Teman kecil yang menghilang, entah karena alasan apa.
* * *
Setelah kepergian paman Bushra, rumah di samping kami hening. Keluarga besar paman menjualnya, hingga pemilik baru datang. Kami masih tinggal bersebelahan, sayangnya ayah melarang untuk bermain kesana.
Pernah bertanya kenapa tidak boleh, padahal aku lihat ada tiga bocah asing di sana. Mereka tersenyum ketika aku mengintip ke halamannya, tapi bapak bilang tidak boleh. Karena bosan dan merasa kesepian, sering sekali mengendap-ngendap bertemu dengan mereka dan bermain di taman depan. Kebetulan ada taman yang sekaligus berfungsi, sebagai lapangan basket atau voli di depan rumah. Tentu saja aku mengajak mereka bermain di sana, ada perosotan dan ayunan, juga box pasir. Tetapi beberapa waktu aku pernah jatuh dari ayunan, karena salah satu dari mereka mendorongku terlalu kencang.
Beberapa kali ketika Enah sibuk di dapur, dan bapak yang masih bekerja.
Kami tak terlihat untuk sementara, tapi kami pasti kembali.* * *Pukul sebelas malam lewat beberapa menit, ketika mobil keluarga Aiza berhasil menepi di halaman sebuah pesantren. Mereka turun dengan Aiza yang terlelap tidur, rupanya seseorang telah menunggu mereka sejak tadi di depan pintu. Seorang wanita kisaran 40 tahunan, menyapa mereka berdua dan mempersilahkannya masuk.Mereka berdua nampak terlihat lelah, tentu bukan hanya karena fisik. Pria berjanggut menghela napas sejenak, sebelum akhirnya meminta saudara termuda mereka melakukan sesuatu pada mobil di parkiran sana. Entah doa apa yang dibacakan lelaki itu, sebelum mempersilahkan keduanya duduk setelah lima menit yang terasa berat dan panjang.Begitu mereka cukup tenang, wanita tadi membawakan air bening hangat dan beberapa cemilan. Sebelum mereka minum, lelaki berjanggut tadi membacakan doa yang ditiupkan pada airnya dan mempersilahkan keduanya minum.
Berdamai dengan keadaan dan kenyataan, lebih sulit ketika memotivasi diri sendiri. Terkhusus, orang yang pergi adalah seseorang yang paling kau sayangi. * * * Mereka duduk berhadapan setelah ucapan wanita itu, kembali mengusik ketenangan Aiza. Sengaja Aiza memilih tempat yang jauh dari jangkauan Wira, dan tak pernah dikunjungi lelaki itu. Kalau tidak mereka akan bertemu dan meributkan kembali, permasalahan yang tidak penting untuk Aiza. Dua cangkir kopi panas baru saja dihidangkan di atas meja, namun suasana ini jauh lebih pahit untuk Aiza. Wanita di hadapannya tak juga bergeming, walau ia mengatakan berbagai macam hal mengenai keinginannya untuk mengetahui dunia ini. Dunia yang justru terasa mencekam dan mengerikan bagi mereka yang memiliki mata keenam. "Jadi, kau ingin aku membuatmu bisa melihat hantu?" Aiza menatap tajam, sedangkan Eiliyah mengangguk menjawab. "Sudah kubilang sebelumnya. Tidak se
Jangan lihat! Jangan dengarkan mereka, mereka ingin kamu mati!* * *"Kenapa kamu tidak boleh berteman dengan kami?" Bocah tampan dengan rambut coklat dan pakaian kuno, duduk di samping ayunan dengan bocah berambut hitam."Iya Aiza, kenapa kau tidak boleh bermain dengan kami. Kalau kau tidak bisa bermain dengan kami, kau akan terus dipaksa oleh mereka untuk terus melakukan hal itu!" Bocah berambut pirang lainnya, berdiri di depan Aiza. Ia lebih tinggi dari bocah berambut hitam itu."Kau bisa ikut kami, kau mau bermain dengan kami terus kan?" Satu lagi duduk berjongkok dengan membawa boneka Teddy bear ditangannya. Gadis kecil berambut pirang tergerai, mata birunya menatap dingin penuh harap.Si bocah lelaki berambut hitam, duduk di ayunan nampak sedih dan bingung. Ia telah bermain terlalu sering dengan mereka, saat orang tuanya tak ada. Merekalah yang menemaninya, tertawa dan berbagi banyak cer
Setiap yang mati akan kembali ke asalnya. Kalaupun kau bertemu seseorang seperti yang kau kenal, dia bukanlah 'dia' yang sesungguhnya.* * *Aiza baru sadar setelah berlari jauh, bahwa motornya tertinggal di parkiran gedung cafe. Mau tidak mau ia harus kembali ke titik awal, walau enggan ia mencoba memberanikan diri kembali dengan menanyakan bagaimana keadaan di sana. Sesuatu yang sempat membantu Aiza menjelaskan, bahwa ia telah membereskan semuanya namun memang kali ini lawannya berhasil kabur. Ia juga mengatakan untuk tidak takut, pada makhluk seperti mereka.Setelah memastikan keamanan, Aiza berjalan menuju kafe tempat ia dan Eiliyah bertemu. Saat itu tepat sekali Eiliyah berjongkok di pinggir jalan, hingga menit berikutnya sebuah motor yang dikenali Aiza menepi dan memberikan helm pada wanita itu. Mereka pun pergi sementara Aiza memerhatikan dari jauh.Aiza bergegas menuju parkiran dan menghidupkan mesin motor
Kau pikir menyenangkan mengetahui kebenaran, tentu saja tidak. Apa lagi jika itu berhubungan dengan orang yang telah meninggal!* * *Wira menarikku ke belakang labolatorium IPA, ia datang dengan marah pagi ini. Tentu karena alasan yang sudah jelas, mempertanyakan mengapa aku bisa dengan wanita itu, kenapa aku meninggalkannya, dan alasan aku meneleponnya."Lu! Gua gak akan semarah ini kalau kejadian kemarin gak terjadi, tapi lu! Kenapa ninggalin Eiliyah sendirian di kafe! Apa maksudnya nyusuh gua jemput setelah lu, justru ninggalin dia. Lu pikir ini bisa bantu gua apa!" Wira menahan lengannya di dadaku dengan tujuan agar aku tidak kabur sebelum menjelaskan apapun padanya, tapi sungguh aku tidak berniat kabur sedikitpun saat ini."Lu mau introgasi gua, dengan cara begini?" Wira sigap menurunkan tangannya, tapi masih menatapku marah. "Gua jelasin, tapi pikir menurut akal sehat lu sendiri. Ketika gua ceritain, sama s
Pernah dengar kalimat ini,"Di akhirat, para penghuni neraka terbanyak adalah kaum hawa."Bukan maksudku menakuti, tapi.. mungkin ucapan itu ada benarnya.* * *Setelah kepergian Elmo, Berend, dan Lara. Hantu-hantu menakutkan mulai mengganggu ketenangan rumah, bahkan bapak yang biasanya abai ikut merasakannya juga. Rasa tidak nyaman yang aneh mengikuti aura rumah ini, dan kali ini Enah dan Bapak benar-benar meminta Wa Ega dan Wa Ratna untuk membantu mereka. Tepatnya seminggu setelah kejadian aneh mulai banyak terjadi di sekitar mereka. Enah mempertanyakan kembali pada apa yang dilihat Aiza kecilnya. Namun karena rasa takut akan mengalami kejadian buruk, Aiza memilih bungkam. Tapi ia selalu nampak ketakutan sekarang, selalu tak mau lepas dari Enah dan Bapak.Akhirnya Wa Ega mengusulkan bapak dan Enah untuk hijrah saja dari rumah itu. Lebih tepatnya pindah secepat mungkin, ke sebuah rumah yang sempat di
Kenapa begitu rumit hanya untuk mengatakan perasaan mu sendiri.* * *Si jangkung itu bilang bahwa Eiliyah menyimpan sebuah rahasia, sesuatu yang dia sembunyikan dari kami dengan wajahnya yang selalu tersenyum. Seperti sekarang ketika Aiza mengatakan pada ku, untuk selalu memperhatikannya. Eiliyah tak membahas mengapa ia ada di kafe sendirian tempo hari. Aku juga tidak bisa mempertanyakan alasannya, karena itu sangat tidak sopan. Ya, tidak sopan. Karena aku belum bisa mengutarakan perasaan padanya. Padahal si jangkung itu saja bisa berpikir langsung bahwa aku sangat menyukai Eiliyah."Beberapa hari kemari saya nonton film seru Kak, coba deh Kak Wira serching. Filmnya rekomen banget!" Ujar Eiliyah antusias sambil menikmati roti bakar, sebagai cemilan siangnya. Katanya dia sedang diet, tapi kenapa pilih roti coklat keju kacang sebagai topingnya?"Apa judulnya?""Lucifer. Kisah tentang keturunan
Benar. Kita tidak bisa paham, apa yang tak terlihat oleh mata. Tapi kita harus yakin, dunia di antara itu ada nyatanya.* * *Rumah sederhana itu ada di pinggiran kota kembang barat, seseorang sudah menyapa mereka ketika mobil baru saja terparkir di halaman. Wanita sepuh namun nampak masih sehat dan awet muda, tidak akan ada yang percaya kalau usianya sudah menginjak kepala delapan. Pakaian yang digunakan pun daster ibu-ibu rumahan biasa, namun roman wajah dan auranya sangat begitu berbeda.Di halaman rumah tumbuh bermacam-macam tanaman hias, Enah sampai kagum dengan anggrek yang bermacam-macam jenisnya. Ia bahkan iseng bertanya pada Wa Ratna, apa ibu tidak takut kalau tanaman semahal itu hilang. Tapi Wa Ratna malah tersenyum, "ibu bahkan mengikhlaskan kalau semua tanaman kesayangannya akan diambil orang. Asal orang itu, betul-betul mau merawatnya. Tapi ndak tau kenapa, gak ada yang berani ambil." Jawaban dari anak pemilik taman indah
Tak ada yang tau bagaimana jalan cerita ini. Cerita hidupku, dan masa depanku. Maka dari itu aku butuh seseorang meyakinkan ku. Bahwa semua ini bisa kami jalani bersama. * * * Satu malam sebelum hari pernikahan tiba esok. Naya memilih duduk di kursi santai yang tepat menghadap kolam renang hotel. Tempat di mana acara pernikahan mereka akan dilaksanakan. Mungkin menakutkan ya memang, apa lagi pandangan mata Naya tidak sama seperti yang lainnya. Namun kali ini, dia merasa akan baik-baik saja. Salah satunya karena Aiza duduk di sampingnya. Malam itu langit bertabur bintang, cerah seperti yang mereka inginkan. Kedua kakak beradik ini akan terpisah jarak dan waktu. Tetapi bagi keduanya, tidak ada penyesalan yang harus mereka sesali. Sementara Nayanika menatap bintang, Aiza menunggu apa yang ingin adiknya itu sampaikan. Lelaki jangkung itu sedikit bingung. Untuk apa Naya memanggilnya tiba-tiba. Apa lagi di tempat sepert
Mungkin mata ku tidak akan bisa melihat mereka kembali.Tetapi, aku akan selalu menghormati keberadaan mereka.Mungkin tak dapat dilihat oleh mata, tetapi bisa di mengerti melalui Sang Pencipta.* * *Aku menelepon kakek dan menceritakan perihal mimpi itu. Tentang sosok yang kutemui, taman itu, dan dua gerbang dunia di sana yang berbeda. Air yang aku minum dan juga kulihat. Lalu kakek bilang aku sangat beruntung. Ada makna dalam mimpi tersebut, satu mengenai bagaimana caraku menggunakan kemampuan melihat makhluk itu. Kedua mengenai bagaimana selama ini aku membantu dengan kemampuan itu, dan yang ketiga adalah apa yang terjadi jika aku menggunakannya dengan tidak bijaksana. Juga, mengenai balasan apa yang akan diterima jika perbuatan kita baik atau buruk.Namun kakek mengingatkan bahwa, semua kembali pada cara ku memperlakukan kehidupan.Surya telah mengatakannya pada Enah dan Bapak. Aku mengantarkann
Aku tidak yakin. Tentang semua hal saat ini.* * *Setelah obrolan dengan Suryakanta, Nayanika duduk di gazebo halaman belakang di subuh hari. Ngeri betul kalau ada yang melihat gadis itu sendirian. Mereka pasti akan mengatakan ada penampakan kuntilanak. Walau sebenarnya memang ada sih di pohon besar sana. Di salah satu halaman tetanggangganya.Naya sudah kenal dengan sosok wanita itu. Tetapi berkat perlindungan kakek, dia tidak bisa masuk ke sini. Makanya sesekali Naya yang mengunjunginya. Hanya saja subuh ini mereka hanya saling menyapa lewat semilir angin."Aku gak mau canggum lagi di kantor, jadi. Malam ini aku mau ngomong sama kamu Nay!""Bentar. Ngomong apaan?""Tentang ucapan kakek atau Kak Aiza." Hening sejenak, "..walau tanpa restu mereka pun. Aku akan mengatakannya sama kamu Nay. Aku jatuh suka! Jauh sebelum ini. Saat kita masih di
Jika kakak tanyakan 'apa aku baik-baik saja?'Sebenarnya aku takut. Tetapi..Selama kalian bersama ku. Sesulit apapub itu, aku akan baik-baik saja.* * *Aku terkejut, tak berani menatap matanya ataupun melihat wajahnya. Kak Aiza mengatakan hal itu, seolah selama ini dia adalah beban untukku. Padahal, akulah yang menjadi bebannya selama ini.Sejak ia bisa melihat mereka. Sedetik pun, dia tak pernah absen mencemaskan keadaan ku. Bahkan di saat untuk pertama kalinya. Kami bisa berbagi cerita dan rahasia mengenai mereka. Kak Aiza harus bergelut dengan rasa takutnya sendiri.Benar. Aku tau Ka Aiza harus menutup indra ke enamnya karena ketakutan Enah. Bahkan ketika dia harus memilikinya kembali. Hal yang paling ia cemaskan adalah perasaan Enah. Bahkan aku juga yakin, saat ini kakak juga pasti memikirkan. 'Apa Enah akan mengetahui cerita ini. Sekali lagi?'.Aku tidak tau, bagaimana car
Sekali lagi. Ini terjadi, tetapi aku juga bertanya mengenai hal yang sama."Apa aku benar-benar telah kehilangan kemampuan itu?"* * *Jika dulu kemampuan itu membawa perpecahan diantara keluarga. Dan memilikinya kembali, juga menyatukan keluarga ini. Lalu kenapa aku merasa, justru ada yang hilang dan kehilangan arah ketika tak memilikinya?Bukankah dulu ketakutan terbesar karena memiliki kemampuan itu. Tetapi karena hal itu juga, aku bisa menolong banyak orang. Tidak. Bukan berarti aku kecewa pada keputusan ini atau.. mengapa harus sekarang kemampuan itu menghilang. Apakah kemampuan itu tidak akan kembali lagi, bahkan untuk selamanya kali ini? Bagaimana dengan Nayanika, adikku itu. Kenapa dia tidak berkata apapun jika memang benar dia sudah mengetahuinya.Tiga bocah itu! Apa mereka ada di sini. Di rumah ini? Aiza tiba-tiba bangkit dari rebahannya, lalu mengamati seisi ruangan televisi. Ia mengambil tongkat
Bolehkah, seseorang membagi tubuh dan jiwanya? Aku juga tidak mengerti menjawab perihal ini. Terlebih, setelah dunia itu tertutup kembali untukku. * * * Seva masih di sini. Dia tidak lekas menjawab perkataanku, yang tentu saja membuat rasa penasaran bertambah.Apa Niskala memang ada dengan meraka? Apa jiwa Niskala tidak tenang? Atau Seva hanya mempermainkannya saja, setelah mengetahui kebenaran dari nya? Aiza tidak yakin wanita di depannya benar-benar Niskala. Bukan kah Seva tidak bisa melihat mereka juga. Lalu, mengapa dia mengatakan hal itu? Apa Shin yang menyuruhnya untuk berakting. "Sepertinya, kau benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Tapi tenang saja hahaha, aku hanya bercanda Aiza!" seva tertawa di depannya, tapi aiza tidak tahu apa itu memang layak untuk ditertawakan. "Hah.. kau tidak suka rupanya, maaf. Tapi.. ya aku berharap kakak ku, Niskala. Memang masih berada di dunia ini." Ekspresi ga
Biarkan kebenaran yang berbicara, biarkan takdir menemukan jalannya.* * *Seperti yang Aiza katakan tempo hari, dokter mengatakan bahwa sore ini Aiza sudah dapat pulang. Masalah benturan di kepalanya tidak parah, kalaupun terasa pusing itu karena ia baru saja menjalani perawatan dan kondisi darahnya belum stabil. Tangan dan kakinya yang terluka juga sudah sembuh, bersyukurlah retakan kecil di kaki kirinya tidak parah dan gips telah membantu tulangnya untuk menempel kembali dengan sempurna. Selebihnya hanya resep dokter dan menjaga pola makan agar pasien bisa lekas sembuh serta beraktivitas seperti sebelumnya.Sampai saat ia pulang dan dijemput seperti janji sobatnya itu. Aiza masih belum menyadari sesuatu, bahkan ketika Naya bereaksi memegang lengan baju Aiza dengan erat. Lelaki jangkung itu malah berkata bahwa Naya seperti bocah yang takut hilang. Karena hal itu Naya melepaskan lengan baju Aiza dengan marah, dan memilih masuk mobil
Apa ceritanya akan kembali seperti dulu?Apa semua akan baik-baik saja?* * *"Kau tidak perlu cemas. Untuk saat ini, lebih baik begini. Kaka mu tidak perlu tau bahwa ia tidak bisa melihat makhlul-makhluk itu lagi. Mungkin dengan begini kesembuhannya akan lebih cepat."Naya melamun di depan layar laptop yang kini telah padam. Pikirannya sedang tidak berada di tempat rupannya, bahkan ketika Enah datang untuk menebus obat dan kembali, ia menyaksikan anak gadis nya melamun dengan pandangan kosong ke arah layar laptop yang mati. Wanita lima puluh tahunan berkerudung pich itu melirik Aiza yang juga sejak tadi mengamati adiknya. Kakaknya itu sudah memerhatikan tingkah adiknya sejak lima belas menit yang lalu. Bahkan ketika Enah datang dan melirik dengan pandangan bertanya padanya."Kenapa adik mu?"Begitulah makna tatapan matanya. Aiza menjawab dengan mengangkat kedua pundaknya jawaban tida
Aku mempercayainya lalu aku mengikutinya, karena aku meyakininya. * * * Seperti yang sosok itu katakan, aku tidak ragu untuk menutup mataku dan melangkah terus kedepan. Tidak peduli apa nanti akan tersesat atau tidak, dia bilang 'percayalah pada apa yang engkau yakini'. Lalu aku merasa walau mata tertutup, jalan itu membentang luas dipenglihatanku. Seolah sesuatu menarik dari arah depan sana, agar terus melangkah tanpa ragu. Lalu sayup-sayup suara doa-doa menggema, makin lama semakin terdengar jelas. Lagi-lagi seperti katanya, suara yang aku kenal dan kurindukan. Enah mengaji dan berdoa memanggil namaku berulang kali, hingga cahaya itu yang teramat menyilaukan membuat mata terbuka dan kulihat langit pucat ciri khas rumah sakit. "MasyaAllah! Alhamdulillah...Aiza! Aiza, ini Enah Za.MasyaAllah,bapak! Aiza bangun Pak!" Lalu suara bapak dan Naya juga terdengar, dan begitulah sampai akhirnya aku bena