.
.
.
“Sebuah agen rahasia berusaha untuk menjebol pertahanan kemiliteran di negara ini dan ia menjatuhkan benda itu.” Seorang Jenderal komando militer sedang berhadapan dengannya di kantor resmi Perdana Menteri di Negara itu ke-esokan harinya.
Jayden yang kali ini datang dengan pakaian kasualnya berbalut jaket navy berwarna biru terlihat mengamati benda kecil yang dipegangnya. ‘XS’ Kedua huruf itu tertera pada permukaannya yang berbentuk lingkaran seakan mengartikan sebuah symbol sesuatu yang hanya dimengerti oleh pembuatnya.
“Jay. Apakah kau tahu siapa yang membuka akses hingga Negara K bisa membuat basecamp disana tanpa terdeteksi?” Jenderal itu kemudian bertanya karena ia yakin bahwa pasti ada komplotan orang dalam yang menjadi pengkhianat sehingga ketahanan laut bisa dijebol oleh mereka selama satu tahun.
‘XS’ Kedua tulisan itu nampak sangat familiar bagi Jayden yang sepertinya pernah berjumpa dengan tulisan itu di tembok dunia ma
. . . “Bos, kami sudah berada di lokasi.” Kata seorang agen T-corp yang menyamar menjadi seorang waitres di gedung Laveur dimana para bangsawan itu telah mulai berdatangan untuk melakukan pertemuan rutin mereka. Sembari melayani para tamu yang memesan minuman buah, agen itu bersiap-siap menunggu perintah dari atasannya. “Hem.” Jayden di depan layar monitornya, sedang berusaha meretas beberapa CCTV hingga mendapatkan ciri-ciri orang yang menjatuhkan benda itu dan segera mengirimkannya kepada seluruh agennya yang telah tersebar di gedung yang ada disana dan juga kepada komando militer yang telah siap sedia dalam penyamaran mereka yang tidak jauh dari lokasi gedung itu berada. “Bergerak.” Ungkap Jayden kepada agen-agen khusus T-Corp supaya mereka segera mencari dan membekuk penyusup itu diam-diam tanpa diketahui oleh satupun orang awam yang ada disana. T-Corp, terbiasa melakukan misi-misi rahasia dimana tidak seorangpun bisa melacak jejak
. . . Brak! Sebuah pukulan menghantam meja dihadapannya hingga meja itu hampir terbelah menjadi dua. Jayden dengan wajahnya yang memerah menahan amarah, saat ini mengetahui mengapa ada perasaan aneh di dalam hatinya selama dua hari ini. “Bagaimana dia bisa tidak pulang? Apa saja yang kalian lakukan hah?!” Jayden dengan rasa frustrasi yang memuncak benar-benar terhantam dengan berita hilangnya Mawar yang baru saja ia dengar. “Jay. Aku sudah menghubungimu berkali-kali, tetapi kau mematikan sambungan dariku.” Suseno mencoba menjelaskan situasinya mengapa dirinya tidak bisa memberitahukan berita itu lebih awal kepadanya. Benar. Jayden mengingat memang dialah yang memutuskan untuk mematikan saluran yang menuju dirinya. Tetapi ia tidak menyangka bahwa akan ada hal semacam ini yang terjadi diluar dugaannya. Menyugar rambut lebatnya, Jayden yang berusaha menahan emosinya kemudian bertanya kepada bibi Hans. “Bi. Apa saja yang ia bawa?”
. . . “Mawar!” Jayden yang melihat wanita itu, lekas berlari masuk kesana sesaat setelah para orang dalam itu mendorongnya dan mengunci kandang itu dari luar. Sedikit menempelkan dirinya sendiri ke punggung Mawar dengan kedua tangan yang terikat, Jayden seakan mengungkapkan kelegaannya yang akhirnya dapat menemukan wanita itu dalam keadaan hidup. “Mawar…” Dengan lembut Jayden menumpangkan dagunya pada bahu wanita itu dan sedikit berbisik untuk mengajaknya bicara. Meskipun menunggu beberapa saat, rupanya Mawar tidak kunjung menjawabnya, malahan mengibaskan bahunya sehingga Jayden hampir terjungkal kedepan kalau saja ia tidak segera menarik dirinya sendiri ke belakang. Apakah istrinya itu saat ini sedang marah? Dalam hati, Jayden yang telah menarik dirinya beberapa cm menjauh dari isterinya, kemudian memikirkan kembali hal-hal yang mungkin telah wanita itu lalui. Di dalam hutan itu, seorang diri dan bahkan dengan sekawanan serigala yang
. . . “Lepas.” Mawar memberontak tidak menyukai sikap Jayden yang tiba-tiba berubah padanya. Selama dua hari, pria itu telah membuangnya dan ia hampir mati karenanya. Sekarang, dengan mudahnya pria itu datang dan memeluknya begitu saja. Brengsek! Mawar tidak mau terjatuh dalam pelukan semacam itu lagi. Batinnya dalam hati sembari terus mengibaskan lengan yang berusaha meraih pinggangnya. “Diamlah.” “Tidak!” “Kubilang diam.” Jayden tidak ingin berdebat kusir dengan wanita yang sepertinya sedang marah dengan sikapnya kali ini. Sehingga dengan lebih kuat ia menguncinya sehingga pergerakan wanita dihadapannya itu tertahan. Jayden tidak tahu ada apa dengannya, yang ia tahu hanyalah ia rupanya tidak bisa terlepas dari wanita yang ingin disiksanya itu begitu saja. “Hiks… Hiks…” Mawar dalam dekapannya terdengar menangis yang membuat hati Jayden sedikit teriris. Dengan lembut ia kemudian mengikuti kata hatinya untuk membalikkan
. . . “Mawar, dimana kau?” Sebuah suara terdengar ditelinganya yang membuat wanita itu tersentak dari tidurnya dan menjerit dengan kencang. “Rasyid!” Sahutnya dengan lantang setelah terbangun dari tidurnya. Meskipun ia tidak ada disana, tetapi Mawar masih mengetahui jika hari ini seharusnya dirinya menikah dengan Rasyid. Tetapi sayangnya, dirinya saat ini malah berada disebuah penjara bambu bersama seorang lelaki kejam yang tengah menatap tajam dirinya. Sepertinya, pria di dekatnya itu sedikit marah. Tetapi Mawar tidak mau begitu memperdulikannya karena pria itu telah terlebih dahulu membuangnya ke dalam hutan! Mawar, saat ini masih mempercayai bahwa semua kegilaan yang dialaminya di dalam hutan itu selama tiga hari adalah ulah Jayden yang menginginkan dirinya menderita. Sehingga, keberadaan pria itu bersamanya, sama sekali tidak membuat Mawar merasa tenang karena pria itu bisa saja menjerumuskannya lagi dalam keadaan hidup dan mati. M
. . . “Hiks… “ Mawar kemudian meneteskan air matanya yang menarik perhatian Jayden. “Brengsek kau Jay. Apakah kita bisa bercerai?” Tanyanya yang membuat Jayden tersenyum miring. “Sayangnya tidak Mawar.” Sahutnya kemudian sebelumnya akhirnya kembali menambahkan. “Tidak ada perceraian dalam keluarga Linua.” Mendapat suara tangisan sebagai balasan, Jayden kemudian meneliti tubuh wanita itu dari belakang hanya untuk mendapati adanya memar di punggung istrinya yang telah memakai kemben suku orang dalam. Dalam hatinya, rasa lega kembali dirasakannya karena Mawar tidak mendapati luka serius setelah terjatuh dari jurang yang cukup dalam itu. Dengan perasaan hangat, Jayden kemudian menghela nafasnya sebagai rasa syukurnya lalu kemudian kembali mengambil obat oles untuk dibalurkannya pada bagian yang memar itu. “Jangan sentuh aku Jay!” Mulut arogan itu kembali berteriak yang membuat Jayden menekan memarnya sedikit keras hingga wanita itu
. . . “Mawar. Bangun.” Matahari telah menyingsing yang menyinari rumah pohon dimana dirinya dan Mawar sedang di kurung oleh masyarakat suku dalam. Sayangnya, meskipun matahari telah naik begitu tinggi, tetapi wanita itu tidak mau bangun juga dan malah masih meneteskan air liur dilengan milik Jayden yang sudah tampak basah kuyup. Geram, Jayden tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan dengan wanita yang semalaman memeluknya seperti seekor koala. Benar. Wanita itu dengan arogan mengatakan supaya dirinya tidak menyentuhnya, tetapi yang dilakukannya sangat berbeda dari yang dikatakannya! Katakanlah, selama beberapa mereka berciuman, Mawar selalu terkesan memberontak tetapi Jayden bisa merasakan bahwa wanita itu juga menikmatinya. CIh! Mawar memang wanita plin-plan, batinnya dalam hati mengejek wanita malas yang tidak bangun juga meskipun dirinya sudah menggoyang-goyang tubuh wanita itu. Menatap langit-langit rumah pohon itu, Jayden
. . . Situasi hening seketika menyelubungi tempat dimana Jayden dan Mawar digiring. Disana, orang-orang dalam terlihat mulai menampakkan diri mereka satu persatu dengan berbagai macam tindik di tubuh mereka. Pada singgasanan yang terbuat dari gundukan kayu yang sangat besar disana, seorang pria berambut putih terlihat memegang tombaknya dengan wajah yang tidak bersahabat. Sepertinya, dari raut wajahnya dan arah matanya memandang, ia menginginkan sesuatu yang bisa ditebak oleh Jayden yang sedari tadi mengamatinya. “Sei kala koya!!” Demikianlah orang yang dianggap ketua kelompok itu berteriak yang langsung disambut dengan suara-suara riuh dari para pengikutnya. “Sei!” “Sei!” “Sei!” Sembari menghentak-hentakkan tombaknya, mereka semua menatap Jayden yang berdiri ditengah-tengah perkumpulan itu dengan Mawar yang bersembunyi di belakang tubuhnya. “Jay. Apa yang mereka katakan?” Tanya wanita itu kepada Jayden
...“Bibi! Bangunlah Bi!” teriak Mawar seraya memeluk bibi Hans.Bibi Hans telah kehilangan banyak darah. Tubuh tuanya telah dengan ganas dikoyak oleh harimau itu karena dia terus berusaha melindungi Mawar.“Bi, jangan mati. Kumohon.”Mawar mengusap darah yang mengalir di dada bibi Hans yang tercabik oleh hewan buas itu. Dia begitu panik dan tubuhnya gemetaran. Mawar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya karena darah bibi Hans mengucur begitu derasnya.“Nyonya, maafkanlah saya,” ucap Bibi Hans tiba-tiba.Wanita tua itu membuka matanya. Dia terlihat meneteskan air matanya karena rasa bersalah yang menderanya. Sudah lebih dari 20 tahun dia hidup bersama dengan Jayden yang telah diasuhnya layaknya anaknya sendiri. Dan sang tuan muda begitu mempercayainya. Tetapi apa yang dilakukannya? Dia malah mengkhianati Jayden dengan membawa isterinya ke Madelline!“Tidak Bi. Jangan ucap
