Bab 185"Ti, gimana kalau kita tunangannya minggu depan?"Siti yang tengah melihat anaknya bermain di taman itu tampak menoleh ketika mendengar penuturan Handi."Secepat itu, Mas?""Iya, Ti. Mas rasanya nggak mau menunda lagi. Tapi Mas juga butuh pendapat kamu," ujar Handi.Siti tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Mas. Memang lebih cepat itu baik, kok."Dibandingkan terus menunda, Siti telah bersiap untuk menghadapi kenyataan. Bagaimanapun juga ini adalah hidupnya dan dia berhak merasakan bahagia.Tak peduli bagaimana pendapat orang-orang nantinya, Siti hanya berharap mendapatkan kabar terbaik."Kalau begitu kita siapkan segalanya, ya? Nanti kita mampir ke butik dulu untuk pesan gaun."Siti mengerutkan keningnya karena wanita itu tak mengharapkan sebuah pesta yang begitu meriah. Bahkan rasanya dia juga tak pantas mengenakan gaun mewah."Apa harus semewah itu, Mas? Lagipula nggak ada artinya karena aku hanya seorang janda. Pakai gaun mahal hanya akan merugikanmu."Handi menghela napas pel
Bab 186"Wah ... lihat siapa yang datang?"Mata Siti tampak membulat sempurna ketika melihat sosok Eva, sepupunya yang selalu saja bersikap sengit padanya.Eva tampak datang bersama dengan sang suami. Mereka berdua juga sepertinya sedang memilih pakaian di butik ini.Siti merasa sedikit jantung karena bertemu dengan sepupunya itu. Bagaimanapun juga hubungan mereka terakhir kali tak baik.Tatapan Eva yang begitu tajam dan juga sinis membuat Siti semakin merasa tak nyaman."Eh, Siti? Kebetulan kita ketemu disini. Kamu mau beli baju juga?" tanya Dirga.Sebelum Siti berhasil membuka mulutnya, Eva sudah lebih dulu berbicara."Mana mungkin, Mas? Pakaian di butik ini 'kan harganya mahal. Gaji dia sebagai babu aja nggak mungkin cukup untuk beli pakaian paling murah di sini."Degh!Hati Siti terasa ngilu. Perkataan Eva barusan memang benar karena Siti yang bekerja sebagai pembantu uangnya pasti tidaklah cukup untuk membeli pakaian di butik ini. Tapi uang yang dihasilkannya dari menulis novel,
Bab 187Handi tahu dengan jelas kalau wanitanya itu saat ini tengah berbohong agar bisa menutupi perasaannya sendiri."Kalau kamu nggak kuat, kamu juga boleh mengeluh, Ti. Saat ini ada aku yang akan menjagamu, jadi jangan sungkan apabila air matamu itu sudah menggenang."Siti diam sejenak ketika mendengar penuturan Handi. Tapi tiba-tiba senyuman mulai muncul di wajahnya."Iya, Mas. Lain kali aku tidak akan berpura-pura tegar lagi."Di waktu yang bersamaan, Dirga telah berhasil menyeret istrinya keluar dari butik. Walaupun dengan cara yang cukup kasar tapi pria itu merasa senang karena istrinya kini berhasil dikontrol."Masuk ke mobil, sekarang!"Eva menekuk wajahnya karena merasa kesal, tapi wanita itu tak bisa menolak dan langsung masuk ke dalam mobil sang suami.Setelah memastikan istrinya benar-benar masuk ke dalam mobil, Dirga baru masuk dan mulai mengemudikan mobilnya menjauh dari butik.Eva sejak tadi masih saja memasang wajah masam. Tapi Dirga enggan bertanya karena pria itu me
Bab 188"Mari saya perlihatkan beberapa koleksi gaun di butik ini." Salah seorang pegawai tampak begitu ramah. Wanita itu dengan cepat langsung mendekati Siti.Siti menganggukan kepalanya perlahan dan mengikuti arahan dari pegawai toko. Mata Siti melirik ke arah salah satu gaun berwarna abu-abu muda yang tampak begitu indah. Jemarinya terulur pelan dan mulai mengelus gaun tersebut."Apa kamu suka gaun ini?"Siti menoleh ke arah Handi, tapi wanita itu hanya bisa tersenyum kecut karena sadar bahwa gaun indah tersebut tidak akan cocok jika dikenakan olehnya."Ini sangat indah, Mas. Tapi akan terlihat buruk kalau aku yang pakai. Aku cari yang sederhana aja."Handi menghela napas perlahan. "Lihat? Kamu lagi-lagi ngomong kayak gitu. Kalau kamu suka, ambil saja dan coba. Kalau memang kurang cocok, kita cari yang lain."Siti terkekeh pelan. Handi bahkan jauh lebih sabar ketika bersamanya. Padahal pria itu tampaknya tak perduli dengan hal-hal semacam ini. Tapi Siti nyatanya salah besar."Aku b
Bab 189Tanpa terasa waktu bergulir dengan cepat karena Handi dan Siti kini tengah sibuk menyiapkan acara pertunangan yang akan diadakan sekitar dua hari lagi.Bahkan Sumi dan Bi Yati juga ikut serta membantu karena kedua wanita itu sangat setuju dengan hubungan Siti.Siti melirik ke arah ponselnya yang berdiri nyaring. Wanita itu segera meraih ponselnya. Ternyata ada panggilan masuk dari Handi. Pandangan wanita itu kini beralih menatap Sumi."Sum, aku angkat telpon dulu, ya?""Iya, Mbak."Setelahnya, Siti segera mencari tempat yang nyaman. Wanita itu segera mengangkat panggilan."Halo, Mas?""Apa aku ganggu kamu?"Siti tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala perlahan. "Nggak kok, Mas. Ada apa?""Syukurlah. Aku telepon karena nanti ada yang akan datang ke rumah. Aku udah sewa pegawai salon biar kamu bisa perawatan dulu.""Eh? Kenapa repot-repot, Mas?"Handi terkekeh pelan. "Apanya yang repot? Aku cuma mau lakukan yang terbaik untuk calon istriku."Hati Siti kembali terasa hangat.
Bab 190Adi gemetar ketakutan karena pria itu sadar sejak tadi tengah diikuti oleh sebuah mobil. Rasanya dia tak bisa fokus untuk mengemudikan mobilnya dan sesekali melirik ke arah belakang."Sialan! Sebenarnya siapa yang mengikutiku sejak tadi, sih?!"Kepalanya masih saja terasa pusing karena dia kembali mendapatkan demo dari para tukang bangunan yang meminta gaji agar segera dibayarkan.Tapi sekarang dia justru dikejar oleh orang yang tak dikenal. Rasanya kehidupannya kini semakin sulit dan juga tak bisa diatur dengan baik.Adi segera menancap gas jauh lebih cepat. Pria itu berharap tak diikuti lagi. Tapi sayangnya dugaannya itu salah kaprah karena sampai saat ini pun dia masih tetap diikuti dari belakang. Mobil yang mengikutinya itu juga melaju jauh lebih cepat.Tiba-tiba mobil itu menyalip dan langsung berhenti tak jauh dari depan. Adi yang terkejut segera menekan pedal rem agar tidak menabrak.Cittt!Untung saja mobil berhasil berhenti dengan tepat. Adi yang sudah terlanjur meras
Bab 191Handi beralih menatap sekretarisnya yang kini tengah sibuk. Pria itu sampai saat ini masih belum mengatakan tentang rencana pesta pertunangannya."Rosa," panggilnya.Wanita yang tengah menatap layar monitor itu tampak menoleh sekilas dan langsung berdiri dari tempat duduknya. Rosa segera menghampiri sang atasan."Iya, Pak. Apa ada sesuatu yang anda butuhkan?"Handi menggeleng pelan. "Nanti ada orang yang akan datang kesini. Tolong kamu bagikan sekalian undangan untuk pesta pertunangan ku," ujarnya."Baik, Pak. Saya akan sebarkan -- eh? Pak Handi akan bertunangan?!"Wajah Rosa tampak begitu terkejut karena wanita itu tahu dengan jelas sang atasan hampir tak pernah dekat dengan siapapun. Namun tiba-tiba pria itu mengumumkan akan mengadakan acara pertunangan."Iya, benar. Tiga hari lagi saya akan bertunangan."Rosa kembali melongo tak percaya walaupun wanita itu mendapat penjelasan dari atasannya. Rasanya dia masih saja belum percaya.Handi menghela napas berat saat melihat asist
Bab 192"Sudahlah, Bu. Adi itu capek karena baru saja pulang dari luar kota, Ibu harusnya bisa mengerti!"Mata Retno tampak membulat dengan sempurna ketika mendengar anaknya tiba-tiba berbicara dengan suara yang keras bahkan hampir saja membentaknya. Tak pernah sekalipun dia mendapatkan perlakuan buruk seperti itu."Apa-apaan kamu, Di?! Beraninya kamu membentak Ibu?!"Adi menghela napas berat. Pria itu hendak melayangkan protes kembali tapi tiba-tiba berhenti karena mendengar suara ponsel miliknya berdering nyaring.Pria itu tampak mengerutkan keningnya ketika mendapatkan telepon dari Rosa. Mau tak mau dia harus menjauh terlebih dulu dari ibunya agar bisa mengangkat telepon."Kita sudahi dulu, Bu. Ada telepon penting," kelakarnya.Walaupun masih merasa marah, Retno juga tak bisa berbuat apapun ketika mendengar anaknya berkata seperti itu. Dia membiarkan putranya itu terlalu pergi menjauh. Sedangkan wanita paruh baya itu kini memilih kembali duduk di sofa sambil menonton televisi meski