Seperti biasa, setelah Azril hadir dalam hidupnya membuat Safa kembali mendapat hidup yang baru. Rasa cinta kepada Sang Pencipta semakin bertambah hingga raganya terbangun di saat semua orang masih terlelap pulas.Wanita itu tengah bersimpuh di atas sajadah memohon untuk kesehatan sang ayah agar bisa panjang umur sekaligus meminta keberkahan dalam rumah tangganya.Tidak ada yang terlewat sedikit pun bahkan berdoa di sepertiga malam bak anak panah yang langsung menembus anak langit sehingga Safa tak segan memperbanyak doa yang terbaik.Usai Subuh, Safa langsung turun ke dapur untuk memulai kegiatannya. Ia mengisi air, lalu memilih pakaian kotor yang menumpuk. Kemudian, dimasukkan ke dalam mesin dan diputar sebentar.“Eh Neng Safa ngapain?” Bi Inah memergoki nona mudanya yang begitu sibuk.“Ya ampun, Safa berisik, ya, Bi. Maaf, ya, Bi,” kata Safa tidak enak di pagi buta sudah membuat ulah.“Biar Bibi saja, Neng yang mencuci.”“Tidak perlu, Bi, mulai sekarang Bibi kerjakan rumah saja, ya
Tubuh Safa terasa kaku saat Azril mendekatkan bibirnya di kening dengan lembut. Pria itu berhasil membuat dirinya tremor.“Kamu marah, ya, Sayang?” Azril merasa tidak enak karena Safa sama sekali tak menjawab. “Maaf, kalo gitu aku bisa keluar jika kamu tidak nyaman.”Belum melangkah, tetapi Safa sudah lebih dulu merengkuh tubuh Azril agar tidak pergi. Bohong jika ia tidak merindukan kehadirannya. Bahkan, Safa sudah menunggu suaminya pulang.“Mas kenapa tidak bilang kalo mau pulang?” Kepalanya bersandar begitu nyaman.“Sengaja mau buat surprise sama kamu. Eh, malah aku yang dapat surprise.” Tangan Azril mengusap punggung Safa sembari menyesap aroma rambut yang menyeruak wangi.Mendengar itu, Safa merasa tersipu. Sungguh, tidak tahu jika suaminya akan pulang malam ini. Safa pun semakin menenggelamkan wajahnya di dada sang suami.“Sayang, biarkan aku mandi dulu, ya. Setelah itu kamu bebas berpelukan.” Bukan tidak ingin dipeluk, tetapi tubuhnya sangat tidak nyaman dan ingin segera bebersi
“Tidak usah malu. Aku ini suamimu,” kekeh Azril memerhatikan Safa yang tersipu.“Tapi aku bisa jalan sendiri.” Safa begitu malu. Tidak seharusnya diperlakukan seperti ini.“Aku tidak yakin kamu bisa berjalan, Sayang!” Azril berhasil membawa Safa ke dalam kamar mandi. Bahkan, sebelumnya sudah menyiapkan air hangat untuk wanitanya berendam.Mata Safa langsung membulat kaget. Pasalnya, di antara kedua kaki Safa memang terasa ngilu dan pikirannya semakin buyar saat Azril masih terdiam di hadapannya.“Mas tidak mungkin mau mandorin aku di sini, ‘kan?” tegas Safa menggigit bibir bawahnya.“Kenapa tidak, Sayang?” Pria itu sengaja menggoda istrinya dengan kedua alisnya naik turun.“Mas Azriil!” Safa bersiap hendak memukul Azril dan pria itu sudah lebih dulu pergi dari kamar mandi. Seketika pintunya di kunci rapat dan Safa menetralkan isi jantungnya yang masih saja gugup di hadapan Azril. Senyumnya melebar saat mengingat malam tadi, tidak menyangka jika dirinya sudah menjadi istri seutuhnya.
Safa tersentuh mendengar kalimat Azril yang membuat hatinya bergelora. Memang seharusnya bagi pasangan memiliki waktu berdua, terutama dirinya yang belum banyak mengenal Azril.Selama ini, banyak hal baru dari sosok Azril termasuk perubahannya yang menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya yang luar biasa.“Aku menyayangimu, Safa Brenda.”Azril mendekatkan bibirnya pada lengan Safa dan mengecupnya penuh mesra berbarengan dengan dada Safa yang berdesir merasakan ketulusan pria yang pernah dibencinya.Seolah rasa cinta yang menggema mengalir begitu saja, mungkin karena tubuh yang sudah menyatu sehingga hatinya amat terharu.“Aku juga menyayangimu, Mas,” lirih Safa pelan.Pagi itu menjadi indah dengan sikap Azril yang manis. Keduanya saling bertukar mesra tanpa memedulikan orang lain, walau nyatanya ruangan yang ditempati hanyalah berdua.Sampai siang tiba, kedua sejoli itu sudah berpindah tempat menuju rencananya yang akan menginap di tempat Amih. Azril melirik istrinya yang sedari tadi
Kedua sejoli pun sudah rapi dengan pakaiannya yang saling bergandeng mesra menghampiri sang tuan rumah dengan bibir merekah.“Loh, kalian mau pulang sekarang?”“Iya, Mih, besok Azril sudah kembali bekerja dan Safa juga banyak kegiatan.” Azril tak melepaskan genggamannya.Rencananya memang hanya menginap satu hari dan pagi ini sudah mengatur rencananya untuk menghabiskan waktu berdua. Entah ke mana, yang penting jalan bersama Safa.“Kenapa tidak sore saja pulangnya. Amih masih kangen dengan kalian.” Hamidah baru merasakan kebersamaan sehari dan kini harus ditinggal lagi.“In syaa Allah nanti Azril dan Safa akan menyempatkan waktu main ke sini,” tutur Azril.Sebenarnya, ia tidak tega melihat ibunya yang sendu, tetapi waktu liburnya pun tidak banyak bahkan meninggalkan Safa sendiri juga tidak mungkin karena Safa meninggalkan ayahnya sendiri.“Iya, Mih, nanti Safa main ke sini lagi.” Safa ikut menimpali.Hamidah pun pasrah, tak bisa memaksa anak dan menantunya untuk tetap tinggal. Ia mere
Safa menghela napas, lalu menggeser duduknya agar saling berhadapan. “Tidak sama sekali, Mas.”Hatinya penuh sesak mengingat dirinya pernah egois yang selalu menginginkan yang sempurna, tetapi sadar ia tak bisa terus menuntut dan mengingat semua yang terjadi dalam hidupnya sudah menjadi ketentuan Allah.“Aku bisa kembali mengukir impian itu bersamamu.”Meski Azril dan Faqih berbeda, tetapi Safa tak membandingkan. Ia menjalani pernikahan penuh ikhlas serta dirinya berjanji memberi yang terbaik untuk suaminya.Bibir Azril pun merekah penuh haru. Matanya memandang intens dan langsung merengkuhnya penuh syukur. Hatinya sendu tak terhitung banyak salah yang diperbuat.“Sekarang apa kamu bahagia hidup bersamaku?” Azril menguraikan dekapan, lalu tangannya mengusap kelopak mata Safa yang terlihat basah.Safa mengangguk tersenyum. “In syaa Allah aku bahagia..”Azril semakin haru hingga keduanya saling mendekap. Dalam hatinya berjanji tidak sedikit pun membuat istrinya terluka apalagi menangis
“Kamu tidak ingin aku mati kelaparan, ‘kan, Mas?” Safa berjalan merapikan baju kotor yang masih tersimpan di dalam paper bag.“Aku yang akan membawa makanan ke kamar nanti.”Wanita itu berdecak bahkan tatapan itu langsung dilayangkan ke arah Azril yang justru sedang tersenyum. Sama sekali tidak ada rasa bersalah, tetapi apa mungkin dia benar ingin mengurungnya?Safa menghela napas, lalu segera membersihkan diri daripada berdebat dan suaminya semakin nekat. Ia tidak habis pikir jika Azril memiliki sifat yang menyeramkan di balik sisi kasih sayangnya yang luar biasa.Usai bebersih, hati Safa sudah lebih tenang bahkan tanpa malu lagi menunjukkan rambut cantiknya. Ia memandang wajahnya di depan cermin sembari menyisir rambut hitamnya yang panjang dan sedikit bergelombang.“Mau sampai kapan lihatin aku terus?” Safa sadar dengan tatapan suaminya, terlihat dari pantulan kaca.Tak mendapat jawaban yang justru pria itu seolah enggan bangkit. “Aku tidak akan keluar kamar. Lebih baik kamu mandi
Tubuh Safa kaku dan tungkai kakinya lemas. Bagaimana bisa calon suaminya kembali hadir setelah satu bulan tak ada kabar.“Ka-mu benar Mas Faqih?” tanya Safa memastikan.“Iya, Dik, ini Mas,” lirih pria itu sendu. Matanya berkaca yang akhirnya bisa bertemu dengan sang kekasih.Safa sendiri tak bisa berkata, bibirnya terkatup rapat bahkan tangannya mencengkeram kuat lengan Azril dan pria itu membantu menopang tubuhnya yang jika tanpanya sudah dipastikan Safa akan terjatuh.“Maafkan Mas, Dik.”Hatinya semakin sembilu begitu hebat seolah takdir sedang memermainkannya. Tubuh yang masih berjarak melihat jelas jika di hadapannya benar Faqih.Dada Safa bergemuruh. Entah mengapa di saat hatinya sudah mulai mencoba melupakan calon suaminya, malah kembali dipertemukan dengan keadaan yang berbeda.Bahkan cengkeraman lengan Safa semakin kuat enggan untuk dilepaskan. Matanya melirik Azril, terlihat aura datar yang timbul di wajahnya. Ia sama sekali tidak bermaksud membuat suaminya murka.“Dia siapa,