Di restoran.Saat Erika menunggu dengan penuh kecemasan, pintu restoran terbuka dan Julian masuk. Senyum lebar menghiasi wajahnya, seolah-olah semua masalah yang ditinggalkannya tidak pernah terjadi. Dia mencari-cari di antara kerumunan, dan saat melihat Erika, dia bergegas menghampirinya.“Erika! Kenapa kamu di sini sendirian?” tanyanya dengan nada ceria, namun dalam hati Erika, rasa cemas mulai menyelimuti kembali.“Julian! Aku… aku menunggu mas Ryan,” jawab Erika ragu, mengingat perkataan Dika yang masih membekas di pikirannya. Dia merasa tidak nyaman melihat Julian, terutama setelah mendengar komentar yang menyakitkan dari Dika.“Ryan? Kenapa dia tidak di sini? Ada masalah?” Julian bertanya dengan nada penuh perhatian, seolah-olah sangat peduli pada keadaan Erika.Laki-laki itu tersenyum dalam hati, berpikir bahwa rencananya akan segera diwujudkan. Tadi, saat permasalahan menimpanya dan salah satu penyebabnya adalah Ryan, Julian sangat kesal. Tapi di saat mendapatkan pesan dari Di
Suasana di restoran semakin tegang saat Ryan mendapati Julian berdiri dekat Erika. Rasa cemas dan marah menyatu dalam diri Ryan, membuatnya ingin segera melindungi istrinya. Saat Julian mengangkat alisnya, dia merasakan tantangan dalam tatapan Ryan.“Halo, Ryan! Senang melihatmu lagi,” sapa Julian dengan nada yang berusaha terdengar ramah, meski dalam hatinya bergejolak rasa kesal, senang tapi juga marah melihat situasi ini. Dia tahu bahwa jika berhasil membuat Erika ragu terhadap suaminya, dia bisa mengambil keuntungan dari situasi ini.“Senang melihatmu juga, pak Julian. Kenapa Anda ada di sini?” Ryan bertanya, suaranya datar dan tajam saat bicara formal, menandakan ketidaknyamanan hubungan mereka.“Oh, aku hanya mencoba menemani Erika saat kamu tidak bisa datang. Ternyata, dia membutuhkan teman." Julian menjawab dengan senyum yang dipaksakan, seakan-akan tidak ada yang aneh dengan kehadirannya yang tidak pernah diharapkan.“Dan sepertinya kamu berhasil. Tapi aku datang sekarang, j
Suasana di restoran terasa semakin tegang, dan Erika bisa merasakan napasnya yang berat di antara dua pria yang sedang berdebat.Julian, dengan pakaian rapinya yang sudah sedikit berantakan tertegun mendengar penegasan Erika, tetapi amarah dan ketidakpuasan segera muncul di wajahnya. Dia merasa usahanya untuk menjatuhkan Ryan akan sia-sia jika Erika tetap berdiri di samping suaminya.Ryan, dengan segala ketenangan yang dimilikinya, tetap fokus pada Erika. Penampilannya juga masih rapi tidak seperti Julian yang memang terlihat sedikit tidak rapi. Laki-laki itu tahu betapa besar rasa cinta dan perasaan istrinya, dan ia ingin memastikan bahwa ia akan tetap menjadi tempat perlindungan bagi Erika.“Kita bisa melanjutkan makan kita, sayang. Aku sudah pesan beberapa makanan yang kamu suka,” ujarnya dengan senyum hangat, berusaha mengalihkan perhatian dari pertikaian yang tidak perlu ini.Namun, Julian yang masih berusaha mempertahankan posisinya, berkata, “Tunggu dulu, Ryan. Apakah kamu bena
Setelah kepergian Julian dan Dika, suasana di restoran mulai tenang kembali. Ryan dan Erika duduk berseberangan, saling menatap dengan campuran rasa lega dan cinta yang mendalam. Ryan merasa hatinya dipenuhi rasa bersalah karena telah mengabaikan perhatian yang seharusnya diberikan kepada istrinya di tengah kesibukannya mengembangkan bisnis.Erika tersenyum lembut, namun Ryan dapat melihat ada bayangan ketegangan yang tersisa di matanya. Ia merasa perlu melakukan sesuatu untuk menebus rasa bersalah dan menunjukkan betapa berartinya Erika baginya. Dengan lembut, Ryan menggenggam tangan Erika, menyalurkan rasa hangat yang menenangkan.“Sayang, aku minta maaf jika selama ini kamu merasa ditinggalkan. Semua ini tidak seharusnya terjadi. Aku ingin kita bisa lebih baik lagi,” ucapnya lembut.Erika mengangguk, mata mereka saling bertautan lama seakan-akan menikmati waktu yang telah lewat. Mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan saat mereka bisa berdua, tanpa harus memikirkan apapun.“Ak
Sesampainya di rumah mereka yang tenang, setelah melalui hari yang penuh ketegangan, Ryan dan Erika masuk ke kamar mereka. Udara malam terasa lebih hangat, seolah menyelimuti mereka dalam keheningan yang penuh dengan perasaan dan ketulusan.Ryan duduk di tepi ranjang, melepaskan sepatu dan jaketnya. Erika, yang sudah menyiapkan suasana, mendekat dengan langkah pelan, matanya penuh dengan kelembutan. Dia tahu betul bagaimana cara menghibur dan menenangkan suaminya setelah hari yang penuh tantangan ini."Mas, aku tahu kamu sudah cukup lelah hari ini," ujar Erika dengan suara lembut, menatap Ryan dengan penuh perhatian. "Tapi aku ingin memastikan bahwa kamu merasa nyaman di sini, di rumah kita ini, bersama aku."Ryan menatap istrinya dengan senyum kecil, merasa bersyukur memiliki Erika di sisinya. "Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik, sayang."Erika perlahan mengusap pundak Ryan, merasakan betapa lelahnya tubuh suaminya. Namun, ada sesuatu yang lebih dalam yang ingin d
Julian duduk termenung di dalam kamarnya, matanya menatap kosong ke luar jendela. Malam semakin larut, namun pikirannya tak kunjung tenang. Suasana kota yang hening terasa kontras dengan gelora emosi yang ada dalam dirinya. Perasaan marah, kecewa, dan kesepian bercampur aduk. Semua yang dia usahakan, semua yang dia perjuangkan, kini terasa seperti puing-puing yang hancur di depannya.Tanu, salah satu teman sekaligus sahabat terdekatnya terasa semakin jauh dari harapannya, dan Ryan, yang kini sukses dengan Erika, semakin memperburuk perasaan hati Julian. Sebuah rasa marah, kecewa dan sejuta rasa lainnya mulai menguasai. Ia menyadari bahwa "pertempuran" yang ia hadapi bukan hanya dengan Ryan, tapi juga dengan masa lalu yang kembali menghantuinya. Masa lalu yang melibatkan Tuan Lee, pria yang menjadi penyebab kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya.Julian memijat pelipisnya, berpikir keras. Ia tahu, untuk mencapai tujuannya—membalas dendam pada Tuan Lee—dia harus merencanakan lang
Tanu terkulai di dalam taksi, kepalanya serasa mau pecah akibat alkohol yang masih mengalir dalam tubuhnya. Ia menatap kosong ke luar jendela, memandangi lampu-lampu kota yang berkelap-kelip, merasa dunia di sekitarnya berputar. Suara musik yang menggema dari klub malam masih terngiang di telinganya, menciptakan ruwetnya semua hal yang ada dalam pikirannya yang sudah kacau.“Hai, kau! Ke mana pun, cepat!” teriak Tanu pada sopir taksi, berusaha menegakkan diri meski tubuhnya terasa berat, lalu ambruk lagi.Namun, pikiran-pikiran laki-laki itu tidak bisa berhenti memikirkan semua masalah yang dihadapinya. Papanya, Julian dan bisnisnya yang hancur menyebabkan semua masalah yang berkaitan dengannya membuat posisi dirinya merasa semakin terjepit.Di luar mobil, seperti ada banyak sekali bayangan-bayangan gelap mengintai. Dan salah satu dari mereka - bayangan itu, seorang pria bertubuh besar dengan jaket hitam, menunggu di sudut jalan. Rencana untuk mencelakai Tanu telah disusun dengan mata
Dari kejauhan, seorang pria berpenampilan rapi mengamati situasi yang sedang berlangsung. Dia berdiri di dalam bayang-bayang kegelapan, memanfaatkan kegelapan malam untuk menyembunyikan niat jahatnya. Pria itu adalah Arman, seorang rival bisnis Tuan Lee yang telah lama menginginkan untuk menghancurkan reputasi dan kekuasaan pria itu. Dalam pandangannya, Tuan Lee adalah penghalang terbesar untuk mencapai tujuannya.Mendengar berita tentang Tanu yang sudah tertangkap dan sedang dalam bahaya membuatnya tersenyum sinis, senang karena rencana yang telah disusun berjalan dengan mudah dan lancar.“Begitu mudahnya mengatur rencana,” pikirnya. Arman telah merencanakan semuanya dengan hati-hati, dan sekarang saatnya untuk memanfaatkan situasi ini.“Dengan menculik Tanu, aku bisa memaksa Tuan Lee untuk melakukan kesalahan,” gumamnya, menyeringai. Dia ingin melihat lelaki itu berjuang, terkejut dalam kepanikan saat tahu putra yang dibangga-banggakan dalam bahaya.“Mungkin dia bahkan bisa mati kar
"Apa maksudmu, Bang Ded?" tanya Elsa dengan nada heran, menatap Dedi dengan bingung - tidak mengerti arah pembicaraannya tadi.Dedi menghela napas panjang, berhenti sejenak di depan lift yang belum terbuka. Ia memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka sebelum melanjutkan pembicaraannya."Aku tahu kamu dekat dengan Pak Ryan. Kita semua dekat dengannya, tapi aku melihat ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan profesional antara kamu dan dia," ujar Dedi dengan serius, menatap langsung ke mata Elsa.Elsa mengerutkan kening. "Maksudmu, aku dan Pak Ryan...?" Ia tertawa kecil, merasa absurd dengan apa yang dipikirkan Dedi. "Bang Ded, kamu salah paham. Aku tidak ada perasaan apa-apa terhadap Pak Ryan. Dia bosku, dan kita hanya bekerja sama. Hubungan kita sebatas profesional, tidak lebih."Namun, Dedi tampak tidak terpengaruh oleh penjelasan Elsa. "El, aku tahu kamu orang yang baik. Tapi terkadang, kedekatan bisa menimbulkan persepsi yang salah, apalagi ketika orang lain melihatny
Beberapa hari setelah perbincangan Ryan dan Rangga, suasana di sekitarnya semakin stabil. Hubungan Ryan dengan orang-orang di sekitarnya mulai membaik, terutama dengan istrinya - Erika, yang sempat syok berat karena mengetahui papanya ikut terlibat dalam konspirasi yang ingin menjatuhkan suaminya. Sementara Nyonya Lee juga ikut syok dan akhirnya harus mengungsi ke luar negeri demi kesehatan mentalnya.Tanu yang sempat khawatir dengan kehadiran Rangga, akhirnya bisa bernapas lega setelah mengetahui bahwa Rangga tidak lagi memiliki ambisi untuk mengambil alih perusahaan. Tindakan Ryan yang memperbaiki hubungan dengan Rangga menjadi kunci untuk menghindari konflik lebih jauh, dan itu membuatnya semakin dihargai oleh keluarga dan orang-orang di sekitarnya.Sementara itu, di rumah, hubungan Ryan dan Erika semakin hangat. Meskipun sibuk dengan urusan perusahaan dan masalah-masalah yang baru saja berlalu, Ryan selalu meluangkan waktu untuk istrinya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama d
Beberapa hari setelah Tuan Lee, Tuan Haris, dan Nadia diproses hukum, suasana di perusahaan Ryan mulai stabil. Tidak ada yang bisa lepas begitu saja dari jerat hukum, jika memang mereka bersalah. Dan Ryan, tidak memiliki toleransi bagi mereka yang berkhianat.Berbeda dengan keadaan Ryan, Tanu justru sedang resah. Keberadaan Rangga yang masih berkeliaran di sekitar perusahaan Lee membuatnya merasa terganggu. Meski Rangga tidak lagi membuat keributan atau mencoba mengambil alih perusahaan, kehadirannya tetap memicu ketegangan yang membuat suasana tidak nyaman. Tanu tidak bisa menyembunyikan rasa jengkelnya, sering kali mengeluh pada Ryan atau Erika tentang hal tersebut.Melihat ketidaknyamanan Tanu dan menyadari bahwa permasalahan di antara mereka bisa saja merusak hubungan keluarga yang tersisa, Ryan memutuskan untuk mengambil inisiatif. Dia merasa sudah waktunya berbicara dengan Rangga, bukan sebagai rival bisnis, tetapi sebagai saudara yang masih memiliki ikatan darah dengan istrinya
Ryan berhenti melangkah dan menoleh kembali ke arah Tanu, matanya tampak serius. Pertanyaan yang baru saja dilontarkan Tanu membuat suasana yang semula mulai mereda kembali terasa tegang. Erika, yang berdiri di samping suaminya, menatap Tanu dengan cemas, seakan tahu bahwa pembahasan ini akan membawa kembali ingatan-ingatan buruk yang tentu saja masih membekas dengan jelas.Ryan menghela napas panjang sebelum berbicara. "Kak Tanu, aku tahu ini bukan hal yang mudah untuk kita semua. Apalagi, bagimu dan Erika, dia tetaplah papa kalian." Ryan berbicara dengan hati-hati, tak ingin memancing lebih banyak perasaan keduanya terluka."Tapi, Papa..." Suara Tanu tercekat, menelan ludahnya susah. "Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana jika dia—""Kita harus menyerahkan semuanya pada hukum, Kak Tanu." Ryan memotong dengan tegas, namun suaranya tetap tenang. "Semua bukti sudah jelas mengarah ke Papa. Dia terlibat dalam rencana bersama Tuan Haris dan melibatkan Nadia juga untuk mencelakak
Erika berjalan anggun memasuki ruang meeting, di sampingnya ada Ryan yang selalu tampak tenang namun penuh wibawa. Suara langkah kaki mereka berdua yang berirama membuat suasana di ruangan itu terasa semakin menegangkan. Tanu yang masih berdiri di depan meja konferensi menatap ke arah keduanya, sementara Rangga yang semula tampak percaya diri, kini mulai terlihat tidak nyaman dengan kehadiran mereka.Ryan, yang memegang saham terbesar di perusahaan ini setelah penyuntikan dana besar-besaran saat perusahaan Lee hampir bangkrut, hanya memberikan anggukan kecil kepada Tanu. Ia kemudian berjalan ke arah kursi di ujung meja, posisi yang biasanya diisi oleh pemegang keputusan tertinggi dalam pertemuan semacam ini.Erika, yang selama ini menjadi sosok penting di balik layar - sebab dirinya juga memiliki beberapa persen saham di perusahaan keluarganya ini, tidak banyak bicara. Namun kehadirannya kali ini jelas menunjukkan bahwa dia bukan sekadar anak perempuan dari Tuan Lee, tetapi juga seora
Tanu berdiri tegak di ruang pertemuan yang luas, matanya menatap dengan tajam ke arah sepupunya - Rangga, yang memaksa ikut dalam pertemuan ini. Rangga duduk di hadapannya dengan sikap percaya diri, merasa menjadi bagian dari perusahaan yang saat ini dipimpin Tanu.Rangga, sepupu Tanu yang juga sekaligus keponakan Tuan Lee, kini berani menunjukkan ketertarikannya untuk mengambil alih kepemimpinan perusahaan yang selama ini dijalankan oleh Tuan Lee. Sementara itu, Tuan Lee, ayah Tanu dan Erika, kini tengah mendekam di penjara, jelas telah membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi banyak hal - termasuk merosotnya harga saham perusahaan. Namun, meskipun hubungan keluarga ini mengikat mereka dalam ikatan darah, Tanu tahu bahwa tidak ada tempat bagi Rangga di dalam dunia bisnisnya ini —terutama dengan segala yang telah terjadi.Tangga sendiri - bersama dengan keluarganya yang lain, sudah mendapatkan bagiannya di luar kota - perusahaan cabang yang selama ini ditangani mendiang ayahnya R
Malam itu, Ryan duduk di tepi tempat tidur mereka, memandangi Erika yang duduk masih betah terpaku di kursi dekat jendela, menatap kosong ke luar. Udara malam yang sejuk tampaknya tidak bisa menenangkan kekacauan yang bergejolak di dalam diri Erika.Ryan bisa melihatnya, bagaimana istrinya itu memendam sesuatu yang besar, sebuah kepedihan yang lebih dalam dari sekadar banyak peristiwa - termasuk kecelakaan yang pernah dia alami beberapa waktu lalu."Aku nggak tahu harus bagaimana, mas Ryan," ujar Erika pelan, suaranya serak."Kenapa, hm?" Ryan bertanya maksud perkataan istrinya."Papa... dia... dia..." Erika terhenti, suaranya hampir hilang ditelan perasaan yang mendalam."Selama ini aku merasa terjebak dalam permainan yang tak aku pahami. Semua ini ternyata sudah direncanakan sejak lama, dan aku... aku tidak pernah tahu apa-apa tentang rencana papa." Akhirnya, Erika bisa mengeluarkan kata-kata yang begitu menyesakkan dadanya.Ryan menghembuskan napas panjang, berjalan mendekat dan du
Setelah peristiwa yang mengguncang mereka semua, hari-hari selanjutnya penuh dengan ketegangan meskipun situasi sudah mulai mereda. Ryan masih berusaha menenangkan Erika dan dirinya sendiri setelah semua yang terjadi, sementara Elsa, Dedi, Fery, dan Tomi berusaha memberikan dukungan moral pada mereka berdua. Namun, ada satu hal yang tak banyak orang ketahui, bahkan Elsa sendiri belum menyadarinya.Dedi selalu memperhatikan Elsa dari kejauhan, bahkan sudah sejak lama. Di tengah segala kecemasan dan ketegangan yang mereka alami, Dedi merasa cemas dengan keberadaan Elsa yang selalu berada di dekat Ryan. Entah mengapa, setiap kali melihat Elsa tertawa atau berbicara dengan Ryan, hatinya terasa teriris. Dedi tahu perasaan ini bukan hal yang bisa ia tunjukkan, apalagi di tengah kesibukan mereka yang terus bergulir. Namun, perasaan itu semakin tak bisa ia bendung."Elsa, bisa bantu aku sebentar?" Dedi memanggil, berusaha tidak terlalu terlihat gelisah.Elsa yang sedang berdiri bersama Fery d
Ketika suasana semakin tegang dan tak terkontrol di ruangan gelap itu, tiba-tiba terdengar suara sirine polisi dari kejauhan, semakin dan mendekat ke lokasi. Ryan, Julian, dan Tuan Lee sama-sama tersentak, menyadari bahwa keadaan akan segera berubah drastis.Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dengan keras. Dedi, Fery, dan Tomi masuk berbarengan, wajah mereka tegang namun sedikit lega melihat Ryan masih berdiri meskipun dengan wajah yang tampak lelah dan tubuh penuh luka."Kalian?!" seru Ryan, terkejut melihat asistennya. "Bagaimana kalian bisa tahu kami di sini?" tanyanya kemudian.Dedi mendekat cepat, matanya melirik sejenak ke arah Tuan Lee yang masih tersandar di dinding dan Tuan Haris yang tergeletak di lantai, juga Julian yang diam saja seperti tidak melakukan apapun dalam keadaan ini."Kami dapat info dari Elsa, Pak Ryan. Kami segera ke sini begitu tahu kau dalam bahaya," terang Dedi."Kau tamat, selesai sekarang ini, Tuan Haris. Polisi juga sudah di sini," ujar Fery dingi