****Menempuh perjalanan sekitar 15 menit, akhirnya Levin sampai di rumah Aileen. Pria itu seperti seorang kekasih yang apel ke rumah kekasihnya. Bahkan dia memperhatikan pakaiannya kali ini. Dia yang tidak biasa memakai gel rambut, kali ini memakainya."Levin? Ada apa nak?" tanya Ivana saat dia membuka pintu rumahnya, dia melihat Levin datang terburu-buru dan tampak gelisah. Ivana pikir, mungkin ada sesuatu yang mendesak dan membuat Levin datang tiba-tiba malam-malam begini."Maafkan aku Bibi. Apakah Ivana ada di rumah?" tanya Levin terburu-buru."Maafkan bibi, hari ini dia tidak dirumah.""Apa dia pergi kencan buta, Bi?" pertanyaan Levin sontak saja membuat Ivana tercengang. Wanita lembut itu tersenyum tipis mendengarnya."Kencan buta?""Ma-maafkan aku Bibi, maksudku Aileen kemana?" ucap Levin meralat pertanyaannya, dia terlihat gagap karena sudah salah bertanya."Dia pergi bersama Selena," kata Ivana menjelaskan, sebelum Levin salah paham. Selena adalah anak Rick dan Julia yang art
****Malam itu Leon merebahkan tubuhnya diatas ranjang, sambil memandangi langit-langit diatasnya. Beberapa kali pria itu menarik napas dalam-dalam, seperti ada sesuatu yang berat dipikirannya. Ya, memang ada, janjinya pada Levin untuk tidak mendekati Aileen. Jika dia mendekatinya lagi setelah menyakitinya dan menyuruhnya pergi, bukankah dia akan menjilat ludahnya sendiri? Namun, kenapa sekarang dia malah memikirkan Aileen? Intinya, dengan siapa gadis itu pergi kencan buta."Sudahlah, lebih baik aku tidur! Pasti ada Levin yang bisa mengurusnya, sekarang gadis tengil itu adalah tanggungjawabnya. Aku tidak perlu peduli," ucap pria ini. Dia masih tidak mau mengakui bahwa dia penasaran dan peduli pada Aileen.Kesulitan memejamkan mata, akhirnya Leon memutuskan untuk melihat ponselnya, sekedar melihat media sosial atau apalah itu untuk menghilangkan rasa penatnya ini. Syukur-syukur kalau dia bisa memejamkan mata setelah melihat ponselnya.Namun, saat dia baru akan menyalakan ponselnya. Ada
****Entah apa yang membuat Leon tiba-tiba mencium bibir yang beraroma alkohol itu. Ia merasakan gelayar aneh saat melihat Aileen seperti ini, bahkan sekarang bagian bawah tubuhnya menegang karena Aileen.Lelaki itu masih belum melepaskan pagutannya dan Aileen juga tampaknya masih belum sadar dengan apa yang dilakukannya bersama Leon. Dia merasa ini mimpi, dan setengah sadar. Sedangkan Leon, pria itu sangat sadar, tapi dia terpengaruh oleh perasaan dan gairahnya.Sebelumnya Leon tidak pernah merasakan seperti ini kepada Aileen. Namun, tanpa disangka-sangka Leon si kulkas 12 pintu mencium Aileen lebih dulu.'Shit! Apa yang terjadi denganku? Mengapa aku tidak bisa berhenti?' Tangan Leon menyentuh lengan Aileen, mengelus lengan halus wanita itu yang telanjang. Sebab Leon melepaskan jaket jeansnya dan hanya menyisakan tank top disana."Aahh..." lenguhan Aileen terdengar semakin menggairahkan seorang Leon. Dinding dingin pertahanannya mulai mencair, sekarang dia dan Aileen merasakan sensas
****Akhirnya Leon membawa Aileen pulang ke rumahnya, sedangkan Levin mengikutinya dari belakang dengan mobilnya. Baik Levin dan Leon, keduanya fokus mengemudi. Apalagi Leon yang sangat memperhatikan laju jalannya, agar Aileen tidak terbangun. Namun, tampaknya Aileen sudah tertidur pulas karena pengaruh minuman setengah botol dan satu gelas kecil yang ditenggaknya tadi. Entah, apakah dia akan ingat dengan yang dilakukannya bersama Leon tadi. Bahwa mereka sudah berciuman dan itu adalah ciuman pertama mereka.Begitu sampai dihalaman rumah Marco dan Sara, Levin langsung turun dari mobilnya. Dengan cepat dia mendahului kakaknya untuk menggendong Aileen. Benar saja, Leon terlihat seperti akan menggendong Aileen saat dia membuka pintu mobil. Levin merasakan ada yang aneh dengan sikap kakaknya.Gadis itu tertidur pulas, sampai dia tidak sadar tubuhnya digendong oleh Levin. Bau alkohol begitu menyengat dari tubuh gadis itu, Levin bisa merasakannya."Dia m
****Kedua orang tua Levin dan Leon terperangah melihat kedua anak mereka tampak kompak memperhatikan Aileen yang tiba-tiba saja mengadu kesakitan."A-kwu tidak apa-apa." Aileen bicara sedikit tidak jelas karena dia merasakan sakit pada bagian lidahnya."Kalau kau tidak apa-apa, mana mungkin kau mengaduh kesakitan, Ai!" kata Levin cemas."Lidahku... tergigit, sakit." Akhirnya gadis itu mengatakan apa yang dia rasakan, ternyata lidahnya tergigit. Levin melihat lidah Aileen dari luar dan memang ada sedikit darah di sana."Astaga kenapa kau tidak berhati-hati nak? Apa sakit?" tanya Sara perhatian kepada Aileen."A-aku tidak apwa apwa..bibi." Aileen tidak mau membuat Sara dan Marco khawatir juga'Ivana, sepertinya kita akan benar-benar berbesan. Aku tidak sabar ingin membicarakan masalah perjodohan ini' kata Sara."Dasar ceroboh, lidah saja bisa tergigit," decak Leon terdengar seperti mengumpat. Akan tetapi, perkataannya terdengar oleh Aileen yang ada dihadapannya. Gadis itu langsung melo
Setelah mengambil ikat rambut Aileen dan bicara seperti itu kepadanya, Leon melangkah pergi dari sana. Meninggalkan Aileen yang masih berdiri disana, gadis itu mengepalkan tangannya sambil melihat punggung Leon dengan kesal."Dia pikir dia siapa, berani mengatur-atur soal rambutku?" gerutu gadis itu kesal.Aileen pun berjalan keluar dari rumah Marco, pandangannya tertuju kepada Levin yang saat ini sedang menunggunya didepan mobil."Ai, kemana ikat rambutmu?" tanya Levin begitu dia melihat rambut coklat Aileen yang tergerai panjang itu. Seingatnya, tadi gadis itu memakai ikat rambut dan mengikat rambutnya."Ini...si kulkas 21 pintu yang mengambilnya, menyebalkan," decak Aileen kesal sambil menyisir rambutnya dengan tangannya."Kak Leon?""Ya, dia bilang padaku kalau aku kelihatan gendut jika mengikat rambutku. Tapi, apa aku memang gendut, Kak?" Gadis itu memegang kedua pipinya seraya bertanya kepada Levin. Benarkah dia gendut?
****Jantung pria itu berdebar-debar saat mendengar ucapan Aileen yang sudah tidak perlu memikirkan apapun lagi, karena dia sudah memilki jawabannya. Padahal Levin sudah memberikan Aileen waktu untuk menjawabnya. Levin tau, tak mudah bagi Aileen menjawabnya, karena mungkin dihatinya juga masih ada nama kakaknya, Leonardo Abraham.Sebenarnya Aileen pun tidak menduga bahwa Levin akan memiliki perasaan padanya, bahkan dia sudah berniat serius dengannya menuju ke jenjang pernikahan. Akan tetapi, masih terlalu jauh untuk itu."Ai...kau bisa menjawabnya nanti-""Aku menolak."Bak tersambar petir disiang yang terik, Levin tercengang mendengar jawaban dari Aileen yang menyakitkan perasaannya. Dia benar-benar tersentak oleh penolakan Aileen dan wajahnya langsung berubah menjadi pucat. Beberapa orang disana mendengarnya di sana."Ai, a-aku sudah bilang kalau-""Aku menolaknya bila kau meminta pernikahan dengan cepat. Tapi, aku menerima untuk menjalin hubungan," kata Aileen memperjelas ucapannya
****Levin terkejut saat melihat lampu tiba-tiba menyala dan dia lebih terkejut lagi saat melihat kakaknya sedang duduk diruang tamu, seperti sedang menunggu kehadiran seseorang. Ya, mungkin lelaki itu memang sedang menunggu kehadirannya."Darimana saja kau baru pulang selarut ini Levin?"Pertanyaan yang dingin dan sorot mata tajam tertuju untuk Levin. Levin sendiri bingung, mengapa kakaknya bersikap seperti ini?"Apa ini? Kenapa kau seperti seorang ibu yang menginterogasi anak gadisnya yang baru pulang?" Bukannya menjawab, Levin malah melontarkan pertanyaan balik kepada kakaknya. Keningnya berkerut bingung. Dia melihat kakaknya beranjak dari tempat duduknya berjalan mendekatinya."Jawab saja. Darimana saja kau?" tanya Leon sinis. Padahal dia sudah tau jawabannya, kalau Levin pasti bertemu Aileen. Oh, atau mungkin mereka bermesraan, pikir Leon begitu."Aku mau kemanapun bukan urusan kakak.""Levinson Abraham!" ujar Leon
****Setelah melewati dua hari di Maldives, pagi itu Ivana mengajak Edgar untuk melihat matahari terbit dipantai. Dia sengaja' membangunkan suaminya pagi-pagi buta."Hubby, ayo bangun," bisik Ivana pada suaminya sambil mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.Merasakan sentuhan dipipi dan wajahnya, lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Dia melihat sang istri sedang tersenyum padanya, bibir wanita itu tampak merah, sepertinya Ivana memakai make up. Bahkan istrinya itu masih memakai pakaian tidur."Sayang? Kau memakai make up? Kau mau kemana sepagi ini, hem?" ucap Edgar seraya bertanya pada istrinya dengan terheran."Ayo, kita akan melihat matahari terbit! Sebelumnya kita melihat matahari terbenam, sekarang giliran kita melihat matahari terbitnya!" seru Ivana dengan senyuman semangat dibibirnya. Edgar balas tersenyum lembut, dia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.Seketika senyumannya menghilang saat dia merasakan pipi istrinya terasa dingin."Sweetheart, tubuhmu dingin? Apa kau tid
Selagi para pria berada diluar, Aileen dan Laura berasa didalam ruangan itu untuk mengobrol. Banyak sekali hal yang ingin Laura katakan pada Aileen."Aileen, aku sangat sangat berterima kasih kepadamu. Jika bukan karena kau, Levin, mama Sara dan yang lainnya pasti tidak akan memberiku kesempatan kedua. Terimakasih, karena kau sudah sudi memaafkan semua kesalahanku."Laura mengenggam tangan Aileen, matanya berkaca-kaca penuh haru saat menatap wanita berhati mulia dihadapannya ini. Wanita yang sudi memaafkan semua kesalahannya dan memberikan kesempatan kedua. Dia merasa bersalah, karena selama ini sudah mencelakai Aileen dengan mengambil kebahagiaannya."Aku menyesal, kenapa aku merebut Levin dari-"SsttAileen langsung meletakkan jari telunjuknya pada bibir Laura, dia menggelengkan kepalanya dan meminta Laura untuk tidak melanjutkan perkataannya."Jangan bahas masa lalu kak. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Mungkin ini adalah takdir Tuhan untuk kita. Takdir kakak bersama Levin
Sekarang semua keluarga Denvier sudah berkumpul di rumah sakit, termasuk Aldrich yang berada di Amerika. Dia terbang secepat mungkin ke Paris, setelah mendengar berita tentang ibunya yang koma.Aileen dan Aldrich sangat sedih begitu mengetahui ibu mereka sakit parah dan sekarang wanita yang melahirkan mereka itu sedang bertaruh nyawa di dalam ruangan tempatnya berada."Kenapa papa tidak memberitahuku dan Aldrich kalau mama sakit? Kenapa Pa?" jerit Aileen dengan berurai air mata, dia terlihat terguncang mendengar ibunya sakit. Edgar sendiri terlihat diam, pria paruh baya itu masih tampak syok. Sejak 2 hari yang lalu istrinya terbaring koma."Ai, jangan salahkan papa. Mama yang meminta papa dan kami untuk merahasiakan ini darimu dan Aldrich. Mama tidak mau kau dan Aldrich kepikiran," ucap Arion jelaskan kepada adiknya untuk tidak menyalahkan Papanya lagi. Karena, yang paling terguncang dengan keadaan ibu mereka adalah ayah mereka.Lihat saja, Edgar
Setelah istrinya disuntikan obat-obatan, tak lama kemudian Ivana langsung tidak sadarkan diri. Denyut jantungnya melemah, ternyata tubuh Ivana tidak merespon dengan baik kemoterapi kedua ini. Dia langsung berikan penolakan dan saat itu juga Ivana berada dalam keadaan kritis. Dia tidak sadarkan diri dan dokter mengatakan kalau dia sedang koma.Edgar menangis meraung-raung, tak percaya dengan fakta ini. Dia bahkan menyesali keputusannya membujuk Ivana kemoterapi kedua."Istriku masih bisa sadar kan, dok? Katakan padaku, sialan!" teriak Edgar kepada dokter Wayne, dengan berurai air mata."Saya tidak yakin, Pak." Wayne menatap Ivana yang tak sadarkan diri diatas ranjang tersebut dengan alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya, untuk menopang kehidupannya.Edgar dapat menangkap kepasrahan pada perkataan Wayne, dan dia tidak menerima itu. Edgar langsung menarik jas dokter milik Wayne dengan kasar."Jangan bicara seperti itu. Katakan yang jelas! Kau ini adalah dokter spesialis kanker terbai
Disaat Aileen sedang dalam perjalanan menuju ke London bersama suaminya, Ivana sedang berjuang melawan efek kemoterapi yang luar biasa menyerang anggota tubuhnya. Dia kesakitan, berkeringat, mual, muntah, mudah lelah, rambut rontok, imunitas tubuh menurun drastis.Terkadang Ivana ingin menyerah, tapi dia tidak tega melihat suami, anak sulung dan menantu perempuannya yang berusaha agar dia sembuh. Hari ini Ivana akan melakukan kemoterapi yang kedua, Edgar, Emily dan Arion berharap agar keadaan Ivana segera membaik."Sweetheart, tenanglah...aku ada disini."Ivana tersenyum lembut pada suaminya, dia membalas genggaman tangan suaminya dengan lembut. Wanita yang rambutnya sudah dipotong pendek itu, menatap sang suami dengan sendu."Aku akan baik-baik saja, aku akan kuat demi dirimu dan anak-anak. Tapi jika aku-""Kau akan baik-baik saja. Jangan katakan apapun, sweetheart!" sela Edgar sambil mengecup pipi Ivana dengan penuh kasih sayang. Matanya penuh cahaya pengharapan, dia berharap istrin
Edgar tak henti merutuki dirinya dalam hati, dia sangat menyesal sudah berpikiran yang bukan-bukan terhadap istrinya. Tanpa ia ketahui selama 1 bulan ini, Ivana menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri.Dia paham, kenapa Ivana sampai menyembunyikan hal sebesar ini dari semua orang? Itu semua karena sifatnya, yang tidak ingin semua orang menjadi khawatir kepadanya."Pa, aku akan menghubungi Aileen dan Aldrich.""Jangan, A."Suara Ivana terdengar lirih, namun membuat kedua pria itu terkejut mendengarnya. Mereka melihat ke arah wanita yang terbaring diatas ranjang itu. Dia perlahan mulai membuka matanya."Sweetheart, kau sudah siuman?" Edgar mendekati wajah sang istri dengan berlinang air mata. Ivana tahu, pasti Edgar dan Arion seperti ini karena mereka sudah tahu tentangnya.Bibir Ivana mengulum senyuman yang memperlihatkan ketegaran. Hebatnya wanita itu bahkan tidak menangis didepan suami dan putra sulungnya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan orang-orang yang dia cintai.
Siapa yang tidak mau dicintai secara ugal-ugalan dan diratukan oleh suaminya sendiri? Ya, itulah yang dirasakan oleh Aileen saat ini. Apa-apa Leon, ini itu Leon, segala keinginannya yang kadang aneh-aneh juga terpenuhi oleh suaminya.Punya suami tampan, kaya, baik, walaupun agak dingin, tapi perhatian adalah berkah terindah dari Tuhan yang Aileen dapatkan. Plus, suaminya memang cinta pertama Aileen dari zaman kanak-kanak."Ayo ganti bajumu. Aku akan mengantarmu ke kampus," kata Leon kepada sang istri sambil membawakan piring cucian ke wastafel untuk dia cuci.Aileen langsung menggelengkan kepalanya. "Eh? Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Kata Pak Evan, kau ada rapat penting dan kau haru bersiap. Kalau kau mengantarku, kau akan terlambat!""Tidak ada pergi sendiri Baby. Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus, lalu pergi ke kantor," sahut Leon sambil menggerakkan tangannya untuk mencuci piring. Dia meletakkan piring cuciannya pada tempatnya j
Perubahan Ivana akhir-akhir ini membuat Edgar curiga dan meminta seseorang untuk menyelidiki Ivana. Istrinya itu tak lagi bersikap mesra padanya, apalagi setiap kali Edgar mengajak Ivana berhubungan intim. Wanita itu selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Kini semua kecurigaan Edgar terkuak saat orang suruhannya menyerahkan beberapa foto yang menunjukkan kebersamaan Ivana bersama seorang pria bernama Wayne yang merupakan seorang dokter disebuah rumah sakit."Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Ivana? Apa karena aku sudah tua? Jadi aku tidak bisa memuaskanmu lagi?" cecar Edgar murka, setelah dia melempar foto-foto itu ke wajah istrinya.Ivana melihat foto-foto yang menunjukkan kedekatannya dan Wayne di sana, foto-foto tersebut menunjukkan banyak layar rumah sakit. Hatinya berdebar, dia takut kalau suaminya akan tahu apa yang dia lakukan di rumah sakit itu."Aku tidak pernah selingkuh darimu, Hubby.""Persetan dengan semua yang kau katakan! Buktinya sudah ada didepan mata. Kau seri
****Sakit hati Laura diabaikan oleh suaminya seperti itu. Disaat dia sudah menyadari semua kesalahannya dan dia tidak mau berpisah dari Levin, meskipun nanti bayi mereka sudah lahir ke dunia.Dia berusaha untuk kembali meraih kepercayaan Levin kembali, tapi nyatanya tidak mudah. Levin malah semakin menjauh darinya. Lelaki itu hanya perhatian kepadanya saat bersama keluarganya saja. Bicara pun seperlunya."Aku harus meminta maaf pada Aileen dan mengakui semua kesalahanku. Aku belum sempat bertemu dengannya dan meminta maaf. Aku akan mengakui segalanya pada Aileen," gumam Laura sambil mengusap basah disudut matanya."Laura, kau sedang apa di sini nak? Apa kau tidak ikut dengan Levin?" Sara menghampiri menantunya yang sedang berada di dapur seorang diri."Ah.. tidak Ma. Aku lelah, jadi aku di rumah saja."Suara Laura yang terdengar serak itu menimbulkan kecurigaan Sara. Dia merasa Laura sedang menangis, karena Laura bahkan tak berani melihatnya, menunjukkan wajahnya."Laura, kau kenapa