"Haish, kamu ini kenapa hobby sekali mukul suami sendiri," ujar Azril tak terima. Tangannya mengusap bahu yang dipukul oleh Safa."Lagian kamu tidak mengenal tempat. Kamu balik kanan ada Pak Darmo di sana," tegas Safa melirik ke arah Pak Darmo yang mungkin melihat adegan Azril tadi. Entah sejak kapan pria itu berani melakukan di depan umum."Tidak ada yang salah, Sayang. Kita sudah halal, Pak Darmo juga pasti mengerti karena beliau pernah muda," bisik Azril.Safa membulatkan matanya lebar. Ia sangat tidak setuju, tetap saja harus sesuai aturan dan sudah ada tempatnya untuk bermesraan. Tidak di tempat terbuka seperti ini, terlebih dia mengecup area bibir."Sudah sana berangkat." Safa agak kesal dan meminta Azril untuk segera berangkat. Bahaya jika masih di hadapannya sekarang."Jahat amat suaminya diusir," tukas Azril sembari mengerucutkan bibirnya.Safa yang melihat sikap suaminya ingin sekali tertawa, tetapi ditahan dan segera meraih punggung tangannya agar pria itu cepat pergi."Kam
Safa langsung menatap suaminya sendu. “Berarti kamu akan ninggalin aku, Mas?”“Hanya sementara, bukan selamanya. Jika pihak kantor mengizinkan kamu ikut, sudah pasti aku mengajakmu. Sayangnya, semua sudah peraturan dan terpaksa kita harus berjauhan,” kata Azril berat.Sebenarnya tidak setuju dengan apa yang sudah ditetapkan oleh pihak perusahaan. Bahkan inginnnya digantikan oleh orang lain, tetapi tidak bisa.Saat itu pula, Safa menjatuhkan tubuhnya dalam dada bidang Azril. Sedih sekali harus berjauhan selama satu minggu. Meski terbilang sebentar, tetapi baginya akan terasa lama karena Safa baru memulai hidup berbaikan dengannya.“Kapan kamu berangkat, Mas?” tanya Safa karena di kertas itu tidak tertera jadwal keberangkatan.“Besok pagi, Sayang.”Rengkuhan Safa semakin erat, tidak ingin melepaskannya begitu saja. Ia baru merasakan manisnya pernikahan dan sekarang harus kembali hampa karena berjauhan dengan sang suami.“Aku janji untuk selalu mengabari kamu,” ujar Azril sembari tangann
“Maaf, Yah, Safa membalas pesan Mas Azril.” Safa langsung menutup mulutnya keceplosan. Ia malu berterus terang dengan ayah.Perubahan sikap kepada suaminya terbilang drastis dan Safa masih menutupi keromantisannya di hadapan Ayah.“Alhamdulillah, Ayah senang melihat kamu seperti ini, Nak. Akhirnya kamu bisa menerima Azril,” kata Marlan jujur.Safa terharu, kemudian mengambil lengan Marlan dan digenggamnya. “Alhamdulillah, Yah, semua karena doa Ayah berhasil membuat Safa sadar.”Hatinya berubah seiring waktu dan semakin menjauh dari Azril, justru Allah membuat pikirannya tak lepas dari Azril. Sungguh, takdir Allah memang tidak ada yang tahu dan Safa sendiri tak bisa lari dari takdir-Nya.“Semoga kamu bisa meraih surga bersamanya, Fa,” ujar Marlan sendu.Malam itu menjadi kenangan yang indah bagi Safa, berbagi kasih sayang dan memanjakan dirinya pada ayah seolah kebersamaan beberapa tahun lalu kembali terulang.Safa pun mulai merubah dirinya untuk menjadi putri yang bisa membahagiakan s
Finna menjadi serba salah, perkara tadi Safa menjadi lebih diam. “Safa, kamu marah?”Tidal ada jawaban, tetapi Finna tak menyerah bahkan tahu betul sikap Safa yang memang agak sensitif. Ia terus mengikuti langkah Safa dari samping dengan senyum menggemaskan.“Kenapa kamu senyum kaya gitu, memangnya ada yang lucu?” Safa melirik sinis.“Enggak ada sih. Aku merasa senang saja, ternyata sahabatku ini sudah mau membuka hati dan berusaha menyenangkan hati suaminya.”Kalimat itu membuat langkah Safa terhenti dengan kedua alisnya yang berkerut bingung. Ia tidak tahu bagaimana Finna bisa menyimpulkan hal tersebut.“Sok tahu kamu,” decak Safa yang kembali melanjutkan langkahnya.“Bukan sok tahu, tetapi aku memang tahu, Saf. Tidak mungkin kamu membeli pakaian yang se-““Diam atau aku akan benar marah denganmu, Fin!” Safa berhasil menyumpal mulut Finna yang terus saja mengoceh.Finna merasa sesak hingga akhirnya Safa melepaskan bekapannya sebelum dituduh sebagai pembunuh karena telah membekap sah
Seperti biasa, setelah Azril hadir dalam hidupnya membuat Safa kembali mendapat hidup yang baru. Rasa cinta kepada Sang Pencipta semakin bertambah hingga raganya terbangun di saat semua orang masih terlelap pulas.Wanita itu tengah bersimpuh di atas sajadah memohon untuk kesehatan sang ayah agar bisa panjang umur sekaligus meminta keberkahan dalam rumah tangganya.Tidak ada yang terlewat sedikit pun bahkan berdoa di sepertiga malam bak anak panah yang langsung menembus anak langit sehingga Safa tak segan memperbanyak doa yang terbaik.Usai Subuh, Safa langsung turun ke dapur untuk memulai kegiatannya. Ia mengisi air, lalu memilih pakaian kotor yang menumpuk. Kemudian, dimasukkan ke dalam mesin dan diputar sebentar.“Eh Neng Safa ngapain?” Bi Inah memergoki nona mudanya yang begitu sibuk.“Ya ampun, Safa berisik, ya, Bi. Maaf, ya, Bi,” kata Safa tidak enak di pagi buta sudah membuat ulah.“Biar Bibi saja, Neng yang mencuci.”“Tidak perlu, Bi, mulai sekarang Bibi kerjakan rumah saja, ya
Tubuh Safa terasa kaku saat Azril mendekatkan bibirnya di kening dengan lembut. Pria itu berhasil membuat dirinya tremor.“Kamu marah, ya, Sayang?” Azril merasa tidak enak karena Safa sama sekali tak menjawab. “Maaf, kalo gitu aku bisa keluar jika kamu tidak nyaman.”Belum melangkah, tetapi Safa sudah lebih dulu merengkuh tubuh Azril agar tidak pergi. Bohong jika ia tidak merindukan kehadirannya. Bahkan, Safa sudah menunggu suaminya pulang.“Mas kenapa tidak bilang kalo mau pulang?” Kepalanya bersandar begitu nyaman.“Sengaja mau buat surprise sama kamu. Eh, malah aku yang dapat surprise.” Tangan Azril mengusap punggung Safa sembari menyesap aroma rambut yang menyeruak wangi.Mendengar itu, Safa merasa tersipu. Sungguh, tidak tahu jika suaminya akan pulang malam ini. Safa pun semakin menenggelamkan wajahnya di dada sang suami.“Sayang, biarkan aku mandi dulu, ya. Setelah itu kamu bebas berpelukan.” Bukan tidak ingin dipeluk, tetapi tubuhnya sangat tidak nyaman dan ingin segera bebersi
“Tidak usah malu. Aku ini suamimu,” kekeh Azril memerhatikan Safa yang tersipu.“Tapi aku bisa jalan sendiri.” Safa begitu malu. Tidak seharusnya diperlakukan seperti ini.“Aku tidak yakin kamu bisa berjalan, Sayang!” Azril berhasil membawa Safa ke dalam kamar mandi. Bahkan, sebelumnya sudah menyiapkan air hangat untuk wanitanya berendam.Mata Safa langsung membulat kaget. Pasalnya, di antara kedua kaki Safa memang terasa ngilu dan pikirannya semakin buyar saat Azril masih terdiam di hadapannya.“Mas tidak mungkin mau mandorin aku di sini, ‘kan?” tegas Safa menggigit bibir bawahnya.“Kenapa tidak, Sayang?” Pria itu sengaja menggoda istrinya dengan kedua alisnya naik turun.“Mas Azriil!” Safa bersiap hendak memukul Azril dan pria itu sudah lebih dulu pergi dari kamar mandi. Seketika pintunya di kunci rapat dan Safa menetralkan isi jantungnya yang masih saja gugup di hadapan Azril. Senyumnya melebar saat mengingat malam tadi, tidak menyangka jika dirinya sudah menjadi istri seutuhnya.
Safa tersentuh mendengar kalimat Azril yang membuat hatinya bergelora. Memang seharusnya bagi pasangan memiliki waktu berdua, terutama dirinya yang belum banyak mengenal Azril.Selama ini, banyak hal baru dari sosok Azril termasuk perubahannya yang menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya yang luar biasa.“Aku menyayangimu, Safa Brenda.”Azril mendekatkan bibirnya pada lengan Safa dan mengecupnya penuh mesra berbarengan dengan dada Safa yang berdesir merasakan ketulusan pria yang pernah dibencinya.Seolah rasa cinta yang menggema mengalir begitu saja, mungkin karena tubuh yang sudah menyatu sehingga hatinya amat terharu.“Aku juga menyayangimu, Mas,” lirih Safa pelan.Pagi itu menjadi indah dengan sikap Azril yang manis. Keduanya saling bertukar mesra tanpa memedulikan orang lain, walau nyatanya ruangan yang ditempati hanyalah berdua.Sampai siang tiba, kedua sejoli itu sudah berpindah tempat menuju rencananya yang akan menginap di tempat Amih. Azril melirik istrinya yang sedari tadi