Share

Bab 87

Penulis: Safiiaa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-22 20:59:55

Aini menatap wajah di depannya tak berkedip. Kejadian saat di depan toko oleh-oleh beberapa waktu lalu kembali menusuk-nusuk ingatannya. Hatinya kembali nyeri saat mengingat tatapan perempuan kala itu yang seolah menertawakannya.

Bibir Aini mengatup rapat. Giginya saling menekan satu sama lainnya. Tangannya meremas ujung baju untuk melampiaskan rasa yang mulai mengusik hatinya.

Perlahan dada Aini bergemuruh. Tak cukup hanya ketika itu, saat ini pun perempuan di depannya itu kembali berulah dan makin membuat hati Aini tersulut api.

"Perlu kamu tahu bahwa aku juga merasa kehilangan atas kepergian Mas Khalid," balas Aini penuh penekanan. Ia masih menjaga bicaranya agar tak didengar oleh Bu Airin yang ada di depannya.

"Oh ya? Dari kabar yang aku dengar Mas Khalid kecelakaan karena kamu penyebabnya? Apa kamu sengaja melakukan ini?" sengit Melissa. Ya, perempuan itu adalah Melissa. Ia masih belum puas telah mengusik ketenangan Khalid beberapa waktu lalu. Bahkan saat Khalid sudah berganti ge
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ja'far AlFahri
gk seru, kok khalid nya meninggal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 88

    Selama tujuh hari, Aini dan Bu Airin tak pernah absen pergi ke makam Khalid. Dua perempuan itu sama-sama memendam rindu untuk laki-laki yang telah meninggalkan dunia ini.Raganya memang telah melebur ke dalam bumi, tapi kebaikan dan segala tentangnya telah melekat dengan sempurna ke dalam hati orang-orang yang menyayanginya.Namanya menang sudah mendapat gelar di depannya, tapi di hati orang-orang yang menyayanginya tetap utuh dan abadi."Bu, sebenarnya ingin sekali Aini menetap di sini, menemani Ibu menggantikan tugas Mas Khalid untuk menjaga Ibu hingga akhir hayat. Tapi, ada banyak yang harus Aini kerjakan untuk masa depan Adza. Tidak ada lagi yang bisa Aini andalkan selain kedua tangan dan kaki Aini," ucap Aini dengan nada suara berat. Keduanya sedang duduk di ruang tengah usai menghilangkan dahaga rindunya pada almarhum.Bu Airin menghela napas berat. Ia pun sama beratnya dengan Aini. Akan tetapi ia sadar bahwa apapun yang terjadi dengan kehidupannya, kehidupan Aini dan putrinya t

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-23
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 89

    "Ai kenapa!" pekik Aisha saat melihat Aini yang tiba-tiba jatuh di lantai. Ia menepuk pipi Aini dengan telapak tangannya.Aini tidak sadarkan diri. Ia tak merespon tepukan Aisha di pipinya."Elah nih bocah, kenapa pake pingsan sih!" kesal Aisha. Dalam gendongannya ada Adza yang matanya masih terang benderang, sementara di lantai ada Aini yang sedang tak sadarkan diri. Ia celingukan ke arah luar, tidak ada satu orang pun yang sedang berada di sekitar rumah itu."Ai, bangun dong! Kamu kenapa?" ucap Aisha bingung. Ia berlari keluar untuk mencari bantuan. Aisha berdiri di depan pagar. Ia menoleh ke kanan dan kiri, mencari seseorang yang bisa dimintai tolong."Kok sepi sih! Rumah tetangga pada tutup semua! Ngga ada orang lewat lagi!" gerutu Aisha. Ia pun berjalan menuju rumah sebelah kiri dan mendapati seseorang yang hendak keluar dari rumahnya."Mbak tolongin saya!" teriak Aisha pada tetangga sebelah rumah yang baru saja mengeluarkan motornya. Perempuan itu menurunkan standar motornya da

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-24
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 90

    Aisha mengambil bayi yang ada di dalam dekapan Aini. Ia sengaja membiarkan Aini menangis sebelum bercerita untuk meluapkan isi hatinya.Dengan sabar, tangan Aisha tergerak mengusap punggung Aini. Ia hanya diam sambil terus melihat Aini tergugu. Hatinya turut sedih melihat Aini yang seperti ini."Keinget Mas Khalid lagi ya?" ujar Aisha sambil menatap dalam wajah Aini yang basah itu.Aini mengangguk. "Biasanya jam segini dia sempetin buat jemput aku sama Adza pulang ke rumah. Biasanya dia selalu ngajak kami makan diluar dalam perjalanan pulang karena dia ngga mau waktuku habis buat sibuk di dapur. Sekarang ngga ada lagi yang ajak aku makan dan jemput aku," ucap Aini sambil tergugu. Hatinya sedang dililit rindu yang menggebu. Kesadarannya kalah akan kesedihannya yang dalam."Iya, wajar kalau kamu masih ingat kebiasaannya. Ngga apa-apa, nangis aja. Itu hal yang lumrah kok," ucap Aisha. "Maafin aku ya? Aku seperti anak kecil kayak gini terus." Tangan Aini mengusap sisa air mata, sementara

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 91

    "Emang Zain suka minum ya?" tanya Aisha saat keduanya sudah berada di rumah. Mereka sedang mengobrol santai di ruang tengah sambil menunggui Adza bermain."Seharusnya enggak, sebab anak yang dibesarkan di panti asuhan Ibu rata-rata dididik dengan baik dan aku pikir kalau hanya soal itu Mas Zain ngga mungkin sampai begini.""Apa menurutmu ada hal lain?" Pandangan Aisha tertuju pada mata Aini."Aku pikir iya. Tapi kita ngga tau permasalahan rumah tangga mereka sebenarnya, sebab menyatukan dua kepala dalam satu rumah itu ngga mudah.""Iya sih. Aku belum pernah.""Belajar dulu dari rumah tangga teman-teman, biar kelak ngga kaget.""Jodoh aja belum datang, apa iya belajar rumah tangga duluan? Yang ada malah aku ngga berani kawin!" sungut Aisha."Justru itu pola pikir yang salah. Apa yang kamu lihat bisa jadi ilmu pengetahuan buat kedepannya.""Harusnya begitu. Kalau menikah dengan orang yang tepat macam Mas Khalid aku sih oke aja. Tapi kalau sama kayak Mas Hisyam, sorry aja. Ogah."Aini te

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-26
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 92

    "Bude yakin itu dia yang kontrak di rumah aku?" tanya Aisha dengan mata yang membelalak menatap Budenya."Iya dia. Gimana ngga yakin kalau dia yang tiap hari Bude lihat di sini! Dia yang punya minimarket di deket lampu merah sana," balas Bude tak kalah sengitnya.Aisha menggelengkan kepalanya tak percaya. Ia tak bisa diam saja. Bagaimana mungkin laki-laki yang telah menyia-nyiakan sahabatnya ternyata adalah orang yang menyewa rumah almarhum ibunya. Jika saja Aisha tahu, maka rumah itu tidak akan ia sewakan pada laki-laki yang telah menjadi mantan suami Aini itu. Laki-laki yang telah membuat sahabatnya itu terlunta-lunta di tengah-tengah kehamilannya.Aisha terdiam. Kepalanya mencerna kejadian beberapa waktu lalu. Ketika terakhir kali ia datang dan tak lama Hisyam datang ke toko untuk memberikan uang tabungan pada Aini. Tidak salah lagi, Hisyam tahu bahwa Aisha pernah berkunjung di daerah ini."Ya sudah Bude, aku pamit dulu," ucap Aisha tergesa-gesa."Kok buru-buru to Nduk?" Bude menj

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-27
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 93

    "Aini?" sapa driver itu ketika Aini sudah berada di hadapannya."Loh Mas Zain? Kok bisa jadi driver ojek sekarang? Bukannya kerja di kafe ya?" Aini berujar sambil mengerutkan dahi karena sinar mentari yang tepat berada di atas kepalanya."Panas, naik dulu. Kita ngobrol sambil jalan. Mau kemana ini?" tanya Zain sambil menyerahkan helm pada Aini.Zain mengambil alih tas yang dibawa oleh Aini dan meletakkannya di bagian depan motor. Ia memastikan Aini telah duduk sempurna sebelum mulai mengendarai motornya lagi."Alih profesi sekarang?" tanya Aini lagi ketika motor Zain sudah melaju. "Enggak. Masih di kafe, cuma emang sengaja cari kesibukan aja. Timbang ngga ngapa-ngapain.""Kan ada istri? Timbang kerja terus kan mending jalan berdua," balas Aini pura-pura tidak tahu. Ia ingin mendengar penjelasan versi Zain sendiri."Enggak. Sudah ngga ada.""Kok ngga ada? Maksudnya?""Aku sudah ngga sama dia.""Maksudnya ngga sama dia gimana? Kalian cerai?" Aini memasang wajah terkejut. "Kok bisa? Kar

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-28
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 94

    "Apa aku ini wanita pembawa sial ya? Nikah dua kali ngga ada yang langgeng? Ditambah gara-gara suka sama aku pernikahan Mas Zain kandas," lirih Aini setelah keduanya duduk di kursi panjang."Kok bisa mikir gitu sih?" sahut Aisha cepat. Ia tak pernah sedikitpun berpikiran demikian."Kata ibu-ibu tetangga Mas Khalid begitu," jawab Aini. Ia tak sanggup menatap lawan bicaranya. Pandangannya tertuju pada ijung baju yang tengah dimainkan oleh tangannya."Bukan salah kamu kali, Ai!" elak Aisha cepat. "Mana ada orang pembawa sial?""Tapi aku merasa ucapan mereka benar!""Bukan merasa ucapan mereka benar, tapi kamu aja yang terlalu menganggap bahwa dirimu buruk. Mati, jodoh, sama rejeki itu sudah ditetapkan sama Tuhan. Kita manusia tinggal menjalani dan berusaha berbuat baik biar Tuhan berkenan mengubah takdir yang buruk menjadi lebih baik.""Kemarin aku berpikir seperti itu. Tapi setelah dengar cerita Mas Zain, aku mera-""Ai, Mas Zain cerai dengan Mbak Nanda itu karena salah Zain sendiri. Bu

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-28
  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 95

    "Mas Zain iihh," pekik Aini tertahan. Ia segera melepas pegangan tangannya di pinggang Zain. Rasa kaget itu mengalahkan rasa malu yang biasanya menghiasi perilaku Aini."Loh, kok dilepas lagi sih? Pegangan Ai! Biar aku bisa ngebut nyetirnya," titah Zain sambil fokus mengemudi."Oke, baiklah. Aku pegangan pundak Mas aja deh," jawab Aini seraya meletakkan kedua tangan di bahu Zain.Laki-laki yang duduk di depan Aini itu terkekeh. Wanita yang diboncengnya ini makin lama makin membuat dirinya gemas. Ingin sekali ia menarik kedua tangan itu untuk memeluk pinggangnya tapi ia sadar. Ia tahu bahwa perempuan di belakangnya ini tidak mudah untuk ditaklukkan.Akhirnya Zain pun membiarkan Aini berpegangan pada bahunya hingga keduanya sampai di makam Khalid."Aku tunggu di sini aja, kamu berani kan masuk sendiri?" ujar Zain saat Aini berusaha melepas helm yang membungkus kepalanya. Ia menghargai Aini untuk bisa berdoa dengan khusyuk untuk almarhum suaminya."Kalau Mas mau ikut juga aku ngga apa-ap

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-29

Bab terbaru

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 105

    "Akhirnya kamu beneran jadi milikku," ucap Zain sambil memeluk Aini dalam dekapannya. Keduanya sedang berdiri menghadap jendela kaca yang ada di kamar utama, kamar yang sudah disiapkan Zain untuk Aini.Aini menyambut pelukan Zain dengan menggenggam erat jemari kekar yang terselip di sela-sela jarinya. Ia sedang menikmati hangat tubuh lelaki yang telah lama memiliki hatinya yang hampa."Makasih ya, kamu sudah bersedia menjadi pendamping hidupku setelah ini.""Sama-sama, Mas. Aku juga makasih Mas mau menjadi ayah sambung untuk Adzania.""Sudah lama Mas menganggapnya sebagai anak Mas sendiri."Aini mengurai pelukannya, lalu membalikkan badannya berhadapan dengan laki-laki yang sejak tadi memeluknya. Ia menatap wajah yang sedang penuh dengan gairah itu dengan tatapan sendu. Sebuah rasa yang sama yang selama ini ia tutupi rapat di dalam diri.Jari Zain terulur ke arah dagu milik wanita yang ada di depannya, lalu mengangkatnya sedikit hingga pandangan keduanya beradu. Wajahnya mendekat, men

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 104

    "Aini pulang dulu ya, Bu?" pamit Aini pada Bu Fatimah. Ia meraih tangan yang tak lagi mulus itu untuk dicium takdzim."Hati-hati, Nak. Sering-seringlah main ke sini, biar Ibu ngga perlu nahan rindu." Bu Fatimah menahan tangan Aini untuk tidak menjauh. Mata yang sudah dipenuhi garis penuaan itu tampak sendu menatap wanita berkerudung di depannya."Insya Allah Ibu. Punya suami berasal dari desa yang sama, insyaallah lebih mudah untuk kami datang berkunjung karena memiliki rindu yang sama di kampung ini. Terutama rindu pada Ibu.""Kita bikin jadwal kunjungan rutin aja ya?" celetuk Zain. Ia yang juga menganggap Bu Fatimah sebagai orang tuanya sendiri turut merasakan kasih sayang yang diberi Bu Fatimah pada istri dan anaknya."Boleh, Mas. Biar kita bisa datang teratur. Ngga kayak sekarang, suka molor gini.""Boleh, nanti Mas kosongkan waktu tiap weekend atau hari lainnya untuk datang berkunjung."Aini mengangguk senang. Betapa bahagianya bisa bertemu orang tua yang sudah membesarnya disela

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 103

    Aini bersama dengan Zain kembali ke rumah tanpa Aisha. Keduanya turut berbahagia karena Aisha akhirnya memilih untuk melanjutkan perjodohan itu."Semoga Aisha beneran cocok ya sama laki-laki itu. Siapa namanya?""Rizal. Ganteng ya dia?""Ganteng mana sama aku?" Zain melirik Aini sekilas. Bibirnya merekah manakala mendapati Aini tengah menatapnya tak berkedip."Ganteng Rizal," balas Aini dengan ekor mata tak lepas dari wajah yang tengah mengemudi di sebelahnya.Zain membelalakkan matanya. Wajahnya cemberut seketika."Tapi banyakan Mas," lanjut Aini lagi. Ia terkekeh setelahnya.Senyum di wajah Zain makin melebar. Satu tangannya mengusap punggung tangan Aini yang sejak tadi ia letakkan di atas pangkuannya."Kita ke Ibu?" tawar Zain. Ia rindu kampung halamannya. Rindunya pada makam sang ibunda sudah menggunung karena akhir-akhir ini ia disibukkan dengan urusan kafe."Boleh. Kemarin Ara kasih kabar, kalau ibu mau adain syukuran di rumah. Sekalian kita ke sana aja, gimana?""Boleh. Ibu pas

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 102

    Aini menyambut Zain dan Adza yang sedang berjalan dengan senyum sumringah. Keduanya bergandengan tangan layaknya bapak dan anak yang baru selesai me time berdua."Mama," sapa Adza dengan semangat. Ia menghambur ke pelukan mamanya."Bahagia banget, habis dari mana aja tadi?" balas Aini setelah mengurai pelukannya. Ia memandang wajah putrinya yang tampak berseri-seri."Habis dari mall, Ma. Tadi Ayah ajak aku jalan-jalan terus kita mampir beli makanan. Ayah juga ajak aku ke toko buku, beli banyak buku cerita," papar Adza menggebu.Aini memicingkan matanya. Ada ribuan tanya dalam benaknya yang belum mendapatkan jawaban."Ayah?" ucap Aini sambil menatap Zain dan Adza bergantian.Adza menoleh ke arah Zain. Ia tersenyum sambil menutup mulut dengan kedua tangannya. "Iya, ayah."Aini mengarahkan pandangannya ke wajah Zain yang sedang menikmati kebingungannya. "Mas, apa ini artinya ...." Aini tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Bahagia mulai tumbuh memenuhi relung hatinya yang sejak tadi cemas

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 101

    Pandangan mata Hisyam tertuju pada Aini dan Zain. Laki-laki yang duduk di samping Aini tampak tenang, berbeda dengan Aini yang kelihatannya salah tingkah. Ia sadar ucapannya itu membuat laki-laki yang sedang mematung itu seketika merasa tidak baik-baik saja."Saya hanya mau ambil tasnya Adza," ujar Hisyam setelah mengerjapkan matanya, membuyarkan segala sesak di dada atas apa yang baru saja ia dengar dengan telinganya sendiri.Aini berdiri dari tempatnya duduk, berusaha menata hati untuk tetap terlihat biasa dan masa bodoh akan dampak dari ucapannya. Ia mengambil tas bergambar Hello Kitty yang ada di dekat komputer di atas meja, lalu menyerahkannya kepada Hisyam yang tidak melangkah sedikitpun."Ini, jangan lama-lama. Dua jam cukup, setelah itu Adza waktunya istirahat," ucap Aini tegas pada laki-laki itu. Tas itu ia pakaikan di punggung Adza."Baik. Aku minta maaf atas segala yang pernah terjadi," ucap Hisyam reflek. Perasaan bersalah kembali menari-nari dalam kepalanya. Keinginannya

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 100

    "Adza makin dekat ya dengan bapaknya?" tanya Zain pada Aini saat keduanya sedang menikmati sarapan pagi buah tangan Zain.Hisyam sudah pergi dengan Adza setelah kedatangan Zain ke dalam toko. Ia tak mau mengganggu Aini yang sepertinya sedang dekat dengan laki-laki lain."Iya. Sebenarnya aku ngga mau, aku ngga kasih izin Adza untuk dekat dengan bapaknya, tapi Aisha tak terima. Benci boleh, tapi menutupi siapa bapaknya juga ngga mungkin aku lakukan. Kebetulan pas Mas Hisyam kasih kabar kalau habis kirim uang jajan Adza, aku sampaikan kalau dia boleh ketemu.""Bagus dong?" ujar Zain setelah makanan dalam mulutnya telah masuk ke tenggorokan."Enggak. Sebenarnya aku khawatir kalau dengan memberi kesempatan seperti ini, malah membuat Mas Hisyam mengira kalau aku juga memberi kesempatan untuk dia kembali dekat denganku.""Mengapa berpikir begitu?""Mas Hisyam ngga lelah buat sok perhatian atau sok dekat denganku setelah aku memberi kesempatan untuk bertemu Adza. Dia bahkan terang-terangan ng

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 99

    Hisyam tersenyum kecil. Matanya mengamati wanita yang baru datang bersama seorang laki-laki yang pernah menghajarnya saat itu.Perubahan penampilan dan rona bahagia yang terpancar dari raut wanita di depannya itu membuat rasa bersalahnya sedikit berkurang."Apa kabar?" sapa Hisyam mencoba mengendalikan perasaannya. Ia mengajak laki-laki yang menggandeng perempuan itu untuk bersalaman."Baik." Laki-laki itu menjawab dengan pias, tidak ada keramahan sedikitpun di wajahnya kala bersitatap dengan Hisyam."Dari mana, Za? Tumben mampir ke gerai?" Wisnu mulai bersuara. Ya, perempuan dan laki-laki itu adalah Zahra dan Angga."Dari rumah, Mas. Aku lagi pengen makan yang seger-seger." Zahra menjawab sambil menatap deretan buah yang ditata rapi di dalam showcase. "Ngidam?" Wisnu kembali bersuara."Alhamdulillah," sahut Angga. Bibir itu baru tersenyum ketika menjawab pertanyaan Wisnu."Selamat ya?" ucap Hisyam turut menyahut seraya menatap wajah Zahra ragu-ragu."Makasih. Oh iya, aku juga mau bi

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 98

    "Kamu menyindirku?" tegas Hisyam. Dalam sinar matanya terdapat amarah yang berkobar."Mas tersindir? Aku hanya bicara sesuai dengan fakta. Kalau Mas merasa ya, syukurlah." Bibir Aini tersungging miring. Ia melengos menghindari sorot mata Hisyam yang tampak menyakitkan matanya."Sayangnya aku tidak merasa. Justru kamu yang harusnya tahu diri. Belum lama suamimu meninggal tapi kamu sudah jalan dengan laki-laki lain," ucap Hisyam masih dengan hati yang bergejolak. Ia gagal menjaga lisannya untuk tidak berkata kasar pada Aini.Aini membulatkan matanya. Ia tak menyangka jika Hisyam akan bicara soal itu. "Jalan dengan siapapun itu bukan lagi urusan Mas. Aku berhak menentukan jalan hidupku sendiri. Bukannya aku bebas menjalin hubungan dengan siapapun ketika statusku jelas bahwa aku seorang single mother? Bagaimana dengan Mas yang menjalin hubungan ketika masih bergelar suami sah? Tidakkah Mas merasa bahwa sampai kapanpun itu akan tetap membekas di kepalaku, yang notabene adalah sebagai istr

  • Kau Duakan Aku, Kubawa Anakmu Pergi    Bab 97

    Dalam perjalanan pulang, Aini lebih banyak diam. Ia mengingat kembali apa yang diucapkan oleh Bu Airin."Ayo makan dulu, Ibu tadi baru selesai masak," ajak Bu Airin. Ia membuka tudung saji yang ada di atas meja.Di atas meja itu ada pepes ikan patin dan sayur bening. Tampak nasi di dalam bakul berwarna silver itu masih penuh, seperti belum tersentuh sama sekali."Aini sudah makan, Bu. Kalau Ibu belum makan biar Aini temani."Bu Airin diam, kemudian mengangguk lemah.Aini bangkit dari duduknya untuk mengambil piring makan yang ada di atas rak piring. Ia melayani Bu Airin dengan senyum yang terkembang di wajahnya."Wangi makanannya enak, Bu," ucap Aini ketika membuka daun pembungkus ikan tersebut. Aroma bumbu yang membalut ikan itu menguar menyelinap masuk ke dalam indera penciuman Aini. "Iya, itu makanan kesukaan Khalid. Kalau kamu mau nanti bisa kamu bawa pulang.""Dulu Mas Khalid sering minta dibuatkan seperti ini, tapi setelah tahu bagaimana prosesnya, beliau sudah jarang minta lag

DMCA.com Protection Status