“Ning, Mas janji ini bakal jadi yang terakhir. Setelah ini, Mas nggak akan ganggu kamu lagi. Anggap aja ini sebagai pertemuan untuk ucapan selamat tinggal dari Mas buat kamu.” Bening mendecak kesal. Entahlah, ia merasa geli sendiri dengan omongan Wildan. Sok memelas sekali pria itu. “Nggak usah n
Bening tersadar. Ketika ia membuka matanya, pemandangan yang ia lihat bukan kafe di gang yang sepi itu lagi, tetapi sebuah ruangan yang ia sinyalir sebagai kamar hotel. Bening sontak bangkit duduk dari posisinya. Kepalanya masih terasa begitu pusing, membuat ia meringis kesakitan karena tiba-tiba la
Bening memaksakan senyum dan menyuapkan makanan ke mulutnya. Ia tidak bisa merasakan nikmat sama sekali. Bening hanya memaksakan diri untuk mengunyah dan menelan hanya agar ibunya tidak khawatir. “Ning, kalau ada masalah cerita sama Ibu dong. Kita ini hanya hidup berdua, kalau kamu diem-diem aja, I
Pagi itu, Bening terbangun seperti biasa dan bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi. Semalaman ia menangis sampai kelelahan dan tertidur sendiri. Bening benar-benar meratapi hidupnya. Setelah menerima panggilan dari Kalingga, Bening semakin merasa sedih. Ia bisa mendengar dengan jelas suara Kal
Ketika ia kembali bersih-bersih, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Bening mengernyit. “Apa Ibu lupa bawa sesuatu ya?” Bening ke depan dan membukakan pintu. Seseorang berdiri di sana, dan ketika Bening mendongak, matanya seketika membelalak. “Kapten Kalingga.” Bening sungguh terkejut melihat Kal
Bening langsung menggeleng bahkan sebelum Kalingga menyelesaikan ucapannya. “Enggak. Kapten nggak perlu minta maaf, memang aku yang salah karena udah seenaknya sendiri. Kapten nggak usah khawatir, setelah ini, aku janji nggak akan ganggu Kapten lagi.” Kalingga mengernyit mendengar ucapan Bening yan
"Bening?!" Kalingga masih berusaha menuntut jawaban. Apa sebenarnya yang disembunyikan oleh Bening hingga ia kesulitan mengatakan alasannya. "Aku sudah dijodohkan sama ibu dengan laki-laki lain, karena itulah aku nggak bisa nerima pernikahan dengan Kapten Kalingga," jelas Bening pada akhirnya. Ka
“Ning, kita ke rumah sakit ya? Badan kamu panas banget ini. Ibu khawatir.” Bening menggeleng pelan. Bibir Bening bahkan sampai kering dan pecah-pecah. “Bening nggak papa, Bu. Nanti juga turun sendiri panasnya kalau udah dibawa tidur.” “Mana bisa gitu, Ning. Panasmu ini udah tinggi banget lho. Ibu
Pandangan Sagara langsung tertuju kepada Langit. Kedua alisnya bertaut marah. Sagara bisa melihat Dahayu gemetaran di belakang Langit, tapi saat ini Sagara ingin membuat perhitungan kepada adik iparnya itu. Berani-beraninya Langit membentak Dahayu seperti itu. Selain itu, ada yang mengganggu pendeng
Langit masuk dengan tampang lesu. Wajahnya pucat dan dia tampak lebih kurus. Selain itu, sepertinya Langit tidak tidur selama beberapa hari hingga kantung matanya menebal. Langit langsung duduk di depan Dahayu tanpa dipersilakan. Dia bersilang tangan dan menatap Dahayu dengan tajam. “Akhirnya, kita
“Nak Langit? Kenapa nggak dijawab? Dahayu kemana? Apa dia pergi dari rumah nggak bilang-bilang?” tanya Bening sekali lagi, mulai khawatir karena Langit tak kunjung menjawab. Langit mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak boleh mengatakan yang sebenarnya kepada mertanya. Cukup hanya orang-orang rum
“Serius banget.” Langit mencebik remeh. “Nggak usah mengalihkan pembicaraan deh, Yu. Kalau emang habis ketemun sama bajingan itu, ngaku ajalah.” “Atau sebaiknya sekarang giliran kamu yang mengaku, Langit?” balas Dahayu dengan ekspresi serius. Langit mengerutkan keningnya. Ia memperhatikan tangan D
“Harus kuapain foto ini?” Arjuna benar-benar bingung sekarang. Ia tidak berhenti memandangi foto yang ia tangkap di ponselnya beberapa hari lalu. Arjuna yakin sekali jika pria yang ia lihat di restoran bersama seorang wanita adalah Langit, suami Dahayu. Namun, bagaimana bisa Langit bertemu dengan s
Dahayu tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Dia terus melamun memikirkan noda lipstik yang tertinggal di lengan baju Langit. Saat melihat noda itu, Dahayu harus membersihkannya terlebih dulu sebelum diserahkan kepada Bi Ikah. Dahayu tidak ingin Bi Ikah mengetahui permasalahan rumah tangga
Dahayu beringsut ke arah headboard kasur sambil memegangi pakaiannya sendiri tanpa sadar. Langit berjalan gontai dan menutup pintu kamar mereka dengan keras. Dahayu sampai terkesiap mendengar suara nyaring itu. “La-Langit... kamu mabuk?” tanya Dahayu, memastikan apakah Langit masih bisa diajak berk
Beberapa hari terakhir ibu Langit sadar jika Dahayu dan putranya jarang sekali berkomunikasi. Mereka hanya terlihat membicarakan hal penting lalu saling berdiam diri ketika tidak ada hal yang dibahas. Apalagi saat bergantian menjaga ibu Langit, Langit cenderung bersikap cuek saat melihat Dahayu. Hal
Selesai membaca isinya, Langit langsung membanting pintu lemari itu dan membawa dairy Dahayu bersamanya. Ia turun dengan tergesa-gesa menuruni tangga, meraih kunci mobil, bahkan menabrak Bi Ikah yang baru kembali dari minimarket. Langit membuka mobilnya dan melompat ke bangku sopir. Tanpa repot-rep