Share

Bab 2. Kakek Tua

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-08 22:27:11

Aku berjalan menyusuri jalan tanpa tujuan. Derai air mata menemani langkahku. Aku tak peduli orang menatap heran ataupun iba padaku. Saat ini aku hanya mengikuti kemana kaki ini hendak membawaku. Entah bagaimana nasib anakku nanti. Saat ini aku hanya bisa berdoa. Semoga  saja aku segera mendapat pekerjaan untuk melanjutkan hidup.

Aku tidak punya siapa-siapa di kota ini. Sejak kedua orang tuaku meninggal, aku hanya hidup sebatang kara. Beruntung aku bertemu dengan Bang Irsan. Laki-laki yang begitu baik dan menyayangiku. Hingga Bang Irsan menjadikan aku sebagai istrinya. Namun semua itu tak bertahan lama. Belum genap setahun kami menikah, Bang Irsan pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya. Sejak saat itu aku tinggal bersama ibu mertua dan ipar-iparku. Selama tinggal di sana, aku sadar diri tidak bisa membantu mencari nafkah. Semua biaya hidupku dan Raihan ditanggung oleh keluarga Ibu Mertua. Oleh sebab itu, aku tidak pernah membantah setiap apapun yang mereka suruh.

Bunda dulu pernah mengatakan bahwa ada sepupunya yang masih hidup. Namun hingga kini aku belum menemukan alamat tempat tinggalnya. Entah dimana mereka tinggal.

Tiba-tiba langkahku terhenti karena mendengar sesuatu.

"Tolong.., tolong Saya ...!"

Astaga! Tiba -tiba aku mendengar suara rintihan seseorang. Sepertinya dari gerobak yang berada tak jauh dariku.

Segera kupercepat langkahku. Aku terperanjat menemukan kakek-kakek tua sedang merintih kesakitan terbaring di dalam gerobak berisi buku-buku bekas dan botol air mineral bekas. Pakaian kakek itu robek, sepertinya baru saja tersangkut oleh sesuatu yang tajam. Sepertinya dia sangat lemas.

"Ya Allah ...! Bapak kenapa?"  Jantungku berdegup kencang melihat kondisinya yang menyedihkan.

"Tolong saya, Nak!" lirihnya dengan suara yang sangat lemah.

Aku melihat sekelilingku sangat sepi. Namun bapak tua ini harus segera aku bawa ke puskesmas. Kebetulan puskesmas sudah tidak jauh dari sini.

Bismillah .... Beruntung Raihan sedang tertidur di gendonganku. Aku mengikat kain panjang penggendong Raihan lebih erat. Lalu meletakkan tas besarku di dalam gerobak, persis disamping kaki kakek tua itu.

Dengan sekuat tenaga aku mendorong  gerobak itu melewati jalanan yang sepi. Sesekali ada yang lewat menatapku dengan heran. Entah kenapa orang-orang itu hanya melihat saja. Tak satupun dari mereka yang bertanya ataupun peduli dengan apa yang sedang aku lakukan ini. Andai saja ada yang membantu, tentu kakek ini akan lebih cepat tiba di puskesmas dan segera mendapat pertolongan.

Peluh menetes dari wajahku. Hingga hijab dan bajuku basah kuyup. Napasku memburu karena mendorong gerobak itu setengah berlari.  Semoga saja belum terlambat.

"Bertahan ya, Pak! Kita akan segera tiba di Puskesmas!" Aku mencoba untuk memberi semangat pada Bapak tua itu.

Aku merasa lega saat melihat gerbang puskesmas sudah di depan mata. Kupercepat langkahku hingga menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar.

"Dokter ..., Suster ..., tolong !" Aku berteriak sekencang mungkin agar para petugas itu menghampiri.

"Ada apa, Mbak?" Salah seorang security tergopoh-gopoh menghampiriku.

"Tolong kakek ini, Pak. Sepertinya sedang kesakitan."

"Astaghfirullahaladzim ...!" Security itu terkejut mellihat ada seorang kakek-kakek di dalam gerobak.

Dua orang security berusaha mengangkat kakek itu dari dalam gerobak dan membaringkannya di atas brankar. Seorang petugas puskesmas keluar dan ikut mendorong brankar kakek tua itu ke dalam ruang UGD

Aku duduk kelelahan di ruang tunggu pasien di depan poliklinik, seraya memangku Raihan yang sudah terjaga.

Aku kebingungan ketika Raihan menangis minta ASI.

"Maaf, Suster. Ada ruang untuk  menyusui?"

"Ada, Bu. Silakan masuk saja ke ruang itu!"

Gegas aku melangkah menuju ruang tertutup yang ada di deretan ujung.

Raihan sangat kehausan. Bayi lucu dan montok ini meminum ASI cukup lama hingga tertidur kembali.

Setelah hampir satu jam, aku keluar dari ruang menyusui. Kemudian kembali ke ruang pemeriksaan.

Aku bertanya pada salah satu perawat.

"Suster, mana kakek-kakek yang tadi bersama saya? "

"Sudah pulang, Mbak."

"Pulang? Bukankah  tadi beliau masih sakit?"

"Tadi ada anaknya yang menjemput ke sini."

Aku mengangguk mendengar penjelasan suster itu. Syukurlah kakek tua itu sudah bersama anaknya sekarang. Setidaknya beliau sudah ada yang mengurus

Tiba-tiba aku teringat dengan tas besarku yang berada di dalam gerobak sang kakek.

Saat aku keluar, gerobak itu masih ada dan tasku masih ada di dalamnya.

"Pak, gerobak kakek tadi kenapa tidak dibawa pulang?" tanyaku pada security yang berjaga di depan puskesmas. 

"Orang si kakek pulang naik mobil bagus, Mbak. Itu gerobaknya buat Mbak sajalah!"

Apaa? Mobil bagus?

Ah, sudahlah. Yang penting si kakek sudah selamat.

Aku melihat kembali gerobak yang masih cukup bagus itu. Tiba-tiba aku ada ide. Segera aku lihat isinya. Masih sambil menggendong Raihan aku bersihkan dan rapikan gerobak itu. Kemudian menidurkan Raihan didalamnya dengan alas kain panjang.

"Pak, Saya boleh bermalam di depan puskesmas ini ? Satu malam saja, Pak. Biar nanti saya dan anak saya tidur di dalam gerobak ini."

"Kalau satu malam saja boleh, Mbak. Tapi jangan di sini. Di teras belakang saja.

Betapa senangnya aku mendengar jawaban bapak security itu.

"Kalau  numpang ke kamar mandi boleh, Pak?"

"Silakan, Mbak. Kamar mandi yang di luar itu bisa untuk umum."

"Alhamdulilah. Terima kasih, Pak!"

Tak henti-hentinya aku bersyukur atas kemudahan yang Allah berikan.

Raihan pasti lapar. Sebentar lagi dia akan bangun dan minta makan. Kebetulan tadi aku lihat ada tukang bubur di depan gerbang puskesmas ini.

Gegas aku berlari menuju gerbang dan berteriak pada tukang bubur yang berada di seberang jalan.

"Buburnya satu porsi di bungkus, Pak!"

Kemudian aku kembali berlari ke gerobak, menengok Raihan yang ternyata masih tertidur pulas. Anak itu sudah mulai aktif. Aku tidak mau ambil resiko jika meninggalkannya walau hanya sebentar.

Tak lama bubur diantar oleh si tukang bubur, benar saja Raihan terjaga. Aku menyuapinya. Anak itu makan dengan lahap.

.

.

.

Raihan guling-guling dengan riang di dalam gerobak. Mungkin udara malam yang sejuk membuatnya nyaman. Krim anti nyamuk sudah aku oleskan pada tubuhku juga Raihan. Bagaimanapun juga malam ini kami tidur di luar. Pasti akan banyak nyamuk nanti malam.

Sambil berpikir apa yang akan aku lakukan besok, aku membuka tas besarku untuk mencari selimut untuk Raihan. Tiba-tiba mataku tertuju pada kantong samping tas ini yang nampak begitu tebal. Padahal aku sama sekali tidak mengisi apapun di situ.

Perlahan aku buka resleting tas itu. Nampak menyembul sebuah amplop coklat. Aku mulai mengeluarkan amplop yang berukuran cukup besar itu.

Apa kira-kira isi amplop itu ?

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Just Rara
apa kah isi kantong itu uang?
goodnovel comment avatar
Novitra Yanti
penasaran jangan2 kakek meninggalkan uang?
goodnovel comment avatar
Brexs Adun
mantaaap thor, seruu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 3. Amplop Misterius

    Perlahan aku membuka bagian atas amplop yang merekat. Aku ternganga, lalu membekap mulutku sendiri agar tidak berteriak. Mataku membulat saat melihat sejumlah uang kertas berwarna merah yang sudah diikat-ikat menyembul keluar dari dalam amplop itu. Astaghfirullahaladzim! Uang siapa ini? Selembar kertas terselip pada tepi amplop. Gegas aku membuka kertas yang sepertinya ada tulisan seseorang di dalamnya. [Terima kasih sudah menolong Bapak Saya. Sebagai ucapan terima kasih, gunakanlah uang di dalam amplop ini sebaik-baiknya. Jika anda membutuhkan sesuatu, datanglah ke kantorku. Alamatnya ada di amplop ini. Yuda ] Ya Allah, ternyata uang ini dari anak kakek yang aku tolong tadi. Alhamdulilah. Lagi-lagi aku tak henti-hentinya bersyukur. Lebih baik uang ini aku gunakan untuk modal usaha. Mungkin akan aku gunakan untuk berdagang di sekitar sini. Aku meletakkan uang itu kembali ke dalam tas. Besok pagi aku akan mencari kontrakan dekat-dekat sini. Kebetulam harga kontrakan disini tidak

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-08
  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 4. Didatangi Bos Proyek

    "Apaaa? Uang dari mana kamu belanja begitu banyak, haa ...?" Spontan aku menoleh pada suara yang sangat aku kenal. Kak Norma dan Kak Lina telah berdiri di belakangku sambil berkacak pinggang. "Kamu pasti mencuri uang Ibu!" Lagi-lagi kedua iparku yang nggak ada akhlaq ini memfitnahku seenaknya. Sontak para pengunjung warung Teh Ika menoleh padaku. "Kalian nggak punya kerjaan selain memfitnah aku terus?" ujarku tenang sambil dengan sengaja membuka dompetku yang penuh dengan lembaran uang seratusan ribu. Meraihnya beberapa lembar dan memberikannya pada Teh Ika. Sempat aku melirik pada kedua iparku yang masih ternganga melihat isi dompetku. Mereka saling colek dan berbisik. Aku tersenyum puas melihat ekspresi wajah mereka. "Ini uangnya. Saya tunggu barang-barangnya ya Teh!" ujarku seraya menutup dompetku kembali. Tanpa menoleh lagi pada kedua kakak iparku, Aku dan Raihan beranjak meninggalkan warung Teh Ika. "Sombong sekali kamu, Salma! Baru punya uang segitu aja udah nggak mau n

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-08
  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 5. Pesanan Tuan Tampan

    "Tuan ... tuan ..., ini terlalu banyak!" Namun laki-laki itu sama sekali tidak menghiraukanku. "Tuan ... Tuan ...!" Namun pria tampan itu sudah masuk ke dalam mobilnya. Lebih baik kembaliannya nanti aku antar ke proyek saja. Gegas aku buatkan pesanannya, selagi Raihan masih di gendong Bang Adam. Setelah semuanya selesai, Aku segera membereskan perlengkapan daganganku dan memasukkannya ke dalam gerobak. Setelah semua rapi, Aku meraih Raihan yang sudah tertidur di pangkuan Bang Adam. "Loh, bukannya kamu mau antar pesanan Bos proyek tadi?"tanya kakak iparku itu. "Iya, Bang. Raihan aku bawa aja." "Biarlah Raihan sama aku dulu. Sana kamu antar pesanannya!" "Jangan Bang! nanti ngerepotin. Proyeknya jauh. Nanti kelamaan aku ninggalin Raihan." "Repot apa, udah sana jalan!" "Ya udah deh kalau maksa. Aku jalan dulu ya, Bang." Bang Adam mengangguk masih tanpa senyum. Kenapa laki-laki baik itu susah sekali untuk senyum. Namun Raihan selalu merasa nyaman setiap bersamanya. Aku berjal

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-09
  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 6. Pria Penolong

    "Ingin apa, Bang? Bang Adam nampak gugup. Keringat mengalir dari keningnya. Tangannya nampak gemetar. Persis seperti ketika Bang Irsan ingin menyatakan cintanya padaku. Kakak iparku itu menatapku agak berbeda dari biasanya. Apa sebenarnya yang akan dia katakan? Aku menunggu dengan jantung berdebar. Berharap agar tidak ada sesuatu yang serius terjadi. Tiba-tiba Raihan merengek. Sepertinya benar kata Bang Adam. Anakku ini haus. Raihan mulai rewel dan berontak. Sesekali tubuhnya hendak merosot turun dari gendonganku. Aku mulai kewalahan. "Bang, maaf, Aku harus segera pulang. Raihan minta ASI," ujarku seraya mengikat kain panjang penggendong Raihan dengan kencang agar tak lepas. Kemudian aku meraih gerobak yang sudah berisi perlengkapan daganganku itu dan mulai mendorongnya. Kulihat Bang Adam terdiam menatapku tanpa kata. Sementara Raihan sudah sangat rewel hingga aku kesulitan mendorong gerobak sambil menggendongnya. Raihan terus berontak hingga kain gendongannya nyaris terlepas.

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-09
  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 7

    "Anakmu tidak apa-apa?" Spontan aku menoleh mendengar suara bariton yang sepertinya aku kenal. Mataku melebar saat melihat pria itu. Tiba,-tiba saja dadaku berdebar. Astaga! Laki-laki yang menolongku barusan ternyata ... Tuan Yuda. Kami sama-sama tersentak dan saling menatap beberapa saat. Kemudian tersadar dan saling membuang pandangan. Dadaku terus berdegup kencang. "T-tidak apa-apa, Tuan. Terima kasih," sahutku tertunduk. Kenapa Tuan Yuda ada di sini? Ya Tuhan, Ada apa denganku? Ada debaran yang tak biasa yang aku rasakan saat ini. Tidak ...! Aku tidak boleh punya perasaan seperti ini. Sadarlah Salma! Kamu harus sadar diri! "Mari saya antar ke depan lagi, Tuan." Entah sejak kapan, Bang Safwan ternyata sudah berdiri di dekat Tuan Yuda. Wajah kakak iparku itu nampak tak suka padaku. Namun Tuan Yuda tidak menghiraukannya. Laki-laki itu masih menatapku. Namun aku tak berani membalas tatapannya yang semakin lekat. Detak jantungku terasa tak baik-baik saja di dalam sana. Tering

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-25
  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 8

    Siang ini kembali aku mengantar lima puluh bungkus nasi rames ke proyek.Seperti biasa aku membawanya dengan menggunakan gerobak bersama Raihan yang juga berada di dalamnya. Bocah lucu itu sangat mengerti kesulitan yang aku hadapi. Anak itu justru senang berada dalam gerobak beserta beberapa mainannya. Sementara beberapa kantong plastik berisi puluhan nasi bungkus aku gantung pada tepi gerobak, agar tidak disentuh oleh Raihan. Aku telah sampai di gerbang masuk proyek. Perlahan kudorong gerobak melewati beberapa pekerja yang istirahat. Kembali terlihat mobil mercy hitam milik Yuda terparkir sempurna di depan kantor proyek. Semoga saja aku tidak bertemu dengan laki-laki itu. Entah mengapa, sejak kejadian di rumah ibu mertua beberapa hari yang lalu, tanpa kusadari, wajah tampan laki-laki itu selalu terbayang di benakku. Pandangan mataku menelusuri sekitar para pekerja untuk mencari Mandor Haris, namun tidak terlihat sama sekali. "Permisi ..., Mandor Haris kemana, Pak?" Aku mencoba b

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-25
  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 9

    "Untuk apa kamu turunkan nasi-nasi itu?" tanya wanita itu seraya menaikkan alisnya dan mata melotot padaku. "Saya mau titipkan saja pada Bapak ini, Nona," sahutku tanpa menoleh dan terus memberikan bungkusan-bungkusan itu pada mereka. "Tidak usah! Bawa pulang saja lagi nasi-nasi itu. Dan mulai besok kamu nggak usah lagi antar nasi bungkus itu ke sini. Proyek ini tidak mau berlangganan dengan pedagang kurang ajar seperti kamu. Dasar orang miskin tidak sopan!" "Nasi-nasi ini sudah dibayar, Nona. Mana mungkin saya bawa lagi," sahutku kesal. Karena sikap dan teriakan wanita itu, Raihan jadi ketakutan dan menangis. Gegas aku meraih Raihan dari dalam gerobak dan menggendongnya. "Sudah sana cepat pergi! Berisik, tau nggak!" bentaknya lagi membuat tangis Raihan semakin kencang. Aku kesulitan mendiamkan tangis Raihan yang semakin keras. Anak ini terus mengamuk dan berkali-kali gendongannya terlepas. Para pekerja melihatku dengan wajah serba salah dan bingung. Mungkin mereka hendak m

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-25
  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 10

    POV Yuda Ayah terlihat masih kurang sehat sejak peristiwa perampokan beberapa waktu lalu. Namun pria yang sudah berumur enam puluh tahun itu masih saja bersikeras ingin pergi mencari wanita yang menolongnya. "Sudahlah, Ayah. Wanita itu sudah aku beri uang banyak. Itu sudah lebih dari cukup." "Enak saja kamu bicara! Bahkan kebaikannya tak bisa dinilai dengan apapun. Wanita itu telah menyelamatkan nyawaku!" tegas Ayah yang sedang bersandar pada sofa di ruang keluarga. Rumah sebesar ini hanya aku dan Ayah serta beberapa pelayan yang tinggal di sini. "Ayah terlalu berlebihan. Bukankah nyawa seseorang hanya Allah yang mengetahui." "Yuda, andai waktu itu wanita itu tidak mau menolong Ayah. Entah apa yang akan terjadi pada Ayahmu ini. Coba kamu bayangkan! Wanita itu mendorong gerobak sambil menggendong anaknya. Bahkan dia sampai berlari agar Ayah bisa segera tertolong." Lagi-lagi Ayah mengulang-ulang kembali kekagumannya pada wanita itu. Aku jadi penasaran. Seperti apa wanita itu?

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-25

Bab terbaru

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 220

    "Mas, sepertinya lagi banyak tamu." Langkah Seruni terhenti ketika hendak masuk ke dalam rumah bersama Elkan. "Mereka semua kakak-kakakku. Ayo kita masuk!" Seruni merasa ciut ketika melihat penampilan kakak-kakak Elkan dan keponakannya yang glamour dan elegan. Sangat jauh berbeda dengan dirinya yang sangat sederhana. "Kenapa? Takut? Atau malu?" bisik Elkan saat Seruni menolak untuk masuk ke dalam. Seruni menggeleng dengan wajah pucat. Ia takut tidak diterima oleh keluarga besar suaminya. "Ayo Sayang ...!" Seruni menunduk menatap pakaiannya. Untunglah di mall tadi dia sudah berganti pakaian dengan yang baru. Kemeja dan kulot berbahan silk import yang sempat membuat Seruni ternganga melihat harganya. Setelah menarik napas panjang, Seruni menggandeng tangan Elkan untuk masuk ke dalam. "Selamat malam semua ...!" sapa Elkan pada keluarga besarnya yang sedang berbincang di ruang tamu. "Malam ..., nah ini dia yang ditunggu-tunggu2 sudah datang." Semua menoleh ke arah pintu. Seruni m

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 219

    "Kami akan mengundang kalian di acara resepsi kami minggu depan." Elkan menyerahkan sebuah undangan berwarna perak. "Resepsi?" Salma masih memandang heran dengan keduanya. "Syukurlah. Akhirnya kamu menikah juga. Aku pikir kamu akan seperti Rein." Yuda tertawa lega. Elkan tersenyum namun sesekali masih mencuri-curi memandang Salma dengan lekat. Hal ini pun tidak luput dari penglihatan Seruni dan Yuda. Mereka berbincang hangat. Seruni sesekali ikut tertawa, menjawab secukupnya jika ada yang bertanya. Kesan pertama Seruni pada Salma adalah seorang wanita yang lembut dan ramah. Sungguh Seruni sangat kagum pada sahabat suaminya itu. Seruni pun merasa ada sesuatu antara suaminya dengan Salma. Namun entahlah, dia belum bisa menerka-nerka. Seruni melihat tatapan yang berbeda dari suaminya saat memandang Salma. Raihan dan Maina pun sangat akrab dengan Elkan. Seruni juga melihat suaminya itu sudah sangat familiar dengan lingkungan di rumah itu. Termasuk para pelayannya. Namun Seruni melih

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 218

    "Elkan .. , akhirnya kamu datang," ucap Salma. Sungguh ia tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Elkan spontan berdiri, lalu menatap wanita yang hampir menjadi istrinya itu dengan lekat. Semua kenangan itu langsung terlintas begitu saja di benaknya. Banyak waktu yang telah mereka lalui bersama. Kenangan itu masih sangat segar di ingatannya. Salma pun demikian. Ia mampu melewati masa-masa sulitnya bersama Elkan. Pria yang mau menemaninya di saat dirinya tak punya siapa-siapa. Pria yang selalu menyemangatinya di saat dirnya lemah. Entah apa yang terjadi jika tak ada Elkan di dekatnya waktu itu. Elkan bahkan mau berkorban demi kebahagiaannya dan Yuda. Seruni merasakan ada sesuatu diantara suaminya dan wanita yang dipanggil Salma itu. Wanita berhijab yang sangat cantik dan anggun. Seruni sempat kagum pada kecantikan wajah Salma yang begitu menenangkan.. "Om Elkan, ayo kita masuk!" Yumaina menarik lengan kekar Elkan untuk masuk ke ruang tamu. "Astaghfirullah ... Sampai l

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 217

    "Maaf, ya ...! Maaf ...! Saya permisi dulu. Istri saya sudah menunggu!" "Apaa? Istri?" "Mas Elkan becanda ya? "Memangnya Mas Elkan sudah punya istri?" Para wanita penggemar Elkan itu bukannya menjauh, malah semakin penasaran ketika Elkan mengatakan ditunggu istrinya. "Oke ... oke, Aku akan perkenalkan istriku pada kalian." Elkan berkata seraya tersenyum menatap istrinya yang sedang cemberut sejak tadi. Mata Seruni melebar mendengar ucapan Elkan. Wanita itu lantas memberi kode dengan tangannya agar suaminya itu tidak melakukannya. Dia belum siap jika Elkan memperkenalkan dirinya sebagai istrinya di depan umum. "Yang mana istrinya Mas Elkan?" "Ayo dong Mas kenalin sama kita-kita!" Para wanita itu penasaran sambil memandang sekeliling. Elkan tak menyia-nyiakan kesempatan itu, perlahan melangkah menuju meja Seruni. Para Wanita itu terus memperhatikan Elkan yang ternyata menghampiri seorang gadis remaja yang sangat cantik walau tanpa riasan wajah. Gadis dengan rambut panjangnya

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 216

    "Mas, kita ke mall ini?" Seruni memandang takjub mall besar dan megah di hadapannya. "Iya. kita parkir mobil dulu." Mobil Elkan baru saja memasuki Mall besar di daerah cassablanca. Karena akhir pekan, mall itu tampak sangat ramai pengunjung. Bahkan untuk masuk mencari parkir saja harus sabar mengantri. "Mau nonton dulu, atau belanja?" "Nonton bioskop, Mas? Wah, pasti bioskopnya bagus banget di sini." Elkan terkekeh melihat kepolosan Seruni. Gadis yang unik, namun sangat menyenangkan.. "Aku belanja apa lagi sih, Mas?" "Kata Mama, pakaian kamu itu standar remaja banget modelnya. Nanti orang-orang pikir aku ini bukan suamimu. Tapi Bapakmu." Mereka terbahak-bahak. "Tapi aku enggak ngerti model, Mas." "Gampang. Nanti minta bantuin manager tokonya." Setelah memarkir mobil, Elkan membawa Seruni masuk ke dalam mall. Nampak banyak muda mudi yang berpasangan menghabiskan waktu berakhir pekan. Seruni bergelayut manja pada lengan Elkan. Sesekali berdecak kagum melihat kemegahan mall ya

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 215

    "Loh, Seruni kamu ngapain di sini?" Bu Astrid menegur Seruni yang berada di dapur. "Selamat pagi, Ma. Aku lagi masak sarapan untuk Mas," sahut Seruni tenang. Ia tak menyadari kalau Bu Astrid sudah melotot pada beberapa pelayan di sana. "M-maaf nyonya. Kami tadi sudah melarang. Tapi Non Seruni tetap mau di sini," sahut salah seorang pelayan. "Nggak apa-apa, Ma. Runi sejak kemarin nggak ngapa-ngapain. Bingung, cuma makan dan tidur aja," jelas Seruni sambil mengupas udang di wastafel. Nyonya Astrid hanya menggeleng-geleng kepala, lalu berjalan meninggalkan dapur, kemudian menghampiri putranya yang sedang minum kopi di teras samping. "Elkan, istrimu itu sebaiknya kuliah saja. Sepertinya dia jenuh di rumah." "Apa? Kuliah? Bagaimana nanti jika ada pria seumurannya yang tertarik dengannya?" pikir Elkan dalam hati. Pasti akan banyak pria yang akan tertarik dengan istrinya yang cantik itu. "Elkan, kok malah ngelamun? Kamu setuju, kan?" "Ya nanti aku bicarakan dulu dengan Seruni, Ma."

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 214

    "M-massshh ...!" Lagi-lagi Seruni mengigau menyebut kata 'mas'. Suara Seruni hampir mirip seperti desahan di telinga Elkan. Hingga membuat miliknya memberontak di bawah sana. Elkan tak mungkin melakukannya disaat istrinya tertidur. Dia tak bisa membayangkan gadis itu akan terkejut bahkan mungkin berteriak di saat terjaga nanti. Elkan geleng-geleng kepala. Saat ini dia hanya bisa menikmati pelukan Seruni yang cukup erat. Hembusan napas gadis itu menyapu hangat wajahnya. Kini mereka saling berhadapan dan sangat dekat. Elkan mulai bergerak gelisah. Rasa lapar yang tadi menyerangnya kini berubah menjadi rasa yang berbeda. Perlahan didekatkan wajahnya pada Seruni hingga mereka nyaris tak berjarak. Elkan memberanikan diri mengecup singkat bibir ranum milik istrinya. Cukup singkat, namun berkali-kali. Setelah menarik napas panjang, Elkan mencoba untuk mengecupnya lebih lama. Mungkin sedikit melumatnya dengan lembut tidak akan membuat istrinya itu terjaga. Bagai kecanduan, Elkan tak ma

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 213

    "Ini kamar Mas?" Seruni memandang takjub kamar yang begitu besar, bahkan lebih besar dari rumah mereka di desa. Kamar yang menyatu dengan ruang kerja Elkan itu dilengkapi dengan berbagai elektronik dan perabot mewah. "Iya. Ini rumah orang tua Mas. Semua fasilitas di rumah ini milik Mama dan Papa. Kalau rumah Mas tidak sebesar ini." Elkan duduk di tepi ranjang. Memandang Seruni yang masih terkagum-kagum dengan kamar mewah mirip hotel kelas bintang lima itu. Elkan tersenyum melihat wajah Seruni yang sedang terpesona. "Aku berasa mimpi bisa tidur di kamar ini, Mas." . Elkan langsung teringat sesuatu setelah mendengar ucapan Seruni. Tidur di kamar ini berdua dengan Seruni tentu sangat indah. Ini pasti akan menjadi malam pertamanya yang luar biasa. Pikiran liar pria tampan itu langsung travelling ke mana-mana. Mungkin setelah ini ia akan mengajak Seruni membeli beberapa pakaian, termasuk beberapa pakaian tidur yang sexy dan transparan. Elkan meneguk salivanya saat membayangkan Seruni

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 212

    Elkan menggandeng Seruni yang nampak sangat gugup. Ia melihat Seruni tidak percaya diri dengan penampilannya yang sangat sederhana. "Selamat datang Tuan muda!" seorang wanita paruh baya membuka pintu dan mempersilakan Elkan dan Seruni masuk. "Mama Papa di mana, Mbok?" "Ada di ruang keluarga, Tuan." Mbok Asih, salah satu asisten rumah tangga mereka memandang Seruni dengan penuh tanda tanya. Selama bertahun-tahun bekerja di rumah orang tua Elkan, baru kali ini anak majikannya itu membawa wanita ke rumah. "Ini Seruni, Mbok. Istriku." Seruni mengangguk seraya tersenyum pada Mbok Asih." "Oalaaah, nikahannya jadi, toh waktu itu? Mbok kirain nggak jadi gara-gara nyonya dan tuan nggak bisa hadir. ya sudah sana cepat dikenali istrinya!" "Iya, Mbok. Seruni memandang Elkan penuh tanda tanya. ia tak mengerti apa yang dibicarakan Mbok Asih. Elkan pun blm sempat membicarakannya. "Yuk kita ke atas. Mama dan Papaku di sana." Seruni memandang setiap foto yang ia jumpai. Ada beberapa fot

DMCA.com Protection Status