Arka memutar ulang video tersebut, mundur tiga jam sebelum mereka berada di tempat saat itu. Ia mengutak-atik beberapa video yang diperlukan saja untuk dilihat. Ia memerhatikan waktu ketika mereka tiba di kedai, untuk memutar video agar tidak menghabiskan waktu.Saat menit di mana Naya sedang asyik menikmati makan, mengobrol, dan bersenda gurau bersama dirinya juga Jihan, tayangan video dipercepat sedikit sampai tersisa Adnan bersama putrinya. Tiba-tiba, Jihan membulatkan mata. Merasa apa yang dilihatnya samar, Ia mengerjapkan mata berkali-kali. Jihan menoleh ke lelaki di sampingnya untuk menjawab pertanyaan di benaknya, kemudian menatap ke Tina yang ikut bersama mereka. Tina pun merespon dengan terkejut. Sangat jelas bagaimana lelaki di dalam video itu mengambil perhiasan putrinya. Arka sudah menduga dari sebelumnya karena dia sudah mengecek di dalam mobilnya. Apalagi setelah melihat foto yang ada di ponselnya, keyakinannya semakin mantap bahwa pelakunya lelaki yang sedang mereka b
"Sikap mantan suaminya terlalu aneh. Kok, dia bisa melakukan hal seperti tadi." Arka masih dalam lamunannya.Baginya, Jihan–wanita yang hampir mendekati sempurna untuk ukuran kaum hawa sepertinya. Memiliki paras yang cantik, cerdas, dan pekerja keras. Namun kehidupan pribadinya tidak semulus paras dan karirnya.Jihan tidak beruntung dalam masalah itu. Apalagi lelaki yang pernah menikahinya, ternyata tidak benar-benar mencintainya. Mantan suaminya itu hanya membutuhkan harta Jihan dan keluarganya. Lelaki itu sungguh picik!Arka meraih ponselnya dan mengusap layar. Matanya sangat serius menatap layar benda pipih di genggamannya. Ia masih ingin memerhatikan sekali lagi video tadi.Setelah merasa lelah dan kantuk menguasainya. Matanya pun pasrah kemudian terpejam. Ponselnya terlepas dari genggaman tangannya.***Seperti biasa, hari Senin selalu menjadi hari yang menyibukkan selain para pegawai. Beberapa kedai yang membuka jasa catering atau warteg selalu penuh dengan pesanan, karena bias
Para pengunjung kedai menatap ke arah Jihan dan tiga orang dewasa di sebelahnya dengan serius. Tadinya, mereka sedang asyik mengobrol sesama mereka. Namun, fokus mereka teralihkan ke empat orang yang sedang berdebat.Mereka tidak menyangka bahwa lelaki yang menghasut tadi, mantan suami pemilik kedai. "Baik, kalau kau bersikukuh, aku akan tunjukkan sesuatu padamu." Jihan mulai menyahut karena geram dengan sikap Adnan yang masih mengelak."Apa yang ingin kau tunjukkan?" tanya Adnan dengan ekspresi bingung. "Sebaiknya, Mas akui kalau Mas-lah pencuri kalung dan gelang Naya," bentak Jihan lagi. Ia semakin kesal dengan sikap Adnan, yang terus berkelit karena tidak ingin disebut pencuri. Saat Jihan hendak ke ruangannya untuk mengambil laptop, seorang wanita muda masuk ke dalam kedai dengan berjalan sedikit cepat. "Mas, ternyata kau di sini. Aku mencarimu." Wanita yang baru saja masuk itu, Raisya. Ia pun mendekati suaminya dengan tatapan bingung, karena pengunjung menatap mereka."Kamu k
Suasananya semakin menegangkan. Pengunjung mulai hilang simpati ke wanita yang baru saja datang. Pengunjung menganggap Raisya lah, wanita yang telah menghancurkan hubungan orang.Jihan tidak perlu capek-capek untuk menyerang Raisya secara verbal lebih banyak. Pengunjung pun sudah bisa menyimpulkan sendiri. Serangan verbal dari pengunjung sudah cukup memberi syok terapi untuk wanita itu. "Astaga, kau memang wanita bermuka tebal!" Seorang wanita tua tadi mulai geram karena diserang Raisya.Wanita tua itu ingin mendekati Raisya dan menariknya, bila perlu menamparnya.Melihat suasana yang tidak kondusif dan makin membuat terpojok, Adnan menarik Raisya untuk menjauh. Kalau mereka tetap bertahan di sana, entah apa yang akan terjadi. Apalagi karakter istrinya yang tidak mau disalahkan, ditambah warga yang semakin geram."Ayo, cepat!" seru Adnan ke istrinya. Raisya mengikuti ajakan suaminya, karena lengannya sudah ditarik paksa. Ia tidak punya kekuatan untuk melawan. "Huuu ...." teriak pen
"Mas belum punya gantinya, Sya ...." Wanita itu hanya mendengus kesal dan tidak merespon ucapan suaminya. Ia beranjak dari duduknya dengan ekspresi menakutkan. Kalau saja salah seorang netizen yang berkomentar ada di dekatnya, ia sudah mendamprat mulut orang yang mengatainya itu. Namun balik lagi, apakah dia seberani itu bila netizen yang berkomentar puluhan atau ratusan. Lain lagi ceritanya. Bisa jadi, sebaliknya. Lelaki yang masih duduk di atas kasur terlihat sangat lesu di raut wajahnya. Tatapannya layu ke benda pipih miliknya yang telah berubah wujud. Ia ingin marah, tapi benda itu sudah telanjur pecah. Ia hanya bisa mengembuskan napas berat.**Sementara itu, Arka–lelaki bermata coklat dan runcing tersebut selalu melamun. Pikirannya menerawang jauh entah ke mana, membayangkan masalah kliennya yang sangat pelik, salah satunya masalah Jihan. Rasa simpatinya timbul di dalam hati. Ia tidak pernah menyangka Jihan setegar tadi, menghadapi dua orang yang sangat melukainya. Kedua ora
Raisa sedikit senang mendengar kabar bahwa berkas Adnan diterima dan diminta untuk datang ke kantor perusahaan, melakukan wawancara. Itulah kenapa dia sangat bersemangat untuk menyiapkan segala keperluan suaminya.Hari pertama menerima wawancara kerja. Adnan sangat bersemangat, begitu juga Raisya. Ia berharap semoga dengan pekerjaan barunya bisa memperbaiki keterpurukan ekonomi yang mereka lalui belakangan ini.Bagi Raisya, mendapat panggilan ke salah satu perusahaan, sebuah kesempatan yang sangat baik dan tidak boleh disia-siakan. Suaminya diterima di suatu tempat, itu berarti semesta masih mendukung mereka. Baginya, penilaian netizen terhadapnya hanya karena iri pada dirinya.Hal yang paling penting baginya ialah semua perhiasan emas yang telah suaminya jual akan kembali padanya. Tentu yang diharapkan olehnya, Adnan akan mengganti sekian banyak perhiasan yang telah dijual. Raisya sudah tidak sabar membayangkannya kembali.Sekitar setengah jam perjalanan, mereka pun tiba di tempat tu
Kemeja telah terpasang rapi di badannya, begitu juga celana. Ia keluar kamar dengan wajah yang tidak cemberut seperti beberapa minggu belakangan. "Mas, sarapannya tidak dimakan dulu?" tegur istrinya. Ia berbalik, "Oh, iya. Mas hampir saja lupa!" Ia duduk di kursi dan meraih gelas yang telah disediakan untuknya. Setelah selesai, ia melanjutkan, memakai sepatu miliknya bersiap untuk berangkat ke kantor. "Sya, Mas pergi dulu, ya!""Iya, Mas."Wanita yang baru saja dari dapur bergegas ke depan pintu untuk mengantarkan suaminya sekaligus memberi salam. Namun, lelaki itu telah pergi, menjauh dengan motornya.Raisya mematung di depan pintu rumah sambil matanya menatap jauh bayangan lelaki yang telah berlalu itu, hingga hilang dari pandangan. Ia mengembuskan napas panjang. Perasaannya mengisyaratkan sesuatu yang berbeda.Ya, dia merasakan ada sesuatu yang lain dari sikap suaminya dua hari belakangan. Adnan tidak terlihat merenung lagi tatkala ia menikmati sarapan pagi. Biasanya, setiap pa
Iparnya itu, dulu wajahnya sangat terawat, begitu juga rambut dan kulitnya. Namun semua itu telah sirna. Wajah Lisa terlihat kusam, kulitnya kering, begitu juga rambut yang diikat sebisanya saja tanpa bantuan alat catok yang mahal dari salon. Wajah glowing itu telah memudar."Jangan terlalu sering menitipkan Dita ke sini. Tidak ada yang akan menjaganya," ucap Lisa tajam."Aku menitipkan ke neneknya bukan kamu.""Ibu lagi gak sehat. Tetap aja, dia akan menyuruhku.""Dita di mana?"Raisya tidak ingin berdebat panjang lebar dengan wanita di depannya. Bukan menghindar, tetapi malas. Ia harus pulang ke rumah secepatnya untuk membuat makan siang."Gak tau, tuh. Cari aja sendiri."Raisya menjadi geram mendengar jawaban Lisa yang sangat tidak peduli sambil berlalu pergi. Raisya memutuskan bertanya ke tetangga. Hingga akhirnya menemukan Dita di rumah tetangga. Ia tidak tahu di mana ibu mertuanya. Ia belum sempat bertanya karena harus segera pulang. Lain waktu, dia akan menanyakannya lewat s