Ara balas menatap Wei dengan perasaan yang campur aduk."Kesini," kata Wei sambil melambai ke arah Ara.Ara melangkah mendekati Wei, ragu. Apa yang diinginkannya?Wei memegang dan menarik tangan Ara hingga istrinya itu terduduk di tepi tempat tidurnya."Jika apa yang mamaku katakan itu benar, aku pasti telah menyakitimu dengan kata-kataku selama ini," kata Wei sambil menghela napas panjang menatap wanita yang katanya adalah istri sahnya ini.Nina dan Wuzini saling pandang, mereka sepakat untuk keluar dari ruangan itu dan memberikan ruang bagi Wei dan Ara untuk berbicara.Ara hanya menundukkan kepalanya. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Walau dia tahu Wei saat ini sedang hilang ingatan dan tidak sadar siapa dirinya, tapi memang benar, setiap kata-kata Wei selama ini telah melukai hatinya, bahkan dia hampir pergi meninggalkannya karena merasa tidak kuat."Maukah kamu memaafkan aku," tanya Wei tulus."Maukah kamu tidak mengulanginya lagi, Wei?" tanya Ara dengan mata berkaca-kaca."Aku
"Menarik, bisakah kamu membawanya ketika kamu ke sini lagi?" tanya Wei sambil tersenyum menatap Ara.Entah mengapa Wei mulai merasa nyaman berada di dekat wanita muda yang kata kedua orang tuanya adalah istrinya sendiri ini."Tentu," sahut Ara antusias.Keduanya bertukar senyum.Wei diam-diam mengagumi wajah cantik Ara. Tidak seperti Juwita yang wajahnya dipenuhi polesan makeup, sepertinya istrinya ini bukan wanita yang suka dandan.Tapi Wei justru lebih suka wanita yang bersih seperti Ara karena Wei pikir wajah Ara jauh terlihat lebih murni dan segar dari pada Juwita."Ehm ... apakah kalian sudah selesai bicara?" tanya Nina dan Wuzini yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan."Istrimu belum makan, biarkan dia makan siang dulu," kata Wuzini kepada Wei."Makanlah," kata Wei sambil menepuk punggung tangan Ara pelan.***Hari-hari berikutnya Ara rajin menemani Wei di rumah sakit dan membawa barang-barang yang Ara pikir bisa mengembalikan ingatan Wei.Dengan sabar Ara dan kedua orang tua Wei
Wuzini menepuk dahinya pusing, tadinya dia berencana menunggu Joy untuk membantunya menyelesaikan masalah ini karena ini bukan masalah yang mudah."Ma, aku mau keluar juga," kata Ara sambil keluar dari mobil mengejar Wei dan Wuzini."Ara!" panggil Nina cemas."Mengapa kamu ikut keluar?" tanya Wuzini ketika melihat Ara datang mendekat."Ara ingin menemani Wei, Pa.""Kamu ... ya sudahlah, ayo!" kata Wuzini sambil berbalik dan kembali mengejar Wei."Ini dia orangnya! Ini dia orangnya!" teriak salah satu orang yang berkumpul di depan rumah Wei ketika melihat Wei.Semua berbalik dan melihat ke arah Wei. Wei, Wuzini dan Ara menghampiri kumpulan masa tanpa rasa takut."Apa yang kalian cari di sini?" tanya Wei mengerutkan kening menatap semua orang."Kami minta keadilan untuk saudara kami!""Ya! Kami minta keadilan untuk saudara kami yang kecelakaan kerja!""Kalian siapanya?" tanya Wei ingin tahu."Kami keluarganya!" "Siapa orang tuanya? Ayo ikut ke dalam yang lain tunggu di sini saja!" kata
"Kalian benar-benar biadab! Bilang saja kalian tidak ingin bertanggung jawab atas kecelakaan anakku, dari pada kalian malah memfitnahnya korupsi!" kata Haris berdiri dari duduknya, memelototi Wuzini marah dan tidak terima."Kenyataannya anakmu memang korupsi dan bahkan anakku pun telah menjadi korban," kata Wuzini acuh tak acuh."Kalian benar-benar licik! Kalian sengaja menyiramkan air kotor kepada anakku!" kata Haris gemetaran karena marah."Sabar, Pak Haris, seharusnya yang marah adalah kami, anak anda tidak saja mengakibatkan kerugian secara materi kepada pihak kami tapi juga telah membuat suami saya ikut mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit," kata Ara yang semula hanya mendengarkan mulai ikut berbicara."Kalian bohong! Nyatanya dia baik-baik saja. Jangan kalian kira karena memiliki uang banyak maka kalian bisa menindas orang kecil sepertiku!" kata Haris keras kepala."Dia memang kelihatan baik-baik saja, tapi apakah Bapak tahu kalau suamiku ini sampai hilang ingatan kar
"Aku tidak! Tante, jangan sembarangan menuduh, aku bisa saja menuntut. Semua yang kamu katakan tidak lebih hanya dugaanmu saja, tidak ada bukti!" kata Juwita sambil berdiri dan mengibaskan kotoran yang menempel di bajunya karena telah dijatuhkan ke tanah.Nina menatap Juwita ragu. Apakah benar dirinya telah salah menuduh? Tapi mengapa orang-orang itu kembali bersemangat? Tadi dia hanya melihat aksi Juwita dari kejauhan. Nina benar-benar tidak tahu apa yang dikatakan Juwita kepada salah satu keluarga karyawan anaknya itu."Lepaskan dia!" kata Nina sambil berbalik."Tante, apakah kamu pikir, kamu bisa bersikap seperti ini kepadaku? Kamu telah menyuruh orangmu menarik dan melemparkan aku ke gang kotor. Bukankah ini melanggar hukum?" tanya Juwita sambil tersenyum jahat menatap punggung Nina. Nina kembali berbalik dan mendekati Juwita dengan sikap mengancam.Sekalipun dia wanita, aura Nina sebenarnya tidak kalah menakutkan dari suaminya ketika dia sedang marah."Apakah kamu mengancam aku
Di dalam kamar, Wei langsung merebahkan diri di atas kasur. Dia terkejut melihat Ara membawa selimut dan tidur di atas sofa."Mengapa kamu tidur di sana? Bukankah kita suami istri?" tanya Wei heran."Aku ...."Ara bingung, tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan suaminya saat ini."Bukankah katamu kita juga telah melakukannya? Apakah kamu berbohong kepadaku?" tanya Wei tidak bisa menyembunyikan kecurigaannya."Tidak, aku tidak bohong," kata Ara cepat."Lalu mengapa kamu tidur di sana? Mengapa tidak tidur di sini?" tanya Wei cemberut."Aku hanya merasa canggung," kata Ara beralasan."Karena aku hilang ingatan?" Ara hanya menganggukkan kepalanya. Dia berharap Wei mau membiarkan dirinya tidur di sofa agar mereka bisa tidur terpisah seperti beberapa hari sebelum kecelakaan yang menimpa Wei terjadi."Apakah kamu malu kepadaku?" tanya Wei sambil menatap Ara dan tersenyum lebar." ... " Ara terdiam."Jangan malu, aku tetap Wei yang dulu, hanya ingatanku saja yang hilang, tapi dia tet
Ara keluar dari kamar dan duduk di meja makan di kursi sebelah Wei.Nina menatap wajah lesu menantunya dengan bibir berkedut. Apakah anak laki-lakinya telah membuat menantunya begadang semalaman? Mengapa Ara terlihat lesu dan lelah?Seolah mengerti keheranan mamanya. Wei tersenyum lebar. Dia mengambil semur hati ampela dan langsung menaruhnya di piring Ara."Makan yang banyak," kata Wei sambil mengambil lauk yang lain dan menaruhnya di piring Ara tanpa bertanya."Stop, jangan taruh lagi ini sudah terlalu banyak," kata Ara melihat lauk yang sudah menumpuk di piringnya."Kamu terlalu kurus, ada baiknya menumbuhkan sedikit daging agar lebih nyaman ketika di peluk," kata Wei blak-blakan."Kamu!"Ara mendelik ke arah Wei dengan wajah yang merona merah karena malu. Sementara Wuzini hanya tersenyum melihat kelakuan putranya."Ehm ... ehm!" Nina menatap Wei memberikan peringatan untuk tidak lagi menggoda istrinya di meja makan. Ketika mereka mulai sibuk makan, terdengar bunyi dering ponsel
"Lewat jalan khusus!" perintah Wuzini tegas."Mengapa lewat jalan khusus? Lewat depan saja, bukankah Papa kemarin sudah menjelaskan kalau kita berada di pihak yang benar?" tanya Wei tidak setuju."Iya, tapi kalau kita langsung menerobos mereka, bukannya tidak mungkin mereka akan menimpuki kita dengan batu atau melakukan perbuatan anarkis lainnya," kata Wuzini tidak sabar."Oh ....""Cepat lewat jalan khusus," kata Wuzini kepada sopir."Apa rencana Papa selanjutnya?" tanya Wei ingin tahu."Bagaimana menurutmu?" Wuzini balik bertanya meminta pendapat Wei."Kita tidak bisa bersembunyi, masalah ini harus kita selesaikan. Ada baiknya kita temui dan berbicara dengan mereka secara langsung," kata Wei setelah lama terdiam."Itu pasti. Nanti setelah di dalam, baru kita minta perwakilan media dan masa yang berdemo untuk masuk ke dalam dan berbicara dengan kita. Akan kita jelaskan kejadian yang sebenarnya," kata Wuzini menyetujui kata-kata Wei dan menjelaskan apa yang akan dia lakukan.Di dalam,
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar