Bening langsung menggeleng bahkan sebelum Kalingga menyelesaikan ucapannya. “Enggak. Kapten nggak perlu minta maaf, memang aku yang salah karena udah seenaknya sendiri. Kapten nggak usah khawatir, setelah ini, aku janji nggak akan ganggu Kapten lagi.” Kalingga mengernyit mendengar ucapan Bening yan
"Bening?!" Kalingga masih berusaha menuntut jawaban. Apa sebenarnya yang disembunyikan oleh Bening hingga ia kesulitan mengatakan alasannya. "Aku sudah dijodohkan sama ibu dengan laki-laki lain, karena itulah aku nggak bisa nerima pernikahan dengan Kapten Kalingga," jelas Bening pada akhirnya. Ka
“Ning, kita ke rumah sakit ya? Badan kamu panas banget ini. Ibu khawatir.” Bening menggeleng pelan. Bibir Bening bahkan sampai kering dan pecah-pecah. “Bening nggak papa, Bu. Nanti juga turun sendiri panasnya kalau udah dibawa tidur.” “Mana bisa gitu, Ning. Panasmu ini udah tinggi banget lho. Ibu
Kalingga gelagapan ketika mendengar pertanyaan ibunya Bening. Ia tidak sadar ketika menyebut nama Bening, padahal jelas ibunya belum tahu wajah Kalingga. "Oh itu... saya hanya ingat dengan nama teman saya yang kebetulan juga namanya Bening," jawab Kalingga seraya tersenyum tipis. Ibunya Bening ma
Ibunya Bening mendesah panjang. Matanya memandang jauh ke jalanan di depan. “Ibu belum kepikiran sampai ke sana, Nak. Lagian, Beningnya belum tentu mau, dan Ibu juga nggak mau memaksakan perasaan Bening untuk menyukai laki-laki baru. Jujur saja, Bening dari dulu impiannya memang untuk menjadi istri
"Bening!" Kalingga dan Bening tersentak saat tiba-tiba sosok ibu Bening muncul di depan pintu. Keduanya refleks melepaskan lingkaran tangan mereka di tubuh satu sama lain. Bening mencoba menjelaskan, tetapi dia juga bingung hendak membuat alasan apa. "Ibu, sebenarnya..." suaranya menggantung, ragu
"Ibu, ini nggak seperti yang—" Ucapan Bening langsung dipotong oleh ibunya. "Nggak seperti yang apa? Ibu punya mata, Ning!" seru wanita itu. Bening kebingungan sendiri. Wajar saja kalau ibunya tidak percaya dengan apapun penjelasan yang Bening utarakan. Masalahnya, beliau melihat sendiri apa yang
“Ya sudah, kalau begitu saya pamit dulu. Assalamualaikum.” Bening menatap Kalingga dan mengangguk. “Waallaikumsalam.” Mobil Kalingga pun melaju pergi dari area rumah keluarga Bening. Bening menghela napas panjang. Perasaannya agak rumit sekarang. Entah sebenarnya apa yang ia rasakan. Maksudnya, k
Pandangan Sagara langsung tertuju kepada Langit. Kedua alisnya bertaut marah. Sagara bisa melihat Dahayu gemetaran di belakang Langit, tapi saat ini Sagara ingin membuat perhitungan kepada adik iparnya itu. Berani-beraninya Langit membentak Dahayu seperti itu. Selain itu, ada yang mengganggu pendeng
Langit masuk dengan tampang lesu. Wajahnya pucat dan dia tampak lebih kurus. Selain itu, sepertinya Langit tidak tidur selama beberapa hari hingga kantung matanya menebal. Langit langsung duduk di depan Dahayu tanpa dipersilakan. Dia bersilang tangan dan menatap Dahayu dengan tajam. “Akhirnya, kita
“Nak Langit? Kenapa nggak dijawab? Dahayu kemana? Apa dia pergi dari rumah nggak bilang-bilang?” tanya Bening sekali lagi, mulai khawatir karena Langit tak kunjung menjawab. Langit mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak boleh mengatakan yang sebenarnya kepada mertanya. Cukup hanya orang-orang rum
“Serius banget.” Langit mencebik remeh. “Nggak usah mengalihkan pembicaraan deh, Yu. Kalau emang habis ketemun sama bajingan itu, ngaku ajalah.” “Atau sebaiknya sekarang giliran kamu yang mengaku, Langit?” balas Dahayu dengan ekspresi serius. Langit mengerutkan keningnya. Ia memperhatikan tangan D
“Harus kuapain foto ini?” Arjuna benar-benar bingung sekarang. Ia tidak berhenti memandangi foto yang ia tangkap di ponselnya beberapa hari lalu. Arjuna yakin sekali jika pria yang ia lihat di restoran bersama seorang wanita adalah Langit, suami Dahayu. Namun, bagaimana bisa Langit bertemu dengan s
Dahayu tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Dia terus melamun memikirkan noda lipstik yang tertinggal di lengan baju Langit. Saat melihat noda itu, Dahayu harus membersihkannya terlebih dulu sebelum diserahkan kepada Bi Ikah. Dahayu tidak ingin Bi Ikah mengetahui permasalahan rumah tangga
Dahayu beringsut ke arah headboard kasur sambil memegangi pakaiannya sendiri tanpa sadar. Langit berjalan gontai dan menutup pintu kamar mereka dengan keras. Dahayu sampai terkesiap mendengar suara nyaring itu. “La-Langit... kamu mabuk?” tanya Dahayu, memastikan apakah Langit masih bisa diajak berk
Beberapa hari terakhir ibu Langit sadar jika Dahayu dan putranya jarang sekali berkomunikasi. Mereka hanya terlihat membicarakan hal penting lalu saling berdiam diri ketika tidak ada hal yang dibahas. Apalagi saat bergantian menjaga ibu Langit, Langit cenderung bersikap cuek saat melihat Dahayu. Hal
Selesai membaca isinya, Langit langsung membanting pintu lemari itu dan membawa dairy Dahayu bersamanya. Ia turun dengan tergesa-gesa menuruni tangga, meraih kunci mobil, bahkan menabrak Bi Ikah yang baru kembali dari minimarket. Langit membuka mobilnya dan melompat ke bangku sopir. Tanpa repot-rep