****Gadis itu diam saja, bingung mau menjawab apa atau bereaksi seperti apa. Bisa dikatakan bahwa saat ini Leon sedang melamarnya, tapi melamar dengan cara yang tidak romantis sama sekali. Dengan keadaan yang seperti ini, dan dia masih ragu pada Leon.Tidak, bukan ini yang dia inginkan. Dia belum mau menikah, apalagi menikah tanpa cinta. Tampaknya kejadian Levin, membuatnya trauma untuk melanjutkan hubungan dengan seseorang. Termasuk dengan Leon, kakak dari mantan tunangannya itu.Aileen seperti ini bukan karena dia belum move on dari Levin, tapi dia hanya menjaga hatinya dari disakiti lagi oleh orang lain. Selektif, pilih-pilih, tidak masalah kan? Sebenarnya dari segi wajah, mapan, Leon sudah lebih dari kata mumpuni. Namun, perasaan Aileen masih meragukannya, meragukan kata cinta dan memulai hubungan yang baru. Tapi sekarang ada janin yang mengikat mereka berdua, mau tak mau mereka harus menikah."Ai, aku tau apa yang ada dipikiranmu saat ini.""Apa yang kau tau?" tanya Aileen denga
Setelah memikirkannya selama 3 hari, akhirnya Aileen mengambil keputusan untuk menerima lamaran dari Leon dan itu artinya dia memutuskan untuk memberikan kepercayaan kepada pria itu. Kepercayaan, agar pria itu menjaganya seumur hidup."Apa maksudmu dengan mengatakan semua ini? Jelaskan, Ai!" seru lelaki itu dengan tegas."Kenapa kakak malah loading disaat seperti ini? Padahal aku sedang malas untuk menjelaskannya!" desah Aileen sambil merebahkan tubuhnya di sofa."Ai, Apa maksudmu... adalah kau menerima lamaranku?""Hem," balas Aileen singkat tanpa melihat ke arah Leon sedikitpun.Pipi Leon langsung bersemu merah bak tomat, lelaki itu terdiam dengan segala keterkejutannya. Dia merasa puas dan bahagia dengan jawaban Aileen. Tidak ada yang lebih membahagiakan daripada jawaban ini.'Aku baru tahu kalau pipinya bisa memerah' Aileen tersenyum melihat pipi yang memerah itu."Terimakasih. Aku berjanji, dan aku akan membuktikan bahwa aku akan menjagamu dan anak kita seumur hidup. Aku akan set
****Ada pepatah yang mengatakan bahwa semakin sering kita bersama dengan seseorang, maka semakin kita akan tahu bagaimana sifat asli seseorang itu. Begitulah yang saat ini dialami oleh Levin, dan keluarganya. Mereka sudah mulai mengetahui sifat asli Laura, yang selalu menjadikan hamil sebagai alasan untuk tidak melakukan aktivitas apapun. Bahkan, untuk sekedar pergi ke dapur saja Laura enggan. Entah mungkin ini yang namanya bawaan bayi, ataukah memang Laura menjadikan tampilannya sebagai alasan. Sehingga Sara mulai jengah dengan sifat menantunya ini dan di sisi lain Levin, bingung, harus membela ibunya atau istrinya. Inilah yang namanya dilema."Ya Tuhan, aku harus bagaimana?" gumam Levin sambil meraup wajahnya dengan kasar. Terlihat jelas bahwa lelaki itu sangat lelah, apalagi dia baru pulang bekerja. Namun, bukannya sambutan dari istri tercinta yang dia dapatkan, tapi malah kemarahan dan sesuatu yang menyebalkan. Sumpah, Levin mulai muak dengan semua ini, dengan
Tolong jangan beritahu siapapun kalau aku sedang hamil. Aku...aku malu mengungkapkannya. Aku mohon jagalah rahasia itu sebelum kita menikah Kak'Leon teringat kata-kata Aileen, yang memintanya untuk tidak memberitahukan dulu tentang kondisinya yang sedang hamil. Tentu saja Leon akan menjaganya. Dia akan mengatakan, pernikahan ini memang terjadi karena cinta."Aku akan menikah dengan Aileen."Seketika Levin terkejut, sampai dia berdiri dari tempat duduknya dan membuat kursinya jatuh ke lantai. Diantara semua orang, Levin lah yang paling terkejut. Laura tampak kesal melihat suaminya masih bereaksi dengan nama Aileen.Levin berusaha menenangkan dirinya dan kembali merapikan tempat duduknya yang terjatuh, lalu duduk diatasnya lagi."Hahaha...apa kau sedang bercanda Leon? Ini sama sekali tidak lucu. Sudahlah jangan membuat ibumu semakin mengkhayal, Nak." Marco terbahak, menertawakan perkataan Leon. Menganggap perkataan putranya sebagai candaan. Wajah Leon terlihat serius, tak bercanda sama
