuk es yang mencair perlahan. Namun, perhatian mereka teralihkan ketika langit di atas mereka mulai memancarkan cahaya merah gelap, seolah mata raksasa sedang menatap langsung ke arah mereka.“Itu tanda kedatangannya,” bisik Jacinda, suaranya bergetar. “Wang Feng Shian... dia ada di sini.”Rendy mengepalkan tangannya, energi Naga Es dalam tubuhnya mulai bergolak. “Akhirnya dia datang. Aku sudah bosan menghadapi pion-pion tak berguna ini.”Di kejauhan, sebuah bayangan besar perlahan turun dari langit. Wang Feng Shian, mantan Patriark Sekte Pedang Awan Langit, muncul dengan jubah merah panjang yang berkibar tertiup angin. Rambut putihnya yang panjang tampak bersinar di bawah sinar bulan, wajahnya yang penuh wibawa namun dingin menatap lurus ke arah Rendy.“Aku mendengar Naga Perang t
"Aku tidak ingin menghancurkan kota ini lebih parah lagi! Kita lanjutkan saja pertarungan di tempat lain!" kata Rendy sambil berkelabat dengan cepat menjauhi Kota Chindo.Tujuannya adalah gunung besar yang berwarna kehijauan tapi menyimpan bara api yang besar menyelimuti gunung aktif yang belum pernah memuntahkan lahar sama sekali."Kekuatan Wang Feng Shian terlalu besar dan bisa mengancam nyawa penduduk Kota Chindo. Ini adalah jalan terbaik," batinnya sambil terus mempercepat langkahnya menuju Gunung Jade Inferno.Rendy Wang, yang dikenal sebagai Naga Perang, berdiri tegap di atas puncak Gunung Jade Inferno. Udara di sekitarnya terasa tegang, penuh dengan energi Qi yang bergetar dari dua sosok kuat di tengah medan pertarungan. Di hadapannya, Wang Feng Shian, pimpinan The Cultivator, memandang dengan tatapan tajam, tubuhnya memancarkan aura yang menakutkan."Rendy Wang," kata Wang Feng Shian, suaranya rendah namun menggema, "kau mungkin dianggap legenda, tapi aku adalah hukum di dunia
Wang Feng Shian berdiri tegak di atas puing-puing medan pertempuran, tubuhnya memancarkan aura kekuatan yang mendominasi. Sebuah senyum dingin menghiasi wajahnya saat ia mulai menggerakkan kedua tangannya, menciptakan pola segel yang kompleks di udara. Qi hitam dan emas bercampur membentuk pusaran energi yang sangat pekat."Inilah akhir darimu, Rendy Wang. Jurus ini telah membawa banyak musuhku ke kehancuran," ucap Wang Feng Shian, suaranya penuh kepastian. Dia mengaktifkan Jurus Tangan Kosmik Nirwana, teknik kultivasi dari ranah Earth Immortal yang dikenal sebagai jurus penghancur jiwa.Langit berubah menjadi gelap, dan dari awan hitam itu muncul tangan raksasa bercahaya hitam keemasan, bergerak dengan kecepatan luar biasa menuju tubuh Rendy.Rendy, yang masih dalam keadaan lemah setelah pertarungan sebelumnya, tidak mampu menghindar. Tangan Kosmik Nirwana menghantam tubuhnya dengan keras, membuat Rendy terlempar jauh hingga tubuhnya menghantam tanah dan menciptakan kawah besar. Napa
Dengan lutut yang bergetar, Wang Feng Shian mencoba bangkit. Nafasnya memburu, tubuhnya diliputi rasa sakit yang menusuk, namun pandangannya tak lepas dari sosok Rendy. "Tunggu!" suaranya serak namun penuh desakan. "Kenapa kau tidak membunuhku?"Rendy menghentikan langkahnya sejenak, membiarkan keheningan menggantung sebelum menjawab dengan nada datar, "Aku bukan pembunuh. Lagi pula, bukan aku yang kau cari, tapi Rendy Wang yang lain."Kening Wang Feng Shian berkerut dalam kebingungan. "Rendy Wang yang lain? Apa maksudmu?" tanyanya, suaranya kini terdengar penuh curiga.Rendy memutar sedikit tubuhnya, cukup untuk menatap Wang Feng Shian dari sudut matanya. "Kau mengincar Rendy Wang dari masa ini," katanya dengan tenang, "sedangkan aku adalah Rendy Wang dari masa yang lain. Aku datang ke sini untuk membunuh Zhang Wei."Kata-kata itu menghantam Wang Feng Shian seperti gemuruh petir di tengah malam gelap. "Apa? Kau hendak membunuh kultivator terkuat di dunia ini? Kau gila!" serunya, suar
Di puncak gunung yang diselimuti awan gelap, Zhang Wei berdiri dengan tatapan tajam menembus kegelapan. Jubah hitamnya berkibar oleh angin dingin yang membawa aroma kematian. Sebagai kultivator terkuat di dunia, Zhang Wei adalah simbol ketakutan dan kekuasaan, sosok yang mampu membuat dunia bergetar hanya dengan sebutir kata.Di belakangnya, puluhan kultivator dari berbagai tingkat berdiri dengan sikap hormat, menunggu perintah dari penguasa mereka. Zhang Wei melirik salah satu di antara mereka—Seorang pria tua dengan rambut putih panjang yang auranya memancarkan tekanan luar biasa."Ada yang mencoba mencariku," suara Zhang Wei terdengar seperti bisikan tetapi penuh dengan kewibawaan. "Siapa dia?"Pria tua itu membungkuk dengan hormat sebelum menjawab, "Kami belum mendapatkan informasi lengkap, tetapi yang kami tahu, dia adalah seorang pemuda dengan kekuatan yang tidak biasa. Rumor mengatakan bahwa dia menggunakan teknik-teknik yang bahkan tidak berasal dari dunia ini."Zhang Wei ters
"Aku akan menunggu," bisiknya, senyuman tipis kembali menghiasi wajahnya. "Dan aku akan memastikan dia tidak akan pernah melupakan pertemuannya denganku."Di sisi lain, Zhang Wei berdiri di aula besar Benteng Langit Kegelapan, dikelilingi oleh murid-muridnya yang setia. Aula itu megah sekaligus mengerikan, diterangi cahaya redup dari obor-obor dengan api hijau, memancarkan suasana dingin yang menusuk tulang. Di langit-langit aula, ukiran-ukiran relief menggambarkan kisah-kisah kelam peperangan dan kehancuran, seolah menjadi saksi bisu kebesaran pemimpinnya.Zhang Wei memandangi peta dunia di hadapannya. Wilayah yang dikuasainya ditandai dengan tinta merah tua, hampir separuh dunia sudah berada di bawah kendalinya. Namun, satu titik kecil di luar wilayahnya kini memancarkan ancaman."Dia menuju ke sini," lapor seorang kultivator muda yang baru saja kembali dari penjaga wilayah luar. Tubuhnya bergetar saat berdiri di depan Zhang Wei.Zhang Wei tertawa kecil, suaranya dalam dan mengintim
Di aula besar Benteng Langit Kegelapan, Zhang Wei duduk di atas singgasana megahnya, mengenakan jubah hitam berhiaskan pola naga emas yang memancarkan aura angkuh. Para murid dan pengikutnya berjajar di sisi aula, menunduk dalam kepatuhan mutlak.Ketika suara langkah Rendy Wang menggema di aula itu, Zhang Wei membuka matanya perlahan, sorotannya tajam seperti kilat yang menusuk malam gelap. Dengan santai, ia mengamati pemuda yang berani menerobos Benteng Langit Kegelapan tanpa izin."Jadi, kau akhirnya datang," kata Zhang Wei dengan suara dalam dan dingin. wajahnya agak terkejut begitu menyadari kalau pemuda yang ditunggunya ini adalah anaknya sendiri yang diremehkan olehnya."Aku kira kau datang untuk memohon menjadi muridku, belajar kultivasi tingkat tinggi dari sang penguasa kegelapan."Rendy, yang sudah berdiri tegak di tengah aula, hanya tersenyum tipis. "Aku tidak datang untuk belajar darimu, Zhang Wei. Aku datang untuk mengakhiri kekuasaanmu."Tidak ada panggilan ayah terhadap
Clara menatap tajam ke arah Rendy, matanya menyala dengan amarah yang tak tertahankan. "Jangan kau kira tindakanmu ini akan mengubah kebencianku padamu!" suaranya dingin, nyaris menggigit, tanpa sedikit pun nada terima kasih.Rendy menghela napas panjang, mencoba memahami kekerasan hati Clara. Wajahnya dipenuhi kebingungan, tetapi suaranya tetap tenang. "Aku terus mencarimu, Clara! Buat apa aku membunuhmu? Apa untungnya bagiku?" katanya, menatapnya lekat-lekat, mencari celah di balik tatapan penuh kebencian itu.Clara menyilangkan tangan di dadanya, dagunya sedikit terangkat, menegaskan keangkuhannya. "Aku tidak percaya padamu! Aku datang untuk memperingatimu. Berhenti mencari Kekuatan Tertinggi, atau kami akan menghancurkanmu!" suaranya bergetar, bukan karena takut, melainkan karena tekad yang membaja.Rendy mengernyit. "Kekuatan Tertinggi? Apakah organisasi itu yang membuatmu membenci aku?" tanyanya, mencoba menelisik lebih dalam.Clara tak menjawab. Dengan santai, ia melangkah ke b
Rendy menatap tubuh wanita yang berdiri di tengah kekacauan Klub Red Lotus. Gaun merahnya berkibar pelan, seolah ikut menari bersama cahaya lampu temaram yang berpendar di langit-langit. Aroma alkohol, asap rokok, dan keringat bercampur menjadi satu dalam udara yang berat. Mata Rendy menyipit, mengamati siluet wanita itu."Kenapa aku merasa mengenalnya?" pikirnya, langkahnya perlahan mendekat."Nona, ada masalah apa sampai kamu mengacau di Klub Red Lotus ini?" tanyanya dengan suara tenang namun penuh kewaspadaan.Plok! Plok! Plok!Tepukan tangan menggema, menggantikan hiruk-pikuk yang sempat mereda. Wanita bergaun merah itu tetap membelakanginya, tubuhnya tegak, aura misterius menguar dari setiap gerakannya."Apa kita perlu memanggil bantuan, Tuan Muda?" suara manager klub terdengar penuh kehati-hatian."Tidak perlu! Aku bisa mengatasinya sendiri!" Rendy menjawab, tetap melangkah maju.Sebuah tawa kecil menggema, renyah namun menusuk."Hihihi ... selamat datang, Jendral Wang!"Suara i
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan di pintu menggema di dalam ruangan, menginterupsi atmosfer hangat yang tercipta antara Rendy dan Jessy. Rendy yang duduk di sofa menoleh dengan malas, sementara Jessy menghela napas panjang, kesal karena momennya terganggu."Siapa?" tanya Jessy, suaranya tajam, penuh ketidaksabaran.Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah pucat seorang pria berseragam hitam. Ia adalah manager klub, tampak gelisah, peluh mulai bercucuran di pelipisnya."Gawat, Chief! Ada sedikit masalah di Klub!" katanya dengan suara bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Rendy, lalu cepat-cepat menunduk saat melihat ekspresi tajam pria yang dikenal sebagai Naga Perang—sosok legendaris di dunia gelap Khatulistiwa.Jessy melipat tangan di dadanya, wajahnya penuh kejengkelan. "Masalah kecil saja tidak bisa kamu tangani! Bagaimana kamu bisa mempertahankan jabatanmu?"Seakan darahnya terkuras, wajah manager itu semakin pucat. Ia menelan ludah, tidak berani menatap Jessy."Apa yang terjad
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind