Share

5. Liburan

Penulis: Chanie1001
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-12 10:10:41

    Kanya merapihkan pakaian ke dalam koper kecil. Memasukkan semua yang di perlukan ke dalam tas gandongnya.

"Kayaknya udah siap! Ah dompet! Hampir aja, nyawa utama padahal." monolog Kanya seraya meraih dompet di meja belajar.

"Oke udah beres, keluar harus tanpa Nata!" tambah Kanya dengan penuh tekad.

Kanya menyeret kopernya keluar kamar, sebelum kembali melangkah Kanya mengamati keadaan sekitar yang tampak sepi.

Kanya melanjutkan langkahnya dengan bersenandung pelan, Kanya membuka pintu keluar lalu menjerit kaget saat melihat Nata berdiri dengan begitu kerennya. 

Nata kalau sudah tidak pakai seragam begitu terlihat sangat keren. Hitam - hitam, tampan! Ah ralat! Lebih ke seperti malaikat pencabut nyawa! Dumel Kanya.

"Lama banget, Semua udah jalan duluan."

"HA!? Te-terus kita?" Kanya mengedarkan matanya liar. 

Asrama memang sudah terlihat sepi, dengan langkah cepat Kanya mengetuk pintu asrama tetangganya.

Tok tok.. 

Kanya tidak mendapati respon, sekali lagi Kanya mencoba. 

Tok tok tok.. 

Nata meraih lengan Kanya."Mereka udah berangkat dari satu jam yang lalu." Nata menarik koper Kanya dan si empunya.

"Kita berdua?!" Kanya tampak kalut.

"Hm."

Kanya menekuk wajahnya, liburannya kacau tidak sesuai dengan rencananya. Kanya kembali di sadarkan, manusia memang hanya bisa berencana.

Kanya memasuki mobil dengan malas - malasan. Semangatnya entah berlibur kemana.

"Pakai sabuk pengamannya." Nata berujar tanpa menatap Kanya. 

"Iya!" balas Kanya tidak santai.

"Jalan pak." Perintah Nata pada sang sopir.

Kanya memilih diam, toh tidak ada yang ingin mereka bicarakan dan lagi Kanya malas berbincang dengan Nata. 

Kanya merenungkan semua yang telah di laluinya di sekolah Giofar, Selama sebulan lebih ini Kanya lebih sering marah dan rindu keluarga.

Suara gesekan plastik membuat Kanya menoleh ke arah Nata yang ternyata tengah membuka permen susu yang bungkusnya bergambar sapi. 

"Mau?" tanya Nata dengan masih sibuk membuka bungkus permen itu. 

"Ga!" Kanya kembali menatap jalanan lewat jendela, gengsi kalau di ambil.

Nata menarik sedikit rambut belakang Kanya membuat Kanya menoleh kesal.

"Kamu ap—mph!" 

Nata memasukan permen itu ke mulut Kanya, Kanya sontak menarik permen yang kini bersarang di mulutnya, jejak rasa manis permen susu pun mulai terasa.

"Ambil, aku masih ada." Nata memotong Kanya yang hendak kembali bersuara.

Dasar pemaksa! Tapi kalau Nata tidak begitu, Kanya hanya akan gigit jari. Permen susu sungguh kesukaan Kanya.

Nata melirik Kanya yang asyik mengemut permen, senyum pun terbit. Gengsi Kanya begitu lucu di matanya.

***

Kanya masih betah dengan acara marah - marahannya. Kanya merasa geraknya kini di batasi, Kanya tidak suka Nata yang seenaknya! Cukup keluarganya yang begitu!

"Marah?" tanya Nata seraya mengulurkan tangan ke arah Kanya. 

Kanya yang hapal apa gerakan selanjutnya dengan cepat berdiri menjauh, melindungi lehernya.

"Stop! Jangan sentuh aku! Aku mau liburan! Aku ga ngerti kenapa kamu ngikut terus! Kamu udah hancurin liburan aku! Kamu puas?" teriak Kanya dengan begitu marah namun perlahan matanya basah.

Nata diam di tempatnya dengan masih menatap Kanya."Kamu ga bisa liburan sendiri, kita semua bareng - bareng ke sini walau di perjalanan pisah." Nata berujar begitu enteng membuat Kanya menggeram kesal sesaat saat melihat wajah menyebalkan itu.

Kanya kembali terisak, merasa kesal dengan semuanya tapi Kanya selalu tidak bisa berbuat apa - apa.

"Kamu selalu begitu! Seenaknya!" raung Kanya di sela - sela isakannya.

Nata menghela nafas pendek."Aku jamin, liburan kamu akan luar biasa!" yakinnya.

Kanya malah semakin terisak.

***

Kanya sudah tidur dengan mendengkur halus, terlihat sekali gadis itu kelelahan selama perjalanan. 

Nata menerobos masuk dengan kunci cadangan. Hotelnya kebetulan milik omnya jadi dia tidak akan sulit meminta kunci cadangan.

Nata menatap Kanya yang begitu damai dengan beberapa pulau itu.

"Gemes.." gumamnya pelan sebelum kembali membawa langkahnya keluar kamar, Nata akan menunggu Kanya bangun dari tidur siangnya di ruang tamu.

3 jam berlalu, Nata lebih dulu bangun. Nata ketiduran di sofa lebar dan panjang itu. Nata merapihkan pakaiannya yang kusut. 

Nata memutuskan untuk memesan makanan agar saat Kanya bangun gadis itu tidak terlalu kelaparan. 

Nata memilih makanan sederhana di ponselnya seperti roti selai coklat dan beberapa cemilan lainnya, Nata sangat tahu kalau Kanya tidak terlalu suka makanan berat.

Tak lama pesanan pun datang bersamaan dengan Kanya yang perlahan bangun. 

Nata tersenyum samar, insting Kanya sangat pas, giliran ada makanan gadis itu bangun.

"Cuci muka terus makan." kata Nata seraya menyimpan cemilan di meja dekat televisi.

Kanya mengerjap pelan, kakinya mulai turun menuruni ranjang lalu berlalu menuju kamar mandi tanpa kata. Mungkin masih di ambang kesadaran alias nyawanya belum terkumpul penuh.

Tidak lama Kanya keluar dengan wajah yang masih terlihat lelah, jika begini Kanya jadi terlihat beda, lebih diam, ekspresinya pun datar. Tapi, tetap menggemaskan.

"Masuk seenaknya!" gerutu Kanya sangat pelan lalu kembali mendatarkan dan mendinginkan ekspresinya.

Nata yang tidak betah dengan Kanya yang seperti itu mulai menggodanya dengan memeluk Kanya dari samping, sontak Kanya mulai berekspresi kesal.

"Apaan sih!" ketus Kanya dengan menepis kasar tangan Nata bahkan mencubitnya.

Nata mengulas senyum samar, Kanya juteknya sudah kembali."Makan, mau jalan - jalan malem? Semua anak - anak mau." Nata merapihkan rambut Kanya yang basah mungkin karena cuci muka tadi.

Kanya mengabaikan Nata, rasa laparnya lebih mendominasi sekarang. 

Nata memutuskan untuk membiarkan Kanya makan, sambil menunggu Nata pun memilih acara televisi yang menurutnya seru.

***

Kanya mengeratkan mantel berbulunya dengan bibir mulai bergetar kedinginan."Di sini malem dingin banget ya." gumam Kanya dengan bibir bergetar.

"Kode pengen di peluk?" tanya Nata dengan tersenyum menyebalkan menurut Kanya.

"Engga ya! Idih.." sewot Kanya dengan semakin mengeratkan mantelnya.

Nata mengulum senyum samar lalu melepaskan jaket jeans yang di pakainya.

Kanya menatap Nata penuh selidik."Ngapain di buka?" tanya Kanya heran.

"Buat kamu, katanya dingin." jawab Nata acuh.

Kanya menahan tangan Nata yang hendak memasangkan jaket itu."Stop! Kamu mau jadi jagoan dengan hanya pake hoodie?" tanya Kanya terdengar mengejek."jadi ga usah jadi pahlawan kemaleman!" lanjut Kanya ketus.

Nata keukeuh memasangkan jaket itu."Kalo aku dingin gampang tinggal peluk kam—"

Kanya melepas lagi jaket itu."Justru itu ga mau!" rengek Kanya kesal.

Baiklah Nata mengalah dengan memakai jaketnya kembali."Cari tempat yuk." ajak Nata seraya meraih jemari Kanya.

Kanya tak menjawab, hanya mengikuti tarikan Nata. Melihat Kanya yang tidak menolak genggamannya membuat Nata mengulum senyum.

Kanya menatap toko kue, sepertinya malam - malam makan - makanan yang manis tidak masalah, kali - kali mungkin tidak akan membuat dia jadi kayak babikan? 

"Ke sana yuk?" ajak Kanya seraya menggoncang tangan Nata yang sedang menggengamnya.

"Toko kue?" tanya Nata sedikit heran namun detik berikutnya tersadar, Kanya memang pemakan segala kecuali daging manusia dan serangga! Ah satu lagi racun! 

Selama hampir empat minggu bersama, Nata sudah cukup tahu banyak tentang Kanya, bahkan warna dalaman gadis itu dia sudah hapal, dominan merah dan hitam, sungguh sexy.

Samar Nata tersenyum akibat pemikirannya tentang dalaman. Aksi penyelidikannya tentang Kanya terlalu jauh ternyata.

***

Nata memperhatikan Kanya yang begitu lahap memakan cake dengan coklat lumer. Gadis itu begitu santai, sepertinya tidak takut gemuk.

Nata diam - diam memotret Kanya lalu dirinya post di akun pribadi dengan Caption : Punya gue! . Setelah selesai bermain ponsel Nata kembali menyesap teh panasnya.

"Enak?" tanya Nata setelahnya.

Kanya mengangguk dengan mata masih menatap laut lewat jendela kaca Cafe.

Deru ombak yang menghantam karang begitu terdengar kontras, bau laut pun selalu menyapa indera penciuman Kanya. Membuat jiwanya tenang.

Nata menatap lekat Kanya yang asyik dengan dunianya, Nata masih belum bisa percaya dia akan setertarik ini pada lawan jenis yang bahkan baru di kenalnya. 

Jelas saja Kanya selalu was - was padanya, kalau saja dirinya perlahan mendekati Kanya, mungkin gadis itu akan nyaman berada di dekatnya.

Kanya memasukan suapan terakhir pada mulutnya dengan menghela nafas lega di sertai senyuman kecil." Akhirnya." serunya pelan.

Nata menyesap tehnya lalu beranjak menuju kasir tanpa kata lalu membayar semua yang di belinya setelah itu kembali menuju Kanya yang sudah bersiap pulang.

"Mau kemana lagi?" tanya Nata seraya merangkul Kanya.

"Ih lepas! Jangan rangkul - rangkul!" tolak Kanya yang di tolak juga oleh Nata.

"Diem! Biar anget." tegas Nata yang sontak membuat Kanya diam dengan bibir mengerucut kesal.

***

"Awas ya! Pokoknya jangan sampe tidur di ranjang aku!" ancam Kanya dengan penuh kesungguhan.

"Usap leher dulu biar ga ganggu kamu." nego Nata seraya duduk di ujung kasur Kanya.

Kanya berdecak kesal dengan rona merah mulai menjalar di kedua pipinya."Heran deh! Kamu Vampire bukan sih?" tanya Kanya jengkel.

Nata terbahak pelan, pikiran Kanya begitu jauh.

"Iyah, makanya cepetan! Nanti Aku gigit kalo ga mau." gemas Nata.

Kanya mendadak merinding melihat keramahan Nata. Jelas saja laki - laki itu sedang ada maunya.

"Engga!" tolak Kanya tegas.

Nata tidak menyerah, dia merangkak naik lalu meraih leher Kanya walau sedikit sulit karena pemberontakan gadis itu.

"Mau aku perkosa?" ancam Nata saat Kanya tidak kunjung diam bahkan sesekali kakinya menyentuh adik Nata. 

Kanya sontak diam mematung.

Nata menyeringai."Bagus!" Nata mulai mengusap leher Kanya yang sudah terlapisi pelembab berwangi mawar segar. Nata mengecup sekali.

Kanya semakin tidak nyaman, Kanya menggigit bibirnya saat merasakan suara laknatnya akan keluar. 

Tidak! Kanya tidak mau Nata besar kepala karena berhasil membuatnya mendesah.

"Udah!" Kanya mendorong kuat bahu Nata. Nata tidak menolak.

"Lebih suka bau kamu, lain kali jangan dulu pake pelembab." Nata perlahan turun dengan mata melirik celana tidurnya yang mengembang, sialan!

"Ga mau! Terserah aku!" balas Kanya dengan begitu keras kepala. 

Nata mengabaikannya, dia lebih baik menuju ke kamar mandi hotelnya. Tanpa pamit dia berlalu meninggalkan Kanya yang sibuk menggerutu

Bab terkait

  • Katanya Dan Nyatanya   6. Pulau Untuk Kanya

    Nata tersentak kaget di tidurnya hingga membuatnya terjaga. Mimpinya tentang Kanya membuat Nata gila.Nata dalam mimpi menatap bibir merah alami milik Kanya di tambah kulit mulusnya yang bersinar dalam mimpinya membuatnya semakin gila.Nata mengerang pelan, kadang saat pagi sedang puncak - puncaknya. Tanpa kata Nata pergi ke kamar mandi lalu bersiap menuju ke tempat Kanya.Nata menggeleng tak percaya dengan ke-keboan Kanya, sepertinya gadis itu tidak berniat liburan. Nata menghampiri Kanya lalu menggoncang pelan tubuhnya.Kanya masih tak bergeming, tidak ada cara lain Nata harus melakukan cara yang satu ini. Dengan gemas Nata mencubit hidung Kanya agar gadis itu sulit bernafas."Ha! Aduh ayah!" pekiknya dengan terengah - engah, menghirup oksigen dengan begitu rakusnya."Udah jam 9 pagi, ga mau ke pantai?" tanya Nata dengan begitu santai.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Katanya Dan Nyatanya   7. Kamu Milik Aku Kanya.

    Nata meraih kaca mata hitam dan topi hitam di atas kopernya lalu memakainya. Di liriknya Kanya yang tengah mengikat rambutnya. Begitu cantik."Ga usah di iket! Mau aku serang saat di sana nanti?"alis Nata bertaut serius.Kanya menarik lagi ikatannya dengan kesal, mendelik ke arah Nata dengan sebal lalu meraih kasar topi dan kaca mata hitamnya."Udah puas?" tanya Kanya sewot nan jutek.Nata membuka pintu, mempersilahkan Kanya agar segera keluar."Awas aja kalo jelalatan liat bule - bule, aku ga ak—""Ga usah banyak ngomong! Ayo, aku ga sabar liat pulau yang KATANYA punya aku itu." jengkel Kanya, di tambah perutnya sedang sakit karena PMS.Lagian, siapa Nata? Kenapa harus mengaturnya seperti ayahnya saja. Kanya semakin sebal.Nata menutup pintu hotel lalu meraih lengan Kanya."Kamu kalo lagi datang bulan ngomel mulu." keluh Nata

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Katanya Dan Nyatanya   8. Nata Gelap Mata

    Nata menggendong Kanya lalu meletakannya di atas kasur yang berada di dalam pesawatnya. Nata melirik asisten yang di kirim papanya yang kini berdiri di belakang Nata."Jangan kasih tahu daddy sama mommy kalau gue bawa cewek liburannya, oke?" pinta Nata penuh peringatan."walau acara sekolah tetep aja mereka engga boleh tahu kalau gue berduaan sama ni cewek." lanjutnya."Baik, tuan muda." dengan patuh asistennya menjawab.Nata menyelimuti Kanya yang terlelap, Nata sengaja mencampurkan obat tidur pada minuman Kanya agar Kanya tidak kelelahan selama perjalanan pulang."Lo keluar." usir Nata pada Bima, sang asisten yang sama umurnya dengan Nata."Baik, tuan muda."Setelah kepergian Bima, Nata bergegas Naik, memeluk Kanya dengan posesif. Sampai kapanpun Kanya tidak akan dirinya lepaskan.Nata mencuri ciuman di kening Kanya.Nata me

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Katanya Dan Nyatanya   9. Pacaran Dengan Si Pemaksa

    Cantik memang tapi wajahnya tak bersahabat, Kanya terlihat sebal. Kanya sebenarnya Malas keluar asrama apalagi malam - malamNamun lagi - lagi karena kekuasaan Nata membuatnya tidak bisa menolak."Bawa jaketnya." Nata melangkah di depan Kanya.Kanya meraih jaketnya dengan tak bertenaga."Mau kemana sih? Besok sekolah." lirih Kanya benar - benar malas bepergian."Makan di luar sayang, berapa kali sih harus di jelasin." Nata masih fokus menalikan sepatunya.Kanya mendengus pelan, Nata masih saja memanggilnya sayang. Membuat telinganya geli!"Di undur bisa? Aku mau tidur aja." pinta Kanya sedikit merengek, wajahnya di tekuk malas."Sebentar sayang, cuma makan." Nata berdiri lalu menghampiri Kanya agar cepat memakai sepatu."Males pake sepatu." kata Kanya mencari alasan agar jangan berangkat."Aku pakein." Nata me

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Katanya Dan Nyatanya   10. Bertemu Keluarga

    Nata duduk dengan santai, sedangkan Kanya gelisah di sampingnya. Kanya melirik Nata yang sepertinya tidak terganggu dengan Aura Kakaknya yang tengah marah."Nata Giofar, kakak bisa panggil Nata." kata Nata memperkenalkan diri dengan senyum sopan."Giofar?" beo Karel sedikit terkejut.Nata mengulum senyum, untuk pertama kalinya Nata bangga dengan nama belakangnya."Iyah kak, Giofar." senyum Nata kembali terbitkan."Woah! Kamu serius mau sama Kanya?" tanya Karel takjub.Kanya merapatkan kuat - kuat bibirnya saat mendengar itu. Dasar memang rese kakaknya itu."Emangnya kenapa kak? Ada yang salah sama Kanya?" tanya Kanya penuh penekanan."Haha, lucu aja, cewek galak kayak kamu laku dek." kekeh Karel.Karel berganti menatap Nata dengan serius, mengabaikan Kanya yang terlihat akan meledak itu.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Katanya Dan Nyatanya   11. Melakukan Kesalahan.

    Kanya bangun dari tidurnya saat mendengar suara ricuh perabotan di dapur. Seseorang sepertinya sedang memasak pikir Kanya dengan berjalan sempoyongan.Matanya bahkan masih saja menutup sesekali, kantuk masih bergelayut manja di kedua matanya.Saat mendengar pergerakan, Nata berbalik dengan tangan memegang spatula."Udah bangun. Sini, bantu aku masak." pintanya datar.Kanya menghampiri Nata dengan sebelah tangan mengucek matanya.Sudah seminggu Nata tidak menegurnya membuat Kanya nyaman sekaligus tidak nyaman. Dia cukup terganggu."Masak apa?" tanya Kanya dengan suara sedikit serak, mata sayu.Nata melirik Kanya sekilas."Nasi goreng biasa." jawabnya dengan acuh tak acuhKanya melirik Nata sekilas, Nata tampak berbeda setelah kejadian satu minggu yang lalu. Nata seperti menghindari Kanya. Itu nyata, bukan perasaanny

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Katanya Dan Nyatanya   12. Kanya Yang Kesepian.

    Nata mengantri di belakang Kanya, di ikuti siswa - siswi lainnya. Makan siang kali ini Kanya tampak murung, Kanya merasa gelisah akan perbuatannya dengan Nata yang tak berpikir panjang.Kanya merasa kembali menyesal. Padahal kejadian malam itu sudah lama berlalu."Maju." bisik Nata.Kanya tersadar lalu melangkah maju mengambil beberapa suir ayam balado. Kanya kembali diam membuat Nata mengamatinya dalam."Kita makan di tempat biasa."Kanya menoleh sekilas lalu mengangguk, tak ingin beradu argumen dengan Nata.Kanya masih tak percaya dengan apa yang di lakukannya. Pikirannya tidak bisa tenang.Kanya tahu Nata akan tanggung jawab tapi rasanya tetap saja tidak nyaman.Usia tidak ada yang tahu, harusnya dia sadar soal itu. Masa depan sulit di tebak.Perkataan bisa dengan mudah di ucapkan, tapi takdir tidak m

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Katanya Dan Nyatanya   13. Fakta Gay

    Nata melirik Qiano yang bertingkah aneh hari ini. Dia selalu mencuri - curi pandang ke arahnya. Nata merasa tidak memiliki salah apapun."Ada apa?" tanya Nata santai.Qiano terlihat gugup."Maksudnya?" tanya balik Qiano."Lo lirik - lirik gue, ada salah gue? Atau lo mau nyampein sesuatu?" Nata meraih ponselnya yang di mainkan Kanya."Pinjem dulu, sayang." izin Nata seraya mengetik sesuatu.Qiano melirik Kanya sekilas."Ga papa kok Nat, cuma seneng aja liat lo beda sekarang." jawab Qiano sekenanya."Em, kirain." balas Nata dengan masih mengetik sesuatu di ponselnya. Setelah selesai memberikannya pada Kanya lagi.Kanya menerima dengan senang lalu kembali melanjutkan acara main gamenya."Soal turnamen basket, Irvan ajak gue duel, soal turnamen sekolah kita sepakat ga akan turun." ujar Nata datar.Qiano hanya menga

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12

Bab terbaru

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Akhir dari semua kisah

    Revan duduk dengan tenang, justru perasaannya kini senang. Sedangkan Bella menunduk dalam, dia terlihat malu."Kan! Mereka udah dewasa, ketakutan aku terjadikan!" Dewi menatap Dewa dengan emosi dan berkaca - kaca."Iyah, kalau tahu gini aku dari awal engga kasih izin.." Dewa meraih bahu Dewi, mengusapnya agar tenang."Kalau hamil gimana? Rieta pasti kecewa!" Dewi menyeka air matanya, perasaan Rieta pasti hancur kalau sampai itu terjadi.Revan terhenyak, rasa senangnya lenyap. Benar juga, Rieta kalau tahu pasti kecewa dan akan merasa bersalah. Revan harusnya menjaga Bella."Kalian keluarnya di dalam atau luar?" Dewi menatap Revan dengan masih marah.Bella semakin tidak berani mengangkat kepalanya.Revan menjilat bibirnya yang tiba - tiba kering, jakunnya mulai bergerak saat menelan ludah."Da-dalem ma.." Revan menunduk,

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Kembali Bersama

    Bella tersenyum dengan tersipu, tangannya yang dingin kini di genggam erat oleh Revan. Rasanya Bella kembali pada masa ABG labil, berdebar dan malu - malu."Di sini kalo pagi emang gini, dingin.." Revan menatap Bella dengan senyum tipis.Revan masih tidak percaya kalau Bella ada di rumahnya, bahkan saat membuka mata Bella ada di sampingnya.Revan ingin menyinggung pernikahan tapi rasanya Revan ragu, dia tidak mau melukai Bella yang belum sembuh dari gagal nikahnya dengan Fadil."Iyah, parah dinginnya.." Bella mengamati sekitarnya, padahal matahari sudah menyapa cukup tinggi.Revan mengubah posisi, di peluknya Bella dari belakang."Biar anget.." katanya di atas kepala Bella, Revan menyandarkan kepalanya di kepala Bella.Bella menggigit bibirnya, menahan senyum yang takutnya terlalu lebar."Bell.." panggil Revan lembut.

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Berdua Bersamamu

    Revan membantu Dewi untuk duduk, kini mereka sudah kembali ke rumah. Satu bulan lebih berlalu, operasi kecil pun dengan lancar Dewi laksanakan.Revan dan Bella pun mulai terlihat seperti semula, tanpa canggung atau berusaha menghindar. Hubungannya bisa di bilang membaik namun tidak sedekat dulu, Bella pun tidak seagresif dulu.Bella di sibukan dengan bisnis barunya yang baru buka, Bella membuka toko kecil namun berisi bunga dan peralatan lain untuk kado."Bella kok jadi jarang jenguk bunda?" tanya Dewi setelah meraih gelas air yang di berikan Revan.Dewa melirik sang istri."Mungkin sibuk, ayah denger Bella buka bisnis ya?" tanya Dewa.Revan mengangguk."Baru buka minggu kemarin.." jawab Revan."Kamu kenapa ga bantu Bella?" tanya Dewi dengan penasaran."Katanya Bella ga mau di ganggu dulu." balas Revan lesu, seminggu lebih tidak bertemu

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Pengakuan

    Revan menghentikan mobilnya di depan pintu gerbang rumah Bella, sepertinya untuk bertemu Rieta tak bisa sekarang."Bunda di dalem?" tanya Revan setelah membantu Bella membuka sabuk pengaman.Bella menggeleng."Lagi di rumah tante, acara syukuran anaknya.." balasnya dengan suara parau dan mata sembab.Revan mengangguk samar, syukurlah. Jika pun ada Revan tak bisa bertemu sekarang. Revan harus bergiliran menjaga sang bunda dengan ayahnya yang harus lembur."Kapan pulang?" tanya Bella."Nunggu mama sembuh.." balas Revan dengan memperhatikan Bella yang ternyata gemukan.Revan merasa lega, itu artinya Fadil menjaga Bella dengan baik."Mau jenguk, tapi nunggu matanya sembuh.." jelas Bella dengan bibir di tekuk. Moodnya masih belum baik."Hm, gih masuk. Istirahat.."Bella mengangguk."Makasih untuk

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Patah Hati Kedua

    Bella mendial nomor Fadil, tumben selama dua hari ini Fadil tidak segesit biasanya."Kak Bell.."Bella menoleh lalu tersenyum ramah."Eh ada Ratu.." sapanya seraya memeluknya sekilas."Kakak lagi belanja juga?" tanyanya dengan riang."Hm, kamu ke sini sama siapa?" tanya Bella seraya mengusap anak gadis yang kini sudah masuk ke kelas dua SMA itu."Loh?"Bella menoleh, sama kagetnya dengan Fadil kini. Orang yang sulit di hubungi olehnya ternyata sedang belanja."Kalian saling kenal?" tanya Ratu senang."aku sepupu kak Fadil kak dan aku kenal sama kak Bell karena waktu itu kak Bell bantu tolongin anjing Ratu yang kejebak ikatannya di besi pinggir jalan.." terangnya riang.Bella yang berpikiran negatif sontak tertawa pelan."Kirain dia selingkuh.." gemas Bella pada Fadil.Fadil tersenyum, meraih pinggan

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Kebenaran

    Bella terus berceloteh di samping Revan yang kini tengah makan bersama Fadil, Dewa dan Dewi."Iyah Bell, udah makan dulu.." Revan menyimpan udang yang sudah di kupas ke nasi Bella."Makasih.." kata Bella seraya menyudahi celotehannya lalu melirik Fadil di samping kirinya.Fadil menyeka keringat di poni Bella dengan tissue lalu membantu Bella mengupas udang. Fadil harus menghentikan Revan, biar soal mengurus Bella kini menjadi urusannya.Revan melirik keduanya dengan mood down. Revan salah berpikir Bella akan terus menunggunya. Mungkin Revan terlalu percaya diri kalau Bella tidak akan berpaling."Makasih.." kata Bella saat Fadil memberikan udang yang sudah di kupas cangkangnya.Dewi mengamati gerak - gerik anaknya. Sebagai ibu dia sangat paham dengan perasaan Revan.Sudah berapa kali dirinya menasihati Revan tapi tetap saja tidak

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Karma Untuk Revan

    Fadil menggeleng samar, Bella sudah makan langsung tidur siang. Pantas saja pipinya gembul, menggemaskan.Fadil memperhatikan posisi Bella yang tidur dengan posisi duduk dan kepala bersandar di kepala sofa.Nyaman namun nanti akan membuatnya sakit. Fadil memutuskan untuk memandang wajah Bella.Damai, bulu mata lentik, alis tebal dan hampir menyatu dengan bulu - bulu halus di keningnya."Monyet, kamu banyak bulu di wajah ternyata.." gumamnya seraya mengusap bulu halus itu lalu turun ke hidungnya yang mungil namun mancung.Hingga jempolnya berakhir di bibir tipis yang merona alami. Ada kumis tipis yang menghiasi.Hubungannya setelah berstatus masih bisa di bilang mingguan belum bulanan, apa boleh mengecupnya sekilas? Pikir Fadil."Mau cium Bella?"Fadil tersentak sangat kaget di duduknya bahkan membuat Bella terja

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Bella Dan Fadil

    "Aduh! Dosennya semoga belum dateng" heboh Bella dengan kedua kakinya yang pendek terus berlari melewati lorong yang akan membawanya semakin masuk ke dalam kampus.Fadil menaikan satu alisnya saat melihat Bella berlari begitu saja tanpa meliriknya.Fadil menyusulnya lalu menarik jaket Bella yang sontak membuat gadis itu berhenti dengan memekik kaget."Kemana? Kelas kita di sana kali" tunjuk Fadil kearah sebrang Bella."Ha! Belum ada dosen?" tanya Bella dengan nafas terengah."Hm, makanya kalo lagi ngomong teleponnya jangan di matiin! Tahu rasakan!" cemoohnya seraya melepaskan jaket Bella.Bella menggeram, bukan salahnya tapi justru salah Fadil yang selalu berbicara setengah - setengah dan kadang tak jelas. Membuatnya salah paham terus."Au ah! Males gue sama lo!" amuk Bella lalu berlari pelan menuju kelas di ikuti Fadil yang berjalan santai.

  • Katanya Dan Nyatanya   Sequel II : Perpisahan

    Bella gelisah, Bella tengah berdiri di balik pilar. Mencoba bersembunyi dan mengintip Revan yang kini tengah berbicara dengan Melia, kakak kelas mereka."Bella hanya temankan? Terus kenapa kamu ga bisa terima aku?" tanyanya seraya meraih tangan Revan.Revan menatap Melia, gadis di depannya memang menarik tapi Revan tidak ingin terganggu oleh hubungan rumit di masa SMA.Revan hanya ingin lulus lalu terbang ke negara yang akan mendidiknya menjadi atlit."Sorry.." setelah mengucapkan itu Revan berlalu.Bella menghela nafas lega, namun juga prihatin atas penolakan Revan. Bella kembali menarik nafasnya, kali ini dengan berat.Orang terdekat saja di abaikan, apalagi orang luar. Bella semakin tidak bisa menjangkau Revan rasanya.Bella membawa langkahnya untuk kembali masuk ke dalam gedung sekolah yang semakin r

DMCA.com Protection Status