Semakin kau memendamnya, sesuatu akan meledak dengan sangat kuat di suatu hari nanti.
* * *
Hari itu kakek tak langsung menutup Indra keenam Aiza, beliau mengajak Aiza mempelajari sesuatu di antara mereka. Tentu setelah kalimat yang terlontar dari mulut kecil bocah itu, mengagetkan ibu dan ayahnya.
Aiza diberi tahu bahwa nama kakeknya adalah, Raden Raksa Manggala Putra. Tapi bocah itu lebih senang memanggilnya kakek Manggala, dan sepertinya kakek suka-suka saja. Pukul lima sore mereka berdua sudah ada di mushola, kakek belum mengijinkan semua penghuni rumah mengikuti mereka sampai kakek menyuruh mereka masuk ke mushola.
Perasaan khawatir menggelayuti hati Enah, begitu juga dengan Wiyata. Hanya saja nenek bilang bahwa semua akan baik-baik saja pada mereka, beliau malah meminta mereka semua mengambil wudu sebelum kakek memanggil mereka nanti. Setelah itu melakukan tadarus bersama, hingga azan maghrib berkumandang. K
Terkadang tangan kami tak perlu bermain, biarkan manusia yang mengambil peran kami sebentar.* * *Wira terluka di bagian pelipis, namun ia berhasil menyelamatkan Eiliyah. Wanita itu sekarang ditemani polisi wanita, sementara Wira memberi keterangan mengenai peristiwa yang terjadi.Setelah mendengar jeritan, si kuncir itu berusaha membuka gerbang dan menghambur ke dalam rumah. Beberapa detik saja ia terlambat, wanita itu mungkin bisa menjadi korban pemerkosaan. Untung saja Wira langsung menghajar mereka, di dalam rumah ada sekitar tiga orang yang terkejut melihat aksi Wira. Eiliyah diteriaki Wira untuk keluar dan berteriak meminta tolong pada tetangga, namun memang sial komplek perumahan masih di jam orang mengantor cenderung sepi. Namun Eiliyah juga tidak tinggal diam, dia berteriak meminta tolong sambil menelepon Polisi. Sementara Wira juga berusaha kabur dari mereka dan berhasil keluar, beberapa warga mulai datang menanyakan keribu
Manusia saat ini memang gila, hantu saja banyak dicari. Setelah kami menampakkan diri, mereka malah lari. Aneh! * * * Masih pukul delapan malam, ketika Aiza baru kembali dari menengok dua sejoli yang terlibat masalah di kantor Polisi. Sepanjang jalan bahkan hantu-hantu yang meminta tolong, membuat ia harus mengusir mereka terlebih dulu. Malam ini ia akan ikut patroli sekolah, bersama Kang Hermawan si penjaga sekolah yang baru. Lelaki itu entah kenapa jadi satpam, kalau iya dia memang penakut, Aiza jadi bingung sendiri. Sementara di ruangan kantor, mahluk tinggi itu masih ada di tempatnya, mempertanyakan kenapa dia berada di ruang ini pada malam hari. "Maaf sebelumnya, saya cuma menengok. Karena belakangan ini ada cerita dari anak-anak, bahwa mereka sering dijaili oleh salah satu penghuni sekolah ini. Apa anda tau sesuatu?" Aiza berdiri di depan makhluk bertinggi lebih dari dua meteran itu. Wujudnya seperti batang pohon namun memi
Waktu kami adalah malam, waktu kalian adalah siang. Jika kalian datang ke rumah kami pada malam hari, kalian adalah tamu yang tak diundang.* * *Ada yang bilang, 'apa yang tak terlihat bukan berarti tak ada.' Berprilakulah sopan dan santun, dimana pun kalian berada. Atau jika tidak, kami yang akan meminta sesuatu dari kalian!Sama seperti malam ini, aku kira hanya mereka yang akan datang. Tidak kusangka malah bertemu sesuatu yang tak di duga. Tepatnya di ruang kesenian, begitu aku dan Kang Hermawan melewati ruangan ini. Awalnya aku tidak mau menanggapi cerita lelaki itu, tapi karena aura ku nampaknya ia memanggil untuk memberi tahu keberadaanya.Ruang kesenian itu ada di lantai satu, sebelah kanan di ujung lorong paling akhir. Kata lelaki berkepala plontos dengan tubuh cukup terbentuk dan tinggi seratus tujuh puluhan itu. Ia sering mendengar suara musik gamelan dan gong, yang tiba-tiba memainkan sebuah lagu
Hidup bisa sangat terasa keras, membuat luka, dan menyimpan duka.Bagi yang tak pernah mempersiapkan diri, untuk membawa bekal diperjalanan ini.* * *Eiliyah berada di dalam kamarnya, Wira tak berani bertanya lagi setelah wanita itu turun dan langsung masuk ke dalam rumah. Bahkan ketika keluarganya mempertanyakan, apa pria yang mengantarkannya itu Wira. Eiliyah hanya tersenyum dan bilang, sudah malam jadi dia buru-buru pulang. Walau ayah mempertanyakan apa mereka berada dalam hubungan, Eiliyah tak menjawab dan memilih langsung masuk ke dalam kamarnya.Dalam gelap ia menangis, sedih dan kacau. Dia sadar semua ini terjadi karena ulahnya sendiri, tapi Eiliyah masih yakin bahwa hanya itu satu-satunya jalan agar ia bisa memastikan sesuatu. Bukan. Lebih tepatnya mungkin keinginan untuk, menghapus rasa bersalah dalam hatinya. Ia kembali menangis dalam kesendirian, di balik pintu kamar duduk berjongkok, sampai ia tertidur karena lelah
Bisakah kamu menanggungnya setelah mengetahui, dunia lain itu dan kau tak bisa menutupnya kembali.Resiko ini harus kamu tanggung, seumur hidup mu.* * *Lagi-lagi wanita itu seenaknya sendiri, apa dia sudah lupa dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Sekarang dia masih juga meminta hal yang sama pada ku.Eiliyah duduk menghadap Aiza yang sudah makin lelah sekarang, belum lagi waktu subuh yang terasa lambat ini makin membuat ia tertekan. Setidaknya si jangkung itu harus bisa mengulur waktu sebentar lagi.Kang Hermawan sepertinya tidak ingin terlibat, ia memutuskan tidur sebentar di pos jaga. Setidaknya ia tidak berada diantara perasaan buruknya saat ini, walau sepertinya ia merasa masih juga diikuti sesuatu. Sementara Eiliyah menunggu jawaban pasti dari Aiza, walau sudah jelas lelaki itu menolaknya dengan tegas."Kau tau konsekuensi apa yang akan di dapat, kalau sampai aku membuka m
Teman masa kecil yang kembali.* * *Satu Minggu setelah menutup mata ke enam, Aiza tak lagi bertemu dengan para makhluk dunia sana. Walau bapak masih sering merasakan kehadiran mereka, tapi beliau tidak membicarakannya. Kalaupun mereka datang ia telah membentengi rumah, dengan apa yang disarankan kakek atau ayah mereka.Namun rupanya itu membawa perasaan tak enak untuk Aiza, walau kakek bilang dia akan baik-baik saja Enah masih kawatir dengan keadaan Aiza. Hingga di tahun berikutnya kelahiran adik Aiza, juga membawa kabar yang memberatkan hati Enah. Tak jauh berbeda dengan Aiza dulu, Nayanika bisa melihat sosok tak kasat mata.Semua bermula saat Aiza di bangku menengah pertama, kakaknya itu baru saja masuk sekolah. Kegiatannya mulai membuat ia jarang ada di rumah, tentu saja Naya hanya seorang diri sebelum tahun besok ia juga masuk sekolah dasar. Tapi kebiasaan aneh Nayanika, sudah mulai terlihat sejak ia berumur
Tidak ada yang berubah, hanya keadaan yang membuat kita sedikit berbeda. * * * Setelah kejadian Taklif, pertemuan dengan Wa Ega, hingga kenyataan yang harus aku terima. Bahwa mata ke enam ini, memang sudah menjadi kehendak yang kuasa. Suka tidak suka, harus aku terima. Lebih tepatnya mungkin, mentalku sudah harus terbiasa bahwa penglihatan ini memang harus dimiliki. Tuhan pasti punya rencana, sayang entah apa itu yang belum dipahami. Pulang dari rumah Wa Ega, ibu memelukku erat-erat. Rasanya ada sesuatu yang membuatnya sesak, sepertinya tangis yang tertahan sejak dulu. Mata lelah dengan air mata dipelupuknya, dan wajah cemasnya. Apa lagi yang ku perbuat kali ini? Pikirku sudah kacau rasanya. "Mau ketemu kakek?" Ibu bertanya bahkan sebelum ia menyuruhku masuk ke dalam rumah. Apa beliau akan selalu tau seperti ini, walau aku tidak mengatakannya. "Kapan-kapan aja Enah, Za kan belum
Sulit bagi seseorang untuk menyadari, bahwa ia tengah jatuh cinta. Namun, jauh lebih sulit bagi seseorang untuk membuktikan bahwa ia setia. * * * Gua ada di depan rumah Aiza pagi ini, tapi tuh anak gak tau lagi ada di mana atau sama siapa. Bukan tanpa alasan juga kenapa pagi buta ada di rumah si jangkung itu. Ini karena semalaman tadi, Eiliyah gak bales chat atau angkat telepon gua setelah kejadian siang kemarin. Alasan yang masih sama sampai gua mulai gak ngerti sama pikiran sendiri, 'keinginan Eiliyah buat membuka mata batin dia yang ditolak Aiza tempo hari'. Adalah pemicu semua masalah, kenapa dia gak balas pesan dari gua. Dan penyebab yang paling jelas adalah, si jangkung yang melambaikan tangan ke arah gua dengan santuynya. Aiza! "Lu dari mana aja bangsat! Chat gak dibales juga lu!" Omel gua kesal karena hampir 30 menit ngejogrog di depan gerbang. "Hehehe, sori gua baru p
Tak ada yang tau bagaimana jalan cerita ini. Cerita hidupku, dan masa depanku. Maka dari itu aku butuh seseorang meyakinkan ku. Bahwa semua ini bisa kami jalani bersama. * * * Satu malam sebelum hari pernikahan tiba esok. Naya memilih duduk di kursi santai yang tepat menghadap kolam renang hotel. Tempat di mana acara pernikahan mereka akan dilaksanakan. Mungkin menakutkan ya memang, apa lagi pandangan mata Naya tidak sama seperti yang lainnya. Namun kali ini, dia merasa akan baik-baik saja. Salah satunya karena Aiza duduk di sampingnya. Malam itu langit bertabur bintang, cerah seperti yang mereka inginkan. Kedua kakak beradik ini akan terpisah jarak dan waktu. Tetapi bagi keduanya, tidak ada penyesalan yang harus mereka sesali. Sementara Nayanika menatap bintang, Aiza menunggu apa yang ingin adiknya itu sampaikan. Lelaki jangkung itu sedikit bingung. Untuk apa Naya memanggilnya tiba-tiba. Apa lagi di tempat sepert
Mungkin mata ku tidak akan bisa melihat mereka kembali.Tetapi, aku akan selalu menghormati keberadaan mereka.Mungkin tak dapat dilihat oleh mata, tetapi bisa di mengerti melalui Sang Pencipta.* * *Aku menelepon kakek dan menceritakan perihal mimpi itu. Tentang sosok yang kutemui, taman itu, dan dua gerbang dunia di sana yang berbeda. Air yang aku minum dan juga kulihat. Lalu kakek bilang aku sangat beruntung. Ada makna dalam mimpi tersebut, satu mengenai bagaimana caraku menggunakan kemampuan melihat makhluk itu. Kedua mengenai bagaimana selama ini aku membantu dengan kemampuan itu, dan yang ketiga adalah apa yang terjadi jika aku menggunakannya dengan tidak bijaksana. Juga, mengenai balasan apa yang akan diterima jika perbuatan kita baik atau buruk.Namun kakek mengingatkan bahwa, semua kembali pada cara ku memperlakukan kehidupan.Surya telah mengatakannya pada Enah dan Bapak. Aku mengantarkann
Aku tidak yakin. Tentang semua hal saat ini.* * *Setelah obrolan dengan Suryakanta, Nayanika duduk di gazebo halaman belakang di subuh hari. Ngeri betul kalau ada yang melihat gadis itu sendirian. Mereka pasti akan mengatakan ada penampakan kuntilanak. Walau sebenarnya memang ada sih di pohon besar sana. Di salah satu halaman tetanggangganya.Naya sudah kenal dengan sosok wanita itu. Tetapi berkat perlindungan kakek, dia tidak bisa masuk ke sini. Makanya sesekali Naya yang mengunjunginya. Hanya saja subuh ini mereka hanya saling menyapa lewat semilir angin."Aku gak mau canggum lagi di kantor, jadi. Malam ini aku mau ngomong sama kamu Nay!""Bentar. Ngomong apaan?""Tentang ucapan kakek atau Kak Aiza." Hening sejenak, "..walau tanpa restu mereka pun. Aku akan mengatakannya sama kamu Nay. Aku jatuh suka! Jauh sebelum ini. Saat kita masih di
Jika kakak tanyakan 'apa aku baik-baik saja?'Sebenarnya aku takut. Tetapi..Selama kalian bersama ku. Sesulit apapub itu, aku akan baik-baik saja.* * *Aku terkejut, tak berani menatap matanya ataupun melihat wajahnya. Kak Aiza mengatakan hal itu, seolah selama ini dia adalah beban untukku. Padahal, akulah yang menjadi bebannya selama ini.Sejak ia bisa melihat mereka. Sedetik pun, dia tak pernah absen mencemaskan keadaan ku. Bahkan di saat untuk pertama kalinya. Kami bisa berbagi cerita dan rahasia mengenai mereka. Kak Aiza harus bergelut dengan rasa takutnya sendiri.Benar. Aku tau Ka Aiza harus menutup indra ke enamnya karena ketakutan Enah. Bahkan ketika dia harus memilikinya kembali. Hal yang paling ia cemaskan adalah perasaan Enah. Bahkan aku juga yakin, saat ini kakak juga pasti memikirkan. 'Apa Enah akan mengetahui cerita ini. Sekali lagi?'.Aku tidak tau, bagaimana car
Sekali lagi. Ini terjadi, tetapi aku juga bertanya mengenai hal yang sama."Apa aku benar-benar telah kehilangan kemampuan itu?"* * *Jika dulu kemampuan itu membawa perpecahan diantara keluarga. Dan memilikinya kembali, juga menyatukan keluarga ini. Lalu kenapa aku merasa, justru ada yang hilang dan kehilangan arah ketika tak memilikinya?Bukankah dulu ketakutan terbesar karena memiliki kemampuan itu. Tetapi karena hal itu juga, aku bisa menolong banyak orang. Tidak. Bukan berarti aku kecewa pada keputusan ini atau.. mengapa harus sekarang kemampuan itu menghilang. Apakah kemampuan itu tidak akan kembali lagi, bahkan untuk selamanya kali ini? Bagaimana dengan Nayanika, adikku itu. Kenapa dia tidak berkata apapun jika memang benar dia sudah mengetahuinya.Tiga bocah itu! Apa mereka ada di sini. Di rumah ini? Aiza tiba-tiba bangkit dari rebahannya, lalu mengamati seisi ruangan televisi. Ia mengambil tongkat
Bolehkah, seseorang membagi tubuh dan jiwanya? Aku juga tidak mengerti menjawab perihal ini. Terlebih, setelah dunia itu tertutup kembali untukku. * * * Seva masih di sini. Dia tidak lekas menjawab perkataanku, yang tentu saja membuat rasa penasaran bertambah.Apa Niskala memang ada dengan meraka? Apa jiwa Niskala tidak tenang? Atau Seva hanya mempermainkannya saja, setelah mengetahui kebenaran dari nya? Aiza tidak yakin wanita di depannya benar-benar Niskala. Bukan kah Seva tidak bisa melihat mereka juga. Lalu, mengapa dia mengatakan hal itu? Apa Shin yang menyuruhnya untuk berakting. "Sepertinya, kau benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Tapi tenang saja hahaha, aku hanya bercanda Aiza!" seva tertawa di depannya, tapi aiza tidak tahu apa itu memang layak untuk ditertawakan. "Hah.. kau tidak suka rupanya, maaf. Tapi.. ya aku berharap kakak ku, Niskala. Memang masih berada di dunia ini." Ekspresi ga
Biarkan kebenaran yang berbicara, biarkan takdir menemukan jalannya.* * *Seperti yang Aiza katakan tempo hari, dokter mengatakan bahwa sore ini Aiza sudah dapat pulang. Masalah benturan di kepalanya tidak parah, kalaupun terasa pusing itu karena ia baru saja menjalani perawatan dan kondisi darahnya belum stabil. Tangan dan kakinya yang terluka juga sudah sembuh, bersyukurlah retakan kecil di kaki kirinya tidak parah dan gips telah membantu tulangnya untuk menempel kembali dengan sempurna. Selebihnya hanya resep dokter dan menjaga pola makan agar pasien bisa lekas sembuh serta beraktivitas seperti sebelumnya.Sampai saat ia pulang dan dijemput seperti janji sobatnya itu. Aiza masih belum menyadari sesuatu, bahkan ketika Naya bereaksi memegang lengan baju Aiza dengan erat. Lelaki jangkung itu malah berkata bahwa Naya seperti bocah yang takut hilang. Karena hal itu Naya melepaskan lengan baju Aiza dengan marah, dan memilih masuk mobil
Apa ceritanya akan kembali seperti dulu?Apa semua akan baik-baik saja?* * *"Kau tidak perlu cemas. Untuk saat ini, lebih baik begini. Kaka mu tidak perlu tau bahwa ia tidak bisa melihat makhlul-makhluk itu lagi. Mungkin dengan begini kesembuhannya akan lebih cepat."Naya melamun di depan layar laptop yang kini telah padam. Pikirannya sedang tidak berada di tempat rupannya, bahkan ketika Enah datang untuk menebus obat dan kembali, ia menyaksikan anak gadis nya melamun dengan pandangan kosong ke arah layar laptop yang mati. Wanita lima puluh tahunan berkerudung pich itu melirik Aiza yang juga sejak tadi mengamati adiknya. Kakaknya itu sudah memerhatikan tingkah adiknya sejak lima belas menit yang lalu. Bahkan ketika Enah datang dan melirik dengan pandangan bertanya padanya."Kenapa adik mu?"Begitulah makna tatapan matanya. Aiza menjawab dengan mengangkat kedua pundaknya jawaban tida
Aku mempercayainya lalu aku mengikutinya, karena aku meyakininya. * * * Seperti yang sosok itu katakan, aku tidak ragu untuk menutup mataku dan melangkah terus kedepan. Tidak peduli apa nanti akan tersesat atau tidak, dia bilang 'percayalah pada apa yang engkau yakini'. Lalu aku merasa walau mata tertutup, jalan itu membentang luas dipenglihatanku. Seolah sesuatu menarik dari arah depan sana, agar terus melangkah tanpa ragu. Lalu sayup-sayup suara doa-doa menggema, makin lama semakin terdengar jelas. Lagi-lagi seperti katanya, suara yang aku kenal dan kurindukan. Enah mengaji dan berdoa memanggil namaku berulang kali, hingga cahaya itu yang teramat menyilaukan membuat mata terbuka dan kulihat langit pucat ciri khas rumah sakit. "MasyaAllah! Alhamdulillah...Aiza! Aiza, ini Enah Za.MasyaAllah,bapak! Aiza bangun Pak!" Lalu suara bapak dan Naya juga terdengar, dan begitulah sampai akhirnya aku bena