...Mawar tidak mengetahui dimana dia berada saat ini. Matanya tertutup kain hitam dan kedua tangannya terikat kebelakang. Hanya deru nafasnya saja yang terdengar menggema di ruangan yang dingin dan sepi itu.Sampai akhirnya, langkah kaki terdengar memasuki ruangan yang nampaknya besar itu. Dan tidak beberapa lama kemudian sebuah suara asing akhirnya menggema disana.“Buka kain di matanya!” seru seorang wanita dengan suara mendominasi.“Baik Nyonya!” jawab seorang pria yang sepertinya adalah pengawalnya.Langkah kaki pria itu terdengar mulai mendekat ke arah Mawar. Dan dalam hitungan detik, pria itu telah menarik dan melepas penutup mata hingga Mawar dapat melihat dengan jelas situasi di depannya.Ya, dia saat ini berada di ruang tamu sebuah rumah mewah bergaya Victoria yang sangat besar. Dinding rumah itu berwarna putih dan dikelilingi oleh jendela-jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan pegunung
...Melihat keinginan sang Nyonya, Bibi Hans tidak dapat menahan rasa ibanya. Dia menghela nafasnya sebelum akhirnya dia pergi ke belakang untuk mengambil sesuatu dari dalam brankas yang dimilikinya. Sekilas, ia terlihat mengamati benda itu. Sepertinya ada sedikit keraguan di dalam hatinya. Dari sorot matanya, ia tidak ingin memberikan benda itu kepada Mawar. Tetapi ada hal lain di dalam dirinya yang mendorongnya begitu kuat untuk melakukan apa yang dia yakini.Perlahan, BIbi Hans mengambil benda itu dan menggenggamnya. Kemudian, dia lalu menghampiri sang Nyonya yang masih menangis di atas lantai dingin di dapur itu.“Nyonya … “ ucap Bibi Hans ikut bersimpuh di depan sang Nyonya.Bibi Hans memegang tangan Mawar. Tangan itu terasa begitu dingin karena gemetaran. Bibi Hans tahu, ini adalah waktu baginya untuk memberikan benda itu kepada sang Nyonya.“Nyonya, pergilah. Saya akan menolong anda untuk keluar dari
...Selama berhari-hari Mawar dibuat penasaran oleh sikap bibi Hans yang berubah. Beberapa kali, Mawar menangkap bayangan bibi Hans yang selalu sembunyi-sembunyi menuju ke belakang rumah untuk menghubungi seseorang. Tetapi anehnya, ketika ditanya, dia selalu mengatakan bahwa itu adalah telepon dari anaknya. Atau kalau tidak, itu adalah telepon dari suaminya.Mustahil. Ponsel bibi Hans tidak akan mungkin bisa digunakan untuk menghubungi keluarganya dengan leluasa karena Jayden sudah membuat pembatas jaringan. Lagipula, Bibi Hans sendiri dulu juga pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah menikah. Kalau dia sampai berbohong, pasti ada hal besar yang disembunyikannya, batin Mawar sambil meneguk segelas orange juice miliknya.“Nyonya, saya akan mengambil bahan-bahan makanan yang di drop oleh suruhan Tuan Jayden,” ucap Bibi Hans yang segera diangguki oleh Mawar.Selama beberapa hari ini, Mawar memang tinggal sendiri bersama Bibi Hans
...Hari telah berganti malam di Pulau Henai. Setelah Bibi Hans memasak makan malam, ia bergegas untuk berjalan menuju ke belakang rumah pantai yang besar itu. Disana, ada sebuah kursi kayu di bawah pohon beringin yang cukup remang. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang lain disana, ia lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.Tidak beberapa lama kemudian, sambungan itu terhubung dan seseorang terdengan berbicara diseberang sana.“Bagaimana hasilnya?” tanya wanita itu diseberang sana.“Seperti yang Nyonya minta, saya sudah mencari tahu niat Tuan Muda yang sebenarnya,” jawab bibi Hans kepada wanita itu.“Apa katanya?” sahut wanita itu sebelum kembali berbicara, “Kau tahu sifatku dan kau juga tahu apa saja yang bisa aku lakukan kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku,” imbuhnya.“Tentu saya tidak berani Nyonya,” timpal Bibi Hans kemudian melanjutkan perk
...Siang hari terasa sejuk di rumah pantai dengan seluruh jendela kaca yang terbuka. Dengan antusias, Jayden melangkahkan kakinya untuk masuk kesana. Ia berpikir, isterinya itu akan rajin belajar, sama seperti sebelumnya yang dia lihat. Ya, beberapa hari yang lalu, ketika ia dan Mawar sedang bertengkar, Jayden bisa melihat semangat yang membara pada diri wanitanya itu. Sehingga ia berpikir, mungkin hal yang sama juga terjadi saat ini.Saat hendak menarik gagang pintu rumahnya, Suseno tiba-tiba telah berlari keluar dan menabraknya begitu saja. Bruk! “Aw…” keluh sahabatnya itu seketika setelah badan kurus miliknya berbenturan dengan badan Jayden yang kekar. Terasa sakit hingga Suseno mengelus lengannya beberapa kali.“Kau ini kenapa?” tanya Jayden penasaran.“Ja-Jay, mengerikan Jay!” kata Suseno menjawab pertanyaan dari sahabatnya.“Apa yang mengerikan? C
...“Bos, sekelompok kru dari kapal itu telah menyelamatkan diri. Apakah kita perlu menangkap mereka?” tanya pria diseberang telepon itu.“Tidak perlu. Biarkan saja mereka. Aku hanya sekedar bermain-main saja,” jawab Jayden seraya terus menciumi tangan isterinya.“Siap Bos!” sahut bawahannya itu.Menutup ponselnya, Jayden lalu merasakan ada sepasang mata yang saat ini tengah menatap tajam dirinya. Dia tahu, Mawar pasti bertanya-tanya mengenai kejadian hari ini. Tetapi Jayden masih belum ingin memberitahunya apapun. Itu terlalu berbahaya bagi Mawar.“Jay, hentikan aksimu itu!” seru Mawar menarik jemarinya dari mulut suaminya itu. “Sekarang cepat katakan semua hal yang aku tidak tahu!” imbuh wanita itu.Jayden tidak bergeming. Dengan lembut, ia malah mengambil anak rambut isterinya dan merubah topic pembicaraan.“Sayang, rambutmu wangi sekali. Shampoo apa
...Keluar dari rumah pantai itu, Bos Li berdecak dengan sangat kesal. Bagaimana tidak, cucu lelakinya itu telah berani mengepung kapal perang miliknya. Dasar bocah kurang ajar! Sekarang, mungkin yang perlu dia lakukan adalah mundur terlebih dahulu. Tetapi suatu saat nanti, ia yakin, bahwa ia bisa menakhlukkan bocah pemberontak itu dan membawanya kembali ke keluarga Linua.Membawa tongkatnya, Bos Li terus berjalan menuju ke kapal yang telah menjemputnya. Namun di sela-sela perjalanannya, kedua matanya melirik ke arah cucu perempuannya itu.“Diona, sejak kapan kau tahu tentang keberadaan kakakmu di pulau ini?” tanya sang kakek, “Pulau Henai bukanlah tempatmu atau kakakmu,” imbuhnya.“Em, Kakek, aku minta maaf. Aku tahu sejak mata-mataku melihat kakak menculik seorang perempuan,” sahut Diona dengan sedikit merasa bersalah, “Jadi, aku mengikutinya sampai ke pulau ini,”&ldqu
. . . Ceklek! Pintu itu terbuka menampilkan sosok tua yang tidak asing di mata Mawar. Menyipitkan matanya, Mawar sepertinya mengenali siapa pria beruban yang tiba-tiba datang itu. Tunggu, bukankah dia adalah …. Merasa mengenali pria tua itu, Mawar lalu menarik lengan suaminya dan berusaha mengatakan sesuatu padanya. “Jay, orang itu-“ perkataannya terputus karena Jayden lebih dulu memandangnya dengan tatapan lembut. “Dia yang memberimu cek dan selembar foto palsu pernikahanku?” sahut Jayden membuat Mawar terkejut, “Aku sudah tahu sayang,” imbuhnya lalu mencium tangan isteri kesayangannya itu. “Lalu darimana kau bisa tahu?” tanya Mawar yang langsung dibalas sebuah senyuman oleh suaminya. “Aku terlalu jenius untuk hal sekecil itu, sayang,” jawabnya. “Tapi siapa dia Jay?” tanya Mawar penasaran, “kenapa dia ingin membuat kita bercerai?” imbuhnya. “Ckck …,” mendengar itu, sebuah tawa kecil lepas dari mulut pri