POV GALIH____________Dari jauh kulihat mantan istriku turun dari sebuah mobil. Tak lama kemudian adalah laki-laki yang menghampiri dirinya, mungkin itu adalah sopirnya. Sepertinya kehidupan istriku semakin membaik saja, dulu saat bersamaku dia tidak pernah mendapatkan perhatian dan perlakuan seperti itu. Namun sekarang saat dia menikah dengan orang lain, sepertinya dia mendapatkan perlakuan yang istimewa dari suaminya.Pengabdiannya padaku dulu yang begitu banyak dan tulus namun aku anggap itu adalah kewajiban dan aku anggap hal yang biasa, akhirnya dibalas oleh pria lain yang saat ini menggantikan diriku menjadi pendampingnya.Wanita yang sudah aku sakiti itu pada akhirnya mendapatkan kebahagiaan. Lalu aku semakin terpuruk dan kehilangan segalanya. Bahkan wanita yang aku nikahi dengan meninggalkan Safa dulu, kali ini malah meninggalkanku entah kemana saat kehidupan kamu semakin terpuruk.Dengan netraku, aku terus mengikuti ke mana langkah perginya mantan istriku itu. Keinginanku t
Selera makanku makin menguap begitu mendengar tuduhan demi tuduhan di lontarkan oleh mantan suamiku itu. Ingin rasanya aku meluapkan sumpah serapah padanya, namun saat ingat aku sedang mengandung aku mengurungkan niatku tersebut. Aku hanya mengingatkan padanya jika dulu aku pernah mengatakan bahwa Dania hanya menginginkan hartanya saja. Dulu bagaimana aku harus merendahkan diri, mengemis padanya agar dia mau meninggalkan wanita itu. Bahkan aku rela menerima anak mereka asal Dania mau pergi dari kehidupan kami. Jika ingat semua itu, hatiku masih saja bergemuruh. Aku memang tidak secara langsung berkonfrontasi dengan mantan suamiku itu. Tapi pada akhirnya memang kebanyakan pelanggan yang dimilikinya hilang dan berpindah padaku. Mungkin mereka sedang menerima buah dari menyakiti diriku dimasa lalu. Setelah melihat mas Galih hendak makan, aku bergegas meninggalkannya meskipun makananku belum sepenuhnya habis. Semakin lama aku bersamanya semakin aku dibuat muak olehnya. Sepanjang perja
POV AbimanyuAku mengecup pipi wanita yang sedang mengandung buah hatiku itu, tidurnya nampak pulas dan dia telah lelah. Mungkin dia kecapekan setelah menghabiskan waktu seharian ini diluar rumah. Kemarin dia meminta ijin mencari supplier yang baru untuk usahanya yang semakin hari terlihat semakin berkembang pesat. "Sayang, bangun," bisikku di telinganya.Jika hari belum beranjak sore tentu aku akan membiarkan tidur lebih lama. Dia tersenyum dan mengerjapkan matanya. Obrolan-obrolan kami mengalir hingga akhirnya dia menyebut mantan suaminya. Ternyata lelaki itu masih saja membayangi kehidupan Safa. Bahkan kali ini dia menyalahkan wanita yang kini menjadi istriku itu atas kemunduran usaha dan kepergian istrinya. Aku tidak habis pikir dengan pria itu, apa sebenarnya dia masih menyimpan rasa pada Safa hingga terus saja berusaha mendekati mantan istrinya. Safa terlihat kesal dan mendendam, aku tidak ingin dia terus mengingat mantan suaminya itu, entah itu rasa cinta bahkan dendam sekal
Aku mondar-mandir di dalam kamar setelah meninggalkan Qia yang sudah tertidur di kamarnya. Mas Abi tidak ada di dalam kamar, sepertinya dia sedang sibuk di ruang kerjanya. Padahal tadi aku sudah membayangkan saat aku masuk ke dalam kamar mas Abi sedang menungguku. Entah kenapa malam ini aku begitu ingin dimanja olehnya, aku menginginkan sentuhannya dan pelukan suamiku itu. Beberapa hari ini Mas Abi memang terlihat sedikit sibuk, dan aku sendiri biasanya langsung terlelap begitu masuk ke kamar ini setelah menemani Qia hingga putri sambungku itu tertidur. Aku mencoba merebahkan tubuhku dan memejamkan mataku, berharap aku akan tertidur begitu saja seperti biasanya. Namun sepertinya usahaku sia-sia. Semakin aku memejamkan mata semakin aku merindukan sentuhan Suamiku. Apa yang terjadi denganku, bukankah wanita bergejolak hasratnya saat dia dalam masa-masa subur saja. Saat ini aku sedang hamil, mana mungkin bisa seperti ini. Biasanya aku malah enggan disentuh oleh mas Abi. Karena penasar
Pagi ini aku dan Qia akan berbelanja bulanan berdua saja diantar oleh supir. Biasanya kami akan berbelanja bertiga di hari Sabtu, lalu dilanjutkan makan-makan di tempat yang putriku itu sukai. Mas Abi libur kerja di hari Sabtu dan Minggu, jadi saat weekend itulah kami bertiga akan banyak menghabiskan waktu bersama. Namun sudah beberapa Minggu ini, setiap Sabtu suamiku itu selalu ada pekerjaan yang membuatnya harus meninggalkan aku dan putrinya. "Kita belanja hari Minggu saja biar bisa belanja bertiga. Kamu yakin bisa belanja berdua saja," ucap mas Abi saat aku mengatakan keinginanku tetap belanja di hari Sabtu hanya bersama Qia. "Bisa mas, kan ada supir yang nganterin. Hari Minggu waktunya kita melakukan hal lain," sahutku menjelaskan. "Hati-hati jangan bawa-bawa barang berat, ingat kamu lagi hamil.""Iya mas. Kan bawa belanjaan dari tempat belanja ke parkiran bisa pakai troli dulu, tinggal dorong tidak perlu diangkat." Setelah meyakinkan suamiku, akhirnya dia mengijinkan kami pe
POV AbimanyuHampir sebulan ini aku memang sering pulang terlambat, bahkan dihari Sabtu aku juga harus pergi ke sekolah. Sekolah kami akan ada akreditasi, aku sendiri yang memastikan segalanya berjalan dengan baik. Aku ingin penilaian kualitas dan evaluasi pada institusi pendidikan yang berada dalam pengawasanku ini berjalan baik dan mendapatkan nilai yang memuaskan. Bahkan hari ini saat aku harus mengantar istri dan putriku berbelanja, aku tidak bisa melakukannya. Hanya saja aku meminta supir untuk mengantarkan dan menjaga mereka dan melaporkan jika terjadi apapun pada istri dan anakku. Aku terburu-buru pulang ke rumah saat mendapatkan laporan dari supir jika istriku seperti menahan tangis di mobil saat pulang dari berbelanja. Ada apa dengan wanita itu, apa itu hanya karena kehamilannya yang menyebabkan emosinya naik turun atau ada hal yang lain. Bahkan saat aku sampai di rumah dan masuk ke kamar, Safa tidak menyadarinya karena tengah melamun dan menatap keluar jendela kamar kami.
Aku terbangun karena mencium aroma khas rumah sakit, apa saat ini aku memang berada di tempat orang-orangnya yang tidak sehat itu. Ingatanku langsung tertuju sesaat sebelum aku pingsan tadi. Aku mendapatkan gambar yang menampilkan suamiku dan perempuan itu. Mengingat akan hal itu rasa-rasanya aku ingin segera bangkit dari ranjang pasien ini dan kabur meninggalkan mas Abi. Biar saja, biar dia tahu artinya kehilangan, lalu dia akan menyesalinya seperti yang terjadi pada mantan suamiku dulu. Aku hendak bangun dari posisiku, namun tubuhku terasa lemas tak bertulang. Aku hanya bisa membuka mata dan menatap langit-langit kamar ini. Tidak lama setelah aku sadar, terdengar suara pintu dibuka. Segera aku kembali menutup mataku, pasti itu suamiku. Aku tidak ingin melihat ataupun berbicara dengannya saat ini. Begitu lelaki itu sampai di samping ranjangku, aku merasakan genggaman tangannya yang hangat. Genggaman yang sesungguhnya selalu aku rindukan. Sesaat setelahnya, mas Abi terus mengungk
Setelah akreditasi di sekolahan mas Abi selesai dan suamiku itu tidak terlalu sibuk, akhirnya kami memutuskan untuk pergi bersama berdua saja seperti rencana kami saat menginap di rumah sakit. Kami memilih weekend untuk pergi bersama.Qia kami titipkan di rumah neneknya, gadis kecil itu semakin lama semakin mengerti dan bisa di ajak kerjasama. Kali ini aku dan papanya bisa meninggalkannya tanpa banyak drama. "Kita mau kemana mas?" tanyaku sambil masuk ke dalam mobil dan duduk disampingnya. "Kita akan pergi ke luar kota, staycation aja di hotel. Karena kamu sedang hamil, aku tidak ingin kamu kecapekan. Kamu bilang aku tidak sanggup menyewa hotel untuk bercinta, sekarang aku buktikan jika aku sanggup," tuturnya sambil tersenyum menggodaku. "Kita kesana cuma untuk itu mas?" tanyaku dengan muka memberengut."Enggak sayang, cuma bercanda.""Hai sayang, kita akan jalan-jalan. Baik-baik di dalam sana ya." Mas Abi berkata sambil mengelus perutku. Aku merasa terharu dan dihargai saat bersa
Mobil yang dikendarai Mas Abi bergerak menjauhi rumah kami. Hari ini lelakiku itu mengajakku jalan-jalan tanpa anak-anak bersama kami. Dia ingin mengajakku refreshing, menyenangkan diri, merilekskan tubuh dan otot-otot setelah beberapa waktu yang lalu berjuang melahirkan putra kami. Awalnya aku menolak karena kasian anak-anak, ditambah lagi bayi kami baru dua bulan. Gimana jika nanti rewel kalau ditinggal. Setelah meyakinkan diriku, akhirnya aku mengikuti kemauan Mas Abi. Qia dan Albi pergi ke rumah Omanya. Keduanya di jemput pagi-pagi sekali, sedangkan Azam di rumah dengan pengasuhnya. Aku sudah menyediakan ASIP yang cukup banyak, cukup hingga sore atau bahkan malam nanti. "Kemana kita, Mas?" Tanyaku pada lelaki yang duduk di sampingku.Fokus menyetir kendaraan roda empat yang kami tumpangi. "Bersenang-senang. Mencari hiburan, kamu pasti penat terus berada dirumah. Sejak melahirkan, kamu belum pergi kemanapun." Perkataan Mas Abi memang benar, sejak melahirkan aku menghabiskan ba
Rumah sudah mulai sepi kembali, tinggal Mama dan Papa, juga kedua teman yang selalu ada untukku, Kaira dan Lili.Hari ini kami mengadakan acara aqiqah untuk anak ke tiga kami. Bayi laki-laki yang kami beri nama Khairul Azzam itu, saat ini sudah berusia dua minggu. Kami sengaja melakukan acara aqiqah setelah dua minggu kelahirannya agar keadaanku sudah pulih saat kami mengadakan acara tersebut. Bahkan Kaira dan Lili juga tidak aku izinkan untuk datang menengok saat aku masih dalam keadaan belum sehat. Hari ini adalah hari pertama mereka datang setelah aku melahirkan. Saat itu aku memang benar-benar ingin istirahat total tanpa ada yang menjenguk, hanya Mama dan Papa yang bolak-balik datang ke rumah kami. Kelahiran kali ini begitu sulit, penuh dengan perjuangan, sehingga aku tidak mau segera ditengok oleh siapapun agar bisa banyak beristirahat. Aku, Kaira, dan Lili, saat ini sedang berada di teras rumah. Tadi setelah acara memang keduanya sengaja tidak pulang dan ingin ngobrol dengank
"Apa maksudnya, Suster. Ini sudah sakit sekali bagaimana bisa masih belum," erangku menahan rasa sakit yang kembali datang. "Sabar yaa, Bu." Perawat itu membantuku tidur miring kembali dan mengusap-usap pinggangku.Nyaman terasa saat tangan lembut itu mengusap pinggangku. Tak lama kemudian, Perawat itu kembali berjalan keluar kamar, aku berteriak memanggilnya. "Suster mau kemana, jangan pergi. Aku udah gak tahan lagi," pekikku kencang. "Mas, sakit Mas. Aku nggak mau lagi kalau kayak gini. Aku mau operasi saja." Aku berkata sembari menatap ke arah Mas Abi yang masih berdiri di samping ranjang. Wajahnya tampak khawatir melihatku. Pria itu kembali duduk di atas kursi yang berada di samping ranjangku."Iya udah, ayo gimana baiknya," sahutnya seraya meriah tanganku lagi. Tak lama berselang, masuk lagi dua orang perawat ke dalam kamarku."Mari Bu, ke ruang tindakan," ucap salah satu dari perawat tersebut. "Saya udah gak bisa bangun lagi, Sus." Rasanya aku memang sudah tidak sanggup b
POV SafaWaktu berlalu dengan cepat, tidak terasa usia kehamilanku sudah memasuki trimester ketiga. Setelah trimester kedua tidak ada drama lagi dalam kehamilanku, aku sudah bisa mulai memakan apa saja dan berat badanku serta bayi beserta naik secara signifikan. Pada pemeriksaan terakhir kali beberapa waktu lalu, dokter mengatakan semuanya baik-baik saja. Posisi bayi sudah sempurna, berat badannya cukup, air ketuban cukup, plasenta masih bagus. juga cukup insya Allah kan aku bisa melahirkan secara normal seperti saat aku melahirkan Albi dulu. Aku mulai rajin jalan-jalan begitu usia kandunganku memasuki trimester ketiga, makan buah-buahan yang bagus untuk ibu hamil yang sudah mendekati masa HPL. Diantaranya saja buah nanas.Buah nanas memiliki kandungan bromelain yang mampu membantu melunakkan leher rahim hingga memicu kontraksi pada ibu hamil. Namun buah ini tidak disarankan dikonsumsi secara berlebihan karena menyebabkan diare yang tidak menyamankan ibu hamil saat melahirkan. Ka
POV Abimanyu"Tega sekali kalian," terdengar suara Safa sedang berbicara dengan orang.Aku yang baru saja keluar dari kamar mandi sangat jelas mendengar suara Safa, kami tadi bergantian ke kamar mandi setelah pulang dari rumah Mama. Meskipun sampai rumah sudah jam setengah sepuluh malam tapi aku memutuskan mandi dengan air hangat. Meskipun sudah jam sepuluh malam, tapi istriku itu tetap melakukan panggilan video dengan temannya. Sepertinya itu dengan Kaira dan juga Lili, mereka berdua memang membantuku untuk membawa Safa keluar dari rumah, sebelum akhirnya aku jemput untuk pergi ke rumah Mama. Pelan kuayunkan langkah mendekat pada istriku yang sedang duduk di depan meja riasnya. Bercermin sambil menelpon teman-temannya. Aku berdiri di sampingnya, bisa melihat layar smartphone milik Safa tapi Lili dan Kaira tidak bisa melihatku."Kalian sengaja membohongiku, kan? Jadi sebenarnya Lili itu mau beli baju beneran atau enggak sih? Atau cuma akal-akalan kamu saja, Li?" tanya sama pada te
POV Abimanyu"Mas, tega kamu melakukan ini padaku. Kamu yang salah, masa aku yang harus kena omelan mama," ucap Safa dengan wajah memelas. Sebenarnya aku tidak tega melakukan ini padanya, tapi ini adalah bagian dari skenario untuk memberinya kejutan. "Ya mau bagaimana lagi, Mama yang minta kamu kesana. Yang penting kita ke sana dulu saja.""Aku nggak mau pokoknya," tolak Safa. matanya mulai berembun.Antara mama dan Safa memang tidak pernah terjadi perseteruan. Hanya sekali waktu pertemuan kami sebelum menikah, dimana saat itu Mama melukai Safa dengan perkataannya. Dan swkali setelah menikah, saat Qia ngambek dan minta diantar ke rumah Omanya, lalu ke kuburan mending Mamanya. Mungkin momen itu begitu membekas di hati Safa hingga dia tidak mau juga mama kembali berkata buruk padanya. "Aku lagi hamil Mas, masa kamu tega melihat istrimu dimarahi oleh mamamu?" kali ini Safa mulai terisak.Hormon kehamilan membuatnya menjadi wanita yang mudah menangis. membuatku malah menjadi khawatir p
Sepeninggalnya Lili, aku dan Kaira kembali ke ruang kerja Kaira. Temanku itu mengajakku untuk berbicara dengan santai di ruang kerjanya. "Aku nggak nyangka kamu bakalan bisa akur dengan istri dari mantan suamimu. Ini sungguh sesuatu yang sangat langkah," ucap Kaira begitu kami sampai di dalam ruangannya."Jika Itu bukan Lili, mungkin aku tidak akan bisa juga akrab dengannya. Apalagi menjalin keakraban dengan segala yang berhubungan dengan mantan suamiku. Ditambah lagi perpisahan kami dulu sangat menyakitkan, tapi semuanya sudah berlalu aku sudah mendapatkan banyak kebahagiaan dan aku juga sudah move on dari segala masa laluku itu.""Termasuk dengan wanita yang menjadi penyebab hancurnya rumah tanggamu?"Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Kaira. "Bagaimana kabar wanita itu? Apa kamu masih mendengar tentangnya? Dia masih satu kampung dengan kamu kan.""Dia sudah mendapatkan balasannya, dan sekarang mungkin dia sudah menjadi orang yang lebih baik. Sudahlah, jangan
"Termasuk apa Lili?" tanyaku penasaran. "Termasuk dia yang dijadikan ibu pengganti. Aku tidak habis pikir dengan hal itu. Itu mungkin pukulan berat yang membuat wanita itu jadi insyaf.""Dia cerita apa lagi?""Tentang itu saja mbak yang bikin aku shock.""Dania cerita juga tentang aku?" Aku mencoba memancing Lili bercerita yang lain. "Enggak Mbak, memangnya Mbak Safa ketemu dengannya juga?""Enggak sih kalau di kota ini, tapi pas aku pulang kampung sempat bertemu dengannya dan seperti padamu, dia juga minta maaf padaku," jawabku apa adanya.Jadi Dania tidak menceritakan tentang aku, syukurlah. Wanita itu memang benar-benar sudah berubah. "Oh iya Mbak, bisa nggak Mbak Safa nemenin aku ke butik Mbak Kaira lagi," ucap lili mengubah topik pembicaraan. "Memangnya kamu mau memesan baju pernikahan?" tanyaku dengan penasaran.Pasalnya kerjasama antara Lili dan Kaira waktu itu tidak jadi. Lili bilang menjual baju pengantin tidak semudah menjual baju yang aku produksi maupun yang diproduksi
"Tadaaa ....," serunya sembari mengangkat sebuah rantang berwarna orange tepat di hadapanku. Aku masih memandangnya dengan tatapan tidak mengerti. Apakah kejutan yang dia maksud adalah dengan memberiku sebuah rantang kejutan, macam apa ini."Ini kejutannya, kamu memberiku rantang?"Ini bukan sekedar rantang, Mbak. Yang paling penting adalah isinya. Kata Mas Abi, kamu menginginkan masakan Ibuku, kan. Nah di dalam rantang ini ada masakan spesial yang Ibuku masakan buat kamu. Selain rantang ini ada juga yang di dalam itu, ucap Lili panjang lebar sambil menunjuk goodie bag. Wah jadi mas Abi benar-benar mengatakan keinginanku pada Lili. Kapan dia mengatakan, ternyata suamiku itu benar-benar memenuhi semua keinginanku bahkan hal ini pun tanpa sungkan ia lakukan."Kapan mas Abi bilang padamu?" Aku bertanya dengan penasaran"Bukan padaku sih, tapi suamimu itu bilang pada Mas Galih, kemudian Mas Galih bilang padaku, terus aku bilang pada ibu deh," tutur Lili jelaskan. Oh ternyata begitu cer