Wei dan papanya langsung mendatangi ruang rapat diikuti oleh Joy."Selamat pagi semuanya," sapa Wuzini kepada semua yang ada di ruang rapat tersebut.Setelah mendapatkan respon, Wuzini dan Wei duduk di kursi yang di sediakan untuk mereka, sementara Joy berdiri di samping Wei.Joy sengaja berdiri di samping Wei bukan Wuzini karena Joy tahu saat ini bosnya sedang hilang ingatan dan pasti membutuhkan dirinya untuk memberitahukan hal-hal tentang perusahan yang telah dia lupakan saat ini."Pada kesempatan kali ini, kami selaku pemilik perusahaan, mengundang anda semua untuk berkumpul di sini dan membahas keributan yang saat ini sedang terjadi di depan perusahan, oleh keluarga korban," kata Wuzini sambil menatap Haris tajam.Dia benar-benar tidak menyangka kalau keluarga korban sekaligus pelaku berani membuat keributan. Padahal Haris sebagai ayah korban sudah melihat sendiri barang bukti korupsi yang telah dilakukan oleh anaknya.Haris hanya menunduk dan merasa bersalah mendapati tatapan ta
"Tadinya kami ingin menyelesaikan semua ini dengan cara baik-baik. Tapi karena pihak mereka ingin membuat masalah ini menjadi publik, maka tidak ada jalan lain, pihak perusahaan akan menempuh jalur hukum untuk membuktikan siapa yang bersalah dalam kasus ini, sekaligus membersihkan nama baik perusahaan yang telah tercemar karena kerakusan karyawannya sendiri!" jawab Wuzini tegas."Lalu Pak Haris, apa yang akan anda lakukan dengan keputusan perusahaan ini?" tanya wartawan itu lagi sambil menoleh ke arah Haris."Kami dari pihak keluarga korban, tetap akan memperjuangkan hak-hak kami dan tidak menerima tuduhan yang telah dikatakan oleh pihak perusahan! Jangan karena kami ini orang kecil, maka mereka bisa menindas kami seenaknya!" kata Haris tidak kalah tegas."Sebenarnya tidak ada perbedaan dalam hal kebenaran, entah itu orang miskin ataupun orang kaya. Kita lihat saja hasil akhirnya, kebenaran pasti akan mencari jalannya sendiri," sela Wei bijak.Kata-kata bijak Wei membuat Joy berkali-k
"Kalau sikapmu seperti ini terus, maka perusahaan ini lama-lama akan bangkrut!" kata Wuzini sambil menggelengkan kepala melihat tindakan anaknya."Aku hanya menempatkan hati dan perasaanku pada posisi mereka," kata Wei apa adanya."Kamu tidak bisa seperti ini terus! Ini perusahan, bukan badan amal!" kata Wuzini cemberut.Sia-sia dia mendidik Wei dari kecil, kalau pada akhirnya hanya karena hilang ingatan, anaknya jadi lemah seperti sekarang.Wei hanya menatap papanya bingung. Di mana letak kesalahannya? Dia hanya ingin karyawannya merasa nyaman bekerja di perusahaan ini. Apakah itu salah?"Dengar, tidak perlu terlalu membawa perasaanmu ketika sedang menjalankan sebuah perusahan," kata Wuzini lagi melihat Wei hanya terdiam."Aku hanya ingin membuat karyawanku merasa betah bekerja disini.""Ck! Mereka betah atau tidak itu bukan urusan kita, ada banyak orang yang menantikan tempat mereka di perusahan ini!" kata Wuzini blak-blakan.Dia sangat tahu jelas kalau saat ini ada banyak pelamar d
"Aku akan memikirkannya lagi, Pa," kata Ara pada akhirnya."Baiklah, jaga dirimu baik-baik. Jangan khawatirkan Juwita, Papa pasti akan menyuruhnya kembali ke sini agar dia tidak terus mengganggumu dan Wei," kata Paul menghibur."Terima kasih,Pa, salam buat Mama," kata Ara sebelum mengucapkan salam perpisahan dengan papa angkatnya tersebut. Juwita yang baru saja mandi, mengerutkan kening melihat panggilan telepon dari Paul."Aneh sekali, mau apa Paman paul meneleponku?" tanya Juwita was-was.Apakah Ara sudah memberitahukan apa yang selama ini dia lakukan di Indonesia?"Halo, Paman," sapanya manis."Cepat tinggalkan Indonesia sekarang juga!" kata Paul tanpa basa-basi."Apa maksud paman?" tanya Juwita ketakutan."Alasanmu untuk memperbaiki hubungan dengan Ara hanyalah kebohongan!""Mengapa paman berkata seperti itu? Aku tulus benar-benar ingin memperbaiki hubunganku dengan Ara," kata Juwita pura-pura sedih.Ini benar-benar gawat! Kalau pamannya sampai bersikeras menyuruhnya pulang ke Pr
Dia mengizinkan Juwita ke Indonesia karena cucu perempuannya ini bilang ingin berbaikan dengan Ara dan membatu memuluskan jalan kakaknya berbisnis serta mendapatkan klien di Indonesia.Mengapa sekarang dia malah mengundang kecemburuan Ara?Walau dia tidak menyukai wanita yang menjadi istri Paul sekaligus ibu kandung Ara, tapi kasih sayang Stefani kepada Ara hanya bisa dikalahkan oleh kasih sayangnya kepada Thomas, cucu laki-lakinya.Mana mungkin Stefani suka melihat cucu perempuannya yang lain memiliki niat jahat kepada Ara dan ingin menghancurkan pernikahannya dengan suaminya.Memang awalnya Stefani ingin menjodohkan Wei dengan Juwita, tapi itu sebelum dia tahu kalau Ara dan Wei sudah menikah. Sekarang setelah dirinya tahu mereka sudah menikah, mana mungkin dia membiarkan Wei menceraikan Ara, ini sama saja dengan menampar wajah bangsawannya! Tidak boleh ada perceraian di dalam keluarga bangsawannya, apapun yang menjadi alasannya! Hal ni juga yang menjadi sebab dia tidak terlalu memak
Juwita tidak bisa menyembunyikan cemberutnya mendengar apa yang dikatakan oleh Thomas.Dia tidak mau pulang, tapi kalau dia terus menolak, kakaknya ini pasti akan marah dan membuatnya lebih tidak bahagia.Pagi harinya ....Sebuah taksi berhenti di depan rumah Paul. Juwita keluar dari rumah dengan membawa kopernya. Dia melihat Wei baru saja keluar dari rumahnya dengan menggunakan mobil."Kejar mobil itu pak," kata Juwita kepada sopir taksi setelah dia masuk.Wei mengerutkan kening melihat mobilnya diikuti oleh sebuah taksi yang berkali-kali memberikan tanda dengan lampunya."Menepi, cari tahu apa maunya taksi itu mengikuti kita!" kata Wei kepada sopir.Sopir Wei menepikan mobil dan keluar, mendekati taksi yang juga ikut menepi di belakang mobilnya.Sebelum sopir Wei sempat menegur sopir taksi, Juwita turun dari mobil dan langsung menuju pintu belakang mobil Wei."Buka!" kata Juwita sambil mengetuk kaca mobil.Dia tahu saat ini Wei pasti ada di dalam.Wei menurunkan kaca mobilnya dan m
Mengapa? Mengapa bahkan setelah Wei hilang ingatan, dia masih tetap lengket dengan Ara? Apa kurangnya dirinya? Dia jauh lebih cantik dari Ara, lebih kaya dan memiliki latar belakang bangsawan yang lebih murni.Mengapa Wei sama sekali tidak tertarik padanya, bahkan setelah dia hilang ingatan?"Wei ...." tanpa sadar Juwita memanggil Wei sedih dengan mata yang masih berkaca-kaca."Ayo naik mobilku," kata Wei kepada Ara dan mengabaikan Juwita.Dia menggandeng tangan istrinya lembut dan menuntunnya masuk ke dalam mobil."Mobilku?" tanya Ara ragu."Biar sopir yang bawa pulang!" kata Wei sambil menutup pintu mobil setelah istrinya masuk. Dia memutari mobil dan duduk di belakang kemudi sebelum meninggalkan tempat tersebut.Sopir yang mendengar kata-kata Wei, tanpa banyak kata langsung membawa mobil Ara kembali pulang."Nona," panggil sopir taksi ragu setelah melihat semua orang telah pergi.Dia tidak ingin tahu apa yang terjadi pada wanita pelanggannya yang cantik ini dan pria itu serta
"Tidak!" sahut Ara cepat."Kalaupun iya juga tidak apa-apa, bagus bagimu untuk sedikit belajar," goda Wei sambil mengedipkan sebelah matanya."Apa-apaan ...," sahut Ara dengan wajah yang merona merah."Jangan malu, kita suami istri, apa yang kamu pelajari bisa kamu tunjukkan kepadaku," kata Wei sambil mengedipkan sebelah matanya genit dan duduk di sebelah Ara.Dia mencondongkan tubuhnya ke arah Ara membuat istrinya itu merasa risih dan menghindarinya."Apa yang mau kamu pelajari? Apakah kamu ingin belajar membagi cinta?" tanya Ara mengerutkan kening menatap Wei."Mengapa kamu malah membaca hal-hal seperti itu?" tanya Wei curiga."Ini hanya novel," jelas Ara cepat."Apakah kamu sedang belajar membagi cinta dari sebuah novel?" tanya Wei sambil menyipitkan matanya menatap Ara menyelidik."Wei!" pekik Ara kesal."Ceritakan!" perintah Wei tanpa mau mendengar protes Ara."Ini tentang suami yang memiliki dua istri ...."Ara lalu menceritakan bagaimana menyedihkannya si Istri pertama dalam me
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar