Bayu sampai rumah dan langsung mencari ponselnya untuk menelpon seseorang. Dia mencari nomor kontak sahabat Susi yang dia minta investasi.Sialnya nomer itu sudah tak aktif lagi membuat Bayu frustasi. Berulang kali ia mencoba menghubungi nomernya tapi tetap sama. Bayu memghubungi nomor Susi tapi juga tak aktiv."Bagaimana, Bay? Apakah bisa dihubungi," tanya Reni saat melihat wajah kesal Bayu."Nomor Susi dan temennya tidak aktif, sepertinya mereka bersekongkol untuk menipu kita. Apa yang harus kamu lakukan, Bu? Bagaimana nanti jika Umi menanyakan rumah peninggalan ibunya Agam?" tanya Bayu gelisah."Kita Jelaskan saja apa adanya kalau rumah itu sudah rusak dan harus banyak perbaikan, daripada diperbaiki lebih baik beli yang baru." Bayu duduk di sofa dan memijat keningnya yang pusing akibat memikirkan kejadian hari ini. Bagaimana lagi ia harus mencari perlindungan, jika sudah dihadapkan dalam posisi yang sulit seperti ini. Tidak mungkin Bayu meminta ibunya untuk menjual rumah ayah dem
"Sebenarnya Arin tidak jadi ke Bandung. Semuanya menjadi rumit, Arin tidak bisa menceritakan detailnya sekarang," ucap Arin."Baiklah, jadi sekarang kamu di rumah?""Iya kami semua ada di rumah, ada Umi dan Abah juga datang dari Bandung. Besok niatnya kami akan memusyawarahkan permasalahan ini bersama dengan Pakde," ucap Arin."Apa ada masalah besar yang terjadi hingga semua keluarga berkumpul?""Iya, Agam mengalami penganiayaan oleh Susi, istri baru Bayu. Beruntung kami datang tepat waktu sehingga dapat menolong Agam dan melarikannya ke rumah sakit. "Memang waktu itu Bayu kemana?" tanya Kaisar heran."Itu yang membuat Arin tak habis pikir, kenapa Mas Bayu meninggalkan Agam bersama Susi di rumah. Bahkan nomor ponselnya tidak bisa dihubungi sama sekali sejak pagi hingga sekarang," ucap Arin."Baiklah. Semoga urusan kalian cepat selesai, besok Mas ke situ ya?""Untuk apa?"" Mas mau cek gudang. Ada beberapa barang yang diperlukan sekalian menyambut keluarga dari Bandung, siapa tahu kam
"Kita mana ada waktu buat bikin kayak gitu. Keseharian kita itu kerja, makan, tidur, kerja lagi. Mungkin lain kali Mas harus agendakan untuk liburan dan bikin konten seru, biar bisa jadi youtuber.""Aamiin, Kalau Mas jadi artis kamu jadi manajernya ya?" ucap Kaisar." Ogah, nanti Arin di buru para fans Mas. Eh, nggak kerasa kita ngobrol sudah lama. Arin sudahi dulu ya, mau ajak Agam tidur. Tadi dia lagi ngobrol sama oma nya di depan," pamit Arin."Baiklah, selamat malam. Wassalamualaikum."Kaisar memutuskan panggilan setelah mengucapkan salam kepada Arin. Ia kembali ke kamar setelah menelpon Arin di balkon rumahnya. Kaisar melihat Kenzi yang sudah tertidur setelah ia bersihkan lukanya tadi dengan alkohol dan meminum obat. Ia merasa iba dengan Kenzie yang menjadi sasaran amukan Bayu padahal dirinya tidak tahu menahu mengenai permasalahan yang terjadi pada Bayu itu. Beruntung ia segera datang dan dapat mengatasi semuanya.***Kaisar terbangun karena mendapati Kenzi tampak gelisah dan ti
"Bagaimana keadaan Kak Kenzi, Mas?" tanya Arin lewat sambungan teleponnya pagi ini."Agak menurun, tapi Mas masih cemas. Mungkin nanti akan Mas bawa ke rumah sakit. Takut ada hal lain yang terjadi padanya," ucap Kaisar lirih.Semalam ia begadang mengompres Kenzi, walau suhu tubuhnya menurun tetapi mukanya begitu pucat sehingga Kaisar khawatir. Ponsel Kaisar kembali berdering, kini nomor Kanjeng Mami memanggilnya."Assalamualaikum, Mi. Ada apa telepon pagi-pagi?" tanya Kaisar."Waalaikumsalam, Kai. Perasaan Mami tak enak, tadi pas tidur habis mendapatkan mimpi buruk. Apa kalian baik-baik saja di sana?" tanya Mami dengan nada yang begitu cemas."Baik, Mi. Jangan khawatirkan kami," ucap Kaisar sengaja tidak ingin menambah beban pikiran sang ibu."Syukurlah kalau tak apa. Kenzi masih tidur? Bangunkan dia surun shalat, Kai.""Iya, Kanjeng Mami.""Makan teratur.""Iya, Kanjeng Mami.""Kamu jangan terlalu keras bekerja. Cari calon istri, biar Mami tambah tenang melepaskan kalian semua di san
"Baiklah, 085876 …""Eh, bentar-benar. Aku ambil ponselnya dulu. Ponsel apple miliknya ia keluarkan dan memencet nomor yang Kaisar sebutkan."Cek wa coba, aku dah pink." "Oh, hp saya di kamar adik saya, nanti saya callback.""Oke, makasih Mas Kaisar. Semoga kita berjodoh ...eh, bertemu lagi maksudnya. Bye," ucap Susi melambaikan tangan saat lihat Kaisar sudah menjauh.Sebenarnya tadi ponselnya ia bawa. Ia hanya tak ingin Susi tahu, jika ia juga memiliki ponsel yang harganya tiga kali lebih mahal dari miliknya."Ken, sudah bangun?" tanya Kaisar saat sudah kembali ke ruang inap Kenzi."Sudah, Kak. Kakak dari mana?" Jika sedang lemah begini, Kaisar merasa Kenzi adalah adik kecilnya yang dulu. Yang sering menangis dan merengek karena menginginkan sesuatu dan dilarang oleh Kanjeng Mami. Kaisar adalah orang pertama yang akan didatangi Kenzi untuk dimintai tolong."Kakak dari depan beli bubur buat kamu, makan dulu ya? Setelah ini, minum obatnya. Masih sakit kepalanya?""Sedikit, sini biar K
Susana di pagi hari ini sangat cerah. Langit yang mulai nampak terang menandakan penghuni bumi harus bersiap beraktivitas. Arin yang sudah selesai memandikan Agam, memintanya ke depan bersama sang nenek dan kakeknya.Arin bangun jam empat subuh tadi. Selepas sholat Subuh ia memasak dan juga membereskan rumah. Ia ingin penghuni rumah merasakan kenyamanan ketika menginap, jadi sebelum mereka membuka mata semuanya harus sudah bersih dan tersedia."Loh, sudah masak toh, Rin?" tanya Umi."Sampun, Umi. Umi mau makan sekarang?" tanya Arin."Enggak, Umi hanya mau membantu masak tadinya, eh dah siap duluan. Kamu memang cekatan, Rin.""Habisnya Arin ingin kalian nyaman, sebentar lagi Pakde datang, karyawan gudang datang, pasti semua akan sibuk. Jadi, Arin harus menyelesaikan pekerjaan rumah lebih awal.""Bagus, anak rajin. Makananya rezekinya ngalir kaya air, ya sudah kalau gitu Umi mau bikinin Abah kopi hitam.""Sini biar Arin ambilkan," sahut Arin."Nggak usah, Umi bisa. Kamu bawa pisang gore
"Pintar kamu, Rin. Biat nanti Abah kasih pelajaran si Bayu itu. Kalian simpan saja surat-surat itu, Abah akan meminta Bayu bertanggung jawab!" "Coba kamu hubungi Bayu lagi, Rin," ucap Umi."Jangan, biar Abah saja," cegah Abah lalu mengeluarkan ponselnya. Panggilan tersambung dan Abah men-loudspeaker panggilannya."Assalamualaikum, Abah.""Wa'alaikumsalam. Bay, kamu di mana?""Di tempat kerja, Bah. Ke-napa?" tanya Bayu gugup."Abah mau ke Cilacap nanti, kamu nanti di rumah 'kan?""Maaf, Bah. Bayu sedang tak di rumah karena menginap di tempat kerja, Bayu sibuk dan sedang menggarap proyek di luar kota. Sekarang sudah pasti sedang tak di rumah," dustanya."Loh, iyakah? Lalu, apakah Agam ikut?" tanya Abah sengaja memancing Bayu agar menunjukan rumah barunya dan berbicara yang jujur."Tidak, dia di rumah dengan neneknya. Kenapa, Bah?""Baiklah, kalau begitu Abah ke rumah menemui ibumu dan Agam saja.""Eh-anu itu, Bah. Rumah lagi direnovasi, jadi tak bisa dikunjungi dahulu," elaknya."Lalu
Bayu duduk di bawah pohon jambu. Melihat hamparan sawah dan merenungi nasib sialnya. Ia sudah mencari Arin sampai ke Sawangan, tapi ia juga tak mendapatkan. Hingga terlintas ucapan Ucup tempo hari. Haruskah ia berbuat seburuk itu untuk membuat Arin mau menurutinya? Bayu mendengar ponselnya berdering dan nomer mantan mertuanya di Bandung menelpon. Tentu Bayu kaget saat mengetahui mereka akan ke Cilacap sedangkan Agam tidak ada di rumah. Pikirannya bertambah kalut, sehingga ia memilih pergi ke rumah ibunya. Dikemudikan dengan cepat, mobil Bayu ke Tegalkamulyan. Menemui sang ibu dan berharap akan ada jalan keluar."Assalamualaikum, Bu."Reni yang sedang memasak di dapur keluar dengan segera. "Waalaikumsalam, Bay? Kamu nggak kerja?" tanya Reni kaget melihat anaknya siang siang datang ke rumahnya."Bu, Bayu mau ngomong."Reni mematikan kompor dan melepas celemeknya saat melihat wajah serius Bayu. Ia melihat ada gurat kecemasan di sana dan hal itu membuatnya penasaran."Kenapa?" tanya
Tentu saja sikap Arin yang mencegah Kaisar untuk mencari tahu mengenai kejadian jatuhnya Arin di kamar mandi sekolah itu membuat Kaisar semakin penasaran. Sekolah yang memiliki biaya cukup mahal untuk bisa mengenyam pendidikan di sana itu sangat mustahil jika memiliki kloset yang licin. Tanpa sepengetahuan Arin, Kaisar pun mendatangi sekolah Shaka. Sengaja hari ini Arin tidak diperbolehkan untuk berangkat ke sekolah dan istirahat di rumah ditemani oleh Shaka. Ibunya—Narsih—juga diminta Kaisar untuk menemani Arin di rumah karena Arin menolak untuk dibawa ke rumah sakit.Kaisar langsung datang menemui kepala sekolah. Dia datang untuk menanyakan perihal kualitas sekolah yang dijadikan tempat menuntut ilmu anaknya itu. Kaisar merasa heran karena Shaka tiba-tiba terlihat tidak nyaman bersekolah di sana."Selamat pagi, Pak.""Pagi Pak Kaisar. Silahkan duduk!" titah Pujiono–kepala sekolah itu."Ada perlu apa ini? Tumben datang ke sekolah seorang diri.""Hari ini saya ingin meminta izin untuk
“Mas.”Malam ini Arin ingin sekali bercerita mengenai alasan ia mengajak Shaka pulang lebih awal. Kaisar yang masih sibuk dengan pekerjaannya pun menghentikan sementara.“Kenapa, Rin?”“Kayaknya keputusan Mas untuk pindahin Shaka itu betul deh.”“Kenapa emangnya? APa tadi ada masalah lagi yang terjadi di sekolah.”Arin mengembuskan napasnya kasar. Bukan perihal yang mudah untuk bercerita hal mengenai mantan suaminya itu pada suaminya kini yang notabene super protektif pada keluarganya.“Aku pikir, semua yang kita bicarakan saat itu adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang.”“Kenapa?”“Tadi aku ketemu Mas Bayu. Dia …”“Dia kenapa?”Arin bingung mau mengatakan hal ini atau tidak, namun ia juga tak mau direndahkan sampai dibuat kasar dengan cara yang tidak patut oleh lelaki yang sudah menjadi mantan. Jika dulu saja ia bisa marah saat Bayu memukulnya, seharusnya ia sekarang lebih marah dari pada itu. Namun, ia kembali berpikir mengenai bisnis sang suami yang sedang dianggap sedan
Arin tak menyangka bakal bertemu Bayu di sekolah Shaka. Ia sangat menyesali kenapa harus menyekolahkan anaknya di tempat yang sama. Arin pun semakin yakin memindahkan Shaka setelah ini dan memilih sekolah di tempat lain yang berbeda dengan Bayu.Jam istirahat dimulai. Para murid keluar dan berhambur bermain di taman bermain yang ada di sekolah itu. Shaka mendekat ke arah Arin dengan wajah yang ditekuk.“Kenapa, Sayang? Kenapa nggak main sama teman teman?”“Nggak mau ah, Ma. Satria nakal lagi. Tadi buku Shaka dicoret coret dan disobek. Ma, Shaka mau pulang aja. Nggak mau sekolah,” rengek Shaka.Arin yang melihat anaknya menangis pun memilih untuk memangkunya dan memeluknya hangat. Memberi pengertian agar Shaka tidak sedih lagi setelah dikerjai Satria.“Ada anak Mami! Ada anak mami! Hahaha.”Suara Satria yang meledek Shaka membuat Arin geram. Namun, Arin bukan memarahi Satria melainkan mendatangi Bayu yang sibuk bermain gadget sendiri tanpa memperhatikan anaknya.Brak!Arin menggebrak m
“Gatsu.”“Nggak usah. Nanti langsung ke rumah aja, istirahat. Kasihan SHaka diajak kerja juga.”“Nggak kerja lah, cuma temani doang.”“Baiklah. Terserah kamu saja. MAs pergi dulu.”Arin kembali turun setelah bersalaman dengan Kaisar lalu melambaikan tangan melepas kepergian suaminya bekerja. Faktor keuangan yang sedang menurun, membuat Arin harus banyak banyak berdoa dan berusaha. Makanya dia akan menyusul nanti jika sekolah Shaka sudah selesai. Hitung hitung membantu suaminya bekerja. Tentunya dia niatkan beribadah. Biar tidak menimbulkan pertengkaran dan perdebatan jika hasilnya tidak memuaskan.Suara klakson mengagetkan Arin yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang tunggu wali murid. Sebenarnya tidak disarankan masuk dan menunggu anaknya, tetapi Arin masih ingin memastikan baik baik saja. Tin!Lagi lagi Arin dibuat kesal karena mobil itu justru membuntutinya jalan ke halaman sekolah, hingga Arin bertambah kesal saat ada Bayu yang di dalamnya“Hai, Rin.” Bayu menyapa dengan senyum
“Kenapa dengan Satria? Siapa dia?” tanya Narsih."Teman Shaka, Bu. Dia biasa jahilin Shaka. Nggak hanya saka, yang lain juga. Emang dasar anaknya gitu. Mau marahin juga percuma. Gak bakalan mudeng. Orangtuanya aja gak tahu etitut," adu Arin."Sudah sudah. Kita bicarakan nanti saja. Udah siang ini Shakanya," sela Kaisar yang tidak ingin membahas tentang keburukan orang lain di depan anaknya.Kaisar benar benar mengantar Shaka. Dia meminta Arin untuk menunggu Shaka masuk dan meminta Arin untuk kembali ke mobil."Ada apa sih, Mas?" tanya Arin heran melihat gelagat suaminya yang aneh."Nggak. Shaka udah masuk?""Udah. Barusan udah masuk. Hari ini Satria nggak datang. Aman."Arin mengembuskan napasnya perlahan lalu tersenyum di depan Kaisar."Mas mau tanya apa?""Memang Mas mau tanya?""Hiz! Serius. Mau nanya kali ini sama Arin nggak?""Mau sih. Tapi, kamu harus jawab jujur.""Apa?" tanya Arin serius mendengarkan."Mas mau tanya. Wajah kamu pake formalin ya? Kok awet cantiknya?" kelakar Ka
“Kenapa kamu bangunkan Mas kesiangan, Rin? Hari ini Mas akan ke gudang buat cek data yang semalam belum Mas selesaikan,” tanya Kaisar panik saat dibangunkan Arin kesiangan.“Tenang aja. File udah aku cek dan memang ada keanehan di Mellynya. Bukan salah toko atau gudang. Jadi Mas hanya perlu tanyai Melly, kenapa dia sampai berlaku demikian. Kita butuh penjelasan dia mengenai hal ini. Dia harus bertanggung jawab dan Mas harus bisa bertindak bijak. OKe?”Arin memang sudah menyelesaikannya semalam. Dia hanya membereskan beberapa dan itu cukup sangat membantu membuat Kaisar lelap tidur dan puas istirahat sampai pagi.“Ya ampun, begini ini yang kadang bikin Mas nggak mau tidur dulu kalau kerjaan sudah beres. Kamu pasti yang selesaikan. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Kamu pasti udah siapkan sarapan, ya?” “Belum. Aku mau sarapan di rumah Ibu bareng kamu.”“Tumben?” tanya Kiasar heran.“Lagi pengin aja. Yuk ah, buruan! Mas mandi, aku mandiin Shaka.”Keduanya gegas beranjak sebelum melakukan ak
“Mas,” panggil Arin.Kaisar yang sedang memeriksa laporan keuangan tempatnya bekerja, menengok sekilas. Wajahnya nampak serius, membuat Arin untung untuk mengatakan perihal kejadian di sekolah tadi.“Kenapa, Rin?” tanya Kaisar saat ia sudah kembali melihat berkas berkasnya dan merasa Arin tidak berkata apapun setelah itu.“Arin bantu ya pekerjaannya?” Arin pun memikirkan untuk membantu saja, daripada mengeluhkan ini itu.“Shaka udah tidur?”“Udah. Boleh ya?”“Ini itu bentar lagi selesai. Ada sedikit perbedaan antara income di aplikasi sama yang Mely tulis.”“Kok bisa?” tanya Arin kaget.Akhir akhir ini memang usahanya agak bermasalah. Selain bisnis yang kian menjamur, juga adanya pesaing yang memakai cara kotor, akhirnya perusahaan pun banyak yang terancam. Meski dalam hal bisnis ini adalah hal yang biasa, tetap saja Arin merasa sedih dan ingin kembali ikut membantu suaminya.“Itulah. Kalau percetakan yang di Gatsu itu nggak lagi beromset banyak, kemungkinan pengurangan karyawan pun h
“Ma,” panggil Shaka saat kini sudah mulai jam istirahat sekolah.“Udah istirahat, Sayang?”“Udah. Mom nungguin Shaka?” tanya Shaka heran karena melihat Arin yang ada di sekolah. Biasanya Arin akan meninggalkan Shaka di kelas dan Arin akan menyusul Kaisar bekerja. Namun, kali ini ia memang ingin menunggui anaknya itu untuk menjamin keselamatannya.“Iya. Sengaja Mom tunggu, biar nggak ada yang bisa gangguin kamu.”“Hai Shaka, main yuk!” ajak bocah kecil bernama Gendis.“Ma, Shaka main sama Gendis di perosotan sana ya?” tunjuk Shaka pada mainan yang ramai dipenuhi oleh anak anak yang asyik bermain.“Iya. Hati-hati ya, Nak.”Arin melihat dari kejauhan, apa yang sedang dilakukan Shaka. Dia nampak senang anaknya itu punya banyak kawan di sekolah ini. Meski kebanyakan yang berteman dengan Shaka adalah anak-anak perempuan, ia tak masalah. Justru ia merasa lega karena berteman dengan anak perempuan membuatnya merasa aman karena terhindar dari perkelahian antar teman nantinya.Satria mendekati
Ternyata Prameswari hanya mengantar Satria saja. Anak bawaan Bayu itu tidak ditunggui oleh ibunya dan itu adalah hal yang cukup mengagetkan karena setalah Prameswari keluar ruangan, Arin diminta untuk masuk ke dalam ruangan kepala sekolah."Sebenarnya ada hal apa saja yang dipanggil ke ruangan ini?" Tanya Arin heran sekaligus bingung."Maaf jika saya memanggil Ibu secara mendadak dan tiba tiba. Tetapi pas kebetulan ibu berada di sini untuk mengantar, jadi saya berpikir untuk meminta ibu langsung menemui saya di sini.""Tidak masalah. Apa yang sudah terjadi, Pak?""Justru itu hal yang ingin saya tanyakan kepada Ibu Arin. Sebenarnya ada masalah apa ibu dengan orang tua Satria?""Orang tua Satria? Siapa yang sedang Bapak maksud itu?""Bu Prameswari. Beliau tadi melaporkan bahwa, katanya Ibu sudah membuat beliau kesal dengan kata-kata yang tidak patut dan tidak sopan. Jadi, Saya ingin mengetahui masalah apa yang sedang terjadi antara Bu Arin dan Prameswari? Apakah ini karena pertengkar