Udara pagi di Khatulistiwa terasa lebih dingin dari biasanya saat Rendy meninggalkan Kota Buitenzorg. Bayangan pertarungan melawan Bai Lian dan kekuatan gelap yang ia gunakan masih menguasai pikirannya. Ia tidak bisa mengabaikan rasa haus akan jawaban yang semakin kuat sejak mendengar nama Kuil Tiga Langit.Dalam perjalanannya, ia berhenti di pinggiran sebuah desa kecil bernama Lembah Ananta. Desa ini terkenal sebagai tempat para peziarah yang menuju Kuil Tiga Langit beristirahat, namun juga menyimpan reputasi sebagai tempat ujian bagi para pencari kebenaran.Di tengah jalan setapak menuju lembah, Rendy bertemu seorang wanita tua yang duduk di bawah pohon beringin. Rambutnya yang putih seperti salju kontras dengan kulitnya yang berwarna cokelat tua. Ia memegang tongkat kayu yang diukir dengan simbol-simbol kuno.“Jadi kau akhirnya datang, Naga Perang,” katanya tanpa menoleh.Langkah Rendy terhenti. “Siapa kau, Nenek?” tanyanya, matanya menyipit curiga.“Aku adalah Pengawas Tantangan”
Langit di atas Gunung Kabut Es berubah menjadi kelabu pekat saat Rendy mencapai Kuil Tiga Langit. Suasana yang semula sunyi kini diwarnai oleh bisikan aneh, seperti suara ribuan roh yang terjebak. Di depan gerbang kuil, seorang pria berjubah hitam berdiri, tubuhnya diselimuti kabut gelap.“Rendy Wang,” suara pria itu berat, seperti datang dari dasar bumi. “Akhirnya, sang Naga Perang muncul di hadapan takdirnya.”Rendy menggenggam pedangnya erat. “Siapa kau? Dan apa hubunganmu dengan Kuil Tiga Langit?”Pria itu tertawa kecil, suara tawanya seperti geraman. “Aku adalah Bayangan dari kekuatan yang kau gunakan. Kau pikir kekuatan itu gratis? Kau salah, Rendy. Harga dari sisi gelap adalah kehilangan kendali atas jiwamu sendiri.”Bayangan itu menyerang tanpa peringatan, gerakannya cepat seperti kilat. Rendy nyaris tidak sempat mengangkat pedangnya ketika cakar gelap pria itu meluncur ke arahnya. Tubuhnya terhempas, menghantam dinding kuil dengan keras.“Aku tidak takut padamu!” Rendy bangki
Angin dingin dari Gunung Kabut Es meniup jubah Rendy yang berlumuran darah. Pedang gelap di tangannya terasa lebih berat, seolah memikul beban masa lalu yang belum ia pahami. Langkah-langkahnya melambat saat ia menuruni jalan berbatu, menuju sebuah desa kecil yang tersembunyi di lereng gunung.Di desa itu, ia mendengar kisah tentang sebuah rumah tua yang dulunya dihuni oleh seorang ahli bela diri legendaris. Konon, orang itu menghilang setelah mempelajari rahasia yang terlalu besar untuk dipikul manusia biasa.“Dia mungkin tahu sesuatu tentang dirimu,” suara seorang nenek tua bergetar, memberikan petunjuk kepada Rendy. “Namanya Zhu Wei, seorang pelarian dari Negeri Langit yang pernah melatih generasi pertama Naga Perang.”Rendy menemukan rumah tua itu, tersembunyi di balik pohon-pohon pinus yang menjulang. Rumah tersebut tampak rapuh, dengan jendela-jendela yang bergoyang setiap kali angin bertiup. Di dalamnya, hanya ada meja kayu, tumpukan kitab kuno, dan seorang pria tua dengan ramb
Rendy duduk di kursi ekonomi yang penuh sesak. Dering suara anak-anak menangis, bunyi derak trolley makanan, dan obrolan penumpang yang bercampur riuh memenuhi kabin pesawat komersil. Ia melirik ke luar jendela, mencoba mencari ketenangan di antara awan-awan yang membentang di bawahnya. Namun, pikirannya justru kembali ke Negeri Andalas—tempat yang seharusnya tidak ia kunjungi."Kenapa Bara Sena yang muncul di pikiranku?" gumam Rendy pelan sambil meremas sandaran tangan kursinya.Saat roda pesawat menyentuh landasan, goncangan itu membangunkan Rendy dari lamunannya. Suara pilot yang memberi sambutan terasa jauh, seperti latar belakang yang samar. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum turun dari pesawat. Bau khas bandara yang bercampur dengan bensin jet dan keringat para penumpang menyambutnya.Namun, napasnya tertahan ketika ia melihat dua sosok yang berdiri di tepi landasan. Bara Sena, dengan jubah hitam yang berkilau di bawah sinar matahari, tampak tegak dengan sikap tenang dan penuh
Dengan langkah mantap, Rendy meninggalkan Istana Andalas, ditemani Seruni yang berjalan di sisinya. Hawa dingin mulai menyapa mereka saat mereka mendekati gunung, dan suasana menjadi semakin sunyi. Namun, di dalam hati Rendy, gejolak tidak pernah berhenti.Seruni tampak cantik alami dengan pakaian bertarungnya yang membalut tubuhnya yang sempurna sehingga memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh yang indah. Hanya saja, tidak ada senyuman di wajah cantiknya.Rendy memandang puncak Mahameru yang diselimuti kabut tebal. Dari kejauhan, angin gunung membawa desau yang seperti bisikan, seakan-akan gunung itu menyimpan rahasia yang ingin disampaikan namun menolak untuk diungkap begitu saja. Seruni, yang mengawalnya hingga kaki gunung, berhenti di sebuah batu besar yang tertutup lumut.“Hanya sampai di sini, Naga Perang,” ucap Seruni dingin, meski ada sedikit nada khawatir dalam suaranya. “Di atas sana bukan hanya makhluk kuno yang menjaga kuil, tapi juga perangkap alam yang tak memaafkan kesalahan.”
Di balik kabut yang mulai menghilang, berdiri sebuah kuil kuno dengan gerbang besar dari batu hitam. Ukiran naga dan simbol-simbol aneh menghiasi dindingnya. Hawa dingin menyelimuti tempat itu, tapi ada kehangatan aneh yang menyelinap di hati Rendy.Saat ia melangkah masuk, api di obor yang melapisi dinding menyala dengan sendirinya. Di tengah kuil, sebuah altar berdiri megah, dan di atasnya terletak sebuah kitab tebal yang berlapis debu waktu.Rendy mendekati kitab itu, tangannya gemetar saat ia menyentuhnya. Tapi sebelum ia bisa membuka halaman pertama, suara berat terdengar di belakangnya.“Jawabanmu ada di sana, tapi apakah kau siap menerima kebenaran?”Rendy berbalik, melihat seorang pria tua dengan jubah gelap yang berdiri di ambang pintu. Wajah pria itu penuh dengan bekas luka, dan matanya memancarkan kebijaksanaan yang dalam.“Siapa kau?” tanya Rendy.“Aku adalah penjaga rahasia ini, Rendy Wang,” jawab pria itu. “Dan aku adalah orang yang tahu tentang ayahmu, serta kenapa kau
Di puncak Mahameru, Rendy menemukan dirinya berdiri di hadapan penjaga terakhir ... seorang pria muda dengan pedang perak yang berkilauan, tubuhnya memancarkan aura keemasan.“Aku adalah Arjuna, penjaga terakhir. Jika kau ingin melangkah lebih jauh, kau harus mengalahkanku,” ujar pria itu dengan nada tenang namun tegas.Rendy berdiri di puncak Mahameru, angin dingin menerpa wajahnya. Di depannya, sosok Arjuna dengan pedang peraknya berdiri tegak, memancarkan aura keemasan yang hampir menyilaukan.“Jika kau ingin mendapatkan gulungan teknik kuno, kau harus melewatiku terlebih dahulu,” kata Arjuna, suaranya tenang namun penuh wibawa. “Aku adalah penjaga terakhir dari gunung ini.”Rendy mengepalkan tinjunya, mengaktifkan jurus “Dewa Bayangan Naga”. Aura gelap menyelimuti tubuhnya, melindungi seperti perisai hidup. Namun, ia tahu bahwa kekuatan ini tidak cukup. Sosok di depannya adalah petarung kelas atas yang tak bisa diremehkan.Arjuna bergerak lebih cepat dari yang bisa ditangkap mata
Rendy Wang berdiri di kaki Pegunungan Mahameru, tempat legenda dan misteri bersatu. Ia merasakan angin dingin pegunungan menyentuh wajahnya, membawa bau kehijauan dan rintik kabut. Di hadapannya, dua sosok berdiri menantinya ... Bara Sena, pemimpin Negeri Andalas, dan Seruni, komandan Dua Belas Srikandi Andalas. Mereka tidak membawa aura permusuhan, tetapi tatapan mereka penuh kewaspadaan.“Rendy Wang,” Bara Sena memulai dengan nada dalam. “Kami sudah mendengar kabar tentangmu. Kau datang dari Negeri Khatulistiwa, membawa nama besar yang bahkan angin Andalas pun tak bisa abaikan.”Rendy mengangguk kecil. “Aku bukan datang untuk mengganggu, Bara Sena. Aku di sini mencari kebenaran, petunjuk tentang keluargaku. Gulungan ini mungkin membawaku ke sana.” Ia mengangkat gulungan kuno yang ia dapatkan setelah pertarungan sengit di hutan perbatasan.Seruni melangkah maju, tatapan tajamnya menembus Rendy. “Kau membawa lebih dari sekadar gulungan itu. Kehadiranmu menciptakan riak di Negeri Andal
Clara menatap tajam ke arah Rendy, matanya menyala dengan amarah yang tak tertahankan. "Jangan kau kira tindakanmu ini akan mengubah kebencianku padamu!" suaranya dingin, nyaris menggigit, tanpa sedikit pun nada terima kasih.Rendy menghela napas panjang, mencoba memahami kekerasan hati Clara. Wajahnya dipenuhi kebingungan, tetapi suaranya tetap tenang. "Aku terus mencarimu, Clara! Buat apa aku membunuhmu? Apa untungnya bagiku?" katanya, menatapnya lekat-lekat, mencari celah di balik tatapan penuh kebencian itu.Clara menyilangkan tangan di dadanya, dagunya sedikit terangkat, menegaskan keangkuhannya. "Aku tidak percaya padamu! Aku datang untuk memperingatimu. Berhenti mencari Kekuatan Tertinggi, atau kami akan menghancurkanmu!" suaranya bergetar, bukan karena takut, melainkan karena tekad yang membaja.Rendy mengernyit. "Kekuatan Tertinggi? Apakah organisasi itu yang membuatmu membenci aku?" tanyanya, mencoba menelisik lebih dalam.Clara tak menjawab. Dengan santai, ia melangkah ke b
Rendy menatap tubuh wanita yang berdiri di tengah kekacauan Klub Red Lotus. Gaun merahnya berkibar pelan, seolah ikut menari bersama cahaya lampu temaram yang berpendar di langit-langit. Aroma alkohol, asap rokok, dan keringat bercampur menjadi satu dalam udara yang berat. Mata Rendy menyipit, mengamati siluet wanita itu."Kenapa aku merasa mengenalnya?" pikirnya, langkahnya perlahan mendekat."Nona, ada masalah apa sampai kamu mengacau di Klub Red Lotus ini?" tanyanya dengan suara tenang namun penuh kewaspadaan.Plok! Plok! Plok!Tepukan tangan menggema, menggantikan hiruk-pikuk yang sempat mereda. Wanita bergaun merah itu tetap membelakanginya, tubuhnya tegak, aura misterius menguar dari setiap gerakannya."Apa kita perlu memanggil bantuan, Tuan Muda?" suara manager klub terdengar penuh kehati-hatian."Tidak perlu! Aku bisa mengatasinya sendiri!" Rendy menjawab, tetap melangkah maju.Sebuah tawa kecil menggema, renyah namun menusuk."Hihihi ... selamat datang, Jendral Wang!"Suara i
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan di pintu menggema di dalam ruangan, menginterupsi atmosfer hangat yang tercipta antara Rendy dan Jessy. Rendy yang duduk di sofa menoleh dengan malas, sementara Jessy menghela napas panjang, kesal karena momennya terganggu."Siapa?" tanya Jessy, suaranya tajam, penuh ketidaksabaran.Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah pucat seorang pria berseragam hitam. Ia adalah manager klub, tampak gelisah, peluh mulai bercucuran di pelipisnya."Gawat, Chief! Ada sedikit masalah di Klub!" katanya dengan suara bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Rendy, lalu cepat-cepat menunduk saat melihat ekspresi tajam pria yang dikenal sebagai Naga Perang—sosok legendaris di dunia gelap Khatulistiwa.Jessy melipat tangan di dadanya, wajahnya penuh kejengkelan. "Masalah kecil saja tidak bisa kamu tangani! Bagaimana kamu bisa mempertahankan jabatanmu?"Seakan darahnya terkuras, wajah manager itu semakin pucat. Ia menelan ludah, tidak berani menatap Jessy."Apa yang terjad
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind