.
.
.
Pagi telah menjelang di pusat kota. Semua orang tampak sangat sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Tidak terkecuali Rasyid yang saat ini telah datang ke butik pernikahannya untuk menggali banyak informasi dari ibu-ibu yang merasa melihat Mawar. Dengan tangan yang gemetaran, pria itu terus menunggu petugas butik dan orang itu yang sebentar lagi katanya akan datang. Ya, semalam Rasyid telah datang kesana juga, tetapi ibu itu terlanjur pulang. Sehingga ia hanya bisa menunggu sampai pagi menjelang hanya untuk mendapatkan detail informasi mengenai keberadaan calon isterinya.
Secercah rasa putus asa begitu nampak pada sorot matanya. Badannya mengeluarkan keringat dingin karena ia kurang beristirahat selama beberapa minggu ini. Mawar saat ini benar-benar menyita perhatiannya. Ia tidak bisa bekerja, tidak bisa makan dengan baik, dan juga tidak bisa tidur meskipun dia sudah meminum beberapa pil penenang sekaligus. Bagai seorang biksu, bahkan Rasyid
. . . Sementara itu, di Pulau Henai. Mawar masih saja bemalas-malasan di balik selimut tebal yang membungkusnya. “Hem… Nyaman…” Gumamnya dengan kaki yang masih memeluk guling besar disampingnya. Rasanya semalam dirinya tidur di atas lantai yang keras. Tetapi pagi ini, Mawar merasakan alas tidurnya itu begitu empuk dengan selimut bulu selembut sutera. Apakah dia bermimpi? Batinnya dalam hati. Menggerak-gerakkan kakinya, Mawar yang mulai tersadar lalu membuka kedua matanya dengan lebar. Tunggu. Mengapa dirinya saat ini telah berada di atas ranjang?! Mawar kemudian mengernyitkan keningnya untuk mengingat-ngingat hal yang terjadi semalam. Benar. Seingatnya, semalam pria brengsek itu menyuruhnya untuk tidur di atas lantai. Dan setelahnya, Mawar tidak ingat lagi. Mungkin saja, semalam ia begitu lelah hingga ia tidak merasakan Jayden mengangkatnya. “Hihi…” Mawar terkikih mengetahui bahwa pria itu tidak sejahat itu. Tentu saja, Jayden
. . . Beberapa jam telah berlalu, saat ini di pusat kota S, Rasyid telah berada di sebuah clan gangster yang dipimpinnya. Disana, ada beberapa mata elang di Negara itu dimana selama ini dirinya bisa mendapatkan semua informasi dengan mudah asalkan dia memiliki sebuah petunjuk. “Bagaimana? Apa kau tahu nomor plat itu?” Rasyid tampak memberikan secarik kertas kecil pada salah satu gangster bertato disana. “JL-01?” Melihat nomor itu, orang itu berpikir dengan serius sebelum akhirnya ia berujar kembali. “Sebentar Bos, aku akan hubungi yang lainnya.” Bagi gangster itu, plat JL-01 sepertinya asing bagi mereka. Sepertinya, nomor itu bukanlah kepunyaan dari orang-orang kaya yang ada dibawah kendali mereka. Ya, selama ini, para gangster yang terpencar itu memiliki organisasi khusus dimana mereka akan mengelola setoran pajak keamanan bagi siapa saja yang memiliki usaha di tempat itu. Tentu saja, jaringan mereka bersifat illegal. Tetapi meskipun
. . . Dengan semua informasi yang didapatnya, Rasyid kemudian memanggil seluruh anak buahnya. Beberapa diantara mereka membawa tongkat, balok, dan juga bahkan yang lainnya membawa senapan bersama dengan mereka. Rasyid tentu tidak akan datang dengan tangan hampa. Ditengah-tengah persiapannya, tiba-tiba sebuah suara datang dari ponselnya lagi. Bergegas Rasyid mengangkatnya karena mengira bahwa itu adalah telepon yang sangat penting. “Halo… Siapa?” Rasyid mengernyitkan alisnya karena yang didengarnya adalah suara wanita yang dikenalnya. “Sayang… Kak Rasyid. Apakah kau akan datang ke kosku hari ini?” Itu adalah suara Lisa yang sedang merayunya. “Kak… aku merindukanmu… Sudah lama kita tidak bertemu.” Wanita itu menambahkan lagi tanpa menunggu jawaban dari pria yang dihubunginya. “Kak… Apa yang kau mau makan hari ini? Aku akan menyiapkannya…” Suara wanita itu terus saja bergema di telinganya. Rasyid rasanya sudah tidak tahan lagi hin
. . . Beberapa saat Rasyid akhirnya telah sampai ke tempat yang ia tuju, Blue Ocean Hill. Gerbangnya begitu besar dan megah. Hanya dengan melihat area depannya, Rasyid bisa langsung tahu bahwa orang itu pastilah seorang yang kaya raya. Menyuruh orang untuk membuka gerbang berwarna hitam itu, Rasyid dengan seluruh anggota gengnya kemudian melajukan mobil mereka menelusuri jalan ditengah-tengah lapangan golf itu untuk menuju ke rumah berwarna putih yang ada ditengahnya. Dari kejauhan, setelah mereka memasuki area tanpa pengamanan itu, Rasyid kemudian melihat begitu banyak mobil mewah telah terparkir di depan garasi pria asing itu. Cih! Brengsek! Seorang pria kaya berani bermain-main dengan ketua gangster seperti dirinya. Memarkirkan mobilnya di depan air mancur besar yang pada halaman rumah itu, Rasyid dapat melihat jelas sebuah mobil Porche dengan plat JL-01. Menyunggingkan senyumnya, ia lalu memerintahkan seluruh anak buahnya untuk bersiap mem
. . . “Rasyid!” Suara wanita di dalam sambungan video itu terdengar di telinga Jayden. Menyipitkan matanya, pria itu kemudian melepas headsetnya dan mematikan sambungan video itu dari jarak jauh. Sekilas, ada rasa sedih menelisik di dalam hatinya. Wanita itu, setelah mendengar kehadiran kekasihnya, langsung saja menyebut namanya begitu saja. Sepertinya, Mawar masih belum bisa melupakan Rasyid sepenuhnya. Batinnya dalam hati. Menghela nafasnya, Jayden kemudian melemparkan headset itu ke sembarang tempat dan menatap Rasyid dengan sangat tajam. Pria dihadapannya itu begitu rendah, tetapi mengapa Mawar bisa menyukai pria brengsek seperti itu? Jayden kembali membatin dengan perasaan tidak jelas. Bagaimanapun, ia tidak bisa memaksa perasaan Mawar. Sebelumnya, sepertinya Mawar mulai menyukainya. Tetapi hal itu bisa saja karena sebuah rasa suka karena hanya mereka yang ada di Pulau terpencil itu. Dan ketika ada bayangan Rasyid diantara mereka
. . . Setelah mendengar gemuruh gerombolan gangster keluar dari kediaman itu dengan mobil-mobil mereka, Suseno benar-benar merasa sangat khawatir. Tadi pagi, ia ingat, setelah mendarat dari pesawat pribadi yang mengantar mereka, Jayden bergegas menuju ke dalam kediamannya dan menyuruhnya menunggu diluar area itu. Suseno heran dengan apa yang akan terjadi sebelum akhirnya ia beberapa menit yang lalu melihat arakan mobil dengan pria-pria bertato sedang menuju ke dalam wilayah dimana Jayden berada. Hanya melihat wajah garang mereka, Suseno merasa sangat ngeri. Apalagi, sekilas ia juga melihat mereka membawa senjata. Dalam hati, Suseno bisa memastikan bahwa tujuan gerombolan itu kesana pasti bukanlah hal yang baik. Sayangnya, Jayden, sahabatnya itu begitu misterius. Suseno tidak diberitahu apa-apa sehingga ia hanya bisa menunggu disana menanti apa yang akan terjadi. Seperti dugaannya, setelah beberapa menit ia menunggu, ia lalu mendengar suara tem
. . . Beberapa jam telah berlalu, Pulau Henai saat ini telah diselimuti oleh kegelapan malam. Namun Mawar yang saat ini masih berada di beranda rumah, belum juga mau untuk masuk. Ia mau menunggu Jayden pulang dan melihat sendiri bahwa ia telah selamat. “Nyonya. Udara semakin dingin. Ayo masuklah.” Bibi Hans mencoba merayu sang Nyonya. Tetapi Mawar sudah kesekian kali menolaknya. Di beranda rumah pantai itu, Mawar terlihat terus mengerjakan tugas-tugasnya. Ia berharap bahwa ketika Jayden pulang, suaminya itu akan melihatnya belajar dengan keras. Sambil tertidur di atas meja disana, wanita itu terus saja menunggu hingga malam menjadi semakin larut. “Nyonya. Mari masuklah. Tuan akan sangat marah jika anda tidak menurut seperti ini.” Bibi Hans mencoba menjelaskan kepada sang Nyonya yang masih menatap pintu pagar disana. “Bi. Cobalah hubungi Suseno. Apakah Jayden akan pulang? Aku masih merasa khawatir.” Kata Mawar kemudian yang lang
. . . Beberapa hari telah berlalu, Mawar semakin hari semakin disibukkan dengan seluruh pelajarannya. Sayangnya, perkembangan itu sama sekali tidak membuatnya bahagia karena Jayden belum juga pulang. Sudah seminggu ia menunggu, tetapi rasa-rasanya pria brengsek itu tidak memahami kerinduannya. Menghentakkan kakinya dengan jengkel, Mawar tidak mau menurut lagi pada pria busuk yang telah mengabaikannya itu. Sialan! Mawar mengumpat di dalam hatinya. Sudah seminggu ia mencoba menghubungi Jayden melalui bibi Hans, tetapi pria itu tidak pernah mau menjawab panggilannya. Ih, Mawar merasa begitu khawatir sekaligus kesal disaat yang bersamaan. Hingga, tidak ada pilihan lainnya, ia kemudian harus membuat sebuah drama dibantu oleh bibi Hans. “Bi, cepat hubungi Jayden sekarang juga.” Kata Mawar memberikan perintah kepada bIbi Hans yang sudah bersiap dengan ponselnya. “Baik Nyonya.” Beberapa menit telah berlalu, bibi Hans berusaha m
...“Bibi! Bangunlah Bi!” teriak Mawar seraya memeluk bibi Hans.Bibi Hans telah kehilangan banyak darah. Tubuh tuanya telah dengan ganas dikoyak oleh harimau itu karena dia terus berusaha melindungi Mawar.“Bi, jangan mati. Kumohon.”Mawar mengusap darah yang mengalir di dada bibi Hans yang tercabik oleh hewan buas itu. Dia begitu panik dan tubuhnya gemetaran. Mawar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya karena darah bibi Hans mengucur begitu derasnya.“Nyonya, maafkanlah saya,” ucap Bibi Hans tiba-tiba.Wanita tua itu membuka matanya. Dia terlihat meneteskan air matanya karena rasa bersalah yang menderanya. Sudah lebih dari 20 tahun dia hidup bersama dengan Jayden yang telah diasuhnya layaknya anaknya sendiri. Dan sang tuan muda begitu mempercayainya. Tetapi apa yang dilakukannya? Dia malah mengkhianati Jayden dengan membawa isterinya ke Madelline!“Tidak Bi. Jangan ucap
...Mawar tidak mengetahui dimana dia berada saat ini. Matanya tertutup kain hitam dan kedua tangannya terikat kebelakang. Hanya deru nafasnya saja yang terdengar menggema di ruangan yang dingin dan sepi itu.Sampai akhirnya, langkah kaki terdengar memasuki ruangan yang nampaknya besar itu. Dan tidak beberapa lama kemudian sebuah suara asing akhirnya menggema disana.“Buka kain di matanya!” seru seorang wanita dengan suara mendominasi.“Baik Nyonya!” jawab seorang pria yang sepertinya adalah pengawalnya.Langkah kaki pria itu terdengar mulai mendekat ke arah Mawar. Dan dalam hitungan detik, pria itu telah menarik dan melepas penutup mata hingga Mawar dapat melihat dengan jelas situasi di depannya.Ya, dia saat ini berada di ruang tamu sebuah rumah mewah bergaya Victoria yang sangat besar. Dinding rumah itu berwarna putih dan dikelilingi oleh jendela-jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan pegunung
...Melihat keinginan sang Nyonya, Bibi Hans tidak dapat menahan rasa ibanya. Dia menghela nafasnya sebelum akhirnya dia pergi ke belakang untuk mengambil sesuatu dari dalam brankas yang dimilikinya. Sekilas, ia terlihat mengamati benda itu. Sepertinya ada sedikit keraguan di dalam hatinya. Dari sorot matanya, ia tidak ingin memberikan benda itu kepada Mawar. Tetapi ada hal lain di dalam dirinya yang mendorongnya begitu kuat untuk melakukan apa yang dia yakini.Perlahan, BIbi Hans mengambil benda itu dan menggenggamnya. Kemudian, dia lalu menghampiri sang Nyonya yang masih menangis di atas lantai dingin di dapur itu.“Nyonya … “ ucap Bibi Hans ikut bersimpuh di depan sang Nyonya.Bibi Hans memegang tangan Mawar. Tangan itu terasa begitu dingin karena gemetaran. Bibi Hans tahu, ini adalah waktu baginya untuk memberikan benda itu kepada sang Nyonya.“Nyonya, pergilah. Saya akan menolong anda untuk keluar dari
...Selama berhari-hari Mawar dibuat penasaran oleh sikap bibi Hans yang berubah. Beberapa kali, Mawar menangkap bayangan bibi Hans yang selalu sembunyi-sembunyi menuju ke belakang rumah untuk menghubungi seseorang. Tetapi anehnya, ketika ditanya, dia selalu mengatakan bahwa itu adalah telepon dari anaknya. Atau kalau tidak, itu adalah telepon dari suaminya.Mustahil. Ponsel bibi Hans tidak akan mungkin bisa digunakan untuk menghubungi keluarganya dengan leluasa karena Jayden sudah membuat pembatas jaringan. Lagipula, Bibi Hans sendiri dulu juga pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah menikah. Kalau dia sampai berbohong, pasti ada hal besar yang disembunyikannya, batin Mawar sambil meneguk segelas orange juice miliknya.“Nyonya, saya akan mengambil bahan-bahan makanan yang di drop oleh suruhan Tuan Jayden,” ucap Bibi Hans yang segera diangguki oleh Mawar.Selama beberapa hari ini, Mawar memang tinggal sendiri bersama Bibi Hans
...Hari telah berganti malam di Pulau Henai. Setelah Bibi Hans memasak makan malam, ia bergegas untuk berjalan menuju ke belakang rumah pantai yang besar itu. Disana, ada sebuah kursi kayu di bawah pohon beringin yang cukup remang. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang lain disana, ia lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.Tidak beberapa lama kemudian, sambungan itu terhubung dan seseorang terdengan berbicara diseberang sana.“Bagaimana hasilnya?” tanya wanita itu diseberang sana.“Seperti yang Nyonya minta, saya sudah mencari tahu niat Tuan Muda yang sebenarnya,” jawab bibi Hans kepada wanita itu.“Apa katanya?” sahut wanita itu sebelum kembali berbicara, “Kau tahu sifatku dan kau juga tahu apa saja yang bisa aku lakukan kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku,” imbuhnya.“Tentu saya tidak berani Nyonya,” timpal Bibi Hans kemudian melanjutkan perk
...Siang hari terasa sejuk di rumah pantai dengan seluruh jendela kaca yang terbuka. Dengan antusias, Jayden melangkahkan kakinya untuk masuk kesana. Ia berpikir, isterinya itu akan rajin belajar, sama seperti sebelumnya yang dia lihat. Ya, beberapa hari yang lalu, ketika ia dan Mawar sedang bertengkar, Jayden bisa melihat semangat yang membara pada diri wanitanya itu. Sehingga ia berpikir, mungkin hal yang sama juga terjadi saat ini.Saat hendak menarik gagang pintu rumahnya, Suseno tiba-tiba telah berlari keluar dan menabraknya begitu saja. Bruk! “Aw…” keluh sahabatnya itu seketika setelah badan kurus miliknya berbenturan dengan badan Jayden yang kekar. Terasa sakit hingga Suseno mengelus lengannya beberapa kali.“Kau ini kenapa?” tanya Jayden penasaran.“Ja-Jay, mengerikan Jay!” kata Suseno menjawab pertanyaan dari sahabatnya.“Apa yang mengerikan? C
...“Bos, sekelompok kru dari kapal itu telah menyelamatkan diri. Apakah kita perlu menangkap mereka?” tanya pria diseberang telepon itu.“Tidak perlu. Biarkan saja mereka. Aku hanya sekedar bermain-main saja,” jawab Jayden seraya terus menciumi tangan isterinya.“Siap Bos!” sahut bawahannya itu.Menutup ponselnya, Jayden lalu merasakan ada sepasang mata yang saat ini tengah menatap tajam dirinya. Dia tahu, Mawar pasti bertanya-tanya mengenai kejadian hari ini. Tetapi Jayden masih belum ingin memberitahunya apapun. Itu terlalu berbahaya bagi Mawar.“Jay, hentikan aksimu itu!” seru Mawar menarik jemarinya dari mulut suaminya itu. “Sekarang cepat katakan semua hal yang aku tidak tahu!” imbuh wanita itu.Jayden tidak bergeming. Dengan lembut, ia malah mengambil anak rambut isterinya dan merubah topic pembicaraan.“Sayang, rambutmu wangi sekali. Shampoo apa
...Keluar dari rumah pantai itu, Bos Li berdecak dengan sangat kesal. Bagaimana tidak, cucu lelakinya itu telah berani mengepung kapal perang miliknya. Dasar bocah kurang ajar! Sekarang, mungkin yang perlu dia lakukan adalah mundur terlebih dahulu. Tetapi suatu saat nanti, ia yakin, bahwa ia bisa menakhlukkan bocah pemberontak itu dan membawanya kembali ke keluarga Linua.Membawa tongkatnya, Bos Li terus berjalan menuju ke kapal yang telah menjemputnya. Namun di sela-sela perjalanannya, kedua matanya melirik ke arah cucu perempuannya itu.“Diona, sejak kapan kau tahu tentang keberadaan kakakmu di pulau ini?” tanya sang kakek, “Pulau Henai bukanlah tempatmu atau kakakmu,” imbuhnya.“Em, Kakek, aku minta maaf. Aku tahu sejak mata-mataku melihat kakak menculik seorang perempuan,” sahut Diona dengan sedikit merasa bersalah, “Jadi, aku mengikutinya sampai ke pulau ini,”&ldqu
. . . Ceklek! Pintu itu terbuka menampilkan sosok tua yang tidak asing di mata Mawar. Menyipitkan matanya, Mawar sepertinya mengenali siapa pria beruban yang tiba-tiba datang itu. Tunggu, bukankah dia adalah …. Merasa mengenali pria tua itu, Mawar lalu menarik lengan suaminya dan berusaha mengatakan sesuatu padanya. “Jay, orang itu-“ perkataannya terputus karena Jayden lebih dulu memandangnya dengan tatapan lembut. “Dia yang memberimu cek dan selembar foto palsu pernikahanku?” sahut Jayden membuat Mawar terkejut, “Aku sudah tahu sayang,” imbuhnya lalu mencium tangan isteri kesayangannya itu. “Lalu darimana kau bisa tahu?” tanya Mawar yang langsung dibalas sebuah senyuman oleh suaminya. “Aku terlalu jenius untuk hal sekecil itu, sayang,” jawabnya. “Tapi siapa dia Jay?” tanya Mawar penasaran, “kenapa dia ingin membuat kita bercerai?” imbuhnya. “Ckck …,” mendengar itu, sebuah tawa kecil lepas dari mulut pri