“Sepertinya aku benar-benar menjadi lebih terkenal sekarang.” Ian duduk di samping Lisa sambil membawa sepiring ikan bakar dan meletakkannya di meja. Ian lalu membuka ponselnya, mencoba melihat kembali sosial medianya. Namun, saat mengoperasikannya, ponsel miliknya berjalan sangat lambat, bahkan sempat macet. Hal ini disebabkan banyaknya notifikasi sosial media yang muncul di ponselnya, menyebabkan ponsel spek kentang miliknya sedikit macet. ‘Sepertinya aku harus membeli ponsel baru,’ batinnya.Ian sama sekali tidak memperdulikan kepopulerannya di internet. Menurutnya, kepopuleran dirinya tidak akan pernah menandingi Lisa.“Kebanyakan orang seharusnya senang ketika mereka menjadi populer. Tapi kenapa aku merasa kamu berbeda dari yang lain?” Lisa memandang Ian dengan heran.“Kamu tahu, karena ketampananku, sejak SD sampai universitas, ada banyak wanita yang mengejar dan menghalangi jalanku, hanya untuk berfoto denganku. Jumlah mereka tidak banyak, jadi aku bisa mengabaikannya. Namun,
Ian meremas otaknya, mencoba menautkan suara tersebut dengan wajah yang dikenal. Lambat laun, gambaran seorang pria paruh baya dengan kacamata dan tampang tampan mulai terbentuk dalam pikirannya. "Kolonel Yudha?" bisiknya, seolah tak percaya.Dari ujung telepon, terdengar gelak tawa Kolonel Yudha. "Ah, betapa menyenangkannya mendengar kamu masih mengingatku, Ian," ucap Kolonel Yudha, suaranya terdengar hangat dan menyenangkan. "Maaf telah membuyarkan pagimu yang damai, namun kami memiliki tugas yang sangat membutuhkan keahlianmu."Suara Kolonel Yudha terdengar seperti desiran angin musim semi yang lembut, namun di balik itu ada semacam urgensi yang tak bisa diabaikan. Ini bukan panggilan biasa, ini adalah panggilan tugas sebagai konsultan eksternal Kementerian Penanggulangan Bencana Supranatural."Apakah aku memiliki pilihan untuk menolaknya?" ujar Ian, suaranya penuh dengan nada tantangan, seolah sedang mencoba meraba batas Kolonel Yudha.Dari ujung telepon, terdengar suara Kolonel Y
Di jalan Tol Surabaya-Kertosono, sebuah mobil Pagani Zonda HP Barchetta berwarna biru metalik melaju dengan kecepatan tinggi. Mesin mobil menggelegar, dan angin berdesir di sekitarnya. Ian, dengan rasa khawatir yang tak terkendali, memacu mobilnya secepat mungkin. Hatinya dipenuhi kegelisahan karena keluarganya.Berdasarkan penjelasan Kolonel Yudha, selama dua tahun terakhir, setiap malam Kamis Wage, Jum’at Kliwon, dan Sabtu Legi dalam penanggalan Jawa, selalu ada laporan orang hilang di kepolisian setempat. Semua kasus ini terkait dengan Jembatan Karangsemi yang terkenal di daerah tersebut. Karena kejadian ini terjadi setiap bulan, serta beredarnya rumor kuntilanak merah yang berkeliaran di sana, Kementerian Penanggulangan Bencana Supranatural akhirnya mengirim tim pengintai untuk menyelidiki penyebabnya. Namun, pada malam Kamis Wage kemarin, tim tersebut tiba-tiba hilang kontak.Informasi ini tentu saja membuat Ian semakin cemas. Desa tempat keluarganya tinggal tidak terlalu jauh d
Soni, dengan wajah yang penuh keangkuhan, membuka mulutnya. "Kau pikir aku takut?" ujarnya dengan nada mengejek. "Baiklah, apa tantanganmu?"Ian, dengan senyuman di wajahnya, menjawab, "Tantanganku sederhana. Kita bertukar satu pukulan. Siapa yang roboh duluan, kalah. Bagaimana?" Senyuman itu cukup terlihat mengerikan, seakan sebuah perangkap kejam telah Ian buat dalam tantangan ini.Soni merasa ada yang tidak beres dengan senyuman Ian. Tapi, kebenciannya pada Ian telah membutakannya. "Jika aku menang," katanya dengan nada penuh tantangan, "Kamu harus berlutut di hadapanku, menjilat sepatuku dan menjauhi Lisa selamanya!"Soni membenci Ian bukan tanpa alasan. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Ian dan Lisa memiliki hubungan yang dekat. Sebagai lelaki normal, Soni sangat mengidolakan Lisa yang cantik dan memiliki tubuh sempurna. Saat ia melihat foto Lisa dan Ian jaman SMA, hati Soni terasa hancur. Ia juga tidak percaya dengan klarifikasi Lisa. Soni yakin Ian dan Lisa memiliki hubung
Dengan gigi berderak, Soni memandang Ian, bola matanya terbakar dengan api kebencian yang tak terpadamkan. "Mengapa kamu menyembunyikan kekuatanmu?" katanya, suaranya meluncur keluar seperti ular berbisa. "Jika aku tahu kamu sekuat ini, aku tidak akan berani menerima taruhan ini!"Ian menggelengkan kepalanya, rambutnya bergerak mengikuti irama angin malam. "Kuat atau tidaknya aku, kamu tidak seharusnya menilai seseorang hanya dari luarnya saja," balasnya, suaranya tenang namun tegas. "Sekarang, kamu harus menanggung akibat dari perbuatanmu ini."Dari telapak tangan Ian yang terbuka, muncul sebuah pil putih yang bercahaya, bagaikan intan yang terang benderang di tengah bayang-bayang rindangnya pohon.. Dengan gerakan yang lincah dan pasti, ia melemparkannya ke arah Soni, kata-katanya tergantung di udara seperti embun pagi. "Minumlah itu."Soni menangkap pil tersebut, matanya memeriksa pil itu dengan penuh kecurigaan, seolah-olah dia sedang memandangi sesuatu yang sangat berbahaya. Raut
Kabut merah pekat menyelimuti jembatan Karangsemi, mengaburkan pandangan Ian dan anggota regu Elang. Mereka merasakan kehadiran yang misterius dan tak terlihat di sekeliling mereka, seperti ada sesuatu yang mengintai dalam kegelapan. Setiap langkah yang mereka ambil terasa berat, seolah-olah mereka melangkah ke dalam dunia yang gelap dan menakutkan.Tiba-tiba, kabut mulai menipis, mengungkapkan pemandangan yang mengejutkan. Jembatan Karangsemi, yang sebelumnya kokoh dan megah, berubah menjadi jembatan desa yang terbuat dari bambu rapuh. Jalanan yang sebelumnya terbentang panjang dan mulus, kini telah menjadi jalanan tanah yang berdebu. Semua di sekitar mereka berwarna merah menyala, menciptakan suasana yang mencekam dan mengerikan.Langit yang seharusnya dipenuhi bintang, kini terlihat seperti terbakar dengan warna merah menyala. Cahaya merah yang tidak wajar memancar dari langit, menyelimuti segala sesuatu dengan aura yang menyeramkan. Tanah di sekitar mereka terlihat seperti terinfek
Ian bukanlah tipe yang mudah tergoda oleh panggilan alam. Namun, suara tangisan wanita yang misterius itu memancing rasa penasarannya. Dari awal suara itu mencuri pendengarannya, Ian telah mencoba menyalurkan energi Qi-nya, mencoba merasakan dan melacak asal munculnya suara tersebut. Namun, dunia ini seperti menghambat indranya, membatasi persepsi yang biasanya memiliki radius hingga 30 meter menjadi hanya 5 meter saja. Tapi, semakin Ian berjalan ke depan mengikuti Kapten Felix, ia dapat merasakan keberadaan makhluk itu. Dan dengan itu, Ian mencari alasan untuk memisahkan diri dari Kapten Felix.Baru berjalan tiga meter masuk ke dalam hutan, sosok wanita berpakaian putih muncul di depan matanya. Sosok itu duduk di atas dahan pohon. Rambut hitam panjangnya terurai, menggantung seperti akar pohon. Tatapannya menembus Ian, senyumnya semakin lebar.Tanpa sedikitpun rasa takut yang muncul, Ian memulai percakapan dengan wanita tersebut. "Selamat malam, Nona. Bolehkah aku mencuri sedikit wak
Saat Ian kembali, Kapten Felix masih menunggunya di tepi jalan setapak. Wajahnya yang sebelumnya ramah, kini terlihat tersenyum penuh niat jahat. Matanya memancarkan emosi aneh tak terbendung, seakan dia sedang terobsesi pada Ian. Tapi Ian tidak takut. Sebagai seorang Kultivator Qi Gathering Puncak, Ian dapat dengan mudah menghadapi Kapten Felix yang hanya seorang Grand Master Bela Diri. Tiba-tiba, tanpa alasan yang jelas, Kapten Felix melancarkan serangan kejam ke arah Ian. Dengan kekuatannya sebagai Great Master Bela Diri, Kapten Felix melemparkan pukulan keras, berusaha untuk menghajar Ian dan membuatnya pingsan. Namun, Ian dengan lincah menghindar. Ian memiringkan tubuhnya, angin sepoi-sepoi berhembus di samping telinganya bersama dengan kepalan tangan Kapten Felix.Ian dalam sekejap bergerak ke belakang tubuh Kapten Felix. Dengan satu pukulan yang cepat dan presisi, Ian menghantam tengkuk Kapten Felix. Serangan itu begitu kuat sehingga Kapten Felix langsung jatuh pingsan, tak be
"Zeus, kali ini aku akan membunuhmu!” teriak Ian penuh keyakinan. Zeus menatap Ian dengan mata yang memancarkan cahaya keemasan. Di baliknya, ada kekuatan yang mengguncang alam semesta. Ian merasakan getaran itu, seolah langit dan bumi bergetar dalam irama yang tak terduga. “Jangan terlalu yakin dulu, Ian! Aku masih punya kartu As yang bahkan belum aku gunakan saat melawan Ryan!” ujar Zeus dengan tenang. Suaranya seperti guntur yang merayap di udara, menggema di telinga Ian. Hal ini tentu mengagetkan Ryan, yang semenjak tadi telah bertarung secara seimbang dengan Zeus. “Maksudmu, kamu tadi belum benar-benar serius?” Ryan menatap Zeus dengan pandangan campuran antara kagum dan ketidakpercayaan. Zeus hanya tersenyum, namun senyuman itu seakan menunjukkan konfirmasinya. “Mode Dewa: Petir Surgawi!” serunya. Cahaya keemasan di matanya semakin terang, dan angin berputar di sekitarnya. Ian merasa seolah berada di pusat badai. Petir tiba-tiba menyambar entah dari mana, dan mengenai tubuh
Balor menatap Ian dengan mata yang penuh tekad. "Aku akan mengembalikan Otoritas yang telah kucuri dari Hades." Sebuah cahaya keemasan muncul dari tengah dahi Balor, terbang dan merasuk ke kepala Ian.Ian merasakan sesuatu yang kembali padanya, kekuatannya mendekati sempurna. "Ini?" tanyanya, terkejut."Ya," jawab Balor dengan suara yang semakin lemah. "Dengan ini, Jalan Asura telah kembali pada penguasa samsara." Ia menoleh ke arah Verethragna. "Hei, cepat beri Ian senjatamu!"Verethragna tertawa. "Chill bro~" ucapnya. "Ian, aku memang tidak bisa mengembalikan Otoritas Jalan Deva, tapi aku bisa memberimu sebuah senjata terkuat yang dapat membunuh apapun."Verethragna memejamkan matanya, menciptakan senjata yang sesuai dengan bayangannya. Dari ruang kosong di depannya, cahaya emas menyeruak. Cahaya itu membentuk bilah dan gagang pedang.Pedang itu memiliki bilah panjang dan tajam, terbuat dari baja legendaris yang sudah tidak ada lagi di
Ketika pil itu meluncur melewati kerongkongan Ian, tiba-tiba tubuhnya diselimuti oleh api hijau. Namun, anehnya, api itu tidaklah panas; sebaliknya, ia merasa hangat dan nyaman. Luka-luka di tubuhnya sembuh dengan cepat, bahkan lebih dari yang efek kemampuan Healing Factor miliknya."Inikah kekuatan yang aku dapatkan dari pil NTZ?" gumam Ian, memandangi kedua tangannya dengan keterkejutan.Namun, suara tajam membuyarkan lamunan Ian. "Tentu saja tidak, bodoh!" ujar sosok yang muncul dari atas langit. "Itu adalah kekuatan dari Api Lotus Hijau milikku."Sosok itu turun perlahan, sayap-sayapnya yang berjumlah dua belas terbentang dengan megah. Setiap sayapnya memiliki warna yang berbeda, mereka semua terbuat dari berbagai macam Api Surgawi."Ian Herlambang," kata sosok itu dengan nada dingin, "aku tak menyangka kamu telah mencapai ranah Celestial. Namun, aku melihat bahwa ini bukanlah pencapaianmu sendiri. Ranah kultivasimu masih belum stabil. Beristi
Gelombang kejut dari benturan kekuatan yang dahsyat itu merambat dengan cepat, mengguncang bumi dan langit. Bumi bergetar, seakan-akan planet ini menahan nafas terakhirnya. Di kota-kota besar Indonesia, gedung-gedung menjulang seperti pohon-pohon raksasa yang terguncang oleh badai. Kaca-kaca jendela pecah, mengirimkan serpihan tajam ke jalanan yang berubah menjadi medan perang. Teriakan panik memenuhi udara, menciptakan simfoni ketakutan yang menggema di antara reruntuhan.Di wilayah pesisir, air laut mengundur sejenak, mengejar takdirnya yang tak terhindarkan. Lalu, ombak raksasa muncul, menggulung daratan dengan amarah yang tak terkendali. Tsunami itu menghancurkan segala yang ada di jalurnya: kapal-kapal terangkat dan terhempas ke darat, rumah-rumah luluh lantak, dan manusia berlarian tanpa arah, berusaha menyelamatkan diri dari amukan alam yang tak terbendung. Mata mereka dipenuhi ketakutan, melihat bencana bak kiamat ini.Jakarta, kota yang pernah ramai dan be
Angin malam berhembus kencang, membawa desau yang menegangkan. Ian, dengan napas yang tersengal, mengumpulkan sisa kekuatannya. "Aku belum selesai, Zeus!" serunya, matanya menyala dengan tekad yang tak tergoyahkan. “Aku tak akan pernah membiarkanmu menyentuh Lisa!”Zeus hanya tertawa, suaranya bergema seperti guntur yang menggelegar. "Kau pikir kau bisa mengalahkanku hanya dengan kekuatan sebesar itu?" ejeknya sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Dari ujung jari-jarinya, tombak petir mulai terbentuk, cahayanya menyilaukan dan memancarkan energi yang mengerikan. “Baiklah, aku beri kamu kesempatan untuk menghiburku lagi. Dan kali ini, aku tidak akan diam saja, jadi …”“Jangan kecewakan aku,” bisik Zeus dengan suara yang tegas dan berat. Setiap kata yang terucap menekankan ancaman yang tersirat.Ian mengencangkan genggaman tangannya, cahaya di matanya semakin berkobar. "Demi Lisa, dan demi seluruh orang yang takdirnya telah kau permainkan, aku tidak aka
Bulan purnama yang terang benderang seakan menjadi saksi atas pertemuan dua kekuatan besar di langit Jakarta yang malam itu terasa berbeda. Aura tegang menyelimuti kota, dan angin malam berhembus seolah-olah ingin menceritakan kisah epik yang akan terjadi.Di bawah sinar bulan yang memantulkan cahaya putih, Ian berdiri dengan rambutnya yang mengalir bagai sungai perak. Matanya yang biru kehijauan bersinar tajam, menembus kegelapan malam, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.Di hadapannya, Zeus berdiri megah, senyumnya lebar dan penuh dengan kegembiraan pertempuran. Sorot matanya yang berkilau menandakan ia siap untuk pertarungan yang telah lama dinantikan.Baik Ian ataupun Zeus, mereka berdua adalah Overgod, eksistensi yang telah melampaui batas-batas manusia biasa, dan malam itu, mereka akan menunjukkan kekuatan mereka yang bisa mengguncang alam semesta.Dalam kesunyian malam yang hanya ditemani gemerlap bintang, Ian berbisik mengucapkan nama
Zeus terbang di atas langit Jakarta yang kelabu, pakaian putih yang biasa ia kenakan kini terkoyak-koyak, menandakan ledakan dahsyat yang baru saja terjadi. Di bawahnya, kawah raksasa seluas 10 kilometer membentang, asap dan debu masih mengepul dari tanah yang hangus. Sekitar 20 Celestial tergeletak dengan luka-luka mendalam, termasuk Fortuna yang terbaring lemah, sementara yang lainnya lenyap ditelan ledakan.Bagaimanapun juga, Hades adalah kultivator dengan ranah Celestial Puncak. Meski dia telah memberikan otoritasnya pada Ian, tapi dia masih memiliki energi melimpah yang cukup untuk membunuh semua kultivator di bawah ranah Celestial Puncak. Tindakan Hades ini telah mengguncang fondasi organisasi Kadukeus, namun Zeus hanya tertawa ringan di atas sana. Zeus tampak tidak mempedulikan ada atau tidaknya Kadukeus. Karena baginya, selama hal itu menyenangkan, maka ia tidak akan memperdulikan hal lain. Dan apa yang dilakukan Hades, cukup menghiburnya."Adikku
“Huh?” Ian menoleh ke samping, telinganya menangkap suara ledakan yang menggema dari kejauhan. Langit malam yang sebelumnya gelap kini terang benderang oleh letupan cahaya yang mirip dengan matahari terbenam, namun tiba-tiba saja, sebuah cahaya keemasan yang menyilaukan melintas bagai bintang jatuh dan menghantam tubuhnya dengan kekuatan yang luar biasa, menghempaskan tubuh Ian ke tembok. Dalam sekejap, tembok tersebut langsung retak dan hancur berkeping-keping, debu dan puing berserakan di udara.Cahaya itu kemudian meresap masuk ke dalam tubuh Ian, menyebabkan rasa sakit yang tak tertahankan. Cahaya keemasan itu seolah menjadi cairan panas yang mengalir di setiap pembuluh darahnya, membuat Ian meronta kesakitan seperti binatang buas yang terluka parah.Di tengah rasa sakit yang memuncak, suara sistem terdengar kacau di telinganya.[Ding!][Mendeteksi adanya energi asing yang mencoba menyingkirkan sistem]Ian mengerang kesakitan, tubuhny
Zeus melayang di atas reruntuhan yang masih mengepulkan asap, tatapannya dingin dan tak tergoyahkan menembus ke bawah ke arah para anggota Zodiak yang terkapar tak berdaya."Sampai di sinilah perjuangan kalian berakhir," suaranya tenang namun mengandung otoritas yang tak bisa ditolak. "Sekarang, aku akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik kami."Zeus mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Petir berkumpul di telapaknya, berputar dengan liar dan bersinar terang hingga menyilaukan mata. Dengan satu gerakan tegas dan pasti, ia melepaskan bola petir itu ke arah Libra dan rekan-rekannya yang sudah tidak berdaya.Mereka hanya bisa menatap dengan pasrah pada serangan maut yang mendekat. Cahaya biru yang menyilaukan memancar dengan intensitas yang memenuhi pandangan, menelan tubuh Libra, Virgo, Sagitarius, dan Aquarius dalam kilauan yang membutakan.Dentuman keras menggema, membelah kesunyian malam yang kacau. Ledakan itu begitu dahsyat hingg