Susana di pagi hari ini sangat cerah. Langit yang mulai nampak terang menandakan penghuni bumi harus bersiap beraktivitas. Arin yang sudah selesai memandikan Agam, memintanya ke depan bersama sang nenek dan kakeknya.Arin bangun jam empat subuh tadi. Selepas sholat Subuh ia memasak dan juga membereskan rumah. Ia ingin penghuni rumah merasakan kenyamanan ketika menginap, jadi sebelum mereka membuka mata semuanya harus sudah bersih dan tersedia."Loh, sudah masak toh, Rin?" tanya Umi."Sampun, Umi. Umi mau makan sekarang?" tanya Arin."Enggak, Umi hanya mau membantu masak tadinya, eh dah siap duluan. Kamu memang cekatan, Rin.""Habisnya Arin ingin kalian nyaman, sebentar lagi Pakde datang, karyawan gudang datang, pasti semua akan sibuk. Jadi, Arin harus menyelesaikan pekerjaan rumah lebih awal.""Bagus, anak rajin. Makananya rezekinya ngalir kaya air, ya sudah kalau gitu Umi mau bikinin Abah kopi hitam.""Sini biar Arin ambilkan," sahut Arin."Nggak usah, Umi bisa. Kamu bawa pisang gore
"Pintar kamu, Rin. Biat nanti Abah kasih pelajaran si Bayu itu. Kalian simpan saja surat-surat itu, Abah akan meminta Bayu bertanggung jawab!" "Coba kamu hubungi Bayu lagi, Rin," ucap Umi."Jangan, biar Abah saja," cegah Abah lalu mengeluarkan ponselnya. Panggilan tersambung dan Abah men-loudspeaker panggilannya."Assalamualaikum, Abah.""Wa'alaikumsalam. Bay, kamu di mana?""Di tempat kerja, Bah. Ke-napa?" tanya Bayu gugup."Abah mau ke Cilacap nanti, kamu nanti di rumah 'kan?""Maaf, Bah. Bayu sedang tak di rumah karena menginap di tempat kerja, Bayu sibuk dan sedang menggarap proyek di luar kota. Sekarang sudah pasti sedang tak di rumah," dustanya."Loh, iyakah? Lalu, apakah Agam ikut?" tanya Abah sengaja memancing Bayu agar menunjukan rumah barunya dan berbicara yang jujur."Tidak, dia di rumah dengan neneknya. Kenapa, Bah?""Baiklah, kalau begitu Abah ke rumah menemui ibumu dan Agam saja.""Eh-anu itu, Bah. Rumah lagi direnovasi, jadi tak bisa dikunjungi dahulu," elaknya."Lalu
Bayu duduk di bawah pohon jambu. Melihat hamparan sawah dan merenungi nasib sialnya. Ia sudah mencari Arin sampai ke Sawangan, tapi ia juga tak mendapatkan. Hingga terlintas ucapan Ucup tempo hari. Haruskah ia berbuat seburuk itu untuk membuat Arin mau menurutinya? Bayu mendengar ponselnya berdering dan nomer mantan mertuanya di Bandung menelpon. Tentu Bayu kaget saat mengetahui mereka akan ke Cilacap sedangkan Agam tidak ada di rumah. Pikirannya bertambah kalut, sehingga ia memilih pergi ke rumah ibunya. Dikemudikan dengan cepat, mobil Bayu ke Tegalkamulyan. Menemui sang ibu dan berharap akan ada jalan keluar."Assalamualaikum, Bu."Reni yang sedang memasak di dapur keluar dengan segera. "Waalaikumsalam, Bay? Kamu nggak kerja?" tanya Reni kaget melihat anaknya siang siang datang ke rumahnya."Bu, Bayu mau ngomong."Reni mematikan kompor dan melepas celemeknya saat melihat wajah serius Bayu. Ia melihat ada gurat kecemasan di sana dan hal itu membuatnya penasaran."Kenapa?" tanya
"Bu?" Bayu terlihat keberatan Reni hendak pergi. Tetapi ibunya itu hanya melengos dan pergi meninggalkan Bayu dengan Abah dan Umi."Bay, tadi kami ke rumah yang Desti kasih buat Agam. Tapi, kenapa sudah ditinggali orang lain? Kamu jual rumah itu?" tanya Abah mulai membuka percakapan. Abah masih menggunakan nada sabar untuk memancing kejujuran Bayu."Maaf, Bah. Untuk hal itu, Bayu khilaf. Bayu bingung harus mencari dari mana tambahan modal untuk proyek Bayu. Jadi, untuk itu Bayu jual saja. InsyaAllah nanti ada rezeki rumah itu akan Bayu beli kembali. Hanya untuk muter modal saja," ucap Bayu gugup."Modal?""Iya. Pekerjaan Bayu kini sudah lumayan membaik, jadi perlu banyak modal untuk itu. Tahu sendiri kan, Bah. Semakin banyak penghasilan maka semakin banyak pula pengeluaran untuk modalnya," dusta Bayu."Lalu, Arin kemana? Apa dia sedang bermain juga dengan Agam?" tanya Umi yang mulai geram dengan kebohongan Bayu."I-tu. Bayu sudah pisah dengan Arin, dia wanita yang tidak bisa diandalk
"Mas, itu rumah majikan Arin?" tanya Wisnu pada Bayu yang sedang fokus melihat rumah Kaisar."Iya, kita tunggu saja. Mereka pasti akan keluar sebentar lagi, kamu pastikan mereka tak melihat persembunyian kita di sini."Wisnu dan Bayu yang berpura-pura menjadi sopir dan penumpang ojek gobrek, berhenti di sisi jalan. Memperhatikan isi rumah dan berharap akan keluar di jam kerja ini. Dua jam lamanya, Bayu tak mendapati Kaisar keluar membuat Wisnu kesal."Mas, ini sudah terlalu lama loh. Apa tidak sebaiknya kita cari kemungkinan tempat lain?" tanya Wisnu."Berisik kamu! Mau bantuin nggak? Protes aja, sebentar lagi kita tunggu! Kalau enggak keluar juga kita cari Arin ke tempat lain."Satu jam bertambah, Kaisar belum juga keluar membuat Wisnu bertambah jengkel."Mas, kita cari ke lain tempat saja. Mungkin ke tempat kerja Mbak Arin atau bosnya mungkin?" Tetiba Bayu tersenyum."Kenapa kamu nggak bilang dari tadi? Cus, kita ke Gatsu." "Ngapain?" "Ke toko tempat Arin bekerja. Ayo buru! Nanti
"Maaf, Pak. Kemungkinan Bapak pulang sore, bagaimana?" tukas penjaga rumah."Jam berapa?" "Sekitar jam lima sorean, sedang ada acara dengan klien di Kawunganten katanya. Bapak kembali saja nanti malam, nanti sepertinya beliau sudah bisa menerima tamu."Sepertinya hari ini Bayu sangat sial. Sudah menunggu lama, tahu-tahunya yang ditunggu tak ada di tempat.Bayu memutuskan mengantar Wisnu yang dari tadi sudah ngedumel sepanjang jalan. Bayu masih libur kerja di proyek karena atasannya menghentikan sementara Bayu dari proyek lama itu. Proyek yang baru digarap sedang tahap pengajuan izin kerja dan penggarapan lahan. Entah kapan izin itu keluar, Bayu juga tak tahu. Yang jelas, kondisi ekonominya sedang tak stabil."Mas mau pergi dulu, pinjam motornya," ucap Bayu saat menurunkan Wisnu di depan rumahnya."Mas mau kemana lagi?""Cari inspirasi, siapa tahu ketemu Arin di jalan.""Huh, waktu di rumah di sia-siakan. Udah pergi baru dicariin, situ waras?" cibir Wisnu membuat Bayu menjitak kepala
"Gue mau minta tolong, pinjami gue uang. Orang tua Desti minta rumah yang kemarin gue jual dibalikin. Pusing gue, mana waktunya cuma sebulan doang. Please, lu kan punya bini banyak dan kerja semua. Pasti uang lu banyak 'kan?" tanya Bayu."Berapa emang?""350 juta.""Gila lu, segitu mana ada. Kalau ada pasti udah gue buat bekal ka*win lagi. Kalau lu pinjem sejuta dua juta okelah, lah ratusan gitu ya nggak ada," balas Ucup santai. Tak terlihat dia marah atau pun enggan mendengar keluhan sahabatnya itu. Tapi, ia juga tak akan membantu jika itu hal materi. Dia cukup materialistis dan juga perhitungan dalam hal uang."Terus, gue harus gimana dong? Gue nggak tega jika harus gadein rumah Ibu. Bisa jadi anak durhaka gue nanti," ucap Bayu."Rumah baru lu aja yang dijual.""Nggak bisa, suratnya belum jadi dan juga ntu rumah atas nama bini muda. Dia yang mengalihkan atas namanya, mana dia kabur lagi. Pusing kan jadinya," keluh Bayu."Bini lu yang lama, kaya?" tanya Ucup."Arin?""Iya, siapa lagi
"Heleh, itu lu minta tolong gue juga sama aja, Congek. Mana ada dosa ringan, dosa tanggung berjamaah. Pan ini lu yang minta," protes Ucup."Gue kan nggak pergi ke dukun. Gue hanya minta kawan baik gue ini buat bantuin gue pinjemin duit. Karena nggak bisa, lu kasih saran ntu. Ya dah, mau gimana lagi. Lu kemampuan di bidang lain nggak ada, pake jurus ninja aja yang instan tapi lu yang lakuin," ucap Bayu sambil tersenyum licik."Ah, kecil kalau hanya bikin si Arin kasih uang lu mah. Lagian, nanti gue juga pasti minta jatah dong.""Siplah, nanti gue minta 500 juta, yang lima puluh buat lu, sisanya buat bayar rumah mendiang istri gue.""Oke, ini bisnis yang menguntungkan. Emang ya, lu ini kawan nggak mau ribet, maunya instan tapi nggak mau kena getahnya. Pokoknya, urusan Arin gue yang urus. Lu tinggal tunggu kabar baiknya, kapan lu harus nemuin si Arinda Wulandari itu."Bayu akhirnya bisa tersenyum. Sahabatnya ini bisa sedikit membantu tanpa harus ia turun tangan sendiri. Toh, dia hanya me
Tentu saja sikap Arin yang mencegah Kaisar untuk mencari tahu mengenai kejadian jatuhnya Arin di kamar mandi sekolah itu membuat Kaisar semakin penasaran. Sekolah yang memiliki biaya cukup mahal untuk bisa mengenyam pendidikan di sana itu sangat mustahil jika memiliki kloset yang licin. Tanpa sepengetahuan Arin, Kaisar pun mendatangi sekolah Shaka. Sengaja hari ini Arin tidak diperbolehkan untuk berangkat ke sekolah dan istirahat di rumah ditemani oleh Shaka. Ibunya—Narsih—juga diminta Kaisar untuk menemani Arin di rumah karena Arin menolak untuk dibawa ke rumah sakit.Kaisar langsung datang menemui kepala sekolah. Dia datang untuk menanyakan perihal kualitas sekolah yang dijadikan tempat menuntut ilmu anaknya itu. Kaisar merasa heran karena Shaka tiba-tiba terlihat tidak nyaman bersekolah di sana."Selamat pagi, Pak.""Pagi Pak Kaisar. Silahkan duduk!" titah Pujiono–kepala sekolah itu."Ada perlu apa ini? Tumben datang ke sekolah seorang diri.""Hari ini saya ingin meminta izin untuk
“Mas.”Malam ini Arin ingin sekali bercerita mengenai alasan ia mengajak Shaka pulang lebih awal. Kaisar yang masih sibuk dengan pekerjaannya pun menghentikan sementara.“Kenapa, Rin?”“Kayaknya keputusan Mas untuk pindahin Shaka itu betul deh.”“Kenapa emangnya? APa tadi ada masalah lagi yang terjadi di sekolah.”Arin mengembuskan napasnya kasar. Bukan perihal yang mudah untuk bercerita hal mengenai mantan suaminya itu pada suaminya kini yang notabene super protektif pada keluarganya.“Aku pikir, semua yang kita bicarakan saat itu adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang.”“Kenapa?”“Tadi aku ketemu Mas Bayu. Dia …”“Dia kenapa?”Arin bingung mau mengatakan hal ini atau tidak, namun ia juga tak mau direndahkan sampai dibuat kasar dengan cara yang tidak patut oleh lelaki yang sudah menjadi mantan. Jika dulu saja ia bisa marah saat Bayu memukulnya, seharusnya ia sekarang lebih marah dari pada itu. Namun, ia kembali berpikir mengenai bisnis sang suami yang sedang dianggap sedan
Arin tak menyangka bakal bertemu Bayu di sekolah Shaka. Ia sangat menyesali kenapa harus menyekolahkan anaknya di tempat yang sama. Arin pun semakin yakin memindahkan Shaka setelah ini dan memilih sekolah di tempat lain yang berbeda dengan Bayu.Jam istirahat dimulai. Para murid keluar dan berhambur bermain di taman bermain yang ada di sekolah itu. Shaka mendekat ke arah Arin dengan wajah yang ditekuk.“Kenapa, Sayang? Kenapa nggak main sama teman teman?”“Nggak mau ah, Ma. Satria nakal lagi. Tadi buku Shaka dicoret coret dan disobek. Ma, Shaka mau pulang aja. Nggak mau sekolah,” rengek Shaka.Arin yang melihat anaknya menangis pun memilih untuk memangkunya dan memeluknya hangat. Memberi pengertian agar Shaka tidak sedih lagi setelah dikerjai Satria.“Ada anak Mami! Ada anak mami! Hahaha.”Suara Satria yang meledek Shaka membuat Arin geram. Namun, Arin bukan memarahi Satria melainkan mendatangi Bayu yang sibuk bermain gadget sendiri tanpa memperhatikan anaknya.Brak!Arin menggebrak m
“Gatsu.”“Nggak usah. Nanti langsung ke rumah aja, istirahat. Kasihan SHaka diajak kerja juga.”“Nggak kerja lah, cuma temani doang.”“Baiklah. Terserah kamu saja. MAs pergi dulu.”Arin kembali turun setelah bersalaman dengan Kaisar lalu melambaikan tangan melepas kepergian suaminya bekerja. Faktor keuangan yang sedang menurun, membuat Arin harus banyak banyak berdoa dan berusaha. Makanya dia akan menyusul nanti jika sekolah Shaka sudah selesai. Hitung hitung membantu suaminya bekerja. Tentunya dia niatkan beribadah. Biar tidak menimbulkan pertengkaran dan perdebatan jika hasilnya tidak memuaskan.Suara klakson mengagetkan Arin yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang tunggu wali murid. Sebenarnya tidak disarankan masuk dan menunggu anaknya, tetapi Arin masih ingin memastikan baik baik saja. Tin!Lagi lagi Arin dibuat kesal karena mobil itu justru membuntutinya jalan ke halaman sekolah, hingga Arin bertambah kesal saat ada Bayu yang di dalamnya“Hai, Rin.” Bayu menyapa dengan senyum
“Kenapa dengan Satria? Siapa dia?” tanya Narsih."Teman Shaka, Bu. Dia biasa jahilin Shaka. Nggak hanya saka, yang lain juga. Emang dasar anaknya gitu. Mau marahin juga percuma. Gak bakalan mudeng. Orangtuanya aja gak tahu etitut," adu Arin."Sudah sudah. Kita bicarakan nanti saja. Udah siang ini Shakanya," sela Kaisar yang tidak ingin membahas tentang keburukan orang lain di depan anaknya.Kaisar benar benar mengantar Shaka. Dia meminta Arin untuk menunggu Shaka masuk dan meminta Arin untuk kembali ke mobil."Ada apa sih, Mas?" tanya Arin heran melihat gelagat suaminya yang aneh."Nggak. Shaka udah masuk?""Udah. Barusan udah masuk. Hari ini Satria nggak datang. Aman."Arin mengembuskan napasnya perlahan lalu tersenyum di depan Kaisar."Mas mau tanya apa?""Memang Mas mau tanya?""Hiz! Serius. Mau nanya kali ini sama Arin nggak?""Mau sih. Tapi, kamu harus jawab jujur.""Apa?" tanya Arin serius mendengarkan."Mas mau tanya. Wajah kamu pake formalin ya? Kok awet cantiknya?" kelakar Ka
“Kenapa kamu bangunkan Mas kesiangan, Rin? Hari ini Mas akan ke gudang buat cek data yang semalam belum Mas selesaikan,” tanya Kaisar panik saat dibangunkan Arin kesiangan.“Tenang aja. File udah aku cek dan memang ada keanehan di Mellynya. Bukan salah toko atau gudang. Jadi Mas hanya perlu tanyai Melly, kenapa dia sampai berlaku demikian. Kita butuh penjelasan dia mengenai hal ini. Dia harus bertanggung jawab dan Mas harus bisa bertindak bijak. OKe?”Arin memang sudah menyelesaikannya semalam. Dia hanya membereskan beberapa dan itu cukup sangat membantu membuat Kaisar lelap tidur dan puas istirahat sampai pagi.“Ya ampun, begini ini yang kadang bikin Mas nggak mau tidur dulu kalau kerjaan sudah beres. Kamu pasti yang selesaikan. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Kamu pasti udah siapkan sarapan, ya?” “Belum. Aku mau sarapan di rumah Ibu bareng kamu.”“Tumben?” tanya Kiasar heran.“Lagi pengin aja. Yuk ah, buruan! Mas mandi, aku mandiin Shaka.”Keduanya gegas beranjak sebelum melakukan ak
“Mas,” panggil Arin.Kaisar yang sedang memeriksa laporan keuangan tempatnya bekerja, menengok sekilas. Wajahnya nampak serius, membuat Arin untung untuk mengatakan perihal kejadian di sekolah tadi.“Kenapa, Rin?” tanya Kaisar saat ia sudah kembali melihat berkas berkasnya dan merasa Arin tidak berkata apapun setelah itu.“Arin bantu ya pekerjaannya?” Arin pun memikirkan untuk membantu saja, daripada mengeluhkan ini itu.“Shaka udah tidur?”“Udah. Boleh ya?”“Ini itu bentar lagi selesai. Ada sedikit perbedaan antara income di aplikasi sama yang Mely tulis.”“Kok bisa?” tanya Arin kaget.Akhir akhir ini memang usahanya agak bermasalah. Selain bisnis yang kian menjamur, juga adanya pesaing yang memakai cara kotor, akhirnya perusahaan pun banyak yang terancam. Meski dalam hal bisnis ini adalah hal yang biasa, tetap saja Arin merasa sedih dan ingin kembali ikut membantu suaminya.“Itulah. Kalau percetakan yang di Gatsu itu nggak lagi beromset banyak, kemungkinan pengurangan karyawan pun h
“Ma,” panggil Shaka saat kini sudah mulai jam istirahat sekolah.“Udah istirahat, Sayang?”“Udah. Mom nungguin Shaka?” tanya Shaka heran karena melihat Arin yang ada di sekolah. Biasanya Arin akan meninggalkan Shaka di kelas dan Arin akan menyusul Kaisar bekerja. Namun, kali ini ia memang ingin menunggui anaknya itu untuk menjamin keselamatannya.“Iya. Sengaja Mom tunggu, biar nggak ada yang bisa gangguin kamu.”“Hai Shaka, main yuk!” ajak bocah kecil bernama Gendis.“Ma, Shaka main sama Gendis di perosotan sana ya?” tunjuk Shaka pada mainan yang ramai dipenuhi oleh anak anak yang asyik bermain.“Iya. Hati-hati ya, Nak.”Arin melihat dari kejauhan, apa yang sedang dilakukan Shaka. Dia nampak senang anaknya itu punya banyak kawan di sekolah ini. Meski kebanyakan yang berteman dengan Shaka adalah anak-anak perempuan, ia tak masalah. Justru ia merasa lega karena berteman dengan anak perempuan membuatnya merasa aman karena terhindar dari perkelahian antar teman nantinya.Satria mendekati
Ternyata Prameswari hanya mengantar Satria saja. Anak bawaan Bayu itu tidak ditunggui oleh ibunya dan itu adalah hal yang cukup mengagetkan karena setalah Prameswari keluar ruangan, Arin diminta untuk masuk ke dalam ruangan kepala sekolah."Sebenarnya ada hal apa saja yang dipanggil ke ruangan ini?" Tanya Arin heran sekaligus bingung."Maaf jika saya memanggil Ibu secara mendadak dan tiba tiba. Tetapi pas kebetulan ibu berada di sini untuk mengantar, jadi saya berpikir untuk meminta ibu langsung menemui saya di sini.""Tidak masalah. Apa yang sudah terjadi, Pak?""Justru itu hal yang ingin saya tanyakan kepada Ibu Arin. Sebenarnya ada masalah apa ibu dengan orang tua Satria?""Orang tua Satria? Siapa yang sedang Bapak maksud itu?""Bu Prameswari. Beliau tadi melaporkan bahwa, katanya Ibu sudah membuat beliau kesal dengan kata-kata yang tidak patut dan tidak sopan. Jadi, Saya ingin mengetahui masalah apa yang sedang terjadi antara Bu Arin dan Prameswari? Apakah ini karena pertengkar