"Siapa yang kamu cari?" tanya Thomas kepada Juwita.Sejak tadi dia melihat adiknya sibuk berkeliling dan celingak-celinguk di seputar ruang pesta."Aku mencari pengusaha Indonesia itu," kata Juwita dengan mata yang masih jelalatan di seluruh ruangan."Coba tanyakan pada pelayan," kata Thomas memberi saran.Juwita mengikuti saran kakaknya dan menarik salah satu pelayan neneknya ke pojok ruangan."Apakah kamu melihat di mana pengusaha Indonesia yang sebelumnya datang bersama pamanku?" tanya Juwita kepada pelayan yang di tariknya itu."Pria itu mengikuti tuan Luke ke kamar belakang. Tapi ketika tuan Luke kembali, pria itu tidak kembali lagi," jawab pelayan itu jujur."Kamar belakang?""Iya, Nona.""Sial!" kata Juwita sambil bergegas ke kamar belakang.Tanpa ba-bi-bu dia langsung menggedor pintu kamar yang masih tertutup rapat dan terkunci.Ara yang sedang tertidur pulas, langsung terbangun mendengar gedoran tersebut.Dia mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Sepertinya suaminya s
Stefani terkejut mendengar kata-kata Wei yang mengatakan kalau Ara adalah istrinya.Sejak kapan? Mengapa dia tidak mengetahuinya?Sementara itu Juwita yang sebelumnya telah mendengar pengakuan yang sama dari mulut Ara tampak tercengang.Dia pikir apa yang dikatakan oleh Ara hanyalah omong kosong belaka. Siapa yang tahu kalau Wei juga akan mengatakan hal yang sama?"Apakah itu benar?" tanya Stefani mengalihkan tatapannya kepada Paul dan Hanna."Itu benar!" kata Hanna tegas.Dia benar-benar merasa puas, melihat ibu mertuanya tampak terpukul, mendengar Lanara telah menikah dengan Wei."Kalian benar-benar tidak sopan! Kalian telah melangkahi izinku!" kata Stefani marah.Dia memelototi Paul dan Hanna. Stefani tahu anak dan menantunya ini tidak pernah menaruh dirinya di dalam hati mereka. Namun, Stefani benar-benar tidak pernah mengira kalau Paul dan Hanna juga tidak akan menaruhnya di mata mereka."Ma, aku tidak ingin mengatur pernikahan putriku, biarlah itu menjadi pilihannya sendiri," ka
"Yakin."Wei tersenyum penuh kemenangan ketika Ara tidak lagi mewaspadainya.Tidak lama kemudian ....Suara-suara ambigu kembali memenuhi ruang kamar tersebut.'Pria memang tidak bisa dipercaya!' Ara tidak tahu apakah harus kesal atau bahagia melihat suaminya mudah sekali tertarik pada tubuh polosnya.Dia merasa tidak berdaya dan terus gemetar di bawah guncangan Wei yang seperti tidak ada lelahnya.Luke hanya berdiri terpaku di depan kamar, mendengar suara-suara ambigu yang menyakitkan hatinya terus terdengar dari dalam kamar.Sebelumnya dia telah bertemu dengan Hanna dan menanyakan tentang kondisi Ara.Hanna bilang, Ara telah sadar dari pengaruh obat dan sedang beristirahat di kamar ini.Siapa tahu ketika dia sampai di tempat ini yang didengarnya adalah suara-suara pertempuran musim semi antara Wei dan Ara.Luke merasa matanya panas dan berkaca-kaca karena menahan rasa sakit di hatinya."Ara ...."Desis Luke dengan suara yang hampir tersedak."Luke, apa yang kamu lakukan di sini?"
Ara memutar bola matanya ketika mendengar kata-kata arogan dan penuh kebanggaan dari mulut suaminya.Mereka meninggalkan kamar belakang dengan Wei menggendong Ara di tangannya.Ara menyembunyikan wajahnya di dada Wei karena merasa malu. Walau dia mengakui kebenaran kata-kata suaminya, tetap saja dia merasa malu di gendong ala putri di depan tamu undangan neneknya yang masih berpesta."Bagaimana keadaanya?" tanya Luke mengerutkan kening melihat Ara yang keluar dengan digendong oleh Wei.Separah apa Ara hingga dia tidak bisa berjalan sendiri?"Dia sedang tidur!" kata Wei sambil menahan kepala Ara ke dadanya kembali ketika dia merasakan istrinya itu ingin melihat Luke.Ara yang awalnya ingin menyapa Luke, mengurungkan niatnya dan pura-pura tertidur pulas."Apakah tidak sebaiknya kita membawanya ke dokter?" tanya Luke khawatir."Tidak perlu, ini adalah hal yang biasa dan sering terjadi di antara kami," kata Wei berusaha mengipasi kecemburuan di hati lawan cintanya." ... " Luke terdiam da
Dua hari kemudian, Wei kembali ke Indonesia. Ara memutuskan untuk mengunjungi butik milik Jennie dan memilih beberapa baju di sana.Namun, saat ini Jennie sedang keluar dan Ara malah bertemu dengan Juwita.Ara berusaha acuh tak acuh kepada sepupunya itu. Walau dia telah mengabaikan, orang tertentu malah ingin mencari masalah dengannya."Pandangan Nona memang tepat sekali, ini adalah gaun terbaru yang baru saja dikirim oleh desainer utama kami," kata pelayan toko kepada Ara ketika dia melihat Ara sedang mengamati sebuah pakaian berwarna hijau toska."Kalau begitu aku akan mencobanya ... tolong turunkan pakaian itu," kata Ara menanggapi kata-kata pelayan toko yang menghampirinya.Matanya tidak pernah lepas dari pakaian tersebut. Siapa sangka ketika pakaian itu di lepas dari pajangan, Juwita langsung merebutnya dari tangan pelayan toko."Aku ingin pakaian ini!" kata Juwita sambil menatap Ara dan pelayan toko dengan sikap angkuh. "Tapi Nona, pakaian ini sudah dipilih oleh Nona yang ini,
Ketika Juwita pulang, dia terkejut melihat kepala toko masih menunggunya di ruang tamu."Nona, kami telah menunggu lama untuk bayaran atas barang yang Nona borong di toko kami," kata salah satu kepala toko ketika melihat Juwita masuk ke dalam rumah."Apakah belum di bayar?" tanya Juwita bingung."Belum, Nona. Nenek anda menyuruh tuan Thomas untuk menyelesaikan bayaran kami. Namun, tuan Thomas menolak dan mengatakan Nona yang akan membayar sendiri semua ini.""Aku membayar sendiri?" tanya Juwita seraya membelalakkan matanya.Teganya Thomas berkata seperti itu kepadanya. Harta warisan yang dirinya miliki jauh lebih sedikit dari kakak laki-lakinya tersebut. Jika dia membayar semua barang yang dibelinya dengan menggunakan harta warisan, maka harta itu akan habis atau menipis. Tiba-tiba saja Juwita merasa menyesal karena telah terbawa nafsu untuk mengalahkan dan mempermalukan sepupunya Lanara.Jika tahu semua ini akan merugikan dirinya sendiri, Juwita pasti akan berpikir dua kali untuk me
Dia hanya ingin mendidik putrinya menjadi gadis yang baik hati, sopan dan penyayang. Apakah didikannya selama ini salah? Apakah didikannya yang telah membuat anaknya begitu mudah diintimidasi oleh keluarga suaminya? Apakah karena ini mereka jadi menganggap Ara lemah dan tidak akan melawan diperlakukan seperti apapun oleh mereka?Padahal Hanna hanya ingin membuat Ara bisa diterima di keluarga papanya sendiri."Mama?" Ara terkesiap mendapati mama angkatnya menangis sedih di pundaknya."Ini salah Mama, gara-gara latar belakang Mama yang tidak layak, kamu jadi diremehkan oleh keluarga Papamu," kata Hanna dengan suara terisak."Tidak, bukan salah mama terlahir dari keluarga biasa saja. Tidak ada orang yang bisa memilih dimana mereka akan dilahirkan. Keluarga Papa memang terlalu kolot. Ma, mari kita menjauh saja dari mereka jika mereka tidak bisa menerima kita," kata Ara sambil memegang tangan Hanna dan menatapnya sungguh-sungguh."Tapi papamu ....""Aku yakin Papa juga pasti sudah tahu
Tanpa sadar Ara meneteskan air matanya karena merasa frustasi."Jangan menangis Ara ... jangan menangis," kata Wei sambil memeluk istrinya erat.Dia seperti bisa merasakan kesakitan yang telah diderita oleh istrinya. Ini memang salahnya. "Tidak apa jika kamu tidak mau tinggal di rumah ini, kita akan pindah kemanapun kamu mau. Selama kamu bahagia dan mau memaafkan aku," kata Wei lagi masih memeluk istrinya.Dia mengusap punggung Ara, berusaha untuk menenangkan dan menghiburnya. "Wei! Apa yang kamu lakukan pada menantuku? Mengapa kamu membuat menantu kesayangan Mama menangis?!" tanya Nina sambil memukul punggung anaknya marah.Bisa-bisanya Wei membuat Ara menangis saat pertama kali pulang ke Indonesia lagi.Apakah putra bodohnya ini masih menginginkan istrinya?Wei meringis, melepaskan pelukannya dari Ara. Pukulan mamanya sangat pedas dan menyakitkan."Sakit, Ma. Mengapa mama memukulku seperti ini?" tanya Wei memprotes Nina yang memukuli dirinya tanpa belas kasihan."Itu hukuman karen
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar