Home / Pernikahan / Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu / Part 156. Pada Hitungan Ketiga

Share

Part 156. Pada Hitungan Ketiga

last update Last Updated: 2023-04-08 02:45:29

Pada hitungan ketiga, lampu pun dimatikan, bersamaan dengan diputarnya jejak rekaman.

"Bagaimana, Pak? Sekarang bapak sudah tahu 'kan bagaimana liciknya Bapak Arjuna selama ini. Bermain persen biar bisa cepat kaya," ucap Bram.

Rentetan kata yang terucap dari mulut berbisa Bram setelah selesai menjelek-jelekan Arjuna dan menuduh direkturnya itu korupsi dari uang kerjasama.

Dibalik pantulan cahaya rekaman video yang terputar, wajah Bram berubah 360°. Sorot matanya tampak tajam menatap Arjuna yang tersenyum.

"Huuuuuuuuu … yang licik nuduh licik."

Mendengar sorakan yang sesuai dengan ekspektasi, MC pun memberhentikan pemutaran video sementara.

"Para hadirin harap tenang, videonya belum usai." Suara MC membuat sorakan tadi terhenti seketika.

"Mari kita lanjutkan ya! Simak baik-baik!"

Rekaman video pun berlanjut dalam keremangan.

"Saya melakukan hal ini karena saya tidak ingin bapak terus-terusan menjadi korbannya. Padahal bapak sudah percaya penuh pada perusahaan ini. Jangan sampai karena
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 157. Kejadian Naas

    "Pak, semuanya udah pada bubar!" ucap seseorang seraya memukul pelan pundak Bram yang masih bergeming.Bram tersentak dari lamunannya. Menyisir ballroom yang hanya ada hitungan orang saja."Oke, nggak perlu aku pikirkan mereka itu. Mungkin ini salah satu cara mereka mengambil muka di depan para klien yang diundang. Atau bisa jadi … Nggak! Aku harus mawas diri." Bram membatin."Dan, untuk urusan Ratna dan Devina akan aku temui esok hari. Semoga saja mereka sudah pulang ke rumah.""Ini bukan akhir segalanya."Bram berpura-pura memperbaiki dasi yang tak rusak, serta tampak mengatur napasnya. Tak berapa lama, Bram pun ikut meninggalkan ballroom yang menjadi saksi prestasi terbesarnya, malah sebaliknya, menjadi saksi kehancuran dirinya secara langsung. Meskipun tak ada satupun sikap arogan ataupun cacian dari Jayanto dan Arjuna.***"Saya ingin Bram dihabisi saat itu juga. Setidaknya, sebuah tamparan berhak dia terima," ucap Jayanto menggebu."Jangan, Pak. Tangan Anda terlalu berharga jika

    Last Updated : 2023-04-10
  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 158. Berdamai Bukanlah Perihal Mudah

    Tampak Arjuna berhenti mendadak, Jayanto pun merasa heran."Kenapa, Ar?" tanya Jayanto saat hendak melewati Arjuna."Ada perlu, Pak. Bapak duluan saja!" serunya.Jayanto yang dipegangi kedua bodyguardnya pun tetap melanjutkan langkah keluar dari hotel.Ratna terkejut seraya menatap lekat Arjuna."Kenapa, Mas?" tanyanya.Arjuna mengedipkan dua kali matanya lalu menggerakkan bola matanya ke arah samping. Ratna yang seolah paham pun langsung membungkuk ke arah Devina."Na, mama sama Oom Arjuna ngomong di sana sebentar, ya. Nana tunggu di sini. Mama nggak lama."Devina mengangguk setuju. Keduanya pun langsung menjauhkan diri dari posisi Devina berdiri."Kenapa, Mas? Kamu jangan bikin aku makin deg-degan," bisik Ratna."Sorry. Soalnya aku baru ingat, kalau seandainya benar Bram yang tertabrak bagaimana?""Ya nggak masalah, mungkin itu sudah takdirnya," sahut Ratna cepat."Bukan, maksud aku bukan itu.""Lalu apa, Mas? Itu Devina ngelirik arah sini. Kamu mau ngomong apa sebenarnya?" desak Ra

    Last Updated : 2023-04-11
  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 159. Ini Sudah Direncanakan, Bukan?

    Arjuna tak langsung merespon apa yang ditanyakan Ratna. Dia melangkah agak menjauh dari teras IGD dimana Bram ditindak. Mata Wati yang menatap tajam turut menjadi salah satu alasan Arjuna memilih menjauh."Mas … Kamu masih disana 'kan?""Iya, aku masih disini. Ini lagi menjauh, soalnya mantan mertua kamu ngeliriknya tajam banget. Seram.""Udah disana mamanya Mas Bram? Siapa yang ngabarin?""Kayaknya tahu dari berita televisi, Rat.""Maksud kamu? Diantara wartawan yang ada di hotel tadi itu, ada yang siaran live?""Begitu sepertinya. Soalnya nyampe rumah sakit mama Bram tadi …."*"Oh, jadi kamu sengaja membuat anak saya malu secara terang-terangan. Hah?" Suara Wati menggelegar membuat semua mata yang ada di sekitar IGD menoleh ke sumber suara. Bahkan, ada juga yang mendekat saking penasarannya.Arjuna berusaha mengontrol emosinya. Meskipun Bram sudah begitu jahatnya pada dirinya, akan tetapi Arjuna tidak ingin meluapkan emosinya pada Wati."Sudah, Bu. Jangan main tuduh. Sekarang mendi

    Last Updated : 2023-04-12
  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 160. Dipikir Nerima Doang Itu Gampang!

    Tiga orang di sana saling menatap. Penuh arti.Mendapati tak ada sahutan dari lelaki yang memakai rompi kebesarannya itu. Wati kembali bersuara."Kenapa diam, Dok? Anak saya bagaimana? Lihat itu! Dia terdiam. Kenapa dia tidak bersuara?"Emosi Wati benar-benar tidak bisa dikontrol lagi. Tangisnya menjadi, suaranya makin menggelegar."Bu, sini ikut saya!" Sang perawat mendekat.Namun, Wati menjauhkan posisinya."Buat apa saya ikut? Kalian di sini belum menjawab apa yang saya tanyakan. Atau kalian ingin mengatakan jika anak saya sudah mati, begitu?" serang Wati.Bukannya marah ataupun terlihat emosi, sang perawat yang berwajah teduh itupun menggelengkan kepala."Pasien masih selamat. Akan tetapi, ada beberapa hal yang ingin disampaikan dokter sama ibu. Mari ikut saya!" ajaknya tak pantang menyerah. Sang perawat itupun memegang kedua bahu Wati, menuntunnya ke dalam sebuah ruangan.Dengan jantung berdebar tak beraturan serta emosi yang belum terkontrol dengan baik, terlihat dari irama napa

    Last Updated : 2023-04-13
  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 161. Ruangan Penuh Bunga

    Di sebuah restoran mewah, ruangan VIP dihiasi dengan indahnya. Penuh bunga mawar merah, putih, dan pink. Kombinasi yang begitu terasi. Lampu secerah bulan purnama semakin melengkapi kehangatan. Meja berbentuk lingkaran pun dihiasi pernak-pernik perlengkapan makan yang elegan. Lilin putih yang menyala semakin memperindah meja. Yang biasanya hanya ada sepasang kursi, berbeda dengan ini, ada tiga kursi yang siap di duduki oleh yang punya acara."Ma, mama udah selesai?" tanya Devina di depan pintu."Masuk aja, Na!"Devina membuka pintu kamar Ratna yang tak dikunci."Wah, mama cantik sekali pakai gaun peach ini." Puji Devina kagum. Matanya sama sekali tak berkedip saat baru masuk ke kamar perempuan yang melahirkannya itu.Dipuji anak semata wayangnya, Ratna pun menoleh ke belakang. Tampak gurat wajah tak percaya diri dari ibu satu anak ini."Mama keliatan lebay ya, Na?" tanya Ratna. "Mama ganti baju aja ya? Lagian 'kan cuma makan malam biasa.""Ma, sesekali nggak apalah dandan. Oom Arjuna

    Last Updated : 2023-04-14
  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 162. Lamarannya Diterima atau Tidak?

    Ratna menutup mulut dengan kedua tangannya, menatap cincin yang masih berada dalam kotak merah berbentuk love, detik kemudian dia menatap Arjuna yang tersenyum. Alunan musik instrumental semakin menambah haru di hati Ratna."Kalau kamu mau menerima aku sebagai ayah Devina, ambil cincin ini, tapi … kalau tidak kamu tutup kotak cincin ini!" Penjelasan Arjuna sedikit membuyarkan tatapan Ratna.Ratna tidak langsung menjawab, dia malah menoleh ke arah kanan, dimana sang anak tercintanya berdiri."Terima, Ma!" pinta Devina meski hanya dengan gerakan bibir dan disusul dengan senyum semringah.Ratna tampak menghela napas dalam-dalam kemudian dia lepaskan perlahan. Sempat juga memejam matanya beberapa detik.Jantung Arjuna terasa mau jatuh dari posisinya, kala melihat tangan Ratna perlahan mendekat ke kotak cincin yang ada di tangannya."Kalau aku ragu bagaimana?" tanya Ratna bersamaan dengan terhentinya tangannya yang hanya berjarak satu sentimeter dari kotak cincin tersebut."Kalau kamu ragu

    Last Updated : 2023-04-15
  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 163. Penjelasan Via Telepon

    Arjuna menepati janjinya menghubungi Ratna lewat sambungan telepon."Jadi gimana, Mas? Aku nggak mau kalau, kisah lama kejadian lagi," jelas Ratna membuka pembicaraan setelah mereka basa-basi hal lain saat telepon baru saja tersambung."Aku udah cerita semuanya ke mami, satu bulan yang lalu. Pas, pulang dari rumah sakit. Mami langsung nyodorin aku dengan berbagai macam pertanyaan. Apalagi dia juga melihat berita itu di televisi.""Terus apa tanggapan mami kamu?""Ya … aku jelasin semuanya, dari awal hingga bagaimana Bram begitu berniat untuk menghancurkan aku. Dan, aku juga kasih tahu, semua berjalan mulus atas dorongan Dara yang juga memberi Bram sejumlah uang.""Yang jelas, mami shock, wajar menurutku. Apalagi soal Dara. Jelas ada bentuk ketidakpercayaan mami soal itu. Tapi aku juga nggak maksa mami. Karena aku paham, pasti nggak gampang buat mami. Jadi, seminggu setelahnya, barulah mami tanya lagi. Apa motif Bram sampai nekat berbuat seperti itu.""Kamu jawab apa, Mas?""Dia sakit

    Last Updated : 2023-04-16
  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 164. Flashback ....

    Flashback …."Bagaimana keadaan si pengkhianat itu?" Dua hari setelah acara, Jayanto menyempatkan diri datang ke kantor sekaligus ingin memantau keadaan kantor secara langsung. Sudah lama rasanya dia tak berkunjung."Belum tahu, Pak. Masih ditangani dokter sampai saya pulang.""Kenapa nggak ditungguin?" tanya Jayanto sedikit heran. Karena dia juga meminta Arjuna untuk melihat kondisi Bram secara langsung. Apalagi pasca insiden kecelakaan itu, Jayanto langsung bergegas meninggalkan hotel."Mamanya ngamuk ke saya, Pak. Malah nuduh yang macam-macam. Bikin suasana rumah sakit kacau jadinya, sampai satpam turun tangan. Saya masih sempat nunggu setelah keributan itu, hanya saja takut mamanya heboh lagi. Akhirnya, saya putuskan untuk pergi.""Pasti ibunya akan laporkan ke polisi ya?""Katanya begitu, Pak. Ya … silakan saja, yang ada anaknya bakalan tidur di penjara. Untuk kondisi Bram, biar saya yang ke sana nanti pas jam makan siang. Gimananya, saya kabari bapak.""Oke, saya hanya ingin tah

    Last Updated : 2023-04-17

Latest chapter

  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 199. Potrait Kebahagiaan

    Di pusara yang berhiaskan rumput jepang Lidya menangis sejadi-jadinya. Hari ini tepat satu bukan kepergian Santoso dan hari pertama Lidya diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Kondisi yang sangat parah membuat dirinya sering drop."Pi, aku menyesal. Sangat menyesal. Andai waktu itu aku mendengar kata Kak Sonia, pasti semua ini nggak akan kayak gini.""Pi, kenapa harus pergi dengan cara gini? Kenapa papi perginya nggak bawa aku sekalian aja?"Air mata Lidya mengalir deras tanpa jeda. Mata dan hidungnya merah. Suaranya pun terdengar parau. Dari jarak satu meter Sonia hanya diam membisu seraya menatap sendu adik bungsunya yang meratapi kepergian lelaki tercintanya."Sudah, Lid. Papi sudah tenang di sana. Nggak sakit lagi." Sonia akhirnya menghampiri tubuh ringkih adiknya yang memeluk pusara Santoso.Lidya yang tak sesehat dulu jelas membuat Sonia khawatir. Apalagi bagian kepalanya yang bocor akibat jatuh dari tangga sebulan yang lalu itu."Lepasin aku, Kak. Aku mau disini nemenin papi."

  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 198. Mengutuk Diri

    Rumah kediaman Santoso yang biasanya lengang, kini ramai didatangi oleh para pelayat. Pagi hari, jenazah Santoso dibawa pulang, karena atas keinginan Shanti otopsi diberhentikan, mengingat Shanti tak ingin jenazah suaminya itu melewati lima waktu sholat. Shanti tak ingin jenazah suaminya itu masih merasakan siksa dunia.Sanak saudara, klien, dan rekan kerja Santoso dulu turut hadir memberi doa sebelum Santoso dikebumikan. Dalam keramaian para pelayat yang datang, belum tampak batang hidung Ratna dan Devina. Mereka baru pagi ini terbang ke Jogja setelah semalam diberitahu oleh Arjuna.Pukul sebelas siang, Ratna dan Devina sampai juga di rumah duka. Shanti memeluk tubuh Ratna dengan erat."Maaf jika aku membawa sial, Mi. Kalau aku tidak ada mungkin papi masih ada," sesal Ratna seraya berbisik pada Shanti."Ini takdir Yang Maha Kuasa. Kamu bukan pembawa sial. Melalui kamu, Allah menyadarkan mami dari maruknya harta dan tahta."Tapi, Mi ….""Sudah, Ratna. Kamu tidak perlu terus-terusan me

  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 197. Duka Beruntun

    Santoso mengalihkan pandangannya ke arah Lidya yang tertunduk takut."Benar apa yang dikatakan mami kamu, Lidya?" tanya Santoso dengan lantang.Hening tanpa jawaban. Tak dijawab langsung membuat emosi Santoso membuncah."Lidya, jawab papi!" teriak Santoso. Emosi yang tak terkontrol membuat Santoso drop seketika. Tangan kanannya memegang dada."Aaauuu …," pekiknya bersamaan dengan jatuhnya tubuh berbobot cukup besar itu ke lantai. Arjuna yang tidak begitu memperhatikan Santoso kalah cepat menyambut tubuh papinya itu."Mas!" pekik Shanti."Papi …," teriak Lidya histeris.Arjuna memapah tubuh Santoso dan merebahkannya di sofa.Napas Santoso tersengal-sengal menahan sesak."Ngapain kamu bengong, Lidya. Cepat telepon dokter!" desak Shanti yang panik."Sini aku telpon, mana nomor hape dokternya," ucap Arjuna."Aku nggak hapal, Mas." Lidya berlari menuju lantai dua untuk mengambil ponselnya yang ada di kamar.Namun, saat dirinya berhasil mengambil ponsel dan menuruni anak tangga kurang hati-

  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 196. Cuti Menjadi Dua Hari

    "Mami dan Mas Arjuna pasti nggak tahu 'kan kalau papi sakit parah.""Jantung 'kan?""Bukan," bantah Lidya."Lalu apa, Lid. Kamu daritadi setengah-setengah aja ngomongnya. Bikin makin panik," sungut Shanti yang sudah mulai kesal."Papi, sakit kanker paru-paru kata dokter, Mi."Shanti dan Arjuna saling menoleh heran."Kamu jangan asal ngomong ya? Mana mungkin papi kena kanker," protes Shanti. Menurut Shanti, suaminya itu tampak seperti biasanya. Tak ada tanda jika suaminya memginap penyakit yang berbahaya itu."Sudah, sekarang kamu balik ke Jogja, biar aku temui papi besok. Dan, cukup bersikap lancang sama Ratna. Dia itu hanya korban dan kamu tidak punya hak mencampuri semua ini."Lidya bangkit dari duduknya, lalu berdiri berhadapan dengan Arjuna."Tanpa Mas suruh pun aku akan pulang. Tak sudi tinggal disini dengan orang seperti mas dan mami. Egois!"Lidya menyentak dengan kasar saat membuka pintu dan menghempaskannya dengan keras saat menutupnya kembali."Biarkan saja, Ar. Lidya meman

  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 195 Keduanya Terperangah!

    Lidya tersentak kaget ketika melihat sosok yang sempat dia cari sebelumnya tiba-tiba datang tanpa kode."Ngapain kamu kesini? Nggak ada sopan santunnya sama sekali!" serang Arjuna yang terlihat begitu marah pada adik bungsunya itu.Mendengar suara Arjuna berada di luar rumah, Ratna pun bergegas ke sumber suara."Mas, kamu kok bisa tahu Lidya disini?" tanya Ratna penasaran."Nggak usah sok nanya, dasar perempuan bermuka dua," geram Lidya melihat Ratna tiba-tiba nimbrung. Dipikiran Lidya, Ratna lah yang menghubungi Arjuna. Dan, sekarang malah seorang bertanya."Jaga mulut kamu, Lid. Sembarangan aja kalau bicara!" sergah Arjuna. "Aku minta maaf atas sikap Lidya sama kamu, Rat. Nanti malam aku ke sini lagi.""Kamu ikut aku sekarang!" Arjuna menarik kasar tangan Lidya untuk masuk ke dalam mobil.Selama ini Arjuna tidak pernah berkata kasar ataupun bersikap kasar pada saudara perempuannya itu. Namun, tingkah Lidya yang kelewatan batas, tak ada toleransi lagi.Ratna melepas kepergian Arjuna

  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 194. Pemisah dan Pembunuh

    Lidya sedang berdiri di sebuah rumah yang baru saja dikunjungi Arjuna dan Shanti."Permisi!" seru Lidya di depan pagar.Mendengar suara tersebut, Ratna pun bergegas ke pintu utama. Dirinya sempat mengernyitkan dahi saat berhenti di ambang pintu utama."Itu siapa? Kok asing wajahnya," gumam Ratna."Permisi, Mbak," sapa Lidya lagi seraya mengulas senyum palsu.Ratna pun melanjutkan langkah menuju pagar."Ya, Mbak. Ada yang bisa dibantu?" tanya Ratna, sama tidak membukakan gembok pagar rumahnya untuk jaga-jaga.Wajah Lidya yang tadinya menampakkan kehangatan palsu, sekarang berubah drastis tepat saat Ratna berdiri di depannya yang hanya terbatas dengan pagar."Saya Lidya, adiknya Mas Arjuna. Saya ingin mengobrol dengan Anda!" ucapnya dengan lantang. Sorot matanya pun ikut menatap Ratna dengan tajam."Oh, boleh. Silakan masuk!" titah Ratna yang setelahnya membuka gembok.Lidya mengikut langkah Ratna saat masuk ke dalam rumah. Tak ada rasa takut apalagi kesal karena melihat wajah Lidya yan

  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 193. Pergi Sebentar

    Gerbang didorong oleh Pak Kobir saat bunyi klakson memberi kode.Pak Kobir tidak langsung memberitahu Arjuna, dirinya beranggapan tak sopan jika sang Tuan belum duduk di dalam rumah. Arjuna dan Pak Sobri melakukan seperti kemarin saat mobil sudah berhenti di depan rumah, hal akan menjadi rutinitas sampai waktu tak ditentukan."Mami langsung istirahat saja ya. Aku ada urusan sebentar," pamit Arjuna setelah membopong tubuh Shanti ke peraduan."Mau kemana, Ar? Bukannya cuti," tanya Shanti heran."Ada perlu sebentar, Mi.""Iya, sebentarnya kemana? Nggak tenang mami nih, Ar. Kata kamu ada polisi yang ngejagain. Tapi kok mami nggak lihat dari kemarin kalau ada yang jaga berpakaian lengkap seperti biasanya.""Yang jaga kita nggak pake seragam, Mi. Sengaja biar nggak ketahuan sama orang-orangnya Mulyadi.""Tapi nggak ada juga yang berdiri di dekat rumah kita.""Mereka berdiri di suatu tempat dengan standby CCTV. Begitu juga tadi di rumah Ratna. Kalau terang-terangan dijaga, mana ada yang bera

  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 192. Sekalian Tidak Usah Menikah!

    Benar saja, esok hari Lidya langsung terbang ke Jakarta, tentu saja berbohong pada Santoso. Alih-alih beralasan ada interview di luar kota. Meskipun Sonia sudah melarang tapi tetap saja Lidya berangkat dengan berbohong pada Santoso."Aku pergi interview dulu ya, Pi. Doakan berhasil," pamit Lidya seraya mencium punggung tangan Santoso."Pasti. Semoga kamu bisa lebih sukses dari Arjuna.""Tentu, Pi. Aku akan bikin papi bangga, nggak kayak Mas Arjuna."Sebelum pamit, Lidya memberi selembar kertas pada asisten rumah tangganya. Disana tertulis apa saja yang akan dilakukan asisten rumah tangganya serta jam minum obat. Tak lupa, Lidya meminta asisten mengabari dirinya jika ada kondisi darurat. Atau jika tidak ada respon, asisten rumah tangga diminta untuk menghubungi Sonia."Pak, ada Mas Arjuna?" tanya Lidya pada security yang bertugas. Lidya sampai di Jakarta pukul dua belas siang."Bapaknya baru saja pergi, Mbak Lid.""Sama mami juga?" Lidya ingin memastikan."Iya, sama nyonya juga.""Kira

  • Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu   Part 191. Disambut Saat Pulang

    Ponsel yang standby di tangannya, tak butuh lama bagi Arjuna membaca pesan yang dikirim oleh kakak kandungnya itu, meskipun dia hanya membaca lewat sekilas pemberitahuan di layar ponselnya."Mereka pikir aku akan gentar dengan ancaman ini. Cukup selama ini aku yang menjadi tameng menyelamatkan hidup keluarga. Namun, nggak berlaku lagi sekarang."Tanpa membuka pesan yang dikirim Sonia, Arjuna malah menghapus pesan yang Sonia serta memblokir nomor ponsel kakaknya itu dari whatsapp. Arjuna lebih memilih fokus pada kondisi Shanti daripada meladeni saudara kandungnya itu. Sebegitu kecewakah Arjuna sampai-sampai tak memberi celah?"Gimana, Kak? Sudah dibaca? Udah tiga jam lho ini." Lidya masih saja penasaran. Mereka tengah menikmati cemilan malam di balkon lantai dua."Belum. Sibuk atau bisa jadi sengaja nggak direspon.""Nggak direspon, berarti dia baca dong?""Tanda birunya nggak ada.""Apa Mas Arjuna menonaktifkan pertanda pesan yang masuk itu sudah dibaca?""Ya … nggak tau lah soal itu.

DMCA.com Protection Status