Reyhan tertawa geli mendengar Vina kaget dan latah seperti itu. “Sayang, kamu itu ya kebiasaan banget kalau kaget jadi latah.” Sementara Reyhan menikmati kelatahan Vina dan menganggapnya sebagai sesuatu yang lucu dan menggemaskan, yang bersangkutan alias Vina sendiri justru sedang ketar-ketir luar
Sampai di bawah, Vina berjalan duluan sementara Yudha mengikutinya dari belakang. Saat itu juga, ada petugas mall yang sedang membawa kardus-kardus besar dan tidak melihat Vina. Petugas mall itu menyenggol tubvh Vina hingga ia oleng. Berhubung Vina kaget, ia refleks berusaha menahan diri untuk tidak
Reyhan berusaha mengejar mereka, tetapi karena hari itu Mall dalam keadaan ramai, jadi, Reyhan kehilangan jejak mereka. Belum lagi ponselnya yang tiba-tiba berdering. Mau tak mau, Reyhan mengangkat ponselnya dulu karena takut itu telpon penting. Di sisi lain, setelah keluar dari mall, Vina baru be
“Di sini bagus. Mama saya beberapa kali memesan pakaian di sini, jadi saya rasa kamu juga akan suka.” Vina mengerang dalam hati. ‘Bukan itu masalahnya!’ Vina selalu khawatir dengan harga, apalagi ini posisinya dibelikan orang lain. Entahlah, ia khawatir saja kalau nantinya jadi utang. “Om, ke t
Yudha seketika mengernyit mendengar jawaban Vina. “Cowokmu? Ngapain dia di sini?” “Sebenarnya tadi kami ketemu pas di mall, Om. Mungkin dia kira aku udah pulang makanya nyusulin ke rumah,” jelas Vina. Yudha mengusap wajahnya. “Kamu ini belum putus sama dia, ya?” Vina menggeleng. “Belumlah, Om. M
“Ya ‘kan jenguk doang, Sayang? Nyapa sebentar terus udah, apa sih ribetnya?” Reyhan masih ngeyel. Vina menggertakkan giginya sendiri. Kadang-kadang, Reyhan memang bisa sangat menyebalkan kalau sudah menginginkan sesuatu. “Ya pokoknya nggak bisa sekarang. Udah ya, aku tutup dulu. Bye bye.” Vina ti
“Aku kabur, Mas Yudha,” ulang Wulan. “Kabur gimana maksudnya?” tanya Yudha. Ia bingung mengapa Wulan tiba-tiba memberi kabar seperti ini kepadanya. Terlebih, bukankah apapun urusan Wulan sekarang bukan urusan Yudha lagi? mereka sudah putus waktu itu. “Ya kabur dari rumah Mas,” kata Wulan. “Iya, k
“Please… balikan sama aku aja, Mas. Ngapain sih kamu menikah sama dia? Vina itu miskin, dekil, orang tuanya juga penyakitan, kalau kamu nikah sama Vina, nanti masa depanmu bakal susah juga, Mas. Suram.” “Lebih susah mana dengan menikah denganmu yang keluarganya tiba-tiba ditinggali utang, hm?” bala
Setelah semua urusan selesai, Langit dan Dahayu akhirnya pulang ke rumah. Karena Dahayu mengendarai mobilnya sendiri, Langit mengikutinya dari belakang dan memastikan wanita itu tidak menghilang dari pengawasannya. Langit langsung menarik Dahayu masuk ke kamar begitu mereka sampai. Dahayu pasrah-p
Sudah dua jam berlalu sejak Langit keluar dari rumah. Dahayu mulai khawatir. Pasalnya, laki-laki itu sama sekali tidak menghubunginya. Pikiran Dahayu mulai tertuju kepada klub malam. Namun, dengan segera dia mengenyahkan kemungkinan itu. “Langit udah berubah. Dia nggak bakalan pergi ke klub malam l
“Ya Allah, beneran, Yu?” Bening sampai tidak percaya mendengarnya. Semua orang di meja makan terlihat tersenyum, terutama ibu Langit yang akhirnya mendapatkan cucu pertamanya. Dahayu malah malu sendiri karena menjadi pusat perhatian. Bening berdiri dari kursinya dan menghampiri Dahayu, memeluk putr
Bibir mereka tidak menempel lama. Karena tiba-tiba Dahayu mendorong Langit dan beringsut menjauh. Wajahnya memerah padam dan jantungnya berdebar tak karuan, tetapi dia justru menolak bertautan dengan Langit. Langit menatap Dahayu dengan kecewa. “Kenapa, Yu? Apa aku salah cium kamu? Aku ‘kan suami k
Buket bunga yang Langit bawa cukup besar. Dahayu sampai kesulitan membawanya dan hampir tidak bisa melihat apa pun. Sementara itu Langit tersenyum kecil melihat Dahayu kewalahan membawa buket itu. Dia mengikuti istrinya memasuki rumah singgah. Ini bukanlah kunjungan pertama Langit ke rumah ini, teta
“Kamu... hamil?” Dahayu mengangguk pelan. Tanpa sadar tangannya berdiam di perutnya sendiri. “Iya, aku hamil. Karena itu, aku mutusin kasih kamu kesempatan. Aku nggak ingin anak ini terlahir tanpa seorang ayah,” ujarnya lirih. Langit menelan ludah, masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
Akhirnya, Dahayu berbicara dengan Langit di ruang tunggu rumah sakit. Tidak banyak orang yang berlalu lalang di sekitar sana sehingga mereka bisa berbicara dengan lebih leluasa. Akan tetapi, kehadiran Sagara di antara pasangan suami-istri itu membuat suasana menjadi tegang. Sagara terus memperhatika
Setelah mengetahui dirinya hamil, Dahayu tidak bisa berhenti menangis. Tangannya gemetaran memegangi testpack yang memperlihatkan dua garis biru. Dahayu bingung apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Haruskan Dahayu menyimpan semua ini sendirian ataukah memberiahukannya pada Langit? “Assalamualaik
Begitu tahu ibunya tak sadarkan diri, Langit langsung melarikan ibunya ke rumah sakit. Langit meminta tolong Bi Ikah untuk memegangi ibunya di bangku penumpang belakang. Kepalanya sedang berkecamuk, tetapi Langit harus bisa fokus pada jalanan di depannya demi menghindari kecelakaan. Mobil mewah Lan