Hari ini, tepat ketika perjanjian kontrak pernikahan antara aku dan Andien akan berakhir, aku dihadapkan pada kenyataan pahit. Andien akan melahirkan anak hasil hubungan gelapnya dengan pria lain, dan aku diharuskan berperan sebagai suaminya yang berbahagia di hadapan orang-orang. Entah mengapa, Tuhan mempertemukan aku dengan perempuan sepertinya dalam kontrak pernikahan. Bahkan saat itu, aku masih harus menemani Andien dalam proses persalinannya di rumah sakit. Aku tak bisa membayangkan betapa hancurnya hatiku saat itu, tetapi aku tahu harus tetap tegar dan menyelesaikan kontrak pernikahanku dengan dirinya.Sebagai seorang lelaki yang menjunjung tinggi harga diri, rasanya sulit sekali menerima permintaan Andien untuk tetap mempertahankan kontrak pernikahan ini sampai waktu yang ia inginkan. "Apa ini adalah sebuah karma yang harus aku hadapi saat ini? Aku benar-benar merasakan sakit hati bagaimana dikhianati oleh istriku saat ini, bahkan aku harus memberikan namaku di belakang ana
Aku merasa sangat terkejut mendengar ucapan Andien. Benarkah ini? Sungguh tak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa Andien akan melakukan hal ini padaku dan ibuku. Tatapan penuh kebencian itu menusuk hatiku. Aku tidak menyangka dibalik wajah lembutnya, ternyata Andien memiliki tabiat buruk dalam memperlakukan kami saat itu."Apa salahku sehingga dia begitu membenci diriku?" batinku saat melihat tatapan Andien yang ditujukan kepadaku saat dia mengusir diriku.Dengan geram, Andien akhirnya menarik koper kami keluar dari rumahnya. Ibuku yang saat itu tampak sedang panik dan cemas, lantas mencoba memohon agar Andien mengampuni kami. "Tolong jangan usir kami, Nak Andien. Tolong kamu maafkan kesalahan Raka, berikan kesempatan kepadanya untuk memperbaiki kesalahan yang dia lakukan," ibuku memohon dengan suara tercekat. Aku sungguh tak tega saat melihat ibuku saat itu memohon kepada Andien untuk tidak mengusir dirinya.Andien tak berperikemanusiaan, wajahnya mencibir begitu melihat perjua
Aku, Raka, merasa tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dua orang yang menghampirinya dan menyatakan niat mereka untuk menyita seluruh aset perusahaan guna menutupi hutang Andien pada perusahaan miliknya yang lainnya."Tidak mungkin! Bagaimana ini bisa terjadi? Apakah Andien sengaja menyerahkan perusahaan yang sedang berada dalam masalah ini kepadaku? Sepertinya dia telah merencanakan segalanya dengan sangat cermat," gumamku dalam hati. Wajahku terlihat pucat dan peluh mulai mengucur membasahi wajahkunynaag sudah seperti benang kusut. Namun, diriku mencoba untuk tetap tenang. Aku tahu harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki situasi ini, tapi aku merasa sangat terpuruk dan tidak tahu harus mulai dari mana.Orang-orang yang menghadap diriku dengan penuh intimidasi meminta agar diriku segera menyerahkan perusahaan dan meninggalkannya dalam waktu dua kali dia puluh empat jam.Mereka mengancam akan segera memproses peralihan kepemilikan perusahaan tersebut jika Raka tidak seg
Jantung Raka berdegub kencang saat mendengar apa yang dikatakan oleh Andien. Tak pernah ia menyangka Andien sekarang begitu licik, mempermainkannya.Ingin sekali Raka menegaskan, Andien sebagai mantan istrinya seharusnya mau memberikan perusahaannya yang lain sebagai gantinya atas perjanjian yang sudah mereka sepakati bersama."Apa maksud ucapanmu? Kau tak mau mengganti perusahaan milikmu yang lain kepadaku? Tidak akan kubiarkan itu terjadi," ujar Raka dengan menatap tajam wajah Andien yang saat ini terlihat tersenyum mengejek wajahnya. "Benarkah? Lantas kamu akan melakukan apa, Mas?" tanya Andien dengan tatapan mencemooh. Wajah Raka terlihat sangat kesal ketika Andien mulai mengejeknya. Di benaknya, berkecamuk berbagai perasaan, amarah yang ingin meluap dan rasa takut akan masa depannya. "Bagaimana aku bisa menghadapi semua ini? Aku tidak punya kekuatan untuk menghadapi kelicikan mantan istriku ini," batin Raka. Dia merasa diperlakukan seperti pion dalam permainan catur kejam yan
Aku terkejut saat mendengar Andien, mantan istriku, mengungkapkan sesuatu yang tak pernah aku duga sebelumnya. Dia mengatakan bahwa rumahku ternyata telah dibeli oleh mantan istriku sendiri. Aku langsung merasa penasaran dan ingin tahu lebih jauh. "Maksudmu siapa?" tanyaku, menatap wajah Andien dengan ekspresi ingin tahu. Andien menelan ludah sebelum menjawab pertanyaanku, "Ibumu menjual rumah itu pada mantan istrimu dan mantan sopir kita. Arief yang memiliki banyak tabungan, akhirnya dia membayar rumah tersebut dan kini rumah kalian menjadi miliknya. Ibumu yang gelap mata akhirnya menjual rumah itu kepada Arief, mantan sopirku." Rasanya seperti dunia ini seolah runtuh dalam sekejap saat mendengar ala yang dikatakan oleh mantan istriku kepadaku.Deg!Degup jantungku semakin kencang dan aku merasa marah sekaligus bingung. "Bagaimana bisa?! Bagaimana bisa ibuku menjualruamh itu pada dirinya? Apa saat ini aku dipermainkan oleh takdir? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku pun sepe
Aku, Arif, terpana melihat Raka berjalan sendiri di jalan sambil melamun. Begitu larutnya hingga hampir saja aku menabraknya, untung saja insting cepat kuatir membuatku mengerem mendadak. Setelah memastikan Raka baik-baik saja, aku mengajaknya untuk makan bersama, berharap aku dapat membantu meredakan keresahan yang sepertinya sedang menyelimuti pikirannya. "Ada apa dengannya? Sepertinya ada yang berbeda," gumamku dalam hati. Tanpa terasa, percakapan mengalir begitu saja dan Raka pun terbuka mengenai cerita sedihnya yang tak pernah terduga. Aku bahkan terperangah saat Raka bercerita bahwa dia baru saja bercerai dengan Bu Andien, mantan bosku.Beberapa waktu lalu, mereka masih terlihat sangat bahagia bersama. Aku sempat bertanya-tanya apa penyebab perceraiannya. Namun, apa yang lebih mengejutkan lagi adalah ketika Raka mengaku bahwa dia tidak memiliki tempat tinggal.Semakin aku mendengar kisahnya, semakin terasa miris dan iba hatiku. Aku merenung sejenak, mencoba merangkai kejadia
Aku, Raka, terperangah saat mendengar pengakuan yang Arif sampaikan kepadaku. Betapa tidak, kebenaran mengenai rahim Kalea yang sebenarnya tidak diangkat membuatku terpukul dan sulit untuk mempercayainya.Ternyata selama ini, ibuku telah berbohong kepadaku. Bagaimana mungkin aku bisa begitu percaya dengan ucapan ibuku yang, waktu itu, bersekongkol dengan seorang dokter yang menggantikan dokter Ridwan di rumah sakit itu. Aku merasa frustrasi dan hampir tak bisa menerima kenyataan saat Arif mengungkapkan semua itu kepadaku. "Mengapa Mama begitu tega melakukan ini padaku dan Kalea? Apakah ini memang rencananya sejak awal?" gumamku dalam hati, merasa tertipu oleh orang yang seharusnya paling aku percayai. Arif menceritakan secara detail kejadian saat itu, tak ada yang dia sembunyikan ketika dia mengungkapkan semuanya. Di dalam hati, aku merasa semakin hancur mendengar kebenaran ini. "Bagaimana aku bisa memaafkan Mama setelah kejadian ini? Apakah Kalea akan mampu melupakan semuanya d
Aku, Raka, saat itu mendengar sekilas tentang Arif yang sedang menelpon seseorang. Entah mengapa, perasaan aneh muncul di benakku, seolah yang dia telpon adalah Attala, suami Rania.Aku ingin sekali mengonfirmasi perasaan ini, ingin menanyakan kepada Arif siapa sebenarnya yang sedang dia telpon. Namun, aku ragu. Aku takut jika nanti Arif tersinggung dan membuat diriku kehilangan kesempatan untuk bekerja di perusahaan tempat Arif bekerja saat ini. Apakah benar yang dia telpon adalah suami Rania? Ataukah ini hanya perasaanku saja? Arif mulai berpamitan kepadaku. "Maaf Raka, aku harus kembali ke tempat kerja, bosku sedang menelpon," ujarnya. Aku tersenyum tipis, menahan rasa penasaran yang mengusik hatiku.Tak lama kemudian Arif pergi meninggalkanku. Aku terdiam, melihat punggung Arif yang semakin menjauh. Entah apa yang harus kulakukan, mungkinkah aku salah? Aku tersentak dari lamunan, sejenak melupakan perasaan cemas yang tadi menggangguku. Kemudian aku kembali untuk menyusul ibuku,