Dia memang sudah memperkirakan dan menduga sebelumnya bahwa Levin pasti akan marah, bahkan menentang keputusannya untuk menikahi mantan tunangannya. Tapi, Leon tetap dengan keputusannya yang tidak dapat diganggu gugat lagi. Tak peduli, dengan hubungan adiknya dan Aileen dimasa lalu. baginya masa sekarang adalah sekarang dan masa lalu adalah masa lalu.Levin tak mau terima itu, bahkan di hadapan seluruh keluarganya dia menolak tegas keputusan kakaknya untuk menikahi mantan tunangannya tersebut. Levin juga tidak mempedulikan perasaan Laura sebagai istrinya yang pasti sakit hati melihat suaminya masih memikirkan wanita lain. Apalagi saat ini kondisi Laura sedang hamil dan ibu hamil terkadang sensitif perasaannya."Mau kau setuju atau tidak dengan hubunganku dan Aileen. Hanya mama dan papa yang berhak memberikan restu, bukan kau!" ujar Leon seraya menatap tajam pada adiknya yang terlihat seperti orang patah hati itu."Lupakanlah masa lalu, Levin. Pikirkan istrimu yang saat ini sedang meng
Tanpa sepengetahuan Alvin atau Leon, Aileen berangkat menuju ke Paris. Dia tidak tenang sejak Alvin mengatakan bahwa disana Leon sedang berjuang untuk mengambil hati orang tuanya. Takut terjadi sesuatu pada Leon, akhirnya wanita itu memutuskan untuk pergi. Meskipun Leon dan Alvin melarangnya bepergian jauh dalam kondisi hamil muda seperti ini, apalagi saat ini Aileen suka mengalami morning sickness. Tapi, memang dasar wanita itu keras kepala. Dia tetap pergi ke Paris.Melakukan perjalanan selama berjam-jam, siang itu Aileen sampai di Paris. Dia bergegas langsung pulang ke rumahnya, toh di kampusnya juga sedang libur semester.Sesampainya dihalaman rumah, dia melihat papanya sedang memukuli Leon. Pria yang merupakan ayah dari bayinya itu sudah terlihat babak belur, bahkan darah basah terlihat pada beberapa anggota tubuhnya. Melihat Leon seperti ini, entah kenapa hati Aileen terasa sakit. Mungkin anak yang ada didalam perutnya, tidak mau melihat papanya terluka atau
****Diruang tengah mansion Denvier.Aileen, Leon, Ivana dan Edgar tengah duduk disofa ruang tengah itu. Edgar dan Ivana duduk disamping Aileen, yang artinya gadis itu berada ditengah-tengah kedua orang tuanya. Sedangkan Leon duduk dikursi yang ada dihadapan mereka bertiga.Edgar dan Ivana menatap Leon dengan tatapan tajam, tapi anehnya Leon sama sekali tidak merasa gugup apalagi takut dengan tatapan itu. Berbeda dengan adiknya Levin, pria itu kurang percaya diri dan selalu menundukkan kepalanya, saat ditatap seperti ini."Bisakah kau lebih dulu yang menjelaskan ini semua sayang?" tanya Edgar kepada putrinya dan meminta gadis itu untuk memulai penjelasan lebih dulu."Jadi begini...Ma, Pa...aku dan Kak Leon, kami jatuh cinta dan kak Leon menyusulku ke Amerika. Sebelum itu, kami memang sering bertukar pssan dan kami semakin dekat..."Aileen menceritakan tentang kisah cintanya yang didramatisir sedemikian rupa agar ibu dan ayahnya percaya bahwa mereka benar-benar akan menikah, karena sal
Edgar marah, kecewa, mengapa hal seperti ini harus terjadi kepada putrinya yang selama ini dia jaga baik-baik. Tapi, mau marah pun bagaimana? Dia dan Ivana dulu seperti itu, Arion juga sama. Apa hamil sebelum menikah adalah karma untuknya? Edgar sampai berpikir begitu, saking kecewanya dia. Sedangkan Ivana, dia juga merasa bersalah karena mungkin ini adalah karma dari apa yang dia lakukan di masa lalu dengan Edgar.Akhirnya Leon dan Aileen menceritakan segalanya kepada Edgar dan Ivana. Bahwa malam itu, Leon meminum obat perangsang yang dicampurkan ke dalam minuman oleh Ken. Minuman yang seharusnya diminum oleh Aileen, dan terjadilah malam yang panas itu.Leon juga meminta maaf karena dia sudah menodai Aileen sebelum menikah, sampai membuatnya hamil. Dialah yang bersalah sudah memaksa Aileen kala itu."Jadi, kalian menikah karena Aileen sudah hamil? Bukan karena kalian saling mencintai, seperti cerita yang kalian karang tadi?" tuduh Edgar kepada kedua orang itu."Salah satu alasannya m
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa