Bab 127Handi telah pergi beberapa menit yang lalu. Pria itu beralasan ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan. Siti juga tak berniat untuk terus membebani Handi. Setelah Siti selesai mencuci piring, wanita itu beralih melepas celemek dan bersiap untuk berangkat ke sekolah."Bi, aku berangkat dulu, ya?"Bi Yati mengangguk pelan. Siti melirik ke arah Sumi dan memberi kode seolah dia berpamitan. Putri tanpa diminta langsung berpamitan. Gadis kecil itu bahkan mencium tangan Bi Yati dan Sumi secara bergantian."Semoga acaranya sukses ya, Nduk."Putri mengangguk pelan. Dia kini berlalu pergi dan menggandeng tangan Siti. Untungnya, Siti berhasil menemukan taksi dengan cepat. Kini mereka berdua langsung melaju ke sekolah."Bu, Putri takut salah nanti," lirih gadis kecil itu. Siti tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, kok. Ibu yakin akan berjalan lancar. Putri hanya perlu membacanya seperti saat latihan," jelasnya.Putri mengangguk pelan. Dia mendongak dan menatap lekat wajah ibunya."Ayah
Bab 128"Ayahnya Putri mana, Bu? Kok nggak keliatan?"Degh!Jantung Siti rasanya berhenti berdetak setelah mendapat pertanyaan yang cukup mengejutkan dari Sri. Dia tahu kalau pada akhirnya suatu hari nanti pasti pertanyaan itu akan muncul dari seseorang.Siti merasa bingung. Dia ingin menjawab dan menceritakan tentang hal yang sebenarnya, tapi masih merasa ragu sebab saat ini statusnya adalah janda.Tapi mau bagaimanapun juga suatu hari nanti pakai yang ditutupi rapat akan tercium. Mau tak mau dia harus mengatakan yang sebenarnya."Ah, anu saya sebenarnya--""Maaf aku datang terlambat," suara seorang pria tiba-tiba memecah suasana canggung yang tengah terjadi.Siti mulai dengan tatapan terkejut saat mendapati majikan yang tiba-tiba datang dan mendekatinya."Oh, ini ayahnya Putri? Halo, salam kenal saya Sri. Ibunya Selly, teman dekat Putri." Wanita itu mengulurkan tangannya dan Handi tanpa basa-basi sedikitpun langsung menjabatnya. Begitu juga dengan Hendra. Mereka saling berkenalan si
Bab 129Handi dan Siti duduk di kursi penonton karena Putri sebentar lagi akan tampil. Gadis kecil itu kini tengah mengikuti arahan dari gurunya.Siti melirik ke arah pria yang duduk tepat di sampingnya. Sejak tadi dia merasa tak nyaman karena mengingat tentang perbuatan putrinya yang bisa dibilang cukup sembrono.Mau tak mau, Siti harus meminta maaf pada majikannya. Wanita itu perlahan mendekatkan tubuhnya ke arah Handi dan mulai berbisik pelan."Pak, terima kasih karena sudah datang ke sekolah dan berpura-pura untuk menjadi ayahnya Putri. Tapi sungguh saya minta maaf atas kejadian tadi, Pak."Handi melirik sekilas dan pria itu mengangguk perlahan. "Nggak apa-apa," balasnya.Kening Siti terlihat berkerut. Tapi setidaknya wanita itu bersyukur karena sang majikan tak marah sama sekali.Siti menarik tubuhnya kembali dan memandang area panggung yang kini acaranya sudah dimulai."Semoga Putri bisa membacakan puisinya dengan lancar," lirihnya.Tak berselang lama, Putri naik ke atas pangg
Bab 130"Cantik," lirih Handi.Wajah Siti terlihat merona. Tapi sebelum wanita itu menanyakan soal maksud dari ucapan sang majikan, Putri berlari sambil memanggil nama Siti."Ibu!"Siti menoleh dengan cepat. Dilihatnya sosok gadis kecil yang kini berlari mendekatinya. Wanita itu langsung berdiri dan berjongkok untuk bersiap memeluk Putri. Kini, ibu dan anak itu saling berpelukan erat. Semua orang yang melihatnya, juga merasa bahagia. Begitu juga dengan Handi.Putri melirik ke arah Handi dan menatap lekat sosok pria itu sambil memberi kode untuk mendekat. "Ayah, peluk aku juga!"Wajah Handi terlihat memerah. Pria itu mengangguk perlahan dan langsung mendekat. Tapi Handi tak berani untuk ikut berpelukan karena Siti kini tengah memeluk anaknya. Pria itu hanya berjongkok tepat di samping Siti dan mengelus pelan puncak kepala Putri."Kamu hebat, Put."*Adi terkekeh pelan karena pria itu sangat yakin kalau mantan istrinya saat ini pasti tengah menyesal. Dia sengaja tarik ulur agar bisa m
Bab 131Handi meletakkan tas kerjanya dan pria itu langsung bergegas untuk menyalakan komputer. Pertanyaan Tatang sempat membuatnya salah, tapi dia dengan cepat langsung beralasan bahwa kebaikannya itu hanya sekedar perhatian di antara atasan dan bawahan. Tak lebih dari itu semua."Ekspresi wajahnya tadi membuatku tak nyaman," lirihnya. Meski Tatang telah mendengar penjelasan dari majikannya, pria itu tak percaya begitu saja. Tatang justru tersenyum tipis dan Handi berhasil dibuat kikuk.Rosa yang baru saja pergi ke bagian manajemen pengelolaan data terlihat terkejut ketika tahu kalau sang atasan telah tiba di kantor. Wanita itu memberi salam sekedarnya dan langsung memberikan laporan tentang pembangunan kantor cabang yang sampai kini belum juga terlihat."Maaf, Pak. Ini laporan tentang pembangunan kantor cabang," ujarnya seraya menyerahkan sebuah dokumen berwarna biru tua.Handi mengangguk perlahan dan langsung menerimanya. Mata pria itu kini beralih membaca setiap laporannya. "Ini
Bab 132Handi segera menutup pintu rumahnya. Pria itu berbalik dan mendapati sosok wanitanya baru saja keluar dari dapur. Raut wajahnya yang sejak tadi tampak begitu dingin dan juga acuh itu kini dihiasi dengan senyuman.Siti yang menyadari kepulangan sang majikan, juga ikut tersenyum tipis malu-malu.Wanita itu menyapa sesaat dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Sumi dan Bi Yati saling terkekeh pelan ketika melihat sang majikan diam-diam tertarik pada Siti."Liat 'kan, Bi? Dugaan kita nggak mungkin salah," bisiknya.Bi Yati mengangguk setuju. Ketertarikan Handi semakin jelas ketika berhadapan dengan Siti."Iya, Sum. Tapi Siti kok kelihatannya nggak peka, ya?"Sumi menggeleng pelan. Terkadang dia juga merasa gemas dengan tingkah Siti."Nggak tahu, Bi. Kayaknya Mbak Siti belum terlalu buka hati buat orang yang baru. Ya ... kita maklum saja. Mbak Siti dulu sempat menghadapi hal buruk. Wajar kalau dia kini jadi abaikan perhatian dari lawan jenis. Mbak Siti juga kelihatannya ma
Bab 133Biasanya Handi makan malam di ruang kerjanya. Tapi kali ini dia turun ke bawah dan menunggu tempat di ruang makan. Bukan Siti saja yang merasa heran. Sumi dan Bi Yati juga sama herannya."Tumben Bapak makan di sini," lirih Sumi.Siti dan Bi Yati hanya mengangkat bahu acuh. Mereka juga tak tahu jawaban pastinya. Tak berselang lama, Putri keluar dari kamarnya karena gadis kecil itu baru saja selesai belajar. Dia bergegas menghampiri Siti. Namun langkahnya terhenti saat melihat Handi dan gadis kecil itu tersenyum tipis seperti biasa serta langsung menyapanya."Om nungguin makan malam?"Handi mengangguk pelan. Pria itu memang sengaja karena ingin lebih dekat dengan Putri serta Siti."Duduk di sini," ujar Handi sambil mengarahkan dagunya ke sebuah kursi yang ada di sampingnya. Gadis kecil itu mengangguk dengan patuh dan langsung duduk."Om, semua temen-temen di sekolah ngira kalau Om itu ayahnya Putri, lho!"Wajah gadis kecil itu dihiasi dengan binar kebahagiaan saat menceritakan
Bab 134Malam hari seperti biasanya, Siti akan meluangkan waktu untuk mengetik novel dan mengedit naskah terbarunya. Ada banyak membaca yang suka dan mulai tak sabar untuk membaca novel terbarunya.Siti melirik ke arah putrinya yang kini telah terlelap. Dia kembali tersenyum tipis."Alhamdulillah, sepertinya aku tak perlu lagi mengkhawatirkan apapun tentang Putri."Pada awalnya dia merasa begitu berat hati karena menjadi orang tua tunggal. Hal yang paling ditakutkan mengenai pertumbuhan Putri. Tapi kini dia bisa menjalani hidup dengan tenang dan tak lagi dihantui dengan rasa takut."Ibu harap kamu tidak akan lagi merasa sedih, Put. Ibu akan selalu berusaha agar membuatmu bahagia."Siti kembali teringat soal majikannya. Dia tak pernah menyangka kalau sang majikan ternyata menyukai jenis novel bergenre romansa. Bahkan Handi juga menyukai novel buatannya."Pak Handi terlihat seperti pria yang dingin, tapi ternyata dia tak sedingin yang aku kira." Wajah Siti kini bahkan dihiasi dengan asa