Di luar kuil, Jessy dan timnya bertarung mati-matian melawan pasukan Zhao Kien. Makhluk-makhluk itu tampaknya tidak ada habisnya, dan setiap kali satu berhasil dikalahkan, dua lagi muncul menggantikannya.Jessy menggunakan teknik bela diri tingkat tinggi untuk mengatasi lawannya, sementara anggota Klan lainnya mencoba melindungi pintu masuk kuil. Namun, mereka tahu bahwa pertahanan mereka tidak akan bertahan lama.Di dalam kolam, Rendy berjuang melawan rasa sakit dan suara-suara yang berbisik di kepalanya. Suara-suara itu mencoba meyakinkannya untuk menyerah, menawarkan kekuatan yang tak terbatas jika ia menerima energi Relik sepenuhnya.“Aku bukan budakmu,” gumam Rendy dengan gigi terkatup, memfokuskan seluruh energinya untuk melawan.Simbol di tangannya akhirnya mulai memudar, dan rasa sakit itu perlahan mereda. Namun, sebelum proses selesai, Zhao Kien muncul di pintu masuk kuil, berhasil menembus pertahanan Jessy dan timnya.“Berhenti!” teriak Zhao Kien, melangkah ke arah kolam.Re
Waktu berlalu cepat di Paradise Hill, Buitenzorg tetapi luka akibat pertempuran dengan Serikat Hantu Malam masih terasa. Setiap sudut kota Buitenzorg menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Terlihat puing-puing bangunan yang hancur kini mulai digantikan dengan struktur baru yang lebih kokoh. Namun, suasana hati para penduduk masih diliputi kewaspadaan.sayangnya, Kristin masih belum berhasil dilacak keberadaannya. Renata yang telah kembali juga dikabarkan kembali menghilang. Rendy sangat menyesali keputusannya menyerahkan keamanan Renata kepada Loksa, yang juga turut menghilang.Di tengah hiruk-pikuk pembangunan, Rendy Wang kembali ke kantor pusat Wang Industries. Bersama Jessy Liu dan Katrin Chow, ia mengadakan rapat dengan para eksekutif terdekatnya untuk membahas langkah ke depan. Mereka sepakat bahwa meski Serikat Hantu Malam telah dihancurkan, organisasi besar seperti itu tidak mungkin lenyap tanpa meninggalkan sisa.“Serikat Hantu Malam mungkin telah tumbang, tetapi cabang-cabang mer
Tanpa peringatan, Mao Zheng meluncur ke arah mereka dengan kecepatan yang tidak terduga. Tangannya memancarkan energi hitam pekat yang membentuk bilah bayangan tajam. Jessy bergerak cepat, menggunakan Ilmu Meringankan Tubuh untuk menghindari serangan itu, sementara Katrin membentuk perisai energi cahaya untuk melindungi mereka.Rendy mengerahkan Teknik Naga Surgawi, tangannya memancarkan aura biru yang membentuk naga raksasa dari energi murni. Naga itu berputar di udara, menabrak Mao Zheng dengan kekuatan besar, tetapi Mao Zheng hanya mundur beberapa langkah sebelum kembali menyerang."Jangan remehkan kekuatan kegelapan ini!" teriak Mao Zheng, bilah bayangannya menyapu udara, menciptakan gelombang energi yang memotong dinding gua menjadi serpihan.Jessy melompat ke belakang Mao Zheng, menggunakan kecepatan supernya untuk menyerang titik lemah di punggungnya. Namun, Mao Zheng seolah-olah telah membaca gerakannya. Dia berbalik cepat, menangkap tangan Jessy dan melemparkannya ke dinding
Pegunungan Eterna, Negara AuroraSalju tebal menyelimuti puncak-puncak Pegunungan Eterna. Rendy, ditemani beberapa pendekar dari Klan Naga Sakti, berjalan dengan hati-hati di antara lereng yang curam. Angin dingin menusuk, tetapi aura energi gelap yang terasa semakin kuat membuat mereka tetap waspada.Cuaca di Pegunungan Eterna sangat tidak bersahabat sehingga beberapa pasukan pengawal dari Klan Naga Sakti tewas mengenaskan denga pembuluh darah yang pecah akibat dinginnya pegunungan ini serta energi spiritual yang dikenal dengan energi Qi yang mematikaan dari pegunungan ini."Bukankah energi Qi itu bagus untuk kultivasi? Kenapa energi Qi di sini sangat mematikan?" tanya Rendy dengan rasa penasaran tapi tidak ada jawaban yang pasti karena para pendekar dari Klan Naga Sakti juga tidak mengetahui dengan jelas energi misterius yang mematikan ini.Naga Perang juga mengalami tekanan yang besar dari energi spiritual yang hidup dan seakan hendak memakan jiwa mereka semuanya agar tidak dapat m
Rendy menghantamkan pedangnya ke tanah, menciptakan gelombang energi terakhir yang memusnahkan sisa-sisa bayangan. Tubuh Azhrael runtuh, dan altar kuno itu meledak, memancarkan cahaya terang yang menerangi seluruh pegunungan.Saat keheningan menyelimuti puncak, Rendy berdiri tegak, napasnya berat, tetapi matanya tetap penuh semangat. Dia tahu pertempuran ini belum berakhir sepenuhnya, tetapi untuk saat ini, mereka berhasil menghentikan ritual Serikat Hantu Malam.Jessy dan Katrin segera tiba bersama pendekar lainnya, membantu Rendy yang tampak kelelahan. “Kita berhasil,” kata Jessy dengan senyum lega."Loh, bukankah aku menyuruh kalian ke Hutan Darkarian?" tanya Rendy dengan wajahnya yang keheranan."Kami memutuskan menyusul ke Pegunungan Eterna karena khawaatir dengan jebakan yang dipasang oleh Serikat Hantu Malam kepada Ketua," ujar Katrin."Ya sudah, aku senang kalian datang membantuku ... kita akan ke titik lainnya juga!" jawab Rendy yang tidak mempermasalahkan Elemental Naga-nya
Rendy dan Katrin menggunakan pesawat siluman yang tidak terdeteksi oleh radar Negeri Malam untuk menghindari bertemu dengan Sheila maupun Pewaris Negeri Malam yang masih mengincar Naga Perang.Begitu pesawat sudah berada di atas angkasa Negeri malam tepatnya di atas Hutan Gelap Darkarian, Rendy dan Katrin terjun bebas menggunakan parasut yang bisa dikendalikan dengan remote kontrol, hasil penelitian Renata sebelum ia diculik oleh Serikat Hantu Malam.Berkat parasut ajaib tersebut, maka mereka bisa mendarat dengan mulus di depan Hutan Gelap Darkarian tanpa diketahui oleh siapapun.Rendy dan Katrin berdiri di depan pintu masuk hutan. Pepohonan besar dengan dahan yang menjuntai seperti tangan-tangan kurus melambai menutupi cahaya matahari, membuat hutan itu gelap meskipun masih pagi. Suara burung dan binatang hutan yang biasanya menyambut kedatangan pagi, tidak terdengar sama sekali. Suasana hening—terlalu hening.“Kau merasakan itu?” tanya Katrin, matanya menatap lekat ke dalam hutan.R
Malam tiba di Lembah Senja, membawa kabut tebal yang melayang di antara pepohonan tua dan batu-batu berlumut. Cahaya bulan redup, seakan tahu bahwa keheningan malam ini menyembunyikan bahaya yang lebih besar. Di sinilah titik ritual ketiga dari Serikat Hantu Malam diyakini berada.Ryu Ten, berjalan dengan penuh kewaspadaan, diapit oleh Dion, Ketua Klan Naga Emas dan Rey, Ketua Klan Merak Putih. Mereka membawa sekelompok prajurit dari kedua klan, masing-masing siap menghadapi ancaman yang datang. Keduanya sadar bahwa Serikat Hantu Malam bukan sekadar musuh biasa.Negeri Halimun merupakan negeri yang ramah terhadap pendatang dari Khatulistiwa, sehingga Ryu Ten, Dion, dan Rey bisa dengan mudah memasuki negeri ini tanpa halangan apapun. Demikian juga dengan rombongan anggota Klan Naga Emas dan Klan Merak Putih yang memenuhi pesawat komersil menuju ke negeri ini.Saat mereka mendekati pusat Lembah Senja, energi gelap mulai terasa. Aroma dupa aneh tercium, bercampur dengan desah angin yang
Ryu Ten, Dion, dan Rey—yang kini terikat dan dijaga oleh prajurit Klan Naga Emas—bergerak menuju altar batu di tengah Lembah Senja. Meskipun pengkhianatan Rey telah mengguncang kepercayaan di antara kedua klan, mereka tidak punya waktu untuk menyelesaikan masalah itu sekarang. Aura gelap semakin kuat, menandakan bahwa ritual sudah hampir mencapai puncaknya.Saat mereka mendekati altar, sebuah gemuruh terdengar dari dalam tanah. Batu-batu altar mulai bersinar dengan cahaya merah darah, dan simbol-simbol kuno yang diukir di atasnya mulai bergerak seolah hidup. Ryu Ten berhenti sejenak, merasakan kehadiran kekuatan jahat yang begitu murni dan purba.“Kita harus menghancurkan altar ini sebelum mereka memanggil entitas dari dunia lain,” kata Ryu Ten dengan suara tegas.Dion mengangguk, meskipun luka di bahunya membuat gerakannya terbatas. “Tapi bagaimana? Energi pelindung di sekitar altar ini terlalu kuat.”Ryu Ten menatap altar dengan mata tajam. Ia mengangkat tangannya, memusatkan energi
Rendy menatap tubuh wanita yang berdiri di tengah kekacauan Klub Red Lotus. Gaun merahnya berkibar pelan, seolah ikut menari bersama cahaya lampu temaram yang berpendar di langit-langit. Aroma alkohol, asap rokok, dan keringat bercampur menjadi satu dalam udara yang berat. Mata Rendy menyipit, mengamati siluet wanita itu."Kenapa aku merasa mengenalnya?" pikirnya, langkahnya perlahan mendekat."Nona, ada masalah apa sampai kamu mengacau di Klub Red Lotus ini?" tanyanya dengan suara tenang namun penuh kewaspadaan.Plok! Plok! Plok!Tepukan tangan menggema, menggantikan hiruk-pikuk yang sempat mereda. Wanita bergaun merah itu tetap membelakanginya, tubuhnya tegak, aura misterius menguar dari setiap gerakannya."Apa kita perlu memanggil bantuan, Tuan Muda?" suara manager klub terdengar penuh kehati-hatian."Tidak perlu! Aku bisa mengatasinya sendiri!" Rendy menjawab, tetap melangkah maju.Sebuah tawa kecil menggema, renyah namun menusuk."Hihihi ... selamat datang, Jendral Wang!"Suara i
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan di pintu menggema di dalam ruangan, menginterupsi atmosfer hangat yang tercipta antara Rendy dan Jessy. Rendy yang duduk di sofa menoleh dengan malas, sementara Jessy menghela napas panjang, kesal karena momennya terganggu."Siapa?" tanya Jessy, suaranya tajam, penuh ketidaksabaran.Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan wajah pucat seorang pria berseragam hitam. Ia adalah manager klub, tampak gelisah, peluh mulai bercucuran di pelipisnya."Gawat, Chief! Ada sedikit masalah di Klub!" katanya dengan suara bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Rendy, lalu cepat-cepat menunduk saat melihat ekspresi tajam pria yang dikenal sebagai Naga Perang—sosok legendaris di dunia gelap Khatulistiwa.Jessy melipat tangan di dadanya, wajahnya penuh kejengkelan. "Masalah kecil saja tidak bisa kamu tangani! Bagaimana kamu bisa mempertahankan jabatanmu?"Seakan darahnya terkuras, wajah manager itu semakin pucat. Ia menelan ludah, tidak berani menatap Jessy."Apa yang terjad
Dalam keheningan yang hanya diisi suara dengungan komputer, Jessy menatap layar dengan penuh konsentrasi. Cahaya biru dari monitor memantul di wajahnya yang tegang, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang tersembunyi di balik sorot matanya yang tajam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sesekali berhenti untuk meneliti setiap baris kode dengan seksama. Rendy berdiri di belakangnya, tubuhnya tegang seperti kawat yang ditarik kencang, matanya tak berkedip menatap layar holografik yang terus berubah di hadapan mereka."Aku menemukannya," bisik Jessy, suaranya bergetar oleh ketegangan yang nyaris tak tertahankan. "Ada lokasi yang tersembunyi dalam sistem mereka... Ini bukan sekadar markas biasa, Ketua. Ini pusat dari segalanya."Rendy mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ada api yang menyala di matanya, kemarahan yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan bentuknya. "Di situlah ibuku disekap?" tanyanya dengan suara yang nyaris bergetar.Jessy menoleh padanya, menatap dalam-dal
Di balik kerlip lampu dan gemerlap modernitas Red Lotus Club and Resort, Rendy melangkah dengan penuh ketegasan, namun di balik mata dinginnya tersimpan segudang kenangan. Di tengah kekacauan hidupnya—konflik dengan Cindy dan keputusannya untuk mencari kebenaran tentang ibunya—hanya satu hal yang selalu ia rindukan yaitu kehadiran Jessy Liu.Jessy, wanita yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, kini duduk di sebuah ruangan rahasia di balik dinding resort yang mewah. Di sana, di antara deretan monitor dan kode-kode digital yang menari, ia mungkin bisa menyusun petunjuk-petunjuk yang akan membongkar rahasia Kekuatan Tertinggi. Setiap detik tanpa Rendy terasa begitu lama baginya. Rindu yang selama ini tersembunyi di balik ketenangan profesional kini terpancar jelas saat ia melihat pintu terbuka perlahan."Ketua," panggilnya dengan nada lembut penuh harap, suaranya seakan melunakkan segala kegamangan. Saat Rendy melangkah mendekat, hatinya sejenak luluh oleh kehadiran wanita yang ta
Rendy tidak lagi menghiraukan Vera Huang. Wanita itu baginya bukan lagi seorang mertua, melainkan hanya semut yang bisa ia injak kapan saja jika ia mau. Matanya menatap kosong ke depan, tapi pikirannya dipenuhi kemarahan yang mendidih. Hatinya telah beku. Jika Cindy lebih memilih ibunya, maka ia akan pergi—mereka akan bercerai. Sesederhana itu."Masih ada hal yang lebih penting daripada mengurusi seorang mertua yang tidak berarti!" gumamnya, suara rendahnya nyaris seperti geraman. "Aku harus mencari tahu di mana ibuku yang ditahan oleh Kekuatan Tertinggi."Ia melangkah menuju gudang garasi, membuka pintu dengan sedikit tenaga. Derit engsel yang berkarat memenuhi udara, menyambutnya dengan suasana yang muram. Di dalam, skuter bututnya masih berdiri dengan setia, lapisan debu tipis menyelimutinya. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin tua itu, suara bisingnya langsung menggema di seantero garasi.Baru saja ia hendak memutar gas, suara langkah kaki yang terburu-buru menghentikannya."Ren...!"
Vera menggertakkan giginya, rahangnya mengeras sementara napasnya memburu. Matanya menyala penuh kebencian, seperti bara api yang siap melalap habis apa pun di hadapannya. Dengan suara yang lebih tajam dari pisau belati, ia berdesis, "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Huang Corporation tidak akan runtuh hanya karena seorang pria yang dulu kupandang sebelah mata! Kau bukan Naga Perang... Semua ini hanya kebetulan belaka."Rendy tetap berdiri dengan tenang, sikapnya tegap bagai gunung yang tak tergoyahkan oleh badai. Sorot matanya dingin, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. "Sudah kubilang, Vera, ini baru permulaan. Kau pikir aku akan berhenti di sini? Tidak. Aku akan memastikan kau merasakan kehancuran yang lebih menyakitkan daripada sekadar kehilangan investasi. Kau telah mempermainkan hidupku, dan sekarang, aku yang akan menentukan nasibmu."Wajahnya yang dulu dikenal lemah lembut kini menampakkan ketegasan yang mengerikan. Rendy bukan lagi pria yang bisa diabaikan begitu saj
Di tengah ruangan yang remang, bayangan senja menari di dinding-dinding mewah, Vera mengeluarkan dengusan penuh ejekan. Matanya yang tajam dan dingin menembus kegelapan, seolah memancarkan bara amarah. Dengan suara yang menyeruak, ia mencaci,"Menolak? Hah! Kamu pikir dirimu siapa? Hanya seorang pecundang yang bahkan tidak mampu membeli dasi layak, berani menantangku!"Rendy, berdiri tegap bagaikan patung besi di tengah badai, menatap balik tanpa setitik ragu. Tatapannya yang tajam dan dingin menantang, seolah berkata bahwa ia telah lelah menjadi korban hinaan. Suaranya rendah namun menggema dengan kepastian, "Aku sudah muak dipandang rendah. Jika aku mengaku sebagai Naga Perang, maka aku memang Naga Perang! Dan jika kau memaksaku menceraikan Cindy demi keuntunganmu sendiri, kau akan merasakan penyesalan yang meendalam!"Rendy sudah habis kesabaran dengan sikap arogan Vera yang selalu menghinanya.Tawa sinis Vera pecah, melayang ke udara seperti asap pahit, "Oh, jadi sekarang kau meng
HA-HA-HA ...!!!Tawa itu meledak di udara, menggetarkan ruangan dengan gaungnya yang menusuk telinga. Vera Huang menepuk-nepuk pahanya, seolah ucapan yang baru didengarnya adalah lelucon paling konyol yang pernah ada."Ha-ha-ha! Astaga, Rendy! Aku tahu kamu ini miskin dan tidak berguna, tapi aku sungguh tidak menyangka kamu juga pintar membual!" katanya dengan nada mengejek, matanya menyipit penuh penghinaan.Rendy mengepalkan tangan, kuku-kukunya hampir menembus kulit telapak tangannya sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun dengan penuh amarah. "Aku tidak berbohong! Aku memang Naga Perang yang akan menarik seluruh investasi Wang Industries dari Huang Corporation! Aku sudah muak hidup seperti ini, tanpa kejelasan dan tanpa harga diri!" suaranya bergetar, bukan karena ketakutan, tapi karena tekad yang sudah tak bisa dibendung lagi"Mentang-mentang nama margamu sama dengan nama perusahaan Grade A, terus kamu klaim kalau itu perusahaanmu? Hah! Sungguh lucu dan tak masuk akal!" sind
Tanpa ragu, Rendy Wang melangkah maju, tubuhnya masih berlumuran debu pertempuran. Portal dimensi di hadapannya berputar liar, cahaya biru kehijauan berpendar seperti ombak liar. Setelah mengalahkan Zhang Wei dan menyelamatkan Negeri Langit dari kehancuran, ia tahu ini adalah satu-satunya jalan pulang. Dengan satu tarikan napas, ia melangkah masuk.Saat portal menutup di belakangnya, kegelapan langsung menyergap. Kesadarannya menghilang.Ketika membuka mata, aroma kayu tua dan udara dingin menyeruak ke hidungnya. Dia mengenali tempat ini—kamar sempit di rumah Keluarga Huang, Paradise Hill, Kota Buitenzorg. Dinding-dinding kayu masih sama, catnya mengelupas di beberapa tempat, dan kasur tipis di bawahnya berderit saat ia bangkit."Sepertinya kamar ini memang gerbang antar dimensi," gumamnya. "Setiap kali kembali ke Khatulistiwa, selalu melalui tempat ini."Sebelum sempat berpikir lebih jauh, suara nyaring menusuk telinganya."Untuk apa lagi pengangguran itu pulang ke rumah?" suara cemp