Beranda / Fantasi / Kebangkitan Klan Phoenix / Duka yang Membekas di Ironhold

Share

Duka yang Membekas di Ironhold

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-14 15:19:32

Malam semakin larut di Kota Ironhold, kegelapan merangkul lorong-lorong batu yang kokoh. Obor-obor di sepanjang jalan, yang biasanya menyala terang, kini mulai meredup, seolah ikut merasakan kesedihan yang mendalam.

Kiran, Emma, Chen, dan Pigenor berjalan dalam diam, langkah mereka berat dan penuh kesedihan, melewati jalan-jalan yang kini sepi setelah upacara pemakaman yang menyayat hati di kedalaman Sungai Gibna, tersembunyi di perut bumi, tempat peristirahatan terakhir.

Mereka tiba di penginapan, tempat mereka biasa berbagi tawa dan cerita.

Ruangan itu terasa lebih luas sekarang, lebih kosong, tanpa kehadiran Nethon dan Malven, dua sahabat yang telah pergi.

Dua tempat tidur di sudut ruangan masih rapi, selimutnya terlipat sempurna, seolah menunggu pemiliknya kembali, sebuah pengingat yang menyakitkan.

Emma duduk di tepi tempat tidurnya, menatap kosong ke arah lantai batu yang dingin, pikirannya melayang jauh.

Chen berdiri di dekat dinding, tubuhnya tegak namun pikirannya masih m
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Orchid Altaalaite

    Ketegangan perlahan mereda, seperti badai yang berlalu, meninggalkan langit yang lebih cerah. Emma menurunkan Pedang Air, senjata itu berubah menjadi butiran air yang jatuh ke lantai batu sebelum menghilang sepenuhnya, kembali ke wujud aslinya.Matanya masih menyiratkan kemarahan, namun kata-kata Kiran, yang penuh kebijaksanaan, telah menyadarkannya, menghentikan amarahnya."Bicaralah," kata Kiran kepada Roric, suaranya masih tegang, namun lebih terkendali, mencoba menenangkan diri. "Apa tujuanmu datang kemari, apa yang kau inginkan?"Roric menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri setelah nyaris kehilangan nyawa, sebuah pengalaman yang mengerikan. Ia melangkah masuk ke dalam ruangan dengan hati-hati, masih waspada terhadap Emma yang menatapnya tajam, penuh curiga."Aku datang dengan berita," ujar Roric, suaranya serius, "dan sebuah tawaran, sebuah kesempatan."Pigenor mengangkat alis, menunjukkan rasa ingin tahunya, tertarik dengan apa yang akan dikatakan Roric. "Berita ap

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Perpisahan di Puncak Rotos

    Angin dingin berhembus kencang di Puncak Gunung Rotos, membelai wajah mereka dengan sentuhan es. Awan-awan kelabu bergerak cepat di langit, seperti kawanan serigala yang berlari, seolah terburu-buru menghindari badai yang akan datang, memberikan kesan yang mencekam.Di gerbang Pintu menuju Kota Ironhold, di tepi tebing yang menjulang, Kiran, Emma, Pigenor, dan Chen berdiri menghadap tiga kurcaci yang telah menemani mereka selama beberapa hari terakhir, menjadi saksi perpisahan.Skarfum, Roric, dan Gladgrik—tiga kurcaci dengan perawakan dan karakter berbeda, namun dipersatukan oleh satu harapan: kesuksesan misi pencarian Orchid Altaalaite, permata yang akan mengubah segalanya."Perjalanan ke Tambang Tartaf tidak akan mudah, kalian harus bersiap," kata Gladgrik, suaranya berat dan serius, seperti gema di pegunungan. Janggut panjangnya bergerak tertiup angin, memberikan kesan kebijaksanaan."Kalian harus melewati Lembah Mystral lagi, tempat di mana Onimur dan Mandrazath menyerang kawan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Lembah Mystral - Kenangan dan Ancaman

    Matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, seperti bola api yang memudar, menyisakan semburat jingga kemerahan yang memudar dengan cepat di langit, memberikan kesan waktu yang berlalu.Perjalanan dari Puncak Rotos menuju Lembah Mystral memakan waktu enam jam yang melelahkan.Bayangan panjang kelompok itu terbentuk di tanah saat cahaya terakhir matahari menerangi punggung mereka, menciptakan siluet empat penunggang yang bergerak menuju Tenggara, menuju bahaya yang tersembunyi.Ketika akhirnya kegelapan malam menyelimuti langit, seperti selubung yang tak kasat mata, mereka telah mencapai pinggiran Lembah Mystral, tempat yang tak terlupakan. Bulan sabit menggantung di langit, memberikan penerangan samar, seperti mata yang mengawasi, yang memperlihatkan hamparan luas ladang gandum dan sorgum yang bergoyang pelan ditiup angin malam, memberikan kesan keindahan yang menenangkan."Kita sudah sampai, kita telah kembali," kata Kiran pelan, suaranya penuh makna, menarik tali kekang Gallileonnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Hutan White Parrot, Hutan yang Penuh Misteri

    Dua hari telah berlalu sejak mereka meninggalkan Lembah Mystral, tempat yang menyimpan kenangan pahit. Perjalanan mereka kini membawa Kiran dan kelompoknya memasuki kedalaman Hutan White Parrot, sebuah hutan pinus abadi yang menjulang tinggi ke langit, sebuah tempat yang penuh misteri.Pohon-pohon pinus raksasa dengan batang keperakan, seperti pilar-pilar yang menjulang, berdiri kokoh, menciptakan kanopi tebal yang hampir tidak meneruskan cahaya matahari ke tanah hutan, memberikan kesan yang mencekam.Udara di Hutan White Parrot terasa berbeda, sebuah perbedaan yang jelas. Lebih dingin, lebih pekat, seolah diselimuti kabut tipis yang tak kasat mata, memberikan kesan yang aneh. Aroma getah pinus yang kuat, seperti wewangian yang khas, bercampur dengan bau tanah lembab dan jamur hutan, menciptakan wewangian khas yang memenuhi setiap tarikan napas, memberikan kesan yang unik."Hutan ini terasa aneh, ada sesuatu yang berbeda," gumam Emma, matanya waspada mengamati sekeliling, mencoba mema

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Bab 60: Pertarungan Sihir Api Di Hutan White Parrot.

    Kazam berdiri, wajahnya memerah padam, dilanda amarah yang membara. Matanya menyipit, menatap tajam ke arah Emma yang baru saja menghajar dua Imp budaknya, sebuah tindakan yang tak terduga. Kedua makhluk kecil berwarna merah itu kini tergeletak di tanah, merintih kesakitan dengan suara melengking yang memekakkan telinga, sebuah pemandangan yang memuakkan."Beraninya kau menyentuh Burs dan Kon, beraninya kau melakukan itu!" desis Kazam, suaranya sarat akan kebencian, tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih, menunjukkan kemarahan yang memuncak."Tidak ada yang boleh menyentuh budak-budakku, tidak ada yang berani!"Burs, Imp yang lebih kecil dengan tanduk melengkung, perlahan bangkit, mencoba berdiri. Air mata buaya mengalir di pipinya yang merah, menunjukkan kepura-puraan. "Tuan Kazam... mereka menyerang kami tanpa alasan, mereka sangat kejam," rengeknya dengan suara yang dibuat-buat, mencoba mencari simpati. "Kami hanya bertanya arah, kami tidak melakukan apa-apa, ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Kontrak Dua Imp.

    Hutan White Parrot, setelah kematian Kazam yang Agung..."Jangan bunuh aku, jangan akhiri hidupku..." Tiba-tiba, Imp bernama Burs, makhluk kecil yang ketakutan, langsung bersujud di kaki Kiran, memohon belas kasihan."Aku mendukungmu, Tuan muda, aku akan menjadi pelayanmu," Ucap Burs si Imp, suaranya gemetar, yang langsung mencium kaki Kiran, menunjukkan kesetiaan.Melihat hal ini, ekspresi Imp yang satunya, Kon, berubah jelek, menunjukkan rasa iri. Wajahnya menjadi ungu, pertanda marah, ekspresi yang tak menyenangkan."Burs! Kamu sungguh tak punya malu, kamu menjijikkan. Seharusnya aku yang bersujud di kaki Tuan muda ini, aku yang pertama. Kamu yang pada awalnya sangat keras, mencaci kelompok Tuan muda Kiran, kini sudah lebih dahulu mencari muka, kamu munafik!"Tak mau kalah dengan Burs, Kon si Imp yang satunya ikut-ikutan bersujud di kaki Kiran, menunjukkan kesetiaan. Anehnya, mereka berdua kini sikut menyikut, saling dorong, bersikap seolah-olah takut tak diangkat sebagai master o

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Burs - Imp Mata-Mata.

    Angin dingin menerpa sayap kelelawar Burs yang mengepak cepat. Sudah hampir setengah hari ia terbang tanpa henti, menjauhi kelompok Kiran dan tuannya yang baru. Hutan White Parrot yang gelap dan misterius perlahan-lahan mulai menipis, digantikan oleh pepohonan yang lebih jarang dan langit yang lebih terbuka."Akhirnya," gumam Burs, menyeka keringat dari dahinya yang merah. "Tuan Kiran tidak tahu betapa jauhnya Tambang Tartaf itu. Untung aku bukan Imp biasa."Burs memang bukan Imp sembarangan. Di antara kaumnya, ia terkenal memiliki stamina terbang yang luar biasa dan kemampuan mengintai yang tajam. Itulah sebabnya Kazam memilihnya sebagai mata-mata pribadi. Namun sekarang, setelah kematian tuannya yang lama, ia harus melayani tuan baru—seorang penyihir manusia yang menurutnya hebat, mampu memanggil Merak Api Gurun Atulla.Saat matahari mulai condong ke barat, Burs akhirnya mencapai penghujung Hutan White Parrot. Di hadapannya terbentang pemandangan perbukitan berbatu yang gersang—P

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Di Insiden di Pintu Tambang.

    Di depan pintu Tambang kuno bernama Tambang Tartaf, di Perbukitan Fatique...Burs, Imp budak Kiran tampak berdiri dan antri di barisan kelompok penyihir, knight dan pedagang.Saat itu, Burs menajamkan telinganya, menyerap setiap informasi yang bisa ia dapatkan. Paradox Colosseum? Juara Bertahan? Ini informasi baru yang mungkin berguna bagi Tuan Kiran.Saking antusiasnya, Burs menabrak sosok di depannya - penyihir tua berwajah tidak simpatik itu."Aduh! Hei... Kamu penyihir berjerawat. Mau apa kamu merapat di punggungku? Kau ini semacam stalker? Ingin mendengar informasi dariku, ha?" Penyihir tua itu memaki Burs. Adapun Knight, kawan bicara penyihir itu, ia sudah menggenggam pedangnya, siap menebas Burs jika diperlukan.Namun karena Burs menunjukkan ekspresi bodoh, dan minta dikasihani... Kedua orang itu tidak mempermasalahkannya lagi."Maafkan aku... Maafkan aku," ucap Burs membungkuk serendah-rendahnya, seperti orang yang berhati lembut. Sikapnya menimbulkan rasa iba penyihir tua ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17

Bab terbaru

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Perangkap di Perpustakaan Nasional.

    Alis Magister Farouk terangkat, seketika memperlihatkan wajahnya yang culas dan jahat."Dua ratus pot? Itu jumlah yang sangat banyak untuk perjalanan biasa. Bahkan penyihir tingkat tinggi jarang membutuhkan lebih dari lima atau enam untuk perjalanan panjang."Kiran mencoba mencari alasan yang masuk akal, namun Roneko menyambar pertanyaan itu dengan percaya diri."Kami memiliki kebutuhan khusus," kata Roneko dengan suara lembut, memainkan perannya dengan baik. "Perjalanan kami melintasi daerah dengan energi spiritual yang rendah."Magister Farouk menatap mereka beberapa saat, kemudian mengangguk perlahan. Namun ada kilatan tersembunyi dimatanya. Namun semua ini tak lolos dari pengawasan Kiran, dan Roneko."Baiklah. Dua puluh pot mana kualitas terbaik. Itu akan menjadi dua ratus lima puluh dinar emas."Kiran mengeluarkan kantong koin dari balik jubahnya dan menghitung jumlah yang diminta.Sementara itu, Magister Farouk berjalan ke ruang belakang dan kembali dengan kotak kayu berukir. Ia

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pembelian Pot Manna.

    Awan kelabu menggantung rendah di atas Zahranar, seolah kota itu diselimuti selendang abu-abu yang meredam cahaya matahari.Jalanan yang biasanya ramai oleh pedagang dan pengunjung festival kini tampak lengang.Para penjaga berseragam biru tua Kekaisaran Zolia berdiri di setiap persimpangan, mata mereka waspada mengawasi setiap orang yang lewat.Di sudut-sudut kota, pengumuman tertulis ditempelkan pada dinding-dinding bangunan—peringatan tentang mata-mata berbahaya dari Qingchang yang sedang bersembunyi di kota.Wajah-wajah penduduk menyiratkan kecemasan, berbisik-bisik tentang pencurian Kyuubi berekor sembilan dan kemungkinan penyusupan musuh.Di kamar Penginapan Bulan Sabit, Kiran berdiri di dekat jendela, mengamati situasi di luar dengan seksama. Meskipun wajahnya tenang, matanya menyiratkan perhitungan dan kewaspadaan."Penjagaan semakin ketat," kata Kiran, berpaling pada tiga sosok yang menunggu instruksinya. "Mereka menempatkan penjaga di setiap sudut kota."Roneko, dalam wujud

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Cerita Roneko.

    Kapten Bao terdiam, ia seperti sedang mencerna informasi itu. "Pedang seperti apa yang memiliki kekuatan sebesar itu?"Ekspresi Kapten Bao setengah mengejek.Wajar jika Kapten Bao meremehkan. Dia bukan penyihir. Namun kalimat dan ekspresinya membuat ekspresi Lyra berubah."Saya tidak tahu, Kapten," jawab Lyra berusaha sopan."Dalam seluruh pengetahuan saya tentang senjata sihir, saya belum pernah mendengar pedang dengan kemampuan seperti ini. Kecuali..." Lyra sengaja menghentikan kata-katanya, mencoba melihat perubahan di wajah Kapten Bao."Kecuali?" Ujar Kapten Bao masih dengan wajah tawar."Kecuali legenda tentang Pedang Crimson yang dimiliki oleh Sage Alaric," kata Lyra antara ragu-ragu, juga senang melihat perubahan di wajah Kapten Bao.. "Tapi itu hanya legenda. Pedang itu konon hilang setelah kematian Sage Alaric seratus tahun lalu," sambungnya.Mata Kapten Bao berkilat berbahaya. "Sage Alaric... dan Phoenix Api - The Flame?" Ia berbalik dengan gerakan cepat, jubahnya berkibar d

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Jejak yang Tertinggal.

    Matahari telah menyingsing di ufuk timur. Semburatnya mewarnai langit Kota Zahranar dengan SINAR keemasan yang perlahan mengusir kegelapan malam. Alun-alun kota, yang semalam dipenuhi dengan kegembiraan festival dan pertunjukan sirkus, kini menjadi pusat kekacauan yang tidak terduga.Tenda-tenda berwarna-warni Sirkus Arvandil yang biasanya berdiri megah kini tampak berantakan, beberapa bahkan robek di beberapa bagian. Para pekerja sirkus berlarian dengan panik, sementara kerumunan penonton yang penasaran mulai berkumpul di pinggiran alun-alun, berbisik-bisik tentang apa yang telah terjadi."Pencuri! Seseorang mencuri aset berharga Sirkus Arvandi!""Jadi Rubah ekor sembilan itu menghilang?""Astagaa... Aku tau dia dibeli dengan harga yang sangat mahal..."Itulah percakapan yang terjadi diantara para anggota sirkus, maupun masyarakat Kota Zahranar yang pagi-pagi benar sudah datang menyaksikan kehebohan.Di tengah kekacauan itu, sekelompok prajurit berbaju zirah biru tua dengan simbol

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Pembebasan Roneko.

    "Belenggu ganda," gumam Kiran, alisnya bertaut dalam konsentrasi. "Kerangkeng ini dan kalung di lehermu sama-sama disihir untuk menahanmu. Satu sihir menguatkan yang lain." Ia menoleh pada Burs yang terus mengawasi sekeliling. "Ini akan membutuhkan waktu lebih lama dari yang kuperkirakan.""Bisakah Anda mematahkannya?" tanya Burs, suaranya tenang namun matanya terus bergerak waspada, menyapu area sekitar yang masih sunyi."Kita tidak punya banyak waktu," tambah Kon, melirik ke arah timur di mana langit mulai semakin terang. "Fajar semakin dekat."Kiran tidak langsung menjawab. Ia menutup matanya sejenak, merasakan struktur sihir yang mengikat kerangkeng dan kalung. Setiap sihir memiliki pola, seperti kunci yang membutuhkan gembok yang tepat. Dan setiap penyihir memiliki tanda tangannya sendiri—cara unik dalam menenun energi magis."Sihir ini..." gumamnya, "memiliki pola yang kukenal. Sihir Barat, ciri khas Zolia." Matanya terbuka, kini dipenuhi keyakinan. "Aku bisa mematahkannya,

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Roneko Dan Kerangkeng Sihir.

    Kiran dan kawan-kawannya berhenti di balik sebuah tenda besar saat seorang penjaga berjalan melewati jalur mereka. Ketiganya menahan napas, menyatu dengan bayangan hingga penjaga itu berlalu, terhuyung-huyung dalam langkahnya yang tidak stabil."Penjagaan mereka lebih lemah dari yang kuduga," bisik Burs, matanya mengawasi penjaga yang kini menjauh, sesekali tersandung kakinya sendiri."Kesombongan," balas Kiran pelan, suaranya nyaris tak terdengar. "Mereka merasa aman di ibukota, dilindungi oleh nama besar mereka dan hubungan dengan bangsawan tinggi." Ada jejak menghina disana."Ditambah lagi, mereka terlena oleh kesuksesan penampilan perdana dan pesta yang berlebihan."Kemudian... mereka melanjutkan perjalanan, bergerak dari bayangan ke bayangan dengan kecepatan dan ketepatan yang hanya bisa dicapai melalui latihan bertahun-tahun. Setiap kali ada suara, mereka berhenti, mendengarkan, kemudian melanjutkan ketika yakin aman.Akhirnya, mereka tiba di area kerangkeng hewan. Berbeda deng

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Di Alun-alun Kota.

    Cahaya bulan menembus jendela kayu penginapan Bulan Sabit, menciptakan pola-pola keperakan pada lantai kamar yang sederhana. Kiran duduk bersila di tengah ruangan, tubuhnya tak bergerak bagaikan patung. Hanya dadanya yang naik turun dalam ritme teratur menandakan bahwa ia masih hidup. Aura keemasan tipis menyelimuti tubuhnya, berpendar lembut dalam kegelapan kamar seperti kunang-kunang yang menari perlahan.Kon bersandar di dinding dekat jendela, jari-jarinya mengetuk pelan pada bingkai kayu yang sudah tua. Matanya yang tajam tak pernah lepas dari jalanan kota yang semakin sepi seiring malam semakin larut. Sementara Burs duduk di kursi kayu dekat pintu, posturnya tegang meski wajahnya menampakkan kelelahan. Sesekali ia menguap, namun tatapannya tetap waspada, menyapu ruangan dan pintu secara bergantian."Sudah lima jam," gumam Burs, melirik Kiran yang masih bermeditasi dalam keheningan. Ia mengusap wajahnya seolah ia memiliki hiasan jenggot tipis. "Berapa lama lagi menurutmu?"Kon

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Akhir Sebuah Drama.

    "Ada apa, Tuan Rashid?" tanya Kiran dengan suara lemah. "Kami baru saja hendak beristirahat." Sorot mata Kiran terlihat seperti menegur, membuat Tuan Rashid merasa malu.Namun... Faridah, yang berdiri di belakang Rashid, melongokkan kepalanya ke dalam kamar. Matanya melebar melihat Kon dan Burs yang tampak seperti anak-anak biasa, tidak ada tanda-tanda dari sosok hantu mengerikan yang ia lihat sebelumnya."Itu dia! Anak itu!" teriak Faridah tiba-tiba muncul, lalu menunjuk ke arah Kon. "Dia berubah menjadi setan mengerikan! Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!" Ekspresi ketakutan masih ada di mata Faridah, namun keangkuhannya kembali bangkit.Kon menatapnya dengan mata bulat yang polos. "Apa yang Bibi bicarakan?" tanyanya dengan suara kekanak-kanakan. "Aku hanya anak biasa."Rashid menatap Faridah dengan ekspresi yang semakin tidak sabar. Di belakangnya, beberapa tamu penginapan lain mulai berbisik-bisik, beberapa tertawa kecil melihat tingkah Faridah."Nyonya Faridah," kata

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Nyonya Faridah Dan Hantu Kelaparan.

    Kon, yang berdiri di samping Kiran, merasakan kemarahan memuncak dalam dirinya. Wajahnya merah padam, dan tangannya terkepal erat. Ia membuka mulutnya, siap melontarkan kata-kata yang mungkin akan membuat situasi semakin buruk.Namun, sesuatu dalam dirinya berubah. Wajahnya berubah menjadi keji licik ciri khas Imp sesungguhnya. Namun perempuan gemuk yang sombong ini tidak mencium gelagat bahaya. Dia masih terus menampilkan sikap pongah, merasa superior dan diatas angin."Cukup sudah!" Batin Kon dengan amarah yang tak terkendali."Sepertinya kemarahan ini tidak lagi bisa ekspresikan dalam wujud manusianya!""Harus melakukan sesuatu yang dramatis, yang membuat perempuan gembrot ini kapok...!"Dengan gerakan cepat yang hampir tak terlihat, Kon mencopot ilusi manusia, sosok remaja berwajah polos, lugu yang mudah di tindasBOOM!.Sosoknya berubah drastis —tidak menjadi Imp kecil bersayap, melainkan sesuatu yang jauh lebih mengerikan. Tubuh Kon memanjang dan melayang, kulitnya berubah

